Anda di halaman 1dari 7

Bentuk daun lanset adalah daun yang memiliki panjang daun 3-5 kali lebarnya, bagian

pangkal dan ujung daunnya meruncing.


contohnya; daun pada tanaman manggrove seperti Nypah/lipa, beberapa spesies Avicennia sp
dikenal dengan sebutan pohon api-api/sia-sia.juga daun pohon akasia.
Sumber: buku panduan pengenalan manggrove.

2.3.1 Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada
potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama,
spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang
sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak
daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata
berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari
dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru
tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate
tidak memiliki pelepah.

Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis.
Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat
menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-
tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

2.3.2 Batang dan Rhizoma


Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun
pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang
memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa
hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki
energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan
Bali, yang merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang
kuat.

Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan
saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam
substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan
memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara
vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih
menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas lamun.

2.3.3 Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan
untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik
tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang
kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar
rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat.
Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh :
aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang
dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem
(jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk
menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat
(interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri
heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan
Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di
lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar.
Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang
penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki substrat lumpur
berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus
dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia,
terbuka terhadap udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di
sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar
lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses
fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal
(udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan
untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di
rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis)
sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung
kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan
rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan
kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal
berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen
merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat.
Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat
yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan
metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

2.4 Padang Lamun


Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang
dominan. Lamun atau rumput-rumputan laut (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup
(Angiospermae) dan berkeping tunggal (monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah
permukaan air laut. Lamun tidak sama dengan rumput laut, yang sebagian jenisnya digunakan
sebagai bahan agar-agar, yang sesungguhnya lebih tepat disebut alga laut. Jenis-jenis lamun ini
termasuk ke dalam empat suku (familia) yakni Posidoniaceae, Zosteraceae, Hydrocharitaceae, dan
Cymodoceaceae.
Lamun biasa tumbuh di atas paparan pasir atau lumpur yang terendam air laut dangkal. Karena perlu
berfotosintesis, komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai
kedalaman tertentu di mana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut.
Gambar 2. Padang Lamun
Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat
tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas
hewan.

2.5 Sifat Ekologis


Keragaman jenis-jenis lamun sesungguhnya tak berapa tinggi. Total hanya sekitar 50 jenis lamun di
seluruh dunia (den Hartog 1977 dalam Nybakken 1988). Akan tetapi padang lamun memiliki sifat-
sifat ekologis penting sebagai habitat aneka jenis hewan, terutama ikan-ikan kecil dan avertebrata
(hewan tak bertulang belakang).
Lamun tumbuh dengan padat sampai dengan 4.000 individu/m², sehingga membentuk lapisan
serupa permadani (Nybakken 1988). Jenis-jenis lamun ini memiliki morfologi yang kurang lebih
serupa, berdaun panjang dan tipis yang tumbuh dari rizoma (akar tinggal) yang menjalar di bawah
lapisan pasir. Oleh sebab itu lamun dapat tumbuh rapat dan padat berdekatan.

Struktur demikian bersifat meredam gerak arus dan gelombang, sehingga padang lamun yang luas
bisa lebih tenang dari lingkungan di sekitarnya. Struktur dan kondisi lingkungan serupa itu pada
gilirannya memungkinkan butir-butir debu dan aneka serpih bahan padat yang melayang-layang
terbawa air laut terendapkan di paparan lamun.

Lingkungan yang tenang, tersedianya banyak sumber makanan serta cover (perlindungan) berupa
tutupan vegetasi lamun, telah menarik kehadiran aneka invertebrata dan ikan-ikan kecil. Daun-daun
lamun juga berasosiasi dengan beberapa jenis alga laut kecil yang bersifat epifit, yang merupakan
makanan bagi kebanyakan hewan kecil itu. Dengan demikian tidak mengherankan apabila padang
lamun ini menjadi habitat yang kaya jenis-jenis hewan laut.
Padang lamun menyebar hampir di seluruh kawasan pesisir di Indonesia. Kedalaman laut yang dapat
dicapai oleh ekosistem ini sekitar 50-60 m, bergantung pada topografi dan kecerahan laut setempat.
Akan tetapi umumnya padang lamun berada pada kedalaman sekitar 1-10 m atau lebih sedikit. Pada
saat surut terendah, padang-padang lamun di tempat dangkal kerap mengering dan terpajan sinar
matahari.

2.6 Biota Padang Lamun


Seperti diuraikan di atas, keragaman spesies lamunnya sendiri tidak seberapa banyak. Di Indonesia
sendiri hanya didapati sekitar 12 spesies dari tujuh marga (genus). Jenis-jenis itu tergolong ke dalam
suku Hydrocharitaceae (marga-marga Enhalus, Halophila dan Thalassia) dan Potamogetonaceae
(Cymodocea, Halodule, Syringodium dan Thalassodendron). Tidak hanya hidup di padang lamun,
tumbuhan laut ini juga kerap didapati di sela-sela terumbu karang (Nontji 1987).
Meski demikian, padang lamun merupakan salah satu bentuk ekosistem laut yang kaya jenis.
Kekayaan ini terutama ditunjukkan oleh jenis-jenis hewan yang hidup di sini, baik sebagai penetap
maupun pengunjung yang setia. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang, ketam dan
udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-jurai lamun. Juga
beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun.
Gambar 3. Crustacea merupakan salah satu penghuni padang lamun.
Di samping itu berbagai jenis hewan dan ikan juga menggunakan padang lamun ini sebagai tempat
memijah dan membesarkan anak-anaknya. Di antaranya adalah ikan beronang (Siganus spp.) dan
beberapa jenis udang (Penaeus spp.). Beberapa jenis reptil dan mamalia laut juga memanfaatkan
padang lamun sebagai tempat mencari makanan. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas), duyung
alias dugong (Dugong dugong) di perairan Australasia serta manate (Trichechus manatus) di Karibia.
Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi lamun sebagai makanan
utamanya.

Di saat air laut surut, padang lamun yang mengering sementara ini sering pula dikunjungi oleh
berbagai jenis burung dan hewan, yang sibuk mencari ikan-ikan dan hewan kecil yang terjebak dan
tertinggal di antara kusutnya lamun. Burung-burung merandai dari suku Charadriidae, Scolopacidae
dan Burhinidae kerap berdatangan untuk memburu aneka cacing, moluska dan ikan-ikan kecil
sebagai makanannya. Demikian pula kuntul karang (Egretta). Di bagian yang dekat daratan sering
pula dikunjungi biawak (Varanus) dan monyet kera (Macaca) untuk mencari makanan yang serupa.

2.7 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun


Parameter lingkungan utama yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang
lamun adalah :

2.7.1 Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini
terbukti dari hasil obserfasi yang menunjukkan bahwa distribusi padang lamun hanya terbatas pada
perairan yang tidak terlalu dalam. Namun demikian pengatan di lapangan mengatakan bahwa
sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan
kedalaman ini masih dapat cahaya matahari. Beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan muatan
sedimen pada bahan air akan berakibat pada tingginya kekeruhan perairan, sehingga berfungsi
mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pada produktivitas primer
ekosistem padang lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id).
Erftemeijer (1993) mendapatkan intensitas cahaya pada perairan yang jernih di Pulau Barang Lompo
mencapai 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter. Sedangkan di Gusung Tallang yang mempunyai
perairan keruh didapatkan intensitas cahaya sebesar 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter.
Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan
produksi lamun (Hutomo 1997). Hamid (1996) melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan
terhadap pertumbuhan panjang dan bobot E. acoroides.

2.7.2 Suhu
Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun,
antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup
lamun (Brouns dan Hiejs 1986; Marsh et al. 1986; Bulthuis 1987). Marsh et al. (1986) melaporkan
bahwa pada kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang
lebih luas yaitu 5-35°C.

Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa
mengikuti pola fluktuasi suhu (Perez dan Romero 1992). Penelitian yang dilakukan Barber (1985)
melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan
yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada
kisaran suhu 1035 °C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu.

2.7.3 Salinitas
Spesies lamun mempunyai kemampuan toleransi yang berbedabeda terhadap salinitas, namun
sebagian besar memiliki kisaran yang lebih besar, yaitu antara 40 o/oo. Nilai salinitas optimum untuk
spesies lamun adalah 35 o/oo. Salah satu yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun
adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai
(http://fpik.bunghatta.ac.id).
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat
menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986). Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan
hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk
pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0.

Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan
kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih
tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan
meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Walker 1985).
Berbeda dengan hasil penelitian tersebut di atas, Mellors et al. (1993) dan Nateekarnchanalarp dan
Sudara (1992) yang melakukan penelitian di Thailand tidak menemukan adanya pengaruh salinitas
yang berarti terhadap faktor-faktor biotik lamun.

2.7.4 Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar
yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%. Kedalaman substrat berperan dalam menjaga
stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal yaitu pelindung tanaman dari arus air laut, dan tempat
pengolahan serta pemasok nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama
untuk pertumbuhan dan perkembangan habitat lamun (http://fpik.bunghatta.ac.id).
Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986). Selain itu rasio biomassa di
atas dan dibawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah
dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder et al.
1959 dalam Zieman 1986).

2.7.5 Kecepatan arus perairan


Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan
arus sekitar 0.5 m detik-1, jenis turtle grass (Thalassia testudium) mempunyai kemampuan maksimal
untuk tumbuh (http://fpik.bunghatta.ac.id).

2.7.6 Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona
intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh
tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule
pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997).
Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun.
Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal
dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan T. testudinwn tertinggi
pada kedalaman sekhar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler
1985).

2.7.7 Nutrient
Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya.
Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun
pada perairan yang jernih (Hutomo 1997).
Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan
dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun
(Udy dan Dennison 1996). Dhambahkan bahwa kapasitas sedimen kalsium karbonat dalam
menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana sedimen hahis mempunyai
kapasitas penyerapan yang paling tinggi.
Di Pulau Barang Lompo kadar nitrat dan fosfet di air antara lebih besar dibanding di air kolom,
dimana di air antara ditemukan sebesar 45,5 uM (nitrat) dan 7,1118 uM (fosfet), sedangkan di air
kolom sebesar 21,75 uM (nitrat) dan 0,8397 uM (fosfet) (Noor et al 1996).

Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya
tidak terlalu besar terutama di daerah tropik (Dawes 1981). Penyerapan nutrien dominan dilakukan
oleh akar lamun (Erftemeijer 1993). Mellor et al. (1993) melaporkan tidak ditemukannya hubungan
antara faktor biotik lamun dengan nutrien kolom air.

Jaringan pada Tumbuhan


Jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Pada awal
perkembangan tumbuhan, semua sel melakukan pembelahan diri. Namun, pada perkembangan
lebih lanjut, pembelahan sel hanya terbatas pada jaringan yang bersifat embrionik. Jaringan yang
bersifat embrionik adalah jaringan meristem yang selalu membelah diri. Pada korteks batang terjadi
pembelahan tetapi pembelahannya sangat terbatas. Sel meristem tumbuh dan mengalami
spesialisasi membentuk berbagai macam jaringan. Jaringan yang terbentuk tersebut tidak
mempunyai kemampuan untuk membelah diri lagi. Jaringan ini disebut jaringan dewasa.

1. Jaringan Meristem
Jaringan meristem adalah jaringan yang terus-menerus membelah. Berdasarkan asal usulnya,
jaringan meristem dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

a. Jaringan meristem primer


Jaringan meristem primer merupakan perkembangan lebih lanjut dari pertumbuhan embrio.
Contohnya ujung batang dan ujung akar. Meristem yang di ujung batang dan ujung akar disebut
meristem apikal. Aktivitas jaringan meristem primer mengakibatkan batang dan akar bertambang
panjang. Pertumbuhan jaringan meristem primer disebut pertumbuhan primer.

b. Jaringan meristem sekunder


Jaringan meristem ini berasal dari jaringan dewasa, yaitu kambium dan gabus. Pertumbuhan
jaringan meristem sekunder disebut pertumbuhan sekunder. Kegiatan jaringan meristem
menimbulkan pertambahan besar tubuh tumbuhan.

Berdasarkan posisi dalam tubuh tumbuhan, meristem dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Meristem apikal; terdapat di ujung pucuk utama, pucuk lateral, serta ujung akar.
b. Meristem interkalar; terdapat di antara jaringan dewasa, contoh pada pangkal ruas suku rumput-
rumputan.
c. Meristem lateral; terletak sejajar dengan permukaan organ tempat ditemukannya. Contohnya
kambium dan kambium gabus (felogen).

2. Jaringan Dewasa
Jaringan dewasa adalah jaringan yang sudah berhenti membelah. Sifat-sifat jaringan dewasa antara
lain sebagai berikut.
a. Tidak mempunyai aktivitas untuk memperbanyak diri.
b. Ukuran relatif besar dibanding sel meristem.
c. Memiliki vakuola yang besar.
d. Kadang-kadang selnya sudah mati.
e. Dinding sel telah mengalami penebalan.
f. Terdapat ruang antarsel.

Anda mungkin juga menyukai