Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan
daya simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari
suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air
dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode
pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, metode
khusus (Anonim,2003).
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau
dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif
berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan pangan akan
berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat
hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan
pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan
pangan (Purnomo,1995). Selain air, bahan pangan juga mengandung zat-zat
lain yang bermanfaat bagi kesehatan atau biasa disebut dengan zat-zat gizi.
Zat gizi tersebut telah dibuktikan bermanfaat dalam menjaga atau mengobati
satu atau lebih penyakit atau meningkatkan performa fisiologisnya (Winarno
1990).
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk
menentukan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air
yang terdapat di dalam suatu bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh
susunan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahuinya
kandungan air dari suatu bahan pangan, maka dapat diketahui berat kering
dari bahan tersebut yang biasanya konstan.
Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan
pangan itu sendiri. Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena
terdapat bahan yang mudah menguap pada beberapa jenis bahan pangan,
dan adanya air yang terurai pada bahan pangan, serta oksidasi lemak pada
bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi penentuan kadar air
1
yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik dan
ada yang secara kimia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu analisis kadar air?
2. Apa saja metode yang digunakan pada analisis kadar air?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian analisis kadar air
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada analisis kadar air
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. AIR
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun
bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial dalam
kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam bahan pangan
terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu :
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular serta
pori-pori yang terdapat pada bahan
2. Air terikat secara lemah karena teradsorpsi pada permukaan koloid
makromolekuler seperti protein, pectin pati,dan selulosa. Selain itu air juga
terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat yang ada
dalam sel. Air dalam bentuk ini masih memiliki sifat air bebas dan dapat
dikristalkan dalam proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid
tersebut merupakan ikatan hidrogen
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu air yang membentuk hidrat. Ikatannya
bersifat ionic sehingga relative sukar dihilangkan atau diuapkan. Air jenis ini
tidak membeku meskipun didinginkan pada suhu 0o
Air bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan pangan,
seperti proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga
perusak. Sedangkan air dalam bentuk lain tidak membantu terjadinya proses
kerusakan pada bahan pangan. Sehingga kadar air bukan parameter absolut
untu dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan.
Dalam hal ini, digunakan pengertian aktivitas air (Aw) untuk menentukan
kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan makanan.
Hubungan kadar air dan air bebas atau Aw ditunjukan dengan
kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar air semakin tinggi pula nilai Aw.
Akan tetapi, hubungan tersebut tidak linier melainkan berbentuk kurva sigmoid.
Kadar air dinyatakan dalam prosen (%) dalam skala 0-100, sedangkan nilai Aw
dinyatakan dalam angka decimal pada kisaran skala 0-1,0. Kurva hubungan
antara kadar air dan Aw bahan disebut juga sebagai kurva Isoterm Sorbsi
Lembab (ISL). Contoh kadar air beberapa jenis bahan pangan dapat dilihat pada
Tabel .
3
Tabel Kadar Air Beberapa Jenis Bahan Pangan
B. KADAR AIR
Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu bahan.
Dalam simplisia, menentukan tingkat keamanan untuk disimpan. Dalam
bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan. Selain itu
juga sebagai penentu dalam proses pengolahan maupun pendistribusian agar
ditangani secara tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven
biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus. Daya awet bahan
pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik,
kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan
pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat
erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut.
4
BAB III
PEMBAHASAN
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air
merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut
dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat
“hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air
(misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik” (takut air)
(Wulanriky, 2011).
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam
makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan
makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia
organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi
pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara
kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan
untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah,
penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses,
medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan
dan mencuci bahan sisa (Sudarmadji,2003).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat
ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah
hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit
dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu
ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal
dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).
Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2)
air terikat lemah atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air
bentuk pertama dan yang kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya
sangat kecil.
5
1) Air Bebas
Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan,
atau bahkan pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai
aktivitas air atau “water activity” yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air,
karena air bebas mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan
aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan. Didalam air bebas
terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga
memungkinkan beberapa reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu,
bahan yang mempunyai kandungan atau nilai Aw tinggi pada umumnya
cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan mikroba pembusuk
maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi
enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan.
2) Air Teradsorbsi
Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan
koloid makromolekul (protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi
diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel.
Ikatan antara air dengan koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi
relatif bebas bergerak dan relatif mudah dibekukan ataupun diuapkan.
3) Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut
membentuk hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik.
Air terikat kuat jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit diuapkan dan
dibekukan.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya
proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi,
ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity).
mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang
biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum
dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air
yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga
6
sekarang ini adalah “air terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah
ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan
ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah “air terikat” ini dianggap suatu sistem
yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan
(Winarno,1992).
Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe. a.
Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain
melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat
membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat
dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan
sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.
b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda
dengan air minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air
tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity). Jika air tipe
II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan
kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada
produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya
kandungan lemak tidak jenuh.
c. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks
bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah
yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan
dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi
reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya,
kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water
activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis bahan dan suhu.
d. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau
air murni dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh
(Winarno,1992).
B. Kadar Air dalam Bahan Makanan
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka
kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara
disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap
7
kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu
pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang
dengan kelembaban relatif.
Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aw = aktivitas air
ERH =kelembaban relative seimbang
8
0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air
dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis
bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau
dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-
beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai
pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi
yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan sebagainya.
Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun
susu, telah banyak berjasa dalam memenuhi kebutuhan air manusia. Buah
mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya, misalnya
calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan dapat menghasilkan
buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air 87% dan
tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka
dengan kadar air 97%.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu
bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan
tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian
besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air
yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan
diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per
orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru.
Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari
air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi.
Dalam keadaan kesulitan bahan pangan dan air, manusia mungkin dapat
tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum
akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu.
Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan
kadar air pada bahan pangan tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa
kandungan air yang dilakukan dengan suatu metode tertentu. Bentuk fisik
bahan pangan tidak dapat dijadikan patokan untuk menentukan kandungan
9
air bahan. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan air beberapa jenis
bahan pangan:
Seperti yang bisa dilihat dari tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk
fisik, seharusnya kadar air nenas harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada
kenyataanya, kadar air Kol lebih tinggi dari nenas bahkan dari susu sapi yang
bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk mengetahui kandungan air suatu
bahan perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan hanya menentukan
jumlah kandungan air tetapi juga berfungsi untuk mengetahui tipe air dari
bahan pangan tersebut.
C. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal
ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC
selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum
dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk
bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven
vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula tinggi,
minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan
tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat
sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan. Untuk bahan
dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan
refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini,
air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi
10
indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk
menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas
asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan
diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung,
kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935
menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi
langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan
piridina dalam methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi
(Winarno.1992).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai
cara antara lain :
Metode pengeringan
Metode destilasi
Metode kimiawi
Metode fisis
1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti
semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan
cara ini adalah :
Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama
dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi,
lemak mengalami oksidasi.
Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya
meskipun sudah dipanaskan.
11
1. Metode Oven
Dari keseluruhan metode-metode yang dapat digunakan untuk
penentuan kadar air bahan cara langsung maka yang akan diterapkan dalam
praktik analisis pangan adalah terbatas pada penentuan kadar air dengan
menggunakan metode oven udara yang mengacu pada metode oven yang
dikembangkan oleh AOAC (1984). Pada metode ini terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi ketelitian penentuan kadar air bahan, yaitu: yang
berhubungan dengan penanganan bahan, kondisi oven dan perlakuan bahan
setelah pengeringan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penanganan bahan yang
mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
Jenis bahan
Ukuran bahan
Partikel bahan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi oven yang dapat
mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
Suhu oven
Gradien suhu oven
Kecepatan aliran dan kelembaban udara oven
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perlakuan bahan setelah
pengeringan yang dapat mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
Sifat higroskopis bahan
Kelembaban udara ruang analisis
Kelembaban udara ruang penimbangan
Untuk dapat mengurangi pengaruh faktor-faktor tersebut di atas maka
perlu dilakukan beberapa langkah awal sebagai persiapan sebagai berikut:
1) Persiapan Bahan
Untuk bahan yang mengandung banyak air seperti buah-buahan,
sayuran (tomat, timun, labu air) hingga bentuk selai, saus atau kecap,
diperlukan sebanyak 10 – 20 g bahan. Selanjutnya bahan diuapkan sampai
mengental baru kemudian dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat
konstan. Untuk bahan semi basah seperti produk cake, bolu dan roti
diperlukan sebanyak 5 – 10 g bahan. Terhadap bahan jenis ini juga dilakukan
12
penguapan terlebih dahulu, lalu dihancurkan hingga kehalusan 20 mesh, baru
kemudian dikeringkan dalam oven hingga mencapai berat konstan. Untuk
bahan kering seperti tepung dan susu bubuk diperlukan sebanyak 2 – 5 g
bahan. Bahan jenis ini dapat langsung dikeringkan dalam oven. Namun untuk
bahan kering seperti biji-bijian atau kacang-kacangan harus dihancurkan
terlebih dahulu hingga kehalusan 20 – 40 mesh, baru kemudian dikeringkan
dalam oven hingga mencapai berat konstan. Penentuan banyaknya bahan
yang digunakan dalam analisis ini diperlukan untuk mendapatkan residu
(bahan kering) berkisar 1 – 2 g. untuk menghindari kesalahan dalam
penimbangan.
2) Persiapan Wadah Pengering dan Oven
Untuk wadah pengering dapat digunakan cawan yang terbuat dari
bahan porselen, 5 – 9 cm. dengan kedalaman cawan 2 – 3 cm. Tutup cawan
disesuaikan ukuran cawan (Gambar 1.1).
13
Gambar 1.2.
Oven udara dengan termostat
Gambar 1.3.
Desikator yang berisi bahan pengikat air
14
4) Analisis Kadar Air Dengan Metode Oven Udara
a) Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven udara pada suhu 100 – 102°C sampai
diperoleh berat konstan dari residu bahan kering yang dihasilkan. Kehilangan
berat selama pengeringan meripakan jumlah air yang terdapat dalam bahan
pangan yang dianalisis.
b) Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air dengan metode ini
adalah oven udara seperti terlihat pada Gambar 1.2. di atas, cawan dengan
tutupnya yang terbuat dari bahan porselen, nikel, baja tahan karat atau
aluminium. Desikator yang berisi bahan pengikat air, penjepit cawan, dan
timbangan analitis.
c) Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
Lakukan persiapan sebagaimana tersebut di atas terhadap bahan yang
akan dianalisis, persiapkan wadah pengeringan yang diperlukan sesuai
karakter bahan yang dianalisis dan dalam keadaan bersih, persiapkan
oven dengan termostat dalam keadaan baik, serta persiapkan peralatan
untuk penanganan residu bahan kering.
Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu
105°C. selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10
menit untuk cawan aluminium dan 20 menit untuk cawan porselen.
Cawan kemudian ditimbang. Pengeringan cawan diulangi hingga
diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya
Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada persiapan
bahan di atas segera dimasukkan dalam cawan dan ditutup. Dalam
keadaan terbuka cawan berisi bahan beserta tutup cawan dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 – 102°C. selama 6 jam. Cawan diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh dinding dalam oven. Untuk
bahan yang tidak terdekomposisi dengan pemanasan yang lama, dapat
dikeringkan dalam oven selama satu malam (16 jam).
Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan
dikeluarkan dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan ditutup
15
dengan penutup cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit, lalu timbang
cawan berisi bahan kering tertutup penutup cawan. Setelah
penimbangan, cawan berisi bahan beserta tutupnya dikeringkan kembali
ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan dari cawan berisi bahan
beserta tutupnya.
d) Perhitungan
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah atau basis kering
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan:
a = berat konstan cawan kering beserta tutupnya sebelum digunakan.
b = berat bahan awal (segar) yang digunakan sebelum diuapkan dan
dikeringkan.
c = berat konstan cawan berisi bahan kering beserta tutup cawan.
5) Analisis Kadar Air dengan Metode Oven
Vakum a. Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven vakum dengan tekanan 25 – 100
mmHg bergantung jenis bahan (sesuai yang disebutkan dalam persiapan
oven pengering di atas), sehingga air dapat menguap pada suhu lebih rendah
dari 100°C misalnya pada suhu 60 – 70°C. Penggunaan suhu yang lebih
rendah dari metode oven udara dapat mempermudah analisis terhadap
bahan yang mudah terurai pada suhu tinggi.
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air dengan metode oven
vakum adalah seperangkat alat oven vakum seperti yang terlihat pada
Gambar 1.4, cawan logam dengan tutupnya, desikator yang berisi bahan
pengikat air, penjepit cawan, dan timbangan analitis.
16
Gambar 1.4.
Seperangkat alat oven vakum
c. Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
17
ke dalam oven hingga diperoleh berat konstan dari cawan berisi bahan
beserta tutupnya.
d. Perhitungan
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah atau basis kering
dapat dihitung dengan persamaan yang digunakan pada penentuan kadar air
dengan metode oven udara.
18
Sterling-Bidwel yang di bagian luarnya berskala, pemanas berjaket (hot
plate), kondensor tipe cold finger, labu didih, kawat (thin glass rod) atau bulu
ayam, oven untuk mengeringkan peralatan gelas dan timbangan analitis untuk
menimbang bahan yang akan dianalisis
c. Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
Bersihkan seluruh peralatan yang akan digunakan hingga benar-benar
bersih dan bebas lemak. Keringkan peralatan gelas dalam oven pada
suhu 105°C. dan dinginkan. Rangkai peralatan destilasi seperti terlihat
pada Gambar 1.6. Sampel ditimbang secukupnya sehingga air yang
terkandung di dalamnya berkisar 3 – 4 g. Biasanya untuk sampel bawang
merah cukup 5 g (Ws). Sampel dimasukkan ke dalam labu didih dan
ditambah 60 – 80 ml pereaksi (toluene, jenis xilen atau tetrakloretilen).
19
Agar hasil yang diperoleh memiliki ketelitian yang tinggi maka perlu
ditetapkan faktor destilasi, yaitu faktor koreksi terhadap jumlah air yang
benar-benar dapat diuapkan oleh peralatan yang digunakan dalam
metode ini. Faktor koreksi ini dapat diperoleh dengan merefluks air murni
yang telah diketahui jumlahnya, yaitu sebanyak 3 – 4 g air murni dengan
alat dan kondisi pemanasan yang sama dengan analisis sampel. Setelah
air habis terdestilasi maka air yang tertampung pada labu penampung
destilat ditentukan volumenya dengan membaca meniskus yang ada
pada labu.
d. Perhitungan
Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan:
Ws = berat sampel (g)
Vs = volume air yang didestilasi dari sampel (ml)
FD = faktor destilasi
Keterangan:
W = berat air yang akan didestilasi (g)
V = berat air yang terdestilasi (ml)
FD = Faktor destilasi (g/ml)
3. Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi
yaitu antara lain :
20
a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine
dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur
dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan yodin
dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain
itu piridin dan methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk
sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air
dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin akan
bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas. Untuk
memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen biru dan akhir
titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah
warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk
penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati,
tepung gula, madu, dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini
banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan
cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan
lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg
(Sudarmadji,2003).
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air
menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan
alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan
berbagai cara.
Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi
ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan
mengukur volumenya.
21
Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga
dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri
atau volumetri atau secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada
pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan kadar air
cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit
(Sudarmadji,2003).
c. Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan
air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil
khlorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan
dalam piridin.
4. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:
Berdasarkan tetapan dieletrikum
Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti
resonance) (Sudarmadji,2003).
22
BAB IV
KESIMPULAN
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun
bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial dalam
kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air di dalam bahan pangan
ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat lemah atau air
teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar)
dan temperature 273,15 K (0ºC).
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan
beberapa cara, tergantung pada sifat bahannya. Kadar air dalam bahan
makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
Metode pengeringan
Metode destilasi
Metode kimiawi
Metode fisis
23
DAFTAR PUSTAKA