Anda di halaman 1dari 14

Tugas M4 KB 4

OLEH

NAMA : MEKI MOABI BABIS,S.Pd

NUPTK : 3846 7596 6120 0042

NO. PESERTA PPG : 19240122010227

BIDANG STUDI : 220-PJOK

SEKOLAH ASAL : SD NEGERI TOBATAN,AMABI


OEFETO, KAB.KUPANG-NTT

1. Seorang siswa mengatakan pada anda bahwa ia merasa kurang mampu untuk
meraih prestasi di bidang olahraga. Jelaskan langkah-langkah yang anda lakukan
untuk memotivasi siswa tersebut.
Jawab:
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan Penerapan Prinsip-prinsip Belajar
Ada beberapa prinsip yang terkait dalam proses belajar, misalnya perhatian siswa,
keaktifan siswa, keterlibatan langsung siswa, materi pelajaran yang merangsang, dan
lain-lain. Agar motivasi belajar siswa meningkat, hendaknya guru berusaha
menciptakan situasi kelas yang kondusif, sehingga perhatian, keterlibatan siswa, dan
lain-lain yang termasuk prinsip balajar dapat berfungsi secara optimal.
2) Mengoptimalkan Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar maksudnya adalah unsur-unsur yang
keberadaannya dapat berubah-ubah, dari tidak ada menjadi ada, dari keadaan lemah
menjadi menguat. Unsur-unsur ini meliputi bahan mengajar dan upaya pengadaannya,
alat bantu mengajar dan upaya pengadaannya, suasana belajar dan upaya
pengembangannya, kondisi siswa dan upaya penyiapannya.
3) Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman yang Telah Dimiliki Siswa
Siswa lebih senang mempelajari materi pelajaran yang baru, apabila siswa
mempunyai latar belakang untuk mempelajari materi baru tersebut. Oleh karena itu,
guru harus pandai memilih contoh-contoh untuk menjelaskan suatu konsep baru,
contoh-contoh ini hendaknya banyak terdapat di lingkungan siswa.
4) Mengembangkan Cita-cita atau Aspirasi Siswa
Setiap siswa mempunyai cita-cita dalam belajar. Namun tidak semua siswa dapat
mencapai kesuksesan tersebut. Kesuksesan biasanya dapat meningkatkan aspirasi, dan
kegagalan mengakibatkan aspirasi rendah. Untuk meningkatkan aspirasi ini,
hendaknya guru tidak menjadikan siswa selalu gagal. Kegagalan yang berkepanjangan
menyebabkan siswa menjadi tidak bergairah dalam mencapai cita-citanya. Sebaiknya
guru memberi kesempatan kepada siswa untuk merumuskan tujuan belajar yang
sesuai dengan kemampuannya, sehingga motivasi mereka untuk mencapai tujuan itu
lebih kuat.
Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa pengaruh dari faktor
lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga.
Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dalam
dirinya yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tidak kalah
pentingnya. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang itu dalam
pembahasan ini disebut motivasi. Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting
dalam aktivitas belajar siswa. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi.
Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar.
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap siswa jika mereka dapat
belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Salah
satu contoh dari ancaman tersebut adalah kurangnya motivasi belajar siswa. Pada
tingkat tertentu memang ada siswa yang dapat mengatasi kesulitan belajarnya, tanpa
harus melibatkan orang lain. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, karena siswa belum
mampu mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru atau orang lain sangat
diperlukan oleh siswa tersebut.
 Berikut adalah upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar bagi siswa
yang mengalami kesulitan belajar:
1) Pergunakan Pujian Verbal
Kata-kata seperti ”bagus”, ”baik”, ”pekerjaanmu baik”, yang diucapkan guru
kepada siswa setelah selesai mengerjakan yang diperintahkan atau mendekati
tingkah laku yang diinginkan, merupakan pembangkit motivasi yang besar.
2) Pergunakan Tes dan Nilai Secara Bijaksana
Kenyataan bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah sosial
menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk memotivasi
siswa. Siswa belajar karena ada keuntungan yang diperoleh dengan nilai yang
tinggi. Dengan demikian, memberikan tes dan nilai mempunyai efek dalam
memotivasi siswa untuk belajar.
3) Membangkitkan Rasa Ingin Tahu dan Hasrat Eksplorasi
Di dalam diri siswa ada potensi yang besar yaitu rasa ingin tahu terhadap
sesuatu. Potensi ini dapat ditumbuhkan dengan menyediakan lingkungan
belajar yang kreatif. Rasa ingin tahu pada anak didik melahirkan kegiatan
yang positif, yaitu eksplorasi. Keinginan siswa untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru merupakan desakan eksploratif dari dalam diri
siswa. Motivasi akan terus meningkat jika dalam diri siswa sudah ada rasa
ingin tahu dan hasrat eksplorasi.
4) Melakukan Hal yang Luar Biasa
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, guru harus dapat melakukan hal-
hal yang luar biasa, misalnya menceritakan masalah guru dalam belajar di
masa lalu ketika sedang sekolah seperti mereka, sehingga setelah mendengar
cerita dari guru siswa akan lebih bersemangat dalam belajar dan prestasi siswa
akan meningkat. Melakukan hal yang luar biasa merupakan upaya yang dapat
dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar terutama bagi siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar.
5) Merangsang Hasrat Siswa
Hasrat siswa perlu dirangsang dengan memberikan sedikit contoh hadiah yang
akan diterimanya bila ia berusaha dan berprestasi dalam belajar. Hadiah yang
diberikan kepada siswa dapat berupa benda, pujian verbal, nilai yang baik dan
lain-lain yang akan merangsang hasrat siswa sehingga dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
6) Memanfaatkan Apersepsi Siswa
Pengalaman siswa baik yang didapat di lingkungan sekolah maupun di luar
sekolah dapat dimanfaatkan ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran.
Siswa mudah menerima dan menyerap materi pelajaran dengan
menghubungkan bahan pelajaran yang telah dikuasainya. Bahan apersepsi
merupakan seperangkat materi yang dikuasai yang memudahkan untuk
menuju materi pelajaran yang baru.
7) Minta Kepada Siswa untuk Mempergunakan Hal-hal yang Sudah
Dipelajari Sebelumnya
Hal ini menguatkan belajar siswa dan sekaligus menanamkan suatu
penghargaan pada diri siswa, bahwa apa yang sedang dipelajarinya sekarang,
juga berhubungan dengan pengajaran yang akan datang.
8) Perkecil Daya Tarik Sistem Motivasi yang Bertentangan
Kadang agar diterima oleh teman-temannya, siswa melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan oleh guru. Dalam hal ini guru sebaiknya melibatkan ketua
kelas yang berperan sebagai pemimpin dan sebagai contoh siswa yang lain di
kelas itu, dalam aktivitas yang berguna (menyusun tes, mewakili sekolah
dalam pameran ilmiah, dan sebagainya) sehingga teman-temannya akan
meniru melakukan hal-hal yang positif.

Dalam interaksi edukatif tidak semua siswa termotivasi untuk bidang studi
tertentu. Motivasi siswa untuk menerima pelajaran tertentu berbeda-beda, ada siswa
yang memiliki motivasi yang tinggi, ada yang sedang, dan ada juga yang sedikit
sekali memiliki motivasi. Hal ini perlu disadari oleh guru agar dapat memberi
motivasi yang bervariasi kepada siswa.
Jika terdapat siswa yang kurang termotivasi untuk belajar, peranan motivasi
ekstrinsik yang bersumber dari luar diri siswa sangat diperlukan. Motivasi ekstrinsik
ini di berikan bisa dalam bentuk pujian, hadiah, dan lain-lain. Tugas guru sekarang
adalah bagaimana menciptakan interaksi edukatif yang dapat mendorong rasa ingin
tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Siswa dapat tumbuh dan
berkembang yang pada akhirnya menopang keberhasilan pengajaran yang gemilang.
Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh manusia untuk dapat
menyesuaikan dan akhirnya untuk mendapatkan kepuasan ini disebut dinamika
manusia. Tugas guru dalam memberikan motivasi siswa adalah mengingat adanya
dinamika siswa dan membimbing dinamika siswa. Maksudnya ialah supaya anak
yang belajar dalam membentuk dinamika manusia ini tidak melalui pengalaman-
pengalaman yang kurang baik.
Adanya pandangan beberapa ahli yang menekankan segi-segi tertentu pada
motivasi tersebut justru mengisyaratkan guru bertindak taktis dan kreatif dalam
mengelola motivasi belajar siswa. Motivasi belajar dihayati, dialami, dan merupakan
kekuatan mental siswa dalam belajar. Dari siswa, motivasi tersebut perlu dihidupkan
terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan dijadikan dampak pengiring,
yang selanjutnya menimbulkan program belajar sepanjang hayat, sebagai perwujudan
emansipasi kemandirian tersebut terwujud dalam cita-cita atau aspirasi siswa,
kemampuan siswa, kondisi siswa, dan dinamika siswa dalam belajar. Dari guru,
motivasi belajar pada siswa berada dalam lingkup program dan tindak pembelajaran.
Oleh karena itu, guru harus berupaya untuk meningkatkan motivasi belajar.
Prestasi belajar yang baik dapat diraih oleh setiap siswa jika mereka dapat
belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan.
Namun sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami oleh siswa tertentu.
Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Di setiap sekolah dalam
berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki siswa yang berkesulitan belajar. Masalah
yang satu ini tidak hanya dirasakan oleh sekolah modern di perkotaan, tapi juga
dimiliki oleh sekolah tradisional di pedesaan dengan segala keminiman dan
kesederhanaannya. Hanya yang membedakannya pada sifat, jenis, dan faktor
penyebabnya.
Setiap kali kesulitan belajar siswa yang satu dapat diatasi, tetapi pada waktu
yang lain muncul lagi kasus kesulitan belajar siswa yang lain. Dalam setiap bulan atau
bahkan dalam setiap minggu tidak jarang ditemukan siswa yang berkesulitan belajar.
Walaupun sebenarnya masalah yang mengganggu keberhasilan belajar siswa ini
sangat tidak disenangi oleh guru dan bahkan oleh siswa itu sendiri. Tetapi disadari
atau tidak kesulitan belajar datang pada siswa. Namun, begitu usaha demi usaha harus
diupayakan dengan berbagai strategi dan pendekatan agar siswa dapat dibantu keluar
dari kesulitan belajar. Sebab bila tidak, siswa akan mengalami kegagalan dalam
meraih prestasi belajar yang memuaskan.
Kenyataan-kenyataan di atas membuktikan betapa pentingnya meningkatkan
motivasi belajar siswa terutama bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Guru sebagai orang yang membelajarkan siswa sangat berkepentingan dengan
masalah ini. Oleh karena itu, sebagai guru atau calon guru sebisa mungkin kita harus
selalu berupaya untuk dapat meningkatkan motivasi belajar terutama bagi siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar dengan menggunakan berbagai upaya yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya
2. Identifikasi faktor-faktor motivasi yang berpengaruh terhadap pencapaian prestasi
seorang siswa atau siswa/atlet pada situasi olahraga berdasarkan teori
interaksional. Apa kesimpulan anda terhadap perkembangan motivasi siswa atau
siswa/atlet tersebut?

Jawab:
1. faktor internal siswa/atlet.
1) Motivasi.
Motivasi berarti betapa besar keinginan seorang siswa/atlet atau individu
untuk meraih atau mencapai suatu sasaran misalnya :
 Untuk memahirkan skill baru.
 Untuk berlomba dan menang.
 Untuk mencari kegembiraan dan persahabatan.
Motivasi sendiri dan pengisiannya adalah yang membuat suatu sukses
sebenarnya bagi si siswa/atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan dari orang lain.
Sebagai seorang pelatih anda dapat memotivasikan siswa/atlet tersebut dengan
membantu mereka mengerti apa yang mereka ingin raih, tujuannya dan bagaimana
cara mereka meraihnya.
2) Kepribadian.
Kepribadian adalah kesatuan kebulatan jiwa yang kompleks, maka
kepribadian itu tidak mudah tampak dan diketahui oleh orang lain. Untuk
mengukur kepribadian siswa/atlet, menurut Bryan J. Cratty, lebih ditunjukan
untuk mengetahui :
 Bagaimana perasaan siswa/atlet terhadap diri sendiri.
 Bagaimana sikapnya terhadap orang lain.
 Bagaimana siswa/atlet akan mereaksi dalam situasi – situasi krisis
tertentu.
Dalam memahami sifat – sifat kepribadian siswa/atlet kita perlu
memahami juga keadaan sikap dan mental siswa/atlet karena sikap mental
siswa/atlet tersebut akan sangat berpengaruh terhadap penampilannya dalam
bertanding atau berlomba.
3) Percaya Diri dan “ Zeigarnik Effect “.
Percaya diri atau “Self-confidence” merupakan modal utama seorang
siswa/atlet untuk dapat maju, karena pencapaian prestasi yang tinggi dan
pemecahan rekor siswa/atlet itu sendiri harus dimulai dengan percaya bahwa ia
dapat dan sanggup melampaui prestasi yang pernah dicapainya.
Heckhausen (1976) mengemukakan bahwa kegiatan atau tugas yang tidak
dapat diselesaikan akan dapat berpengaruh pada diri seorang siswa/atlet disebut
juga Zeigarnik effect, yang dimana menjelaskan bahwa kegiatan yang tidak dapat
diselesaikan akan lebih lama dan mudah teringat dibandingkan tugas yang dapat
diselesaikan. Misalnya : dalam pertandingan atau perlombaan siswa/atlet tersebut
mengalami kekalahan, situasi penonton yang mencemohkan, media masa yang
mencaci – maki, dan sebagainnya; juga situasi kejiwaan siswa/atlet itu sendiri.
4) Disiplin.
Disiplin mutlak perlu dimiliki siswa/atlet untuk dapat mencapai prestasi
setinggi – tingginya. Disiplin dapat ditingkatkan menjadi disiplin diri sendiri atau
“self-discipline” yang sangat erat hubungannya dengan penguasaan diri atau
“self-control”.
Siswa/atlet yang disiplin akan berusaha untuk tidak melanggar ketentuan,
tata tertib, program latihan, peraturan pertandingan atau perlombaan, dan juga
nilai – nilai yang di anggap baik oleh masyarakat.
5) Stress, Kecemasan, dan Frustrasi.
Stress adalah dimana otot – otot kita mengalami ketegangan akibat
melakukan pekerjaan, pertandingan ataupun perlombaan, dan maka kita pun dapat
mengalami ketegangan psikis.
Stress atau ketegangan psikis bentuknya dapat beraneka macam. Menurut
Gauron (1984) stress menunjukan gejala tidak sama terhadap tantangan –
tantangan yang dihadapi, untuk dapat melakukan adaptasi. Menghadapi stress,
badan manusia mengadakan reaksi dengan cara – cara atau bentuk yang konsisten,
adanya pengerahan atau “arousal” system syaraf otonom tertentu. Jadi gejala
stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi dibandingkan “tension” atau
ketegangan fisik yang dialami seseorang.
Kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan subyektif yang
berdasarkan ketakutan dan meningkatnya “physiological arousal” (Levitt, 1980).
Mengenai hubungan stress dengan kecemasan, Saparinah dan Sumarno
Markum (1982) mengemukakan sebagai berikut :

“Bila stress yang dialami seseorang terlalu besar baginya, hingga tidak
dapat dilakukan tindakan untuk mengatasi; atau bila stress yang dihadapi
seseorang berlangsung terus – menerus, maka akan timbul kecemasan.
Kecemasan adalah suatu perasaan tak berdaya, perasaan tidak aman, tanpa
sebab yang jelas.perasaan cemas atau anxiety kalau dilihat dari kata “
anxiety” berarti perasaan tercekik”.
Frustrasi timbul karena individu merasa gagal tidak dapat mencapai suatu
tujuan yang diinginkan. Setiap siswa/atlet ingin mendapat kepuasan, ingin
terpenuhi kebutuhannya, ingin mencapai harapan untuk menang dan apabila hal
tersebut tidak terwujud, maka dapat menimbulkan frustasi.

6) Cedera olahraga
Cedera olahraga ialah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu
latihan maupun pada saat berolahraga (pertanding atau perlombaan) ataupun
sesudah pertandingan ataupu perlombaan.
Siswa/atlet yang baik cedera atapun dalam masa penyembuhan akan
sangat menpengaruhi taktikal permainan dalam pertandingan ataupu perlombaan
sehingga skill yang di kuasai tidak dapat digunakan dengan sepenuhnya karena
adanya bagian tubuh atau fisiologi siswa/atlet tersebut sedang mengalami
gangguan seperti robeknya otot, ligamentum maupun fraktur atau patah tulang.

7) Mental Training.
Mental menurut James Drever (1971) adalah keseluruhan struktur dan
proses – proses kejiwaan yang terorganisasi, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Dengan demikian bahwa tiap – tiap unsur kejiwaan akan
menentukan kekuatan dan keadaan mental siswa/atlet.
Proses kejiwaan bersifat organi, dimana aspek yang satu akan
berpengaruh terhadap aspek yang lain. Siswa/atlet yang kemampuan akalnya
rendah, dalam menghadapi pertandingan mudah kehabisan akal atau menemui
jalan buntu untuk dapat mengalahkan lawan, meskipun berbagai cara sesuai
dengan kemampuannya sudah diusahakan. Dalam keadaan seperti ini akhirnya
siswa/atlet mengalami ketegangan karena takut akan gagal. Keadaan ketegangan
atau stress yang tidak dapat diatasi, biasanya disertai dengan rasa cemas, akhirnya
akan berpengaruh juga terhadap fungsi – fungsi intelektual sehingga
penampilannya serba salah, serba ragu – ragu, dan tidak akurat.

Contonya : pada cabang olahraga tinju, dimana seorang petinju yang taktiknya
sudah diketahui lawan dan segala gerak – geriknya sudah dapat dibaca oleh
lawannya, sehingga gerakannya “serba kikuk”, serba salah, dan akhhirnya
menjadi bulan –bulanan lawan.

2. faktor eksternal siswa/atlet.

1. Melatih tehnik dan ketangkasan atau skill.


Tehnik adalah cara yang paling efisien dan sederhana dalam memecahkan
kewajiban fisik atau masalah yang dihadapi dan masih dibenarkan dalam lingkup
peraturan lomba atau pertandingan olahraga.

Ketangkasan atau skill dibagi menjadi dua :

a) Ketangkasan atau skill sederhana adalah sesuatu yang soerang


siswa/atlet dapat melakukan dengan sesudah melakukan latihan sedikit
saja.
b) Ketangkasan atau skill yang kompleks adalah sesuatu yang seseorang
siswa/atlet meneumakannya lebih susah atau sukar melakukannya dan
memerlukan waktu lama untuk mempelajarinya atau melatih.
Ketangkasan atau skill sederhana dan kompleks adalah istilah yang
relative bila digunakan untuk menjelaskan skill yang terdapat dalam semua
cabang. Sehingga kewajiban yang sama, dapat memberikan kesukaran yang
berbeda – beda bagi pelaku siswa/atlet yang berbeda.
Jadi seorang siswa/atlet dalam mengembangkan ketangkasan atau skill
dalam cabang olahraga yang ditekuninya dilekukan dengan latihan, latihan dan
latihan supaya ketangkasan dan skill yang dimilik oleh siswa/atlet semakin baik
gerakan tehnik dan kemampuan ketangkasan atau skill siswa/atlet tersebut.
2. Lawan bertanding atau berlomba.
Lawan adalah seroarang atau lebih yang dimana mempunya kemampuan
tehnik dan skill atau ketangkasan yang berbeda dari orang yang di dalam
pertandingan atau perlombaan.

3. Situasi lapangan pertandingan atau perlombaan


Situasi lapangan pertandingan atau perlombaan ialah waktu dan tempat
pada saat pertandingan atau perlombaan pada saat sebelum sampai sesudah
pertandingan atau perlombaan dilaksanakan.

4. Massa penonton pertandinagan atau perlombaan.


Massa penonton adalah kelompok kecil atau lebih yang dimana kelompok
itu didalamnya saling meniru satu sama lainnya dalam hal : berpakaian,
penampilan dan lain sebagainya.

KESIMPULAN
Jadi Faktor – faktor yang mempengaruhi taktikal individu siswa/atlet pada
saat bertanding atau berlomba yaitu : baik dari internal maupun dari eksternal
siswa/atlet tersebut dalam melakukan taktikal di lapangan pada saat pertandingan
atau perlombaan.
Sehingga perlunya bimbingan dari pelatih siswa/atlet tersebut untuk
melatih baik secara internal dan eksternal individu siswa/atlet tersebut. Agar
dapatmeraih prestasi yang lebih baik ditunjang dari segi kemapuan taktikal
siswa/atlet itu sendiri dalam pertandingan atau perlombaan.
Pentingnya motivasi untuk siswa/siswa/atlet pada kegiatan olahraga
adalah sebagai berikut:
1) Agar dapat memahami kegiatan olahraga apa saja yang mereka pelajari
2) Menjadi individu yang ingin tahu
3) Mampu melihat dunia olahraga yang baru sebagai bagian dari gambar besar
4) Menikmati kegiatan olahraga atas pengalaman berolahraga
5) Memiliki energi untuk belajar
3. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengatasi kecemasan yang dialami
siswa dalam aktivitas berolahraga di sekolah anda.
Jawab:
Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis
bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.teknik-teknik peredaan
ketegangan dan mekanisme pertahanan diri.
1. Strategi Relaksasi
Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang siswa/atlet berada dalam kondisi
emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak
berarti merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan
pada titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik. Untuk mencapai keadaan
tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif
maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif.
Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat mengendalikan munculnya
emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.
Apabila seseorang telah beberapa kali berhasil dalam keadaan relaks, maka
pengelompokan otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Lengan dan tangan bersama-sama.
2. Semua otot muka.
3. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
4. Pinggul dan pangkal paha.
5. Kaki dan tapak kaki.
2. Strategi Kognitif
Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa
pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri
seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh
objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses
berpikir seseorang. Misalnya, seorang siswa/atlet bulutangkis tidak dapat
menyalahkan shuttle¬cock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya,
karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan
pukulan adalah proses berpikir siswa/atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah
adalah pengendali perilaku siswa/atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar
dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. Dari penjelasan ini, tampak bahwa
proses kognitif merupakan sumber dari semua perilaku pada siswa/atlet.
Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses kognitif adalah
kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran seseorang.
Contohnya, pemikiran sebagai berikut: "Saga memusatkan perhatian terhadap
kornitmen saya untuk bermain sesuai dengan apa yang sudah saya latih dan strategi
bermain saya." Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi diri sendiri (self-
instruction), sehingga apa pun yang akan terjadi dalam permainan, siswa/atlet akan
berpedoman pada proses berpikirnya. Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif
seperti ini sangat erat kaitannya dengan status emosi dan berbagai macam
pergolakannya. Pergolakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh
siswa/atlet, khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.
3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan
Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa siswa/atlet tegang atau
takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah
banyak man¬faatnya dan tidak akan menolong siswa/atlet. Oleh karena itu, pelatih
sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan keterampilan bagaimana cara meredakan
ketegangan yang ada pada siswa/atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu
menu¬runkan atau mengurangi ketegangan siswa/atlet (desensitizatioll, techniques).
Antara lain:
a) Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengu¬rangi arti pentingnya
pertandingan dalam benak siswa/atlet, atau mengurangi ancaman hukuman
kalau siswa/atlet gagal.
b) Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki)
anxiety yang dialami siswa/atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling
kurang ditakuti oleh siswa/atlet. Pada permulaan, siswa/atlet dihadapkan pada
situ¬asi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah siswa/atlet terbiasa
dan tidak takut lagi dengan situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam
situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.
c) Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa
otot-otot yang tegang dijadikan relaks.
d) Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada
sugesti diri (self-suggestion).
e) Latihan pernapasan dalam (deep breathing).
f) Meditasi.
g) Berpikir positif.
h) Visualisasi.
i) Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah dengan menciptakan situasi
seakan-akan sedang betul-betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik-
baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam
pertandingan sebetulnya. Biarkan siswa/atlet mengalami stres fisik maupun
mental.
Dengan berulang kali berlatih dengan stres yang tinggi, diharapkan lama-
kelamaan ketegangan siswa/atlet akan berkurang pada waktu menghadapi stres.

4. Mehanisme pertahanan diri


Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berkecamuk dalam diri
siswa/atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah
reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena anxiety yang
dialami siswa/atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidal, enak dan selamanya
akan berkecamuk dalam kehidupan seorang siswa/atlet, maka dibutuhkan suatu
mekanisme di dalam kepribadiannya untuk inenolongitya inengotasi atau membaskan
dirinya dari anxiety tersebut. Mekanisme ini biasanya disebut security operation atau
defense inechanisin. Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alat agar kepribadiannya
tidak merasa terancam. Sering kali mekanisme ini bekerja demikian efektif sehingga
siswa/atlet benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme pertahanan
demikian, bukan hanya oleh siswa/atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim manajer,
pengurus dan lain-lain. Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan siswa/atlet,
pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan
licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan
alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa
karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan
takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak
disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu
penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para siswa/atlet agar tidak
membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar sebagaimana
contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan haruslah
didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelektual dan inteligen. Pelatih
harus mengajarkan dan mendidik siswa/atlet agar tidak meremehkan kegagalan, dan
menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian yang wajar.
Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para siswa/atlet
sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai