Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS ( MASALAH UTAMA ) :


Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian.
Perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
perilaku yang dapat meambahayakan secara fisik baik pada diri sendiri
maupun orang lain ( Townsend, 1998 )
Marah merupakan perasan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman ( Stuart dan Sundeen, 1998 )
Kegagalan yang menimbulkan frustrasi dapat menimbulkan respons
pasif dan melarikan diri atau respons melawan dan menantang. Respons
ini merupakan respons maladaptif yaitu :

1) Agresif :
 Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa
niat melukai
 Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain

2) Kekerasan :
 Sering juga disebut gaduh – gelisah atau amuk
 Perilaku kekerasan ditandai daengan menyentuh orang lain
secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai
melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai / merusak seacara serius.
 Klien tidak mampu mengendalikan diri
2. Rentang Respon

RENTANG RESPONS MARAH

Respons Respons
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustrasi Pasif Agresif Kekerasan

3. Penyebab
1). Faktor Predisposisi
a. Psikologis
 Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau saksi penganiayaan
 Kegagaln yang dialami dapat menimbulkan frustrasi yang
kemuadian dapat menimbulkan agresif atau amuk
b. Perilaku
 Reinforcement yang diterima mendapatkan dukungan pada
saat melakukan kekerasan
 Sering mengobservasi kekerasan dirumah / di luar rumah
c. Sosial budaya
 Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif – agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive)
d. Bioneurologis
 Banyak pendapat bahwa kerusakan kerusakan sistem
limbik, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya peilaku kekerasan
2). Faktor Presipitasi
a. Dapat bersumber dari klien, limgkungan atau interaksi dengan
orang lain
b. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik)
c. Keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang
d. Situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai
e. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan

4. Tanda dan gejala


1. Emosi
 Tidak adequat
 Measa tidak aman
 Rasa terganggu
 Marah (dendam)
 Jengkel
 Merusak / memukul
2. Fisik
 Muka merah
 Pandangan mata tajam
 Tangan mengepal
 Nafas pendek
 Berkeringat
 Sakit fisik
 Tekanan darah meningkat
3. Intelektual
 Mendominasi pembicaraan / bicara keras
 Berdebat, rewel
 Meremehkan orang lain
 Mempertahankan pendapat
 Memaksakan kehendak
4. Spiritual
 Merasa kuasa
 Keraguan
 Tidak bermoral
 Kreativitas terhambat / terhalang
5. Sosial
 Menarik diri
 Pengasingan
 Penolakan
 Kekerasan
 Ejekan
 Kurang percaya diri

5. Akibat
 Risiko Mencederai diri sendiri
 Risiko Mencederai orang lain
 Risiko Mencederai lingkungan

III. A. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan
Akibat -------------------------

Resiko Perilaku kekerasan


Masalah utama ----------------
Perilaku kekerasan
n

Harga diri rendah


Penyebab ----------------------
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
a. Perilaku kekerasan
DS : - Keluarga mengatakan, klien dirumah mengamuk, marah
marah
DO : - Mengancam
- Memukul
- Marah-marah
- Merusak
b. Resiko Perilaku kekerasan
DS : - Klien menyatakan pernah memukul
DO : - Klien mudah marah
- Pandangan mata tajam
- Muka merah
- Bicara keras
- Berdebat
- Memaksakan kehendak
c. Harga diri rendah
DS : - Klien mengatakan merasa dihina
DO: - Menarik diri
- Kurang percaya diri
- Keraguan
- Merasa diasingkan
- Ada penolakan

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
V. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. 1. Resiko perilaku kekerasan
a. Tujuan Umum :
 Klien tidak melakukan tindakan kekerasan
b. Tujuan Khusus.
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya.
a. Beri salam / panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c. Jelaskan maksud dan tujuan intraksi.
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri rasa aman dan sikap empati
f. Lakukan kontak singkat tapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.


2.1 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2.2 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel /
kesal.

3. Klien dapat mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku kekerasan.


3.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel / kesal.
3.2 Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
3.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekeraan yang biasa dilakukan.


4.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan yang
biasa dilakukan klien.
4.2 Bantu klien untuk bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasaan yang biasa dilakukan.
4.3 Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien dilakukan
masalahnya selesai.

2. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


5.1 Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan klien.
5.2 Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien.
5.3 Tanyakan pada klien “Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat.”

3. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


marah.
6.1 Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
6.2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
6.3 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik.
Tarik napas dalam, jika sedang kesal / tersinggung / jengkel
atau memukul bantal / kasur, atau olah raga, atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga
b. Secara verbal.
Katakan bahwa anda sedang kesal/ tersinggung / jengkel
(contoh : “Saya kesal anda berkata seperti itu, saya marah
karena mama tidak memenuhi keinginginan saya”)
3. Secara sosial.
Lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang seha, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan
4. Secara spiritual.
Anjurkan klien sembahyang, berdo’a, ibadah lain ; meminta
pada Tuhan untuk diberi kesabaran, maengadu pada Tuhan
tentang kekerasan / kejengkelan.
4. Klien dapat mendemontrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.1 Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien
7.2 Bantu klien mengidentivikasi manfaat cara yang telah dipilih
7.3 Bantu klien menstimulasikan cara tersebut (role play)
7.4 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasikan
cara tersebut.
7.5 Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang dipelajari saat
jengkel atau marah
7.6 Susun jadual melakukan cara yang telah dipelajari.
8. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan).
8.1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien.
8.2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat
tanpa ijin dokter.
8.3. Jelaskan prinsip lima benar: benar klien, dosis, waktu, obat dan
caranya.
8.4. Jelaskan manfaat minum obat dan efek samping obat
8.5. Anjurkan klien meminta sendiri obatnya dan minum obat tepat
waktu
8.6. Anjurkan klien melapor pada perawat / dokter jika merasakan efek
yang tidak menyenangkan.
8.7. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

9. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku


kekerasan.
9.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
9.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
9.3 Jelaskan cara-cara merawat klien :
 Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan yang
konstruktif
 Sikap tenang, bicara jelas, tidak terburu-buru
 Membantu klien mengenal penyebab marah
9.4 Bantu keluarga mendemontrasikan cara merawat klien di rumah.
9.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaan setelah melakukan
demontrasi.

10. Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol


perilaku kekerasan.
10.1 Bicara tenang, gerakan tidak terburu-buru, nada suara rendah,
tunjukkan kepedulian, jangan menentang klien.
10.2 Lindungi agar klien tidak mencederai diri atau orang lain /
lingkungan
10.3 Jika tidak bisa diatasi lakukan pembatasan gerak / pengekangan
(lihat pedoman pengekangan pada klien)

DAFTAR PUSTAKA
 Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC. 1998
 Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
 Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa :
Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998

Anda mungkin juga menyukai