Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
ABSTRAK
Air limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang
sangat potensial. Oleh karena itu air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal pengelolaan limbah
rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas pengolahan
limbah serta operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah
sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah
sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Selain itu perlu menyebar-luaskan informasi
teknologi khususnya untuk pengolahan air limbah rumah sakit, sehingga dalam memilih
teknologi pihak pengelola rumah sakit mendapatkan hasil yang optimal.
Makalah ini membahas tentang beberapa teknologi pengolahan air limbah secara
biologis yang sesuai untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Di dalam pemilihan teknologi
pengolahan air limbah tersebut beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yakni
jumlah air limbah yang akan diolah, kualitas air limbah dan kualitas air olahan yang
diharapkan, kemudahan dalam hal pengelolaan dan perawatan, ketersediaan lahan dan
sumber energi, serta ketersediaan dana yang ada. Salah satu cara pengolahan air limbah
rumah sakit yang murah, sederhana dan hemat energi adalah proses pengolahan dengan
sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan sistem kombinasi biofilter "Anaerob-Aerob"
diperoleh hasil air olahan yang cukup baik, serta proses pengolahannya sangat stabil
walaupun konsentrasi maupun debit air limbah berfluktuasi
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat dipisahkan
dengan masyarakat, dan keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, karena
sebagai manusia atau masyarakat tentu menginginkan agar keseahatan tetap terjaga. Oleh
karena itu rumah sakit mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan manusia
atau masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wilayah yang
jaraknya cukup jauh dari dareah pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan
pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak berdampak negatip
terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak tersebut dapat diperkecil.
Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit
yang dulunya jauh dari daerah pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah
berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga masalah
pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi
pencetus konflik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka rumah sakit yang dibangun setelah
tahun 1980 an telah diwajibkan menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair.
Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya tuntutan masyarakat akan
kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain pihak
peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka pihak
rumah sakit umumnya menempatkan sarana pengolah limbah pada skala prioritas yang
rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan antar pihak rumah sakit
dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang mengharuskan
pihak rumah sakit agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang dihasilkan,
mengakibatkan biaya investasi maupun biaya operasional menjadi lebih besar.
Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit
mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa-
senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit
terhadap masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit
terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan
mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus
mengolah air limbah sampai standar yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi
pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu
dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni
teknologi yang ada saat ini masih cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia
untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk
rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah
air limbahnya sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah
sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya sampai saat ini masih membuang air
limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali.
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air
limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya
untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai tujuan tersebut,
terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya teknologi pengolahan yang
baik dan harganya murah. Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk
rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah sakit tidak/belum mampu untuk membangun
unit alat pengilahan air limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak sekali rumah
sakit yang membuang air limbahnya ke saluran umum.
Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya
menggunakan teknlogi pengolahan air limbah "Lumpur Aktif" atau Activated Sludge Process,
tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena biaya operasinya cukup
besar. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya
teknologi pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan teknologi serta
keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya informasi yang jelas, maka pihak
pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan
kodisi maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan
memenuhi standar lingkungan.
1.2. Tujuan Dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini yakni mengkaji dan mengembangkan teknologi pengolahan air
limbah rumah sakit, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil yang sesuai dengan kondisi di
Indonesia misalnya dengan proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Unit alat pengolah air
limbah tersebut dapat di dalam bentuk paket sehingga pembangunan atau operasinya
murah dan sederhana. Selain itu alat ini dirancang sedemikian rupa hingga hemat energi.
Sasaran dari kegiatan ini adalah membangun prototipe unit pengolahan air limbah
rumah sakit dengan sistem biofilter Anaerob dan Aerob, dengan kapasitas pengolahan 10 -
15 M3/hari, serta mengkaji karakteristik serta efisiensi pengolahan terhadap beberapa
parameter kualitas air limbah.
1.3. Manfaat
Teknologi pengolahan air limbah dengan sistem biofilter anaerob-aerob sangat cocok
digunakan untuk mengolah air limbah dengan skala kecil sampai skala besar, tahan
terhadap perubahan beban hidrolik maupun beban organik, dan biaya opersinya sangat
murah.
Survai ini dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan mengenai jumlah dan
kualitas air limbah, serta kondisi jaringan air limbah dan ketersediaan lahan.
Penentuan Lokasi
Lokasi prototipe unit alat pengolah air limbah dipasang di rumah sakit terpilih, dan
harus ditentukan sedemikian rupa agar didapatkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau
dari segi teknis maupun estetika. Sedapat mungkin lokasi ditentukan agar aliran air dapat
berjalan secara gravitasi untuk penghematan energi.
Disain unit alat pengolah air limbah dirancang berdasarkan jumlah dan kualitas air
limbah, serta sesuai dengan ketersediaan lahan yang ada. Prototipe alat pengolah air
limbah rumah sakit tersebut akan dirancang dalam bentuk yang kompak agar
pemasangan/pembangunan serta operasinya mudah, serta diusahakan menggunakan
energi sekecil mungkin.
Setelah prototipe alat pengolah air limbah rumah sakit selesai dibangun, dilakukan
pengujian karakteristik alat dan pengujian efisiensi pengolahan terhadap beberapa
parameter proses misalnya beban pengolahan, waktu tinggal, aerasi dll.
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domistik cair yakni buangan kamar
mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal
dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll.; air limbah
laboratorium; dan lainya. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domistik
maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengadung senaywa pulutan organik yang
cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk
air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam
berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara
biologis, logam berat tersebut dapat menggagu proses pengolahannya. Oleh karena itu
untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium
dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara kimia-fisika, Selanjutnya air olahannya
dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, dan selanjutnya diolah dengan proses
pengolahan secara biologis. Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara
umum dapat dilihat seperti pada gambar1.
Di dalam pengelolaan air limbah rumah sakit, maka yang perlu diperhatikan adalah
sistem saluran pembuangan air. Saluran air limbah dan saluran air hujan harus dibuat
secara terpisah. Air limbah rumah sakit baik yang berasal dari buangan kamar mandi, air
bekas ccucian, air buangan dapur serta air limbah klinis dikumpulkan ke bak kontrol dengan
saluran atau pipa tertutup, selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan air limbah. Setelah
dilakukan pengolahan, air hasil olahannya dibuang ke saluran umum. Untuk air hujan dapat
langsung dibuang kesaluran umum melalui saluran terbuka.
Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit yang ada
di DKI Jakarta menunjukkan bahwa konsentrasi senywa pencemar sangat bervariasi
misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 - 158,73 mg/l, deterjen (MBAS) 1,66
- 9,79 mg/l. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber air limbah juga bervarisi sehingga
faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi.
Secara lengkap karakteristik air limbah rumah sakit dapat dilihat pada tabel 1. Dari tabel
tesebut terlihat bahwa air limbah rumah sakit jika tidak diolah sangat berpotensi untuk
mencemari lingkungan. Selain pencemaran secara kimiawi, air limbah rumah sakit juga
berpotensi untuk memcemari lingkungan secara bakteriologis.
Tabel 1 : Karakteristik air limbah rumah rumah sakit di daerah DKI Jakarta.
Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan
beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam makalah ini uraian
dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik.
Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses
biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem
lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan
dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang
ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam
suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses
lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact
stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana
mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme
tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah
dengan cara ini antara lain : trickling filter atau biofilter, rotating biological contactor (RBC),
contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah
secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada
suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas
mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan
terurai.
Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara aerobik dapat
dilihat seperti pada gambar 2, sedangkan karakteristik pengolahan, parameter perencanaan
serta efisiensi pengolahan untuk tiap tiap jenis proses dapat dilihat pada tabel 2, dan tabel
3. Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air
limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah
limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan.
Teknologi proses pengolagan air limbah yang digunakan untuk mengolah air limbah
rumah sakit pada dasarnya hampir sama dengan teknologi proses pengolahan untuk air
limbah yang mengandung polutan organik lainnya. Pemilihan jenis proses yang digunakan
harus memperhatikan bebrapa faktor antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil
olahan yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting
yakni sumber energi yang tersedia.
Berapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering digunakan
yakni antara lain: proses lumpur aktif (activated sludge process), reaktor putar biologis
(rotating biological contactor, RBC), proses aerasi kontak (contact aeration process), proses
pengolahan dengan biofilter "Up Flow", serta proses pengolahan dengan sistem "biofilter
anaerob-aerob".
Gambar 2 : Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis aerobik.
Tabel 2 : Karakterisiti operasional proses pengolahan air limbah dengan proses biologis.
EFISIENSI
PENGHILANGAN
JENIS BOD KETERANGAN
PROSES (%)
Lumpur Aktif 85 - 95 -
Standar
Oxidation 75 - 95 Konstruksinya
Ditch mudah, tetapi
memerlukan area
yang luas.
Contact 80 - 95 Memungkinkan
Aeration untuk
Process penghilangan
nitrogen dan
phospor.
Tabel 3 : Parameter Perencanaan Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis
Aerobik.
MELEKAT Contact - - - - - 80 - 95
Aeration
Process
Biofilter - - - - - 65 - 85
Unaerobic
CATATAN : Q : Debit Air Limbah (M3/day) Qr : Return Sludge (M3/day) QA : Laju Alir Suplai
Udara (M3/day)
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak
pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk
membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air limbah.
Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan
saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak
penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk
menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar
25 % . Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di
dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada
akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil
penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses
pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan
berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang
akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif
yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian
inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan(over flow) dari bak pengendap
akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan
dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air
yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran
umum. Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt
dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air
limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.2. Surplus
lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur,
sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah. Keunggulan
proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan beban BOD yang besar,
sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah
air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni
kemungkinan dapat terjadi bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur
yang dihasilkan cukup besar.
Gambar III.2 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif
4.2.2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor Biologis Putar (Rotating
Biological Contactor, Rbc)
Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah salah satu
teknologi pengolahan air limbah yang mengandung polutan organik yang tinggi secara
biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip kerja pengolahan air
limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan organik dikontakkan dengan
lapisan mikro-organisme (microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam
suatu reaktor.
Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan polimer
atau plastik yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros sehingga
membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar secara pelan
dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke
dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa, fungi,
dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan media yang berputar tersebut membentuk
suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm (lapisan biologis).
Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa organik yang ada dalam air
serta mengambil oksigen yang larut dalam air atau dari udara untuk proses
metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam air limbah berkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis tersebut
tercelup kedalam air limbah, mikro-organisme menyerap senyawa organik yang ada dalam
air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat biofilm berada di atas
permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara atau oksigen yang terlarut
dalam air untuk menguraikan senyawa organik. Enegi hasil penguraian senyawa organik
tersebut digunakan oleh mikro-organisme untuk proses perkembang-biakan atau
metabolisme.
Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana,
kebutuhan energi relatif lebih kecil, tidak memerlukan udara dalam jumlah yang besar,
lumpur yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif, serta relatif tidak
menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni sensitif terhadap
temperatur.
Gambar III.3 : Mekanisme proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme di
dalam RBC
Secara garis besar proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC terdiri dari bak
pemisah pasir, bak pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor biologis putar
(RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit pengolahan lumpur. Diagram proses
pengolahan air limbah dengan sistem RBC adalah seperti pada gambar III.4.
Gambar III.4 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC.
Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga kotoran
yang berupa pasir atau lumpur kasar dapat diendapkan. Sedangkan kotoran yang
mengambang misalnya sampah, plastik, sampah kain dan lainnya tertahan pada sarangan
(screen) yang dipasang pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.
Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap awal. Di
dalam bak pengendap awal ini lumpur atau padatan tersuspensi sebagian besar
mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan lumpur yang
telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.
Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan polimer
atau plastik dengan jumlah banyak, yang dilekatkan atau dirakit pada suatu poros, diputar
secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah. Waktu tinggal di dalam
bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian, mikro-organisme akan tumbuh
pada permukaan media yang berputar tersebut, membentuk suatu lapisan (film) biologis.
Film biologis tersebut terdiri dari berbagai jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri,
protozoa, fungi, dan lainnya. Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan media inilah
yang akan menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis
tersebut makin lama makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas dengan
sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya laisan
biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan media dengan sendirinya.
Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke bak
pengendap akhir, dengan waktu pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan dengan proses
lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap, karena ukurannya
lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir relaitif sudah
jernih, selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur yang mengendap di dasar
bak di pompa ke bak pemekat lumpur bersama-sama dengan lumpur yang berasal dari bak
pengendap awal.
Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung bakteri
coli, bakteri patogen, atau virus yang sangat berpotensi menginfeksi ke masyarakat
sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar dari bak pengendap akhir
dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme patogen yang ada dalam air.
Di dalam bak khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan
waktu kontak tertentu sehingga seluruh mikro-orgnisme patogennya dapat di matikan.
Selanjutnya dari bak khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir
dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam bak tersebut lumpur di aduk secara pelan
kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya
mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas dialirkan ke bak
pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah pekat dipompa ke bak pengering lumpur
atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke pusat pengolahan lumpur
di tempat lain.
4.2.2.B. Keunggulan dan Kelemahan RBC
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah denga sistem RBC antara lain :
Sedangkan beberapa kelemahan dari proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC
antara lain yakni :
Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses biofilter.
Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian yakni
pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen)
untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll.
Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan
partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga
berfungasi sebagai bak pengontrol aliran.
Pengolahan sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan bak
kontaktor aerob. Air limpasan dari bak pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak
penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke bak kontaktor anaerob
dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut
diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob
ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini diisi
dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil
diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan
menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada
permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering di namakan
Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif
yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian
inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow)
dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan
senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang
keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.
Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD, COD), cara ini dapat menurunkan konsentrasi nutrient (nitrogen) yang ada dalam air
limbah. Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt
dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air
limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.5. Surplus
lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur,
sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.
Gambar III.5 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan
film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang
belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi
dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang
langsung ke sungai atau saluran umum. Skema proses pengolahan air limbah dengan
biofilter "Up Flow" dapat dilihat seperti terlihat dalam Gambar III.6.
Biofilter "Up Flow" ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam proses
pengolahan air buangan yakni antara lain :
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama
kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau
yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik
yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan
mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas
kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan
media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau
mengurangi konsentrasi BOD cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan
tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini.
Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli
setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan
sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan
sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat
pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan
di dasar bak filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah
dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok
digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
Gambar III.6. : Diagram proses pengolahan air limbah dengan sisten biofilter "Up Flow".
Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul
dan harus tahan terhadap asam serta harus kedap air.
Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah.
Waktu tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.
Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d
3 : 1.
Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.
Kedalaman air efektif 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi
ruang
Untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur
sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).
Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk
memudahkan pengurasan lumpur.
Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Untuk merencanakan biofilter "Up Flow" harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni :
Salah satu contoh hasil uji coba pengolahan air limbah dengan proses air limbah
dengan biofilter Up Flow ditunjukkan seperti pada Tabel III.1.
Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar (bar
screen) untuk menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas,
plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak
pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa
organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak
kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku
yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh
bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan
media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam
bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, pasltik (polyethylene), batu
apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro
organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta
tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi
dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat
meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di
namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif
yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian
inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow)
dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan
senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang
ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain
dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS),
phospat dan lainnya. Skema proses pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem
biofilter anaerob-aerob dapat dilihat pada Gambar III.7.
Tabel III.1 : Efisiensi pengoalahan air limbah dengan proses biofilter "Up Flow"
(2 76,7 67, 173, 64, 79, 67, 49, 27, 9,4 17, 11.5 34,
) 3 48 38 14 75 97 90 54 5 97 00 92
Air (3 68,4 70, 145, 69, 55, 77, 43, 36, 8,0 30, 6.13 65,
) 9 87 82 84 25 81 49 85 3 29 0 31
Olah (4 62,5 73, 137, 71, 44, 82, 39, 42, 6,6 42, 4.50 74,
an ) 4 49 97 47 06 33 79 22 6 19 0 53
(5 45,0 80, 108, 77, 33 86, 32, 53, 5,2 54, 3.10 82,
) 1 92 61 53 75 2 24 6 33 0 46
Keterangan : (1), (2) ... (5) adalah titik pengambilan contoh air seperti pada gambar (7).
Sumber : Said, N.I., "Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual Tangki
Septik Filter Up Flow", Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
Gambar III.7 : Diagram proses pengolahan air limbah rumah tangga (domistik)
dengan proses biofilter anaerob-aerob .
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut
juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum
teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses
penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air
limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat
organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi
BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau
suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini.
Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli
setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan
sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan
sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat
pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan
di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya
mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini
cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu
besar
Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor
menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob
saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses
pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan seperti pada Gambar III.8. Selama
berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel
mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan
energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada
di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila
perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991).
Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh
bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan
menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senyawa organik (BOD).
Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan
BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban organik yang cukup besar.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara
lain yakni :
V. RANCANG BANGUN UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM
BIOFILTER ANAEROB-AEROB
5.1.Proses Pengolahan
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal
dari limbah domistik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit
dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi
bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak
masuk ke dalam unit pengolahan limbah, serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai
misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan
limbah.
Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai
anaerob dibagi menjadi tiga buah ruangan yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal,
biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow), serta bak stabilisasi.
Selanjutnya dari bak stabilisai, air limbah dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit
pengolahan lanjut tersebut terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media untuk
pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalan air
limbah.
Setelah melalui unit pengolahan lanjut , air hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi.
Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh
mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah dapat
dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Rancangan prototipe alat dirancang yang digunakan untuk uji coba pegolahan air
limbah rumah sakit ditunjukkan seperti pada Gambar IV.1. Prototipe alat ini secara garis
besar terdiri dari bak pengendapan/pengurai anaerob dan unit pengolahan lanjut dengan
sistem biofilter anaerob-aerob. Bak pengurai anaerob dibuat dari bahan beton cor atau dari
bahan fiber glas (FRP), disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ukuran bak pengurai anaerob
yakni panjang 160 cm, lebar 160 cm, dan kedalaman efektif sekitar 200 cm, dengan waktu
tinggal sekitar 8 jam.
Unit pengolahan lanjut dibuat dari bahan fiber glas (FRP) dan dibuat dalam bentuk
yang kompak dan langsung dapat dipasang dengan ukuran panjang 310 cm, lebar 100 cm
dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat tersebut dibagi menjadi beberapa zona yakni
rungan pengendapan awal, zona biofilter anaerob, zona biofilter aerob dan rungan
pengendapan akhir.
Media yang digunakan untuk biofilter adalah batu apung atau batu pecah dengan
ukuran 1-2 cm, atau ari bahan lain misalnya zeolit, batubara (anthrasit), palstik dan
lainnnya. Selain itu, air limbah yang ada di dalam rungan pengendapan akhir sebagian
disirkulasi ke zona aerob dengan menggunakan pompa sirkulasi.
Prototipe alat ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah sebesar 10 -15
m3/hari, yang dapat melayani rumah sakit dengan 30 –50 bed.
3. Zona Aerob
Gambar penampang bak pengolahan lanjut ditunjukkan seperti pada gambar IV.3.
Gambar IV.1 : Diagram proses pengolahan air limbah rumah sakit.
Unit prototipe alat pengolahan air limbah rumah tangga tersebut dapat dilengkapi
dengan bak khlorinasi (bak kontaktor) yang berfungsi untuk mengkontakan khlorine dengan
air hasil pengolahan. Air limbah yang telah diolah sebelum dibuang ke saluran umum
dikontakkan dengan khlorine agar mikroorganisme patogen yang ada di dalam air dapat
dimatikan. Senyawa khlor yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk tablet. Penampang
bak kontaktor adalah seperti pada gambar IV.4. Bak kontaktor ini dipasang atau
disambungkan pada pipa pengeluaran air olahan.
Uji coba prototipe alat pengolah air limbah rumak sakit dilakukan Rumah Sakit
"Makna", Ciledug, Tangerang. Air yang diolah adalah seluruh limbah cair yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit, yakni baik yang berasal dari limbah domistik maupun limbah
yang berasal dari limbah klinis.
Gambar IV.2 : Penampang bak pengurai Anaerob.
PENAMPANG MELINTANG
Keterangan : gambar tidak menurut skala
Gambar IV.3 : Rancangan prototipe alat pengolahan air limbah domistik dengan sistem
biofilter anaerob-aerob.
Gambar IV.4 : Penampang bak khlorinator.
Konstruksi bak pengurai atau bak pengendapan awal pada proses pengolahan lanjut
Konstruksi bagian dalam reaktor zona aerobik (sebelum diisi dengan media).
Konstruksi bagian dalam reaktor zona pengendapan akhir.
Konstruksi bak pengurai anaerob
Unit pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses Biofilter Anaerob-Aerob.
VII. UJI COBA ALAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT "KOMBINASI
BIOFILTER ANAEROB-AEROB"
Air limbah sebelum diolah (kanan) dan air hasil olahan (kiri).
Berdasarkan pengamatan secara fisik (dengan mata), dapat dilihat dari air limpasan
yang keluar dari zona anaerob sudah cukup jernih, dan buih atau busa yang terjadi di zona
aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan air olahan yang keluar secara fisik
sudah sangat jernih.
Berdasarkan hasil analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan
setelah proses berjalan selama 4 (empat) bulan menunjukkan bahwa konsentrasi BOD
turun dari 419 mg/l menjadi 16,5 mg/l, konsentrasi COD di dalam air limbah 729 mg/l turun
menjadi 52 mg/l, konsentrasi zat padat tersuspensi dari 825 mg/l turun menjadi 10 mg/l,
konsentrasi ammonia dalam air limbah 33,86 mg/l turun menjadi 8 mg/l dan konsentrasi
deterjen (MBAS) 12 mg/l turun menjadi 2,6 mg/l.
Dengan demikian efisiensi penghilangan BOD 96 %, COD 92,8 %, Total zat padat
tersuspensi (SS) 98,8 %, Ammonia 76,2 % dan deterjen (MBAS) 78 %. Hasil anailasa
kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan seperti terlihat pada tabel berikut.
5 MBAS 12 2,6 78
(deterjen)
6 pH 7,3 7,9 -
VIII. PENUTUP
Berdasarkan hasil pengamatan selama lebih dari empat bulan opersi, pengolahan air
limbah rumah sakit dengan sistem kombinasi proses biofilter Anaerob-Aerob mempunyai
beberapa keunggulan antara lain yakni :