Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul. Perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisasi kekurangan tersebut,
para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.
Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisasi kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang
digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Definisi Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV hal. 6)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (Formularium Nasional)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(mengandung air tidak kurang dari 60%). (Ilmu Resep hal. 74)
2. Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1. Tipe M/A atau O/W
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.Contoh : vanishing cream.
Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing creamsebagai
pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/ film pada kulit.
2. Tipe A/M atau W/O,
Yaitu minyak terdispersi dalam air. Krim berminyak mengandung zat
pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam
lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.
Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika
emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.
Contoh : cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna
putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah
besar.
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A)
dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun
polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A
digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan
ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur,
gelatinum, caseinum, CMC dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan
salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok
dan dilakukan dengan teknik aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil
paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol)
dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup
baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”.
2. Cara Pembuatan Krim
Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya
dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.
3. Kelebihan dan Kekurangan Krim
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah menyebar rata.
2. Praktis.
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam
air).
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
5. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
6. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun,
sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
7. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak.
8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada
fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.
Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
4. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptik.
4. Bahan-bahan penyusun krim
Formula dasar krim, antara lain :
1. Fase minyak, yaitu bahan obat dalam minyak, bersifat asam
Contoh : asam asetat, paraffin liq, octaceum,cera, vaselin, dan lain-lain.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Natr, Tetraborat (borax, Na. Biborat), TEA, NAOH, KOH, gliserin, dll.
Bahan – bahan penyusun krim, antara lain :
Zat berkhasiat
Minyak
Air
Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin
stearat, polisorbat, PEG.
Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain :
Zat pengawet Untuk meningkatkan stabilitas sediaan
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metal paraben 0,12 – 0,18 % propel
paraben 0,02 – 0,05 %.
Pendapur untuk mempertahankan PH sediaan
Pelembab
Antioksidan untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak
tak jenuh.
B. Uraian Bahan
a. Uraian Zat aktif
1. Zink Oksid (Sumber FI Edisi IV, Halaman 835)
Warna : Putih atau putih kekuningan
Rasa : Pahit
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Serbuk amorf sangat halus, lambat laun menyerap CO2 dari
udara
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam
encer
Syarat dan Rentang : ZnO yang baru dipijarkan tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5%
Khasiat : Antiseptikum lokal
Khasiat &Penggunaan: Analgetikum, Antipiretikum.
C. Prinsip Percobaan
Pembuatan krim menggunakan zat aktif Zink Oksid dan bahan tambahan yaitu asam
stearat, cera alba, vaselin putih, tween 80, TEA, propilenglikol dan aquades. Evaluasi
dilakukan dengan pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pemeriksaan daya lelat,
pemeriksaan daya sebar, pemeriksaan daya tercuci krim, pemeriksaan pH, uji viskositas, uji
sentrifugasi, pemeriksaan stabilitas terhadap suhu, pengukuran distribusi ukuran partikel, uji
iritasi kulit. Evaluasi kembali dilakukan setelah penyimpanan selama seminggu.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan sediaan krim ini berlangsung pada hari Selasa tanggal 4 Mei 2015 di
Laboratorium Kimia Farmasi STIKes BTH Tasikmalaya.
C. Formulasi (Formula E)
R/ Krim Baby, mengandung Zink Oksid 10% sebanyak 100 gram
Asam Stearat 15 %
Cera Alba 2%
Vaselin Putih 8%
Tween 80 6%
TEA 1,5 %
Propilenglikol 8%
Aquadest ad 100 gram
D. Prosedur Pembuatan
Siapkan alat
Setarakan
dan bahan Menimbang
timbangan
bahan
Massa 1 : Massa 2 :
Panaskan fase Panaskan fase
Minyak ( Asam air ( tween 80,
stearate, cera TEA,
alba, vaselin propilenglikol)
putih) pada pada suhu 70oC
suhu 70oC
Tambahkan fase
air ke dalam fase Tuang ke dalam pot
minyak aduk kuat krim
hingga terbentuk
massa krim yang
homogen
Lakukan
Kemas, Evaluasi
beri etiketBAB IV
& label
EVALUASI DAN PEMBAHASAN
A. Evaluasi Sediaan
1. Organoleptis
Krim yang dibuat mempunyai hasil :
- Warna : Putih
- Bau : Bau Khas
- Tampilan : Merata
2. Homogenitas
Sediaan diletakkan diantara 2 gelas objek, kemudian diperhatikan kehomogenannya.
Hasil Pengamatan : Tampak terlihat sediaan krim yang dibuat sudah homogen,
menandakan sediaan tersebut baik
Hasil Pengamatan :
Sediaan krim yang
dibuat dapat tercuci
dengan air, sehingga tipe
nya adalah m/a
4. Pengukuran pH
Krim dimasukkan kedalam
wadah kemudian pH
diukur menggunakan pH
universal, kemudiaan hasilnya dilihat dengan mencocokkan warna strip dengan warna
acuan.
Nilai pH : 6
Sifat : Asam lemah
Hasil pemeriksaan pH diperoleh pH yaitu 6. pH ini masih masuk pada kisaran pH
normal kulit yaitu 4,5-6,5 (Osol, 1975) sehingga diharapkan sediaan krim tersebut tidak
mengiritasi.
5. Uji Viskositas
Sediaan sebanyak 10 gram diuji dalam viscometer Brookfield hingga spindel
terendam.
Rpm Persentase Cp
30 26,4 % 3520
60 26,4 % 1760
100 26,4 % 1056
6. Uji Sentrifugasi
Sediaan krim di sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit, kemudian
diamati perubahan fisiknya
Hasil Pengamatan :
Sediaan krim tidak
memisah, menandakan
sediaan krim yang dibuat
baik
7. Pemeriksaan Stabilitas
Terhadap Suhu
Pemeriksaan dilakukan
pada suhu kamar dan suhu
dingin (-40C) selama 7
hari. Diperoleh hasil pemeriksaan semua sediaan krim tidak mengalami pemisahan
selama disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin.
8. Tipe Emulsi.
Sediaan yang dibuat adalah tipe o/w karena pada saat di uji pemeriksaan daya tercuci
krim, sediaan krim dapat tercuci dengan air.
B. Pembahasan
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung
air tidak kurang dari 60%)
Pada permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut lapisan tanduk atau stratum
corneum da letaknya langsung di bawah lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan tanduk
decara teratur ada lapisan pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum
germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya.
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak
subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada
kelenjar subkutan menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan
jalannya ke permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada
dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut.
Mungkin obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh detelah pemakaian topikal
melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari
selaput tanduk. Sebenarnya dahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau
pecah-pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi permutan
yang besar.
Apabila kulit luka maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas
permukaan yang terakhir ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak
mengandumg elemen anatomi ini. Selaput yang tidak menutupi lapisan tanduk umumnya
tidak terus menerus dan sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena
susunan dari bermacam-macam selaput dengan proporsi lemak dan keringat yang diproduksi
dan derajat daya lepasnya melalui pencucian dan penguapan keringat. Selaput bukan
penghalang yang sesungguhnya, terhadap pemindahan obat delama tidak memiliki
komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang tertentu.
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum corneum 10-15m, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi
sebagian jaringan mati yang membentuk permukaan kulit yang paling luar. Stratum corneum
terdiri dari kurang lebih 40 protein dan 40air dengan lemak berupa perimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol, dan fosfat lemak. Kandungan
lemak dipekatkan dalam fase ekstravaskuler stratumcorneum dan debegitu jauh akan
membentuk membran yang mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor
utama yang decara langdung bertanggungjawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui
stratum corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus
melalui selaput epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis, apabila obat mencapai
lapisan pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung
air tidak kurang dari 60%)
2. Pada pengujian organoleptis, sediaan krim memiliki warna putih, memiliki bau khas,
dan tampilan yang merata.
3. Pada pengujian homogenitas, diperoleh hasil pengamatannya yaitu tampak terlihat
sediaan krim yang dibuat sudah homogeny.
4. Pada pengujian pemeriksaan daya tercuci krim, diperoleh ternyata krim tersebut bisa
dicuci dengan air,
5. Pada pengujian pemeriksaan pH, didapat nilai pH 6 sehingga diharapkan sediaan krim
tersebut tidak mengiritasi.
6. Pada pengujian viskositas, dihasilkan jenis aliran dilatan
7. Pada pengujian sentrifugasi, sediaan krim yang dibuat tidak terjadi pemisahan
8. Pada pemeriksaan Stabilitas terhadap suhu, tidak mengalami pemisahan selama
disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin.
B. Saran
Diharapkan kepada semua mahasiswa/siswi untuk lebih banyak belajar mengenai sifat,
stabilitas, tipe krim maupun cara pembuatan dan penyimpanannya. Pada saat pembuatan
krim, praktikan harus mengetahui kelarutan dari bahan-bahan obat yang dikerjakan,
Praktikan juga harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas krim,
agar dapat menghasilkan krim yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press
LAMPIRAN
A. Perhitungan Bahan
1. Zink Oksid : × 100 g = 10 g