Anda di halaman 1dari 20

PENJELASAN PERHITUNGAN TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Brevet Pajak

Yang dibina oleh

Bapak Yogi Dwi Satrio

Disusun Oleh :

Reni Ridayanti Lumban Gaol 170431622138

Rizdatari Putri Cahyaning Ratri 170431622080

Windi Astuti 170431622123

Yeni Puspitasari 170431622138

S1 Pendidikan Ekonomi Offering NN

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

S1 PENDIDIKAN EKONOMI

MARET 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat
dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Menurut Charles E.McLure, pajak
adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau
Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk
membiayai berbagai macam pengeluaran publik. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum
untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian negara, karena sebagian
beesar penghasilan negara dan anggaran didapatkan dari hasil pemungutan pajak. Pajak juga
merupakan tolak ukur majunya suatu negara sehingga tingkat pajak akan sangat mempengaruhi
kehidupan negara.

Pajak didapatkan dari berbagai sektor perekonomian dan termasuk penghasilan yang
didapatkan oleh karyawan atau seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia. Pajak penghasilan juga
merupakan penyumbang pajak cukup besar di Indonesia. Pajak penghasilan atau disingkat PPh ini
diatur dalam beberapa pasal seperti PPh pasal 23. PPh pasal 23 pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21.

Menurut situs Dirjen Pajak, umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara
dua pihak. Pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh
pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan
melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23?
2. Siapa pemotong PPh pasal 23?
3. Apa saja objek dan yang bukan menjadi objek PPh pasal 23?
4. Bagaimana tarif pemotongan PPh pasal 23?
5. Bagaimana penghitungan PPh pasal 23?
6. Bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23?
C. Tujuan
1. Memenuhi tugas yang diberikan
2. Memberikan informasi pada pembaca mengenai PPh pasal 23
3. Memberikan informasi bagaimana penyetoran pajak menurut PPh 23
D. Manfaat
1. Mengetahui apa pengertian PPh pasal 23.
2. Mengetahui siapa yang berhak memotong pajak menurut PPh 23
3. Mengetahui objek PPh pasal 23
4. Mengetahui penghitungan pajak menurut PPh pasal 23
5. Mengetahui bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemotongan PPh 23 Objek dan Tarif pemotongan PPh 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada
penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Pihak yang wajib
untuk melakukan pemotongan adalah pihak yang membayarkan, baik bentuknya berupa Wajib
Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi, tetapi khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
harus melalui penunjukkan dari Direktur Jenderal Pajak .

Jadi, yang menjadi pemotong PPh Pasal 23 adalah:

a. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,


bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
b. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23,
yaitu :

1. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)


kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas;
2. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
Wajib Pajak Orang Pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain
tanah dan bangunan saja.

Tarif yang digunakan dalam pemotongan PPh Pasal 23, pada dasarnya hanya mengenal 2 jenis
tarif, yakni tarif 15% dan tarif 2%. Pengelompokkan pengenaanya adalah sebagai berikut:

A. Dikenakan Tarif 15% dari Jumlah Bruto atas

1. Dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh;
2. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPh;
3. Royalti; dan
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e Undang-Undang
PPh;

B. Dikenakan Tarif 2% dari jumlah bruto atas:

1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21

Namun, apabila pihak yang menerima penghasilan belum atau tidak memiliki NPWP, maka
atasnya dikenakan tarif lebih tinggi 100% (seratus persen) dari tarif yang seharusnya.

Atas transaksi berikut ini tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23:

a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank


b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi;
c. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) UU
PPh
d. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
e. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
f. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan

Saat Terutang dari PPh Pasal 23 adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan
(seperti untuk dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan dan sewa), saat yang ditentukan
dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti royalti, imbalan jasa teknik atau jasa
manajemen atau jasa lainnya).

Untuk Pemotongan dari PPh Pasal 23 ini dilakukan pada akhir bulan dibayarkannya
penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponya pembayaran
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu.

Tempat dilakukannya pemotongan PPh Pasal 23 pada dasarnya adalah merujuk kepada tempat
yang membayarkan. Contohnya apabila di sini terjadi transaksi yang di dalamnya ada objek
pemotongan PPh Pasal 23, dan yang melakukan pembayaran adalah kantor pusat perusahaan,
maka atas PPh Pasal 23 yang terutang dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Kantor Pusat.

Begitupula atas transaksi-transaksi yang menjadi objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor cabang, maka pemotongan, penyetoran dan pelaporannya-pun dilakukan
oleh kantor cabang yang bersangkutan. Ketentuan tentang pemusatan pelaksanaan pemotongan,
penyetoran, pelaporan PPh Pasal 23 tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Sifat dari pengenaan PPh Pasal 23 ini adalah tidak final, yang artinya, pada akhir tahun pajak,
atas PPh Pasal 23 ini bisa dilakukan pengkreditan terhadap PPh yang terutang di akhir tahun
pajak (PPh Pasal 29).

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1. Pemotong PPh Pasal 23:


a. badan pemerintah;
b. Subjek Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

1. 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
a. Jasa penilai (appraisal);
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa hukum;
e. Jasa arsitektur;
f. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
g. Jasa perancang (design);
h. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
i. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
 Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas) adalah jasa penunjang berupa:
j. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan
penambangan minyak dan gas bumi (migas);
 Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi
dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) adalah semua jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa:
k. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
 Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara adalah berupa:
l. Jasa penebangan hutan;
m. Jasa pengolahan limbah;
n. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
o. Jasa perantara dan/atau keagenan;
p. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan
Efek Indonesia (KPEI);
q. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI);
r. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
s. Jasa mixing film;
t. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide,
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
u. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
v. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
w. Jasa internet termasuk sambungannya;
x. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/ a tau
program;
y. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
z. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan inempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;

Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
Jasa maklon;

 Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang
tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan),
yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu
yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan
kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. (Pasal 2 ayat (4) PMK-
141/PMK.03/2015)

Jasa penyelidikan dan keamanan;


Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

 Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan
oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan
pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers,
dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. (Pasal 2 ayat
(5) PMK-141/PMK.03/2015)

Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
Jasa pembasmian hama;
Jasa kebersihan atau cleaning service;
Jasa sedot septic tank;
Jasa pemeliharaan kolam;
Jasa katering atau tata boga;
Jasa freight forwarding;

 Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan pemilik untuk mengurus semua/sebagian kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut,
dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi,
pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen,
penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas
pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan
pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak
menerimanya. (Pasal 2 ayat (6 PMK-141/PMK.03/2015)

Jasa logistik;
Jasa pengurusan dokumen;
Jasa pengepakan;
Jasa loading dan unloading;
Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
Jasa pengelolaan parkir;
Jasa penyondiran tanah;
Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
Jasa pemeliharaan tanaman;
Jasa pemanenan;
Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan
Jasa dekorasi;
Jasa pencetakan/penerbitan;
Jasa penerjemahan;
Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
Jasa pelayanan kepelabuhanan;
Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
Jasa pengelolaan penitipan anak;
Jasa pelatihan dan/atau kursus;
Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
Jasa sertifikasi;
Jasa survey;
Jasa tester, dan
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan kontrak
kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan (Pasal 1
ayat (4) huruf a PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-
141/PMK.03/2015)
b. pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material
yang terkait dengan jasa yang diberikan;
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur
pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material (Pasal 1 ayat
(4) huruf b PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-
141/PMK.03/2015)
c. pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait
Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa; dan/atau
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur
tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis (Pasal 1 ayat
(4) huruf c PMK-141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-
141/PMK.03/2015)
d. pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement)
atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka
pemberian jasa bersangkutan.
 Pembayaran ini tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur
tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia
jasa kepada pihak ketiga (Pasal 1 ayat (4) huruf d PMK-
141/PMK.03/2015)
 Dalam hal tidak terdapat bukti ini, jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran
kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN. (Pasal 1 ayat (5) PMK-
141/PMK.03/2015)

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:

e. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;


f. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final;

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN

Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

B. Bukan Objek Pemotongan PPh Pasal 23

Pada UU PPh pasal 23 ayat (4) menyebutkan pemotongan pajak tidak dilakukan atas:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. Bunga bagi bank merupakan active
income yang mengandung risiko usaha sehingga dikecualikan pemotongan PPh pasal 23,
namun penghasilan tersebut termasuk objek pajak sesuai pasal 4 ayat 1 UU PPh bagi bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
Sewa guna dengan hak opsi hampir sama dengan pembelian barang sehingga bukan
termasuk kategori sewa dan tidak terutang PPh pasal 23.
3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi. Pada pasal ini menyebutkan dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi,
BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor.
4. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf i yang menyebutkan bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. Sisa hasil
usaha koperasi merupakan objek pajak menurut pasal 4 ayat (1) UU PPh dan terutang Pajak
Penghasilan bagi yang menerimanya.
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bahan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
C. Penyetoran dan Pelaporan PPh 23

Saat terhutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah saat
pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga
dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royaliti,
imbalan jasa teknik atau jasa manajemen ataupun jasa yang lainnya).

Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan” adalah:

1. Untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang
akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang
bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan deviden sementara (dividen interim),
maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat
diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham yang sesuai
dengan Anggaran Dasar perseorangan yang bersangkutan.
2. Untuk perusahaan yang go publik, adalah pada saat tanggal penentuan kepemilikan
pemegang saham yang berhak atas deviden (recording date). Dengan perkataan lain
pemotongan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-
Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak
“menerima atau memperoleh” dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum
diterima secara tunai.

Sementara yang dimaksud dengan “saat jatuh tempo pembayaran” adalah saat kewajiban untuk
melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis
dalam kontrak atau perjanjian atau faktur. Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun
2010menyebutkan pemotongan PPh Pasal 23 dapat dilakukan pada akhir bulan :

1. Dibayarkanya penghasilan.
2. Disediakan untuk dibayarkannya penghasilan.
3. Jatuh temponya pembayaran yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi lebih
dulu.
PENYETORAN DAN PELAPORANPPH PASAL 23 DIVIDEN

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. 30/PJ/2012 menyebutkan penyetoan dan
pelaporan PPh Pasal 23 atas dividen dilakukan di tempat SPT Tahunan PPh Wajib Pajak tersebut
di administrasikan. Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing
terlebih dahulu, lalu membayarnya melalui Bank presepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak
online di Oneline Pajak, dll) dan yag telah disetujui oleh kementrian keuangan. Jatuh tempo
pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terhutang pajak penghasilan 23. Pelaporan
dilakukan oleh pihak pemotong dengan dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, kemudian
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling gratis di Online Pajak. Jatuh tempo
pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terhutang pajak penghasilan 23.

Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan satu aplikasi Online
Pajak yang terintegrasi, mudah, otomatis, dan lebih cepat. Baik anda membuat laporan PPh 23 di
Online Pajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk
efeling pajak gratis di Online Pajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan
pelaporan dan pembayaran tepat waktu.

D. Penghitungan PPh pasal 23

Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gagalnya
wajib memungut PPh Pasal 23. PPh pasal 23 yang harus dipotong PT.
Sukses Gagalnya adalah : =>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,- =>20 x Rp 150.000,- = Rp
3.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010 2.

Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman membayarkan
bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,- PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh
PT Tukang Utang adalah :
=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010 Saat
Penyetoran : paling lambat 10 September 2010 Saat Pelaporan : paling lambat 20 September
2010.

Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan. Doan Wiro P
asaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp
1.000.000.000,- pada tanggal 2 Maret 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret 2010 Saat
Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010

Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas undian tabungan
yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20 Januari 2010 PPh pasal 23 yang harus
dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Januari2010 Saat
Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010 5.

Contoh Kasus-5 :
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp 20.000.000,- milik Budi
PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah
=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-
Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Selalu susah
adalah Rp 800.000,- 6.

Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi Perusahaan dengan
imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)

PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah 2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-

PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000 ( termasuk
PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21. Dalam melakukan pemotongan PPh Pasal 23 terdapat
pemotong pajak yang telah ditentukan oleh peraturan uu PPh pasal 23 begitu pula dengan
tarif dan penghasilan apasaja yang tergolong dapat dipotong PPh Pasal 23 ataupun yang
dikecualikan.
DAFTAR RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai