Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemphigus vulgaris adalah salah satu bentuk bulos dermatosis yang
bersifat kronis, disertai dengan adanya proses akantolisis dan terbentuknya bula
pada epidermis. Kata pemphigus diambil dari bahasa Yunani pemphix yang
artinya gelembung atau lepuh. Pemfigus dikelompokkan dalam penyakit bulosa
kronis, yang pertama kali diidentifikasi oleh Wichman pada tahun 1971. Istilah
pemfigus berarti kelompok penyakit bula autoimun pada kulit dan membran
mukosa dengan karakteristik secara histologis berupa adanya bula intraepidermal
disebabkan oleh akantolisis (terpisahnya ikatan antara sel epidermis) dan secara
imunopatologis adanya IgG in vivo maupun sirkulasi yang secara langsung
melawan permukaan sel-sel keratinosit.1
Pemfigus dulunya digunakan untuk menyebut semua jenis penyakit
erupsi bula di kulit, tetapi dengan berkembangnya tes diagnostic, penyakit bulosa
pun diklasifikasikan dengan lebih tepat. Pada tahun 1964, penelitian menunjukkan
adanya anti-skin antibodies yang ditemukan pada pasien-pasien pemfigus yang
diketahui dari pengecatan imunofloresensi tak langsung. Sejak itu, dengan adanya
perkembangan teknik imunofloresensi imunologis, antigen yang menyebabkan
penyakit ini pun berhasil diidentifikasi.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pemfigus vulgaris adalah penyakit autoimmune berupa bula yang bersifat
kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit dan ditemukannya
antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat pada permukaan sel keratinosit,
meyebabkan timbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan
karena adanya kohesi antara sel-sel epidermis, proses ini disebut akantolisis dan
akhirnya terbentuknya bula suprabasal.1

2.2 Epidemiologi
Pemfigus vulgaris tersebar di seluruh dunia, dapat menegnai semua ras,
frekuansi hampir sama pada laki-laki dan perempuan. Pemfigus vulgaris
merupakan bentuk yang sering dijumpai kira-kira 70% dari semua kasus
pemfigus, biasanya pada usia 50-60 tahun dan jarang pada anak-anak.3

2.3 Etiologi
Penyebab pasti pemfigus vulgaris tidak diketahui, dimana terjadi pembentukan
antibodi IgG, beberapa faktor potensial yang relevan yaitu:3
1. Faktor genetik : molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas
II berhubungan dengan human leukosit antigen DR4 dan human leukosit
antigen DRw6.
2. Pemfigus sering terdapat pada pasien autoimun.
3. Penisilin dan captopril dilaporkan dapat menginduksi terjadinya pemfigus.

2
2.4 Patogenesis
Antibodi IgG mengikat pemfigus vulgaris antigen yaitu desmoglein pada
permukaan sel keratinosit, mengakibatkan terbentuk dan dilepaskannya
plasminogen activator sehingga merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin
yang terbentuk menyebakan kerusakan desmosom sehingga terjadi penarikan
tonofilamen dari sitoplasma keratinosit, akibatnya terjadi pemisahan sel –sel
keratinosit (tidak adanya kohesi antar sel-sel) proses ini disebut akantolisis.
Kemudian terbentuk celah di suprabasal dan akhirnya terbentuk bula yang
sebenarnya.1,4

Gambar 1. Kompensasi desmoglein (Dsg). Gambar segitiga menunjukkan distribusi dari Dsg 1
dan 3 pada kulit dan membran mukosa. Antibodi anti-Dsg 1 pada pemfigus foliaseus
menyebabkan akantolisis hanya di permukaan epidermis dari kulit. Pada epidermis dan membran
mukosa bagian dalam, Dsg 3 mengadakan kompensasi terhadap adanya antibodi yang mengurangi
fungsi Dsg 1. Pada pemfigus vulgaris dini, terdapat antibodi yang hanya menyerang Dsg 3, yang
menyebabkan timbulnya lepuh hanya pada bagian dalam membran mukosa dimana Dsg 3
berlokasi tanpa adanya kompensasi dari Dsg 1. Namun, pada pemfigus mukokutan terdapat
antibodi yang menyerang Dsg 1 dan Dsg 3, dan lepuh terbentuk baik pada kulit maupun membran
mukosa. Lepuh terletak di dalam karena antibodi berdifusi dari dermis dan mengganggu fungsi
desmosom pada bagian basal epidermis.

3
2.5 Gambaran Klinis
Pemfigus ditandai oleh adanya lepuh-lepuh pada kulit dan membran
mukosa. Gambaran klinis dari ketiga bentuk pemfigus bervariasi tergantung dari
tipenya masing-masing.1
Pemfigus vulgaris ditandai oleh adanya bula berdinding tipis, kendur dan
mudah pecah yang timbul baik pada kulit atau membran mukosa normal maupun
di atas dasar eritematous.1 Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat
menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara
cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan
dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya
sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi
ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi atau hipopigmentasi tanpa
pembentukan jaringan parut.1,7
Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela
paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai
sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat
juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.7
Tanda Nikolsky positif, karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis
sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan
ringan.7
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan
mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan
meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan
mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Esofagus dapat
terlibat, dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai
akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga
terlibat.7

4
Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk dapat mendiagnosis suatu pemfigus diperlukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai
penyakit sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan diagnosis.5 Diagnosis
pemfigus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terperinci dan
jelas, didukung dengan pemeriksaan histopatologi dan imunopatologi. PV secara
klinis ditandai dengan lesi primer berupa bula yang berdinding kendor, mudah
pecah, sehingga jarang terlihat dalam bentuk bula yang utuh. Lesi yang dijumpai
seringkali dalam
Pemeriksaan penunjang yang juga dilakukan kepada pasien yaitu
pemeriksaan darah lengkap, liver function test (LFT), renal function test (RFT),
elektrolit, kalsium, kortisol, gula darah sewaktu, dan KOH kuku.
Berdasarkan anamnesis danpemeriksaan fisik serta pemeriksaan bentuk erosi
yang mudah berdarah diakibatkan bula yang pecah dan sering juga menjadi
krusta.Tanda Nikolsky merupakan petanda khas pada PV.Membran mukosa

5
sering terkena dengan lesi erosi yang terasa nyeri dan seringtimbul sebelum erupsi
kulit muncul
4. Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik :

Leukositosis

Eosinofilia

Serum protein rendah

Gangguan elektrolit

Anemia

Peningkatan laju endap darah

(Murtiastutik, 2011)

Cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pemfigus vulgaris :


1. Nikolsky Sign : penekanan atau penggosokan pada lesi menyebabkan
terbentuknya lesi, epidermis terlepas, dan tampak seperti kertas basah. Bullae
spread phenomenon : bula ditekan  isinya tampak menjauhi tekanan
2. Tzanck test: bahan diambil dari dasar bula, dicat dengan giemsa  tampak sel
akantolitik atau sel tzanck
4. Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik : Leukositosis, Eosinofilia,
Serum protein rendah, Gangguan elektrolit, Anemia dan Peningkatan laju endap
darah.
5. Biopsi kulit dan patologi anatomi. Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil
dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop.6 Gambaran
histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu
dengan yang lain.7 Pada pemfigus vulgaris dapat dijumpai adanya akantolisis
suprabasiler, sedangkan pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah
stratum korneum dan pada stratum granulosum.3

6
A B

Gambar 5 Gambaran hitopatologi pemfigus. A. Pemfigus vulgaris. B. Pemfigus foliaseus.


C.Pemfigus paraneoplastik

6. Imunofluoresensi. Pemeriksaan ini terdiri dari: Imunofluoresensi langsung.


Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan
ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). Pemeriksaan DIF memerlukan
mikroskop khusus untuk dapat melihat antibodi pada sampel yang telah diwarnai
dengan cairan fluoresens.6 Imunofluoresensi tidak langsung. Antibodi terhadap
keratinosit dideteksi melalui serum pasien.3

7
Gambar 6. Imunofluoresensi pada pemfigus. A. Imunofluoresensi langsung. B.
Imunofluoresensi tidak langsung.

2.7 Diagnosis Banding


- Pemfigoid bulosa
Letak bula : subepidermal
Immunofluorescen : IgG terbentuk seperti pita di membran basalis
- Dermatitis herpetiformis
Letak vesikel: subepidermal
Immunofluorescen : IgA berbentuk granular di papilla dermis

3.8 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit
yang di alaminya.
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bagaimana cara merawat
luka.
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pengobatan yang
harus dijalaninya beserta komplikasi dari pemakaian obat tersebut.
d. Memberikan nutrisi yang baik dengan diet tinggi protein.
2. Medikamentosa
a. Perbaiki keadaan umum, terapi cairan intravena sampai keadaan umum
pasien membaik.

8
b. Oral
Kortikosteroid: merupakan obat pilihan untuk pemfigus vulgaris,
panduan pemberian kortikosteroid menurut Lever And White
menganjurkan dosis permulaan 180 – 360 mg prednison/hari sampai
remisi lengkap atau sampai tidak timbul lesi baru (biasanya 6 - 10
minggu), sebagai contoh bila dosis awal prednison 180 mg/hari diberikan
selama 6 minggu dan terjadi remisi lengkap, maka dosis dapat diturunkan
menjadi 90 mg/hari selama 1 minggu dan 45 mg/hari selama 1 minggu, 30
mg/hari selama 2 minggu, 20 mg/hari selama 3 minggu, 15 mg/hari selama
4 minggu dan selanjutnya dosis bertahan kurang dari 15 mg/harinya.
Imunosupresan: Untuk mengurangi dosis kortikosteroid dapat
dikombinasikan dengan Azathioprine (Imuran) 2,5 mg/kgBB/hari atau
Siklofosfamida 1 – 3 mg/kgBB/ hari dan terbukti lebih efektif.
Antibiotik spectrum luas selama 7 - 10 hari untuk mencegah agar tidak
terjadinya infeksi sekunder.
c. Topikal
Penanganan lesi luas diperlukan pengobatan dan perawatan yang tepat
- Lesi Basah : kompres garam faali (NaCl 0.9%)
- Lesi yang baru pecah dapat di oleskan Antibiotik salap (Fusidic
Acid)
- Lesi Kering: Talcum Acidum Salicylicum 2%.

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : NKP
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Kebon Kangin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Menikah
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama: Kulit nyeri kemerahan melepuh pada wajah dan dada
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangli di MRS di ruangan kulit mengeluh
gatal, nyeri dan kemerahan ditutupi krusta dan erosi dibagian wajah,bibir,
dan dada, pasien mengeluh nyeri di tenggorokan, sulit untuk menelan.
Dikatakan keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 3 minggu. Sebelumnya
pasien mengeluh badannya demam kemudian dibawah ke bidan dan diberikan
obat penurun panas paracetamol dan penicilin. Pasien mengatakan setelah
minum obat tersebut keesokan harinya pasien timbul bintil kemudian pasien
mengeluh gatal dan nyeri . Muncul gelembung berisi air pertama kali di
bagian lengan terlebih dahulu kemudian pecah menjalar ke bagian bibir,
wajah,dada dan ketiak.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya. Dikatakan
pasien sebelumnya tidak mengalami alergi makanan dan obat. Dikatakan
tidak ada riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus

10
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Riwayat pribadi sosial dan lingkungan


Sehari hari aktivitas pasien sebagai ibu rumah tangga, merokok (-), minum
alkohol(-)
Riwayat pengobatan
Pasien sebelumnya telah mengalami pengobatan di bidan dan diberikan obat
penurun panas paracetamol dan penicilin.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present:
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tekanan Darah : 100/70 mmHg
d. Respirasi Rate : 18x/m
e. Nadi : 80x/m
f. Suhu : 380C
Status General:
Kepala : Normochepali
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, pupil isokor +/+
THT : T1/T1, Palatum mole eritema, PKGB(-)
Thorax :
Pulmo: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing-/-
Cor: S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
Abdomen : BU (+) normal, distensi (-), timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat (+), edema (-)

11
Status Dermatologis
Lokasi : Regio facialis, labia,colli, thorax anterior-posterior , axilla
Efloresensi: lesi erosi multiple eritematous sirkumskrip ukuran lentikular
hingga numular, tersebar diskret hingga konfluens tertutup krusta
hiperpigmentasi dan dasarnya lesi eritematosa
Foto Klinis

3.4 DIAGNOSIS BANDING


Pemfigus Vulgaris
Sindrom Steven Johnson
Pemfigoid bulosa
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Labiratorium
Darah Lengkap
Serologi

12
Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Hematologi
WBC 4,8 109/l 3,5-10,0 Normal
LYM% 35,1 % 15,0-50,0 Normal
LYM 1,7 109/l 0,5-5,0 Normal
MID% 7,7 % 2,0-15,0 Normal
MID 0,3 109/l 0,1-1,5 Normal
GRA% 57,2 % 35,0-80,0 Normal
GRAN 2,8 109/l 1,2-8,0 Normal
RBC 3,21 1012/l 3.50-5.50 Low
HGB 8,7 g/dl 11,5-16,5 Low
HCT 26,5 % 35,0-55,0 Low
MCV 82,6 Fl 75,0-100,0 Normal
MCH 27,2 Pg 25,0-35,0 Normal
MCHC 32,9 g/dl 31,0-38,0 Normal
RDW% 13,8 % 11,0-16,0 Normal
RDWa 58,8 Fl 30,0-150,0 Normal
PLT 89 109/l 100-400 Low
DARAH
MPV LENGKAP 28-11-18
10,3 fl 8,0-11,0 Normal
PDW 14,1 Fl 0,1-99,9 Normal
PCT 0, 09 % 0,01-9,99 Normal
LPCR 30,1 % 0,1-99,9 Normal

SEROLOGI 28-11-18

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Sallmonella Typhi O Negatif (-) NEGATIF

Sallmonella Typhi H Negatif (-) NEGATIF

Salmonella Paratyphi AO Negatif (-) NEGATIF

Salmonella Paratyphi AH Negatif (-) NEGATIF

13
DARAH LENGKAP 29-11-18

Nilai Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Hematologi
WBC 5,7 109/l 3,5-10,0 Normal
LYM% 33,3 % 15,0-50,0 Normal
LYM 0,3 109/l 0,5-5,0 Normal
MID% 5,6 % 2,0-15,0 Normal
MID 0,3 109/l 0,1-1,5 Normal
GRA% 61,2 % 35,0-80,0 Normal
GRAN 8,2 109/l 1,2-8,0 Normal
RBC 3,06 1012/l 3.50-5.50 Low
HGB 8,2 g/dl 11,5-16,5 Low
HCT 25,5 % 35,0-55,0 Low
MCV 81,6 Fl 75,0-100,0 Normal
MCH 26,2 Pg 25,0-35,0 Normal
MCHC 32,9 g/dl 31,0-38,0 Normal
RDW% 14,0 % 11,0-16,0 Normal
RDWa 59,0 Fl 30,0-150,0 Normal
PLT 112 109/l 100-400 Normal
MPV 9,6 fl 8,0-11,0 Normal
PDW 14,0 Fl 0,1-99,9 Normal
PCT 0, 09 % 0,01-9,99 Normal
LPCR 30,1 % 0,1-99,9 Normal

14
3.6 DIAGNOSIS KERJA
Pemfigus Vulgaris
3.7 PLANNING TERAPI
MRS
IVFD RL 20 tpm
Methylprednisolon 3x 8mg
Citirizin 1x 10 mg
Salep Hydrocortison 2,5% + chloramphenicol 2% 2x1
Kompres NaCl 0,9% 3x1
Kenalog 2x1

Follow Up
29-11-2018 30-11-2018
Subject Subject :
Pasien mengeluh nyeri dan gatal pada lesi Pasien mengeluh nyeri dan gatal(-) pada
di wajah, bibir, dada. Demam (-), nyeri lesi di wajah, bibir, dada. Demam (-), nyeri
menelan (+) menelan (+)
Object Object
KU: Lemah KU: Lemah
Kes: Compos Mentis Kes: Compos Mentis
Status dermatologis Status dermatologis
Lokasi : Regio facialis, thorax anterior- Lokasi : Regio facialis, ,colli, thorax
posterior , axilla anterior-posterior , axilla
Efloresensi: lesi erosi multiple eritematous Efloresensi: lesi erosi multiple eritematous
sirkumskrip ukuran lentikular hingga sirkumskrip ukuran lentikular hingga
numular, tersebar diskret hingga konfluens numular, tersebar diskret hingga konfluens
tertutup krusta hiperpigmentasi dan tertutup krusta hiperpigmentasi dan dasarnya
dasarnya lesi eritematosa lesi eritematosa
Regio Labia, colli (membaik) : makula Regio Labia, colli (membaik) : makula
hiperpigmentasi, erosi diskret , dasar lesinya hiperpigmentasi, erosi diskret , dasar lesinya

15
eritematosa eritematosa
Assesment : Assesment :
- Pemfigus Vulgaris Pemfigus vulgaris
Terapi : Terapi :
IVFD RL 20 tpm BPL
Methylprednisolon 3x 8mg Methylprednisolon 3x 8mg
Citirizin 1x 10 mg Citirizin 1x 10 mg
Salep Hydrocortison 2,5% + Salep Hydrocortison 2,5% +
chloramphenicol 2% 2x1 chloramphenicol 2% 2x1
Kompres NaCl 0,9% 3x1 Kompres NaCl 0,9% 3x1

4-12-2018 ( kontrol poli kulit )


Subject Foto klinis
Pasien mengeluh nyeri (-), gatal (-), demam
(-)
Object
KU: Baik
Kes: Compos Mentis
Status dermatologis
Lokasi : Regio facialis,labia,colli thorax
anterior-posterior , axilla
Efloresensi: makula hipopigmentasi,
hiperpigmentasi multiple sirkumskrips
ukuran lentikular hingga numular tersebar
diskret
Assesment :
- Pemfigus Vulgaris (membaik)

16
Terapi :
Lameson 2x 8mg
Tiriz 1x 10 mg
Salep Hydrocortison 2,5% 10 gr 2x1

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan pemfigus vulgaris karena


berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala nyeri dan
kemerahan ditutupi krusta dan erosi dibagian wajah,bibir, dan dada, pasien
mengeluh nyeri di tenggorokan, sulit untuk menelan. Muncul gelembung berisi air
kemudian pecah menjalar ke bagian bibir, wajah,dada dan ketiak. Fakta ini
mendukung dignosis pemfigus vulgaris berdasarkan pemfigus vulgaris ditandai
oleh adanya lepuh-lepuh pada kulit dan membran mukosa Pemfigus vulgaris
ditandai oleh adanya bula jernih berdinding tipis, kendur dan mudah pecah
sehingga akan erosi membentuk krusta. Lesi pada mulut melibatkan tenggorokan
sehingga keluhan sulit menelan atau timbul suara serak.
Dikatakan keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak 3 minggu.
Sebelumnya pasien mengeluh badannya demam kemudian dibawah ke bidan dan
diberikan obat penurun panas paracetamol dan penicilin. Fakta ini mendukung
salah satu etiologi pemfigus vulgaris yaitu penisilin dapan menginduksi terjadinya
pemfigus vulgaris.
Pada kulit pasien terdapat erosi dengan dasar eritema dan ditutupi krusta
hiperpigmentasi. Fakta ini mendukung gejala bula pecah akan menyebabkan erosi
kemudian membentuk krusta. Tetapi bila lesi ini sembuh sering berupa
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut
Tatalaksana pada pasien di berikan IVFD RL 20 tpm, terapi sistemik
Methylprednisolon 8mg, terapi topikal salep Hydrocortison 2,5%,
chloramphenicol 2% Kompres NaCl 0,9%. Fakta ini mendukung terapi pemfigus
yaitu untuk perbaiki keadaan umum, terapi cairan intravena sampai keadaan
umum pasien membaik. Kortikosteroid merupakan obat pilihan untuk pemfigus
vulgaris baik oral maupun topikal seperti prednison. Jika lesi basah kompres
dengan NaCl 0,9%.

18
BAB V
KESIMPULAN
Pemfigus vulgaris adalah penyakit autoimmune berupa bula yang bersifat
kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit dan ditemukannya
antibodi IgG yang bersirkulasi dan terikat pada permukaan sel keratinosit,
meyebabkan timbulnya suatu reaksi pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan
karena adanya kohesi antara sel-sel epidermis, proses ini disebut akantolisis dan
akhirnya terbentuknya bula suprabasal.
Pada pembelajaran kasus ini didapatkan pasien dengan diagnosis pemfigus
vulgaris . Diagnosis ini dibuat berdasarkan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik
dan penunjang. Penatalaksaan pasien dalam kasus ini sudah sesuai dengan teori.
Pemberian informasi dan edukasi bagi pasien dan keluarganya penting untuk
dilakukan terkait dengan diagnosis, penanganan, pencegahan, dan prognosis dari
pemfigus vulgaris.
Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi pembentukan
autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi
morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai.
Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang
cukup mengenai pemfigus, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga
prognosis penyakit ini akan lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Amagai M. Pemfigus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).


Dermatology. Spain: Elsevier. 2008; 5: 417-29.
2. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3rd ed. Victoria: Blackwell
Publishing. 2002; 9: 108-9.
3. Stanley JR. Pemfigus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ (eds). Fitzpatrick's dermatology in general medicine
(two vol. set). 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008: 459-74.
4. American Osteopathic College of Dermatology. Pemfigus. 2009. Available
from:URL:HYPERLINKhttp:
http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/ pemfigus.html.
5. Mayo Clinic Staff. Pemfigus. May 2008. Available from: URL: HYPERLINK
http: http://www.mayoclinic.com/health/pemfigus/DS00749.
6. Luchetti ME. Pemfigus. April 2007. Available from: URL: HYPERLINK
http://yourtotalhealth.ivillage.com/pemfigus.html.
7. Berger TG, Odom RB, James WD. Andrew’s disease of the skin. 9 th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co. 2000; 21: 574-84.

20

Anda mungkin juga menyukai