KAJIAN PUSTAKA
A. Peranan Manusia
Individu berasal dari kata latin, “Individum” artinya “yang tak terbagi”. Jadi, merupakan suatu sebutan
yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paing kecil dan terbatas. Individu bukan
berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang
terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Dapat disimpulkan, bahwa individu adalah seorang
manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga
mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Secara pengertian Masyarakat dalam Bahasa Inggris disebut society, artinya sekelompok manusia yang
hidup bersama, saling berhubungan dan mempengaruhi, saling terikat satu sama lain sehingga
melahirkan kebudayaan yang sama.
Peran individu dalam masyarakat mempunyai peran(role)dan kedudukan(status) yang berbeda. Peran
adalah pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai posisi(status) tertentu. Sedngkan
kedudukan (status)adalah posisi seseorang dalam kelompok. Mengingat setiap individu mempunyai
kepentingan yang beragam,maka setiap individu mempunyai kepentingan yang beragam,maka setiap
individu dapat berstatus dan berperan di beberapa kelompok sesuai dengan kepentingan itu. Setiap
individu harus berperilaku atau berperan sesuai dengan kedudukannya agar ia dapat diterima dan diakui
keberadaanya. Karena setiap organisasi mempunyai aturan sendiri,maka sanksi yang diberikan oleh
setiap organisasi kepada anggota yang melanggar pun berbeda pula. Sanksi ini bertujuan menjaga
keutuhan,keseimbangan,kestabilan kelompoknya sehingga tujuan kelompok dapat tercapai.
1. Pengertian
Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda, dan oleh
karena itu setiap anak dimungkinkan akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang
berbeda-beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang
disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Istilah anak
berkebutuhan khusus bukan kata lain dari istilah anak penyandang cacat tetapi istilah yang lebih luas
untuk menggambarkan keadaan anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar
termasuk anak-anak penyandang cacat. Menurut Heward dalam sebuah blog, Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunujukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.
Tunanetra
Menurut Sujihati, S. (2006:65) anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-
duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya
orang awas.
Tunarungu, tunawicara
Menurut Somantri (2006, hal. 93) tunarungu diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera
pendengarannya.
Tunagrahita
Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak pada
umumnya dengan disertai hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Kanak-
kanak dan penyesuain sosial merupakan proses yang saling berkaitan. Kepribadian sosial mencerminkan
cara orang tersebut berinteraksi dengan lingkugan. Sebaliknya, pengalaman-pengalaman penyesuaian
diri sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian. Tunagrahita: ringan (IQ = 50-70), sedang (IQ = 25-
50), dan (Down Syndrome)
Dari aspek sosial perkembangan sosial anak berkebutuhan khusus sangat tergantung pada bagaimana
perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak. Disamping
itu, akibat kondisinya juga sering menjadikan anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan dalam
belajar sosial melalui identifikasi maupun imitasi
Manusia sebagai mahluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula
dengan anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi karena hambatan yang dialaminya dapat menjadikan
anak mengalami kesulitan dalam menguasai seperangkat tingkah laku yang diperlukan untuk menjalin
relasi sosial yang memuaskan dengan lingkungannya. Perkembangan sosial anak berkebutuhan khusus
akan tumbuh dengan baik apabila sejak awal dalam interaksi bersama di terdekatnya keluarga tumbuh
elemen-elemen saling membantu, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling toleransi. Namun,
karena hambatan-hambatan yang dialaminya, sering menjadikan hal tersebut kadang sulit didapat. Anak
sering tidak memperoleh kepercayaan dari lingkungannya, yang akibatnya tidak saja dapat
menumbuhkan perasaan tidak dihargai, tetapi juga dapat menjadikan dirinya sulit untuk mempercayai
orang lain (Assyari, hal. 15).
Menurut UU Sisdiknas(Sistem Pendidikan Nasional) tahun 2003 pasal 32, ayat 2 (Pendidikan Layanan
Khusus), yaitu:
Anak-anak yang berada pada daerah- terbelakang/ terpencil/ pedalaman/ pulau-pulau, anak TKI di
DN/LN, beberapa SILN (Sekolah Indonesia di Luar Negeri), transmigrasi.
Anak-anak yang berada pada area/ wilayah pekerja anak, pelacur anak/ trafficking,lapas anak/anak di
lapas dewasa, anak jalanan, anak pemulung/pemulung anak.
Anak-anak yang berada pada tempat pengungsi karena bencana (gempa, konflik).
BAB III
HASIL OBSERVASI
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada individu berkebutuhan khusus(ABK) dan anak normal pada
umumnya, didapatkan hasil beberapa aspek terkait dengan kesulitan individu ABK dalam bergaul
dengan masyarakat sekitarnya ialah:
Kelas
Dalam hal ini yang menjadi faktor utama kesulitan bergaul tiada lain ialah terletak pada keadaan dari
ABK itu sendiri. Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahan yang dinamakan berkebuthan khsus
sudah jelas individu dan sikapnya pun khusus. ‘kekurangan’ yang dialami ABK dari segi fisik dan psikis
sudah tentu akan mempengaru individu ketika bergaul di masyarakat. Penyesuian yang ekstra akan
menimbulkan kesulitan ketika individu akan bergaul dengan masyarakat sekitarnya, khusunya bagi
merek yang tergolong sebagai masyarakat normal.
Karena berada di dalam kelas dengan keadaan yang ‘sama’ untuk Aryo sendiri tidak terlalu
mengalami kesulitan ketika bergaul dengan teman sekelasnya.
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan dalam bergaul, karena individu ini tergolong ke dalam tunanetra maka kesulitannya
sulit menemukan teman bicaranya.
Tidak mengalami kesulitan akan tetapi karena imajinasi yang tinggi dalam perihal komunikasi tidak
nyambung dengan lawan bicaranya.
Keluarga
Kurang akur
Karena berasal dari keluarga yang sibuk. Sehingga kurangnya komunikasi dengan orang tua. Dan
menyebabkan ketidakakuran dalam perihal komunikasi dan pola pergaulan dalam aspek kekeluargaan.
Sekarang pun tinggal di Bandung bersama suster, tante, om, dan neneknya.
Emosi
Dalam hal ini yang perlu diketahui terkadang emosi ABK sulit dikendalikan sebagai akibat dari tekanan
dari luar ABK. Sehingga dalam komunikasi dalam ruang lingkup keluarga emosi dari individu ABK akan
memperhambat pergaulan mereka dengan orang tua dan saudaranya.
Memiliki anggota keluarga yang baik, misalnya membimbing kegiatan keseharian di rumah seperti
membantu saat dia makan, dan mengajar hal-hal keagamaan yaitu solat dan mengaji.
Masyarakat
Sikap Masyarakat
Ketidakakuran masyarakat terhadapa ABK pun menjadi faktor yang mengakibatkan kesulitan ABK dalam
bergaul. Hal ini muncul sebagai akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai ABK.
Menyambung dari hal itu berdasarkan hasil wawancara ialah lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kesulitan mereka dalam bergaul.
Dikatakan demikian, dalam ruang lingkup teman bermain di sekitar rumah ABK, sering terjadinya
interaksi dalam permainan tertentu.
Tidak ada
Masih melakukan kegiatan bermain bersama dengan teman-teman di sekitarnya, dalam hal ini
merupakan ruang lingkup masyarakat yang lebih sempit.
2. Individu ‘Normal’
Kelas
Rumah
Jenjang usia yang tidak seumuran, menyebabkan sulitnya bergaul dengan orang-orang di rumah.
Masyarakat
Pemahaman masyarakat yang kurang terhadap keadaan individu berkebutuhan khusus. Sehingga pada
kebanyakan masyarakat kurang menerima.
2. Individu ‘Normal’
Terbuka
Menyenangkan
Menjahit
Bernyanyi
Olah raga
Dalam hal ini pengembangan yang dilakukan seperti pada umumnya, yaitu belajarlebih giat lagi dan
dengan berlatih secara berkala. Baik secara akademik ataupun di rumah. Selain itu menurut guru ABK
sendiri ialah dengan cara mengenal, dan mencari kecenderungan bakat yang dimiliki oleh ABK kemudian
diasah untuk dikembangkan.
2. Individu ‘Normal’
Jenis bakat
Menulis
Fotografi
Berlatih dan menggali jenis kemampuan kita melalui berbagai sumber informasi.
Bermain, merupakan partisipasi di masyarakat yang sifatnya rekreasi dilakukan di sekolah dan bersama
tetangga.
Belajar dalam organisasi pramuka untuk bekerjasama. Selain itu menambah teman, sering ada agenda
kumpul, dan untuk kesehatan.
Pernah melakukan gotong royong seperti membersihkan jalan, got, bersih-bersih dan sebagainya.
Kurangnya komunikasi menyebabkan kurangnya berinteraksi, sehingga tidak terlalu terjun dalam
kegiatan gotong royong.
Menurut narasumber (Guru ABK) untuk individu tunarungu dan tunagrahita ringan pada umumnya bisa
dilibatkan dalam kemasyarakatan.
Komunikasi(sehari-hari)
Komunikasi dengan baik dengan teman maupun guru, caranya dengan bertanya apa saja yang dilakukan
oleh guru dan temannya tersebut.
Pelestarian nasionalis-religius
Hari-hari besar
Tarik tambang.
Jalan santai.
Keagamaan
Secara keseluruhan kegiatan keagamaan belum pernah diikuti. Namun salah seorang narasumber dalam
kegiatan sehari-hari biasa mengaji dan berdo’a. Juga terdapat narasumber yang mempunyai niat besar
untuk belajar mengaji dan shalat.
2. Individu ‘Normal’
Gotong royong
Berkomunikasi
Kegitanan nasionalis-religius
Hari-hari besar
Mengikuti Pramuka
Keagamaan
Isra mi’raj
Dakwah
Pramuka
2. Individu ‘Normal’
Dari responden yang diberikan angket semua ikut berorganisasi seperti Keluarga Mahasiswa Daerah,
Himpunan di jurusannya, Forum, dan Unit Kegiatan yang diselenggarakan oleh institusi pendidikannya.
F. Keprofesian
Melihat dari usia anak berkebutuhan khusus yang diwawancarai, dapat dikatakan bahwa usia mereka
sudah bisa melakukan kegiatan lain selain mereka berstatus sebagai seorang siswa. Misalnya bekerja
untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang tua. Adapun hasilnya yaitu:
Membantu orang tua mengantar dagangan ke pasar (menurut salah seorang guru di SLB Purnama Asih)
Empat responden pada usia individu berkebutuhan khsusus 17-24 tahun yang kami wawancara hanya
berprofesi sebagai seorang siswa.
Namun, responden tersebut juga mempunyai cita-cita. Antara lain yaitu ada yang bercita-cita ingin
menjadi dokter, dan ada juga yang berkeinginan menjadi satpam.
2. Individu ‘Normal’
Sebagai fotografer
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Bibliografi