1. PENGERTIAN
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur
arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih sering digunakan
adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya diakibatkan
oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada
siapa saja (Muttaqin, 2008).
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai disalah
satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian
penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau kombinasi
apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin, 2007).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson, 2006).
2. KLASIFIKASI
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi
(lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
3. ETIOLOGI
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher). Aterosklerosis
serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama, trombosis
serebral merupakan penyebab yang umum pada serangan stroke.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikanberdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
Kejang - +
Muntah - +
Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
-
Pemeriksaan: + +
Oklusi, stenosis
Aneurisma. AVM. massa
Angiografi
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
Meningkat
Lumbal pungsi Normal
Merah
Tekanan Jernih
>1000/mm3
Warna
< 250/mm3
Eritrosit ada shift
Arteriografi oklusi
shift midline echo
EEG di tengah
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini
timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun
sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah
kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita.Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf – saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan
nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks
– refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi
neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan kelumpuhan yang
terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan kehidupan sangat erat
hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan
kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi.Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan
infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark
miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya
akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat
penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar
dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
2) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
3) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
4) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius,
1995)
6) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
7) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
8) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
9) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.Merokok merupakan
faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)
Terapi oksigen
Kerusakan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
b.d penurunan sirkulasi ke keperawatan, diharapkan klien mampu memahamkan informasi dari / ke klien
otak untuk berkomunikasi lagi dengan
2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
kriteria hasil:
3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
- dapat menjawab pertanyaan
komunikasi dengan klien
yang diajukan perawat
4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
- dapat mengerti dan memahami
pesan-pesan melalui gambar 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi
- dapat mengekspresikan dengan klien
perasaannya secara verbal maupun
6. Programkan speech-language teraphy
nonverbal
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan
klien
Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi,berpakaian, makan, keperawatan, diharapkan kebutuhan
2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandiri klien terpenuhi, dengan
makan, mandi, berpakaian dan toileting
kriteria hasil:
3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
- Klien dapat makan dengan
mandiri
bantuan orang lain / mandiri
4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
- Klien dapat mandi de-ngan
aktivitas normal sesuai kemampuannya
bantuan orang lain
5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
- Klien dapat memakai pakaian
dengan bantuan orang lain / mandiri perawatan diri klien
Resiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan 1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
kulit b.d immobilisasi fisik selama, diharapkan pasien mampu tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar
mengetahui dan mengontrol resiko tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil :
2 Berikan masase sederhana
- Klien mampu menge-nali tanda - Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan gejala adanya resiko luka tekan
- Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Klien mampu berpartisi-pasi
- Lakukan masase secara teratur
dalam pencegahan resiko luka tekan
(masase sederhana, alih ba-ring, - Anjurkan klien untuk rileks selama masase
manajemen nutrisi, manajemen
- Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
tekanan).
kerusakan kapiler
Resiko Aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Aspiration Control Management :
dengan penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi aspirasi pada
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan
kesadaran pasien dengan kriteria hasil :
menelan
- Dapat bernafas dengan - Pelihara jalan nafas
mudah,frekuensi pernafasan normal
- Lakukan saction bila diperlukan
- Mampu menelan,mengunyah
- Haluskan makanan yang akan diberikan
tanpa terjadi aspirasi
- Haluskan obat sebelum pemberian
Resiko Injuri berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Risk Control Injury
dengan penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi trauma pada
- menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
kesadaran pasien dengan kriteria hasil:
- memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
- bebas dari cedera
- memberikan penerangan yang cukup
- mampu menjelaskan factor
resiko dari lingkungan dan cara untuk - menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
mencegah cedera
- menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan, Respiratori Status Management
berhubungan dengan diharapkan pola nafas pasien efektif
- Pertahankan jalan nafas yang paten
penurunan kesadaran dengan kriteria hasil :
- Observasi tanda-tanda hipoventilasi
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak
merasa tercekik, irama nafas normal, - Berikan terapi O2
frekuensi nafas normal,tidak ada suara
- Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
nafas tambahan
- Monitor vital sign
- Tanda-tanda vital dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC,
Jakarta.