Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja adalah masa dimana terjadinya kelabilan jiwa karena telah memasuki fase dari anak-anak menuju

dewasa. Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja yang merokok dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain jenis kelamin, umur dan lingkungan, banyak juga remaja yang merokok dipengaruhi oleh

teman mereka karena apabila tidak merokok dikatakan tidak gaul oleh teman-temannya. WHO

memperkirakan bahwa 2020 penyakit berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan utama banyak

Negara, bahkan merokok dianggap menjadi entry point pada penyalahgunaan narkotika.

Sekitar 4,9 juta orang di Negara berkembang meninggal dunia karena rokok pada tahun 2003. Bahkan

diseluruh dunia, tingkat kematian akibat rokok justru lebih besar ketimbang kematian malaria, kematian

maternal, penyakit-penyakit yang sering menyerang anak dan tuberculosis.

Di Indonesia prevalensi merokok pada orang dewasa (usia 15 tahun keatas) yakni pria 63,1 % (naik 1,4 %

dibandingkan tahun 2001) dan wanita 4,5 % (tiga kali lipat dibandingkan tahun 2001). Sementara prevalensi

merokok pada anak-anak (usia 13 – 15 tahun) perinciannya pada anak laki-laki 24,5 % dan anak perempuan

2,3 %. Sebanyak 30,9 % dari anak-anak yang merokok telah mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Menurut

data Badan Pusat Statistik, jumlah perokok pemula (usia 5 – 9 tahun) naik secara signifikan. Hanya dalam

kurun waktu 3 tahun (2001 – 2004) persentase perokok pemula naik dari 0,4 menjadi 2,8 % (

www.ghozan.blogsome.com).

Dalam survey WHO yang diselenggarakan di seluruh dunia pada remaja pria didapatkan 55 % dari mereka

yang termotivasi terhadap perilaku merokok dipengaruhi oleh iklan dan lingkungan. Anak yang memiliki

teman perokok sembilan kali lebih rentan untuk mencoba rokok. Begitu mencoba mereka jadi kecanduan,

seperti di informasikan di kemasan rokok atau setiap iklan rokok bahwa merokok dapat menyebabkan

kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Akan tetapi, mengapa peringatan itu

bisa menjungkal akal sehat sehingga mereka tetap tak mau lepas dari rokok. Hal ini dapat terjadi karena
menurut para remaja dengan mereka mengisap rokok terasa bahwa pikiran mereka menjadi tenang dan jika

ada masalah mereka merasa masalahnya hilang bahkan dengan merokok mereka merasa bisa membuka

jalan pikiran untuk mencegah masalah yang dihadapi.

Indonesia adalah Negara iklan, promosi dan sponsor rokoknya paling masif di Asia Tenggara. Indonesia juga

adalah satu-satunya negara yang tidak memiliki larangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Menurut Seto

Mulyadi dari Komnas Perlindungan Anak semua kegiatan pemasaran rokok merupakan rangkaian sistematis

yang bertujuan menjerat remaja menjadi perokok. Materi iklan rokok menunjukkan segmentasi pasar yang

ditujukan pada anak dan remaja, apalagi materi iklan rokok mengasosiasikan merokok dengan citra keren,

gaul, percaya diri, macho dan sebagainya (www.hertline.co.id/parenting.htm).

Merokok merupakan kebiasaan yang sering kita jumpai setiap hari dan sudah menjadi masalah yang

kompleks secara sosial. Penelitian telah banyak dilakukan dan disadari bahwa merokok dapat mengurangi

kemampuan system kekebalan tubuh untuk melawan infeksi dan mengganggu kesehatan tubuh. Sebanyak 90

% dari asap rokok mengandung berbagai gas seperti N2, O2, CO2 dan sisanya 10 % mengandung partikel-

partikel tertentu seperti Tar, Nikotin dan lain-lain. Bahkan sebagaimana dilansir oleh Enviroment Protection

Association (EPA) atau Badan Proteksi Lingkungan memastikan bahwa asap rokok memuat 4000 senyawa

kimia, 200 diantaranya toksik (beracun), 43 diantaranya pemicu kanker dan secara global konsumsi rokok

membunuh 1 orang setiap detik (www.sinarharapan.co.id).

Peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja terjadi pada tahun 2001 yang telah mencapai 24,2 % dari

semula 13,7 % pada tahun 1995. Persentase peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki umur 15 – 19 tahun

yang kemudian menjadi perokok tetap.

Di Indonesia disinyalir sekitar 44 % perokok aktif merupakan kelompok muda yang berusia 10 – 19 tahun

dan 37 % diantara mereka berusia 20 – 29 tahun. Diperkirakan sekitar 85 juta penduduk Indonesia usia

remaja saat ini menjadi perokok berat dan 12 – 13 juta diantaranya akan tutup usia setengah baya

(www.astaqauliyah.orangbiasa.com).
Berdasarkan informasi dari pihak karang taruna di Kelurahan tempat penelitian ini dilaksanakan, jumlah

remaja di Lingkungan Lasitarda adalah 80 orang dimana didapatkan 35 orang remaja sudah mulai merokok.

Diperkirakan hampir semua remaja yang berusia 11 – 21 tahun pernah merokok. Oleh karena itu peneliti

ingin melakukan penelitian tentang “ Motivasi Remaja Pria Terhadap Perilaku Merokok di Lingkungan

Lasitarda Kelurahan Tanganapada Kecamatan Murhum Kota Bau-Bau Tahun 2008 ”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Pernyataan Masalah

Remaja pria yang mempunyai kebiasaan merokok sudah seringkali terlihat dimana-mana mulai dari

umur 11 – 21 tahun dan didapatkan perokok aktif 10 – 19 tahun. Kebanyakan mereka mulai

merokok karena terpengaruh oleh teman-temannya, lingkungan serta iklan rokok dan apabila mereka

tidak merokok dikatakan tidak gaul, tidak keren, tidak percaya diri dan tidak macho, dan dengan

merokok pula dapat mengatasi stress yang dihadapi para remaja pria serta membuat pikiran menjadi

tenang. Hal ini disebabkan oleh faktor coba-coba sehingga mereka menjadi kecanduan.

1.2.2 Pertanyaan Masalah

Dari pernyataan diatas dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana gambaran motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Lasitarda

Kelurahan Tanganapada Kecamatan Murhum Tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tentang motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan

Lasitarda Kelurahan Tanganapada Kecamatan Murhum Tahun 2008.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk memperoleh gambaran motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok.

2. Untuk mengidentifikasi remaja pria dalam merokok.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan (Akademi Keperawatan Kabupaten Buton) dan Kelurahan

tempat penelitian ini dilaksanakan dalam menentukan arah kebijakan terutama yang berhubungan dengan

perilaku merokok remaja pria.

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan bahan bagi pengembangan ilmu keperawatan

kesehatan masyarakat serta penelitian berikutnya.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan tentang riset keperawatan khususnya yang

berhubungan dengan tobacco/nikotin.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Tentang Motivasi

2.2.1 Pengertian

Motivasi itu mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin Movere yang berarti

mendorong/menggerakkan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku dan

beraktivitas dalam pencapaian tujuan (Widayatun, 1999).

Suardirman Partini dalam buku psikologi sosial mendefinisikan pengertian motivasi sebagai berikut :

“Motivasi adalah sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakkan atau membangkitkan

sehingga individu itu barbuat sesuatu”.

Menurut Indrawijaya. (2002) dalam Sunaryo (2004), motivasi merupakan fungsi dari berbagai

macam variabel yang saling mempengaruhi. Ia merupakan suatu proses psikologis yang mana terjadi

interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi proses belajar dan pemecahan persoalan. Hal inilah antara

lain yang menyebabkan M.R. Jones (ed) dalam Nebraska symposium of motivation, hal 14

merumuskan : “Motivation is concerned with how behavior is activated, maintained directed and

stopped”. Ducan mengatakan bahwa “from manageria perspective, motivation refers to any

conscious attempt to influence behanor toward the accamplistment of organization goals”.

Menurut Vroom (Donovan, 2001), motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-

pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John P.

Campbell dan kawan-kawan menambahkan rincian dalam definisi tersebut dengan mengemukakan

bahwa motivasi dalam definisi tersebut dengan mengemukakan bahwa motivasi dalam definisi

tersebut mencakup di dalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respon dan kegigihan

tingkah laku.
Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung 3 komponen pokok, yaitu :

1. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk

bertindak cara tertentu.

2. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian, ia menyediakan suatu onertasi

tujuan tingkah laku terhadap sesuatu.

3. Menjaga dan menopang tingkah laku. Lingkungan sekitar harus meningkatkan (reinforce)

intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

2.2.2 Proses Terjadinya Motivasi

Jadi, motivasi diawali dengan keinginan untuk mempengaruhi perilaku seseorang, keinginan tersebut

melalui proses persepsi diterima seseorang. Proses persepsi ini ditentukan oleh sikap, kepribadian,

pengalaman dan harapan seseorang. Selanjutnya apa yang diterima tersebut diberi arti oleh yang

bersangkutan menurut minat dan keinginannya (faktor intrinsik). Minat ini mendorongnya untuk

mencari informasi yang akan digunakan oleh yang bersangkutan untuk mencari informasi yang akan

digunakan untuk mengembangkan beberapa alternatif tindakan. Berdasarkan tindakan ini selanjutnya

ia melakukan evaluasi yaitu dengan membandingkan hasil yang dicapainya dengan tindakan sendiri.

2.2.3 Teori Motivasi

a. Teori hedonisme yaitu motivasi yang berhubungan dengan senang atau gembira.

b. Teori naluri yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri manusia.

c. Teori kebudayaan yaitu motivasi yang akan menimbulkan perilaku berbudaya.


d. Teori kebutuhan berdasarkan Abraham Maslow, yaitu motivasi merupakan motor perilaku

seseorang/individu. Semakin kuat motivasi seseorang maka semakin cepat dalam memperoleh

tujuan kepuasaan.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Motivasi

a. Motivasi intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam individu itu sendiri.

b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.

c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit atau munculnya serentak

serta menghentak dan cepat sekali munculnya pada perilaku aktivitas seseorang.

d. Motivasi yang berhubungan dengan ideology politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang

sering menonjol adalah motivasi sosial karena individu itu memang makhluk sosial.

2.2.5 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Motivasi

a. Faktor fisik dan proses mental

b. Faktor hereditas lingkungan dan kematangan/usia

c. Faktor intrinsic seseorang

d. Fasilitas (sarana.prasarana)

e. Situasi dan kondisi

f. Program dan aktivitas

g. Audio asul cud (Media)

2.2.6 Cara Meningkatkan Motivasi


a. Dengan tehnik verbal

- Berbicara untuk meningkatkan semangat

- Pendekatan pribadi

- Diskusi, dan sebagainya

b. Tehnik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)

c. Tehnik insentif dengan cara mengambil kaidah yang ada

d. Supertisi (kepercayaan akan sesuatu serta logis namun membawa keberuntungan)

e. Citra/image yaitu daya khayal yang tinggi sehingga individu termotivasi

2.2 Tinjauan Tentang Remaja

2.2.1 Pengertian

Remaja merupakan suatu periode yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat

dari fisik, emosi, kognitif dan sosial yang menjembatani masa kanak dan dewasa (Merestein Geraid,

2001).

Batasan remaja menurut WHO (Muangman 1980, dalam Sunaryo 2004), remaja suatu masa dimana :

a. Individu berkembang dari saat pertama kali dan menunjukkan tanda-tanda sexual sekundernya

sampai saat mencapai kematangan sexual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh ke keadaan yang relative lebih

mandiri.
Berdasarkan definisi konseptikal yang diberikan oleh WHO, salah satu ciri remaja adalah

perkembangan psikolosikanya. Dalam hubungan ini menurut Esikszentimiha dan Larsen (1984)

dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa remaja adalah restrukturisasi kesadaran yang mana

puncak pengembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi entropy ke

kondisi negentropy.

WHO menetapkan batas usia 10 – 20 tahun sebagai batasan remaja sedangkan PBB menetapkan usia

15 – 24 tahun sebagai usia pemuda (Senderowit dan Paxman (1985) dalam Hanifah (2000).

Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda yaitu kurun usia 11 – 24 tahun

dan belum menikah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia 11 tahun adalah usia pada umumnya tanda-tanda sexual sekunder mulai tampak (kriteria

sosial).

b. Berbanyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap dewasa aqli baliq menurut adapt

maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak

(kriteria sosial).

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya identitas diri

(ego identiry cribk erikson), tercapainya fase genetal dari perkembangan psikoseksual (Murt

Freud) dan tercapainya puncak perkembangan cognitif (Piaget) maupun moral (Murt Kohlberg),

(kriteria psikologis).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu memberi peluang lagi mereka yang sampai

batas usia tersebut masih mengantungakan diri pada Orangtua.

e. Status perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena

itu, definisi remaja dibatasi khusus yang belum menikah.

2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja


2.2.2.1 Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan pubertas dan perkembangan fisik merupakan hasil dari aktivitas aksis

hypothalamus-hipofisis-gonad pada masa kanak-kanak akhir. Dengan mulainya pubertas

inhibisi pada GnRH di hypothalamus menjadi hilang sehingga memungkinkan produksi

dan pembebasan pulsatil dari gonadotropin, LH dan FSH. Pada awal sampai pertengahan

dari masa remaja terdapat kenaikan dari frekuensi dan amplitude denyut sekresi dari LH

dan FSH yang menstimulasi gonad untuk menghasilkan steroid sex (estrogen dan

testosterone).

Pada perempuan LH berperan penting pada ovulasi dari ovum yang mati dan juga terlibat

dalam pembentukan karpus luteum dan sekresi progesteron sedangkan FSH berfungsi

untuk menstimulasi maturasi dari ovarium, fungsi sel granulosa dan sekresi estradiol

yang memungkinkan terjadinya maturasi traktus genetalia wanita dan perkembangan

payudara.

Pada laki-laki, LH akan menstimulasi sel-sel interstitial testis yang mengahasilkan

testoteron dan FSH merangsang spermatosit dengan adanya testosterone. Secara lengkap

(Muss, 1968 dalam Sunaryo 2004) memuat urutan perubahan-perubahan fisik, tersebut

sebagai berikut :

1. Pada anak perempuan

a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan

menjadi panjang)

b. Pertumbuhan payudara

c. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan

d. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya


e. Bulu kemaluan menjadi keriting

f. Haid

g. Tumbuh bulu-bulu pada ketiak

2. Pada anak laki-laki

a. Pertumbuhan tulang-tulang

b. Testis membesar

c. Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap

d. Awal perubahan suara

e. Ejakulasi

f. Bulu kemaluan menjadi keriting

g. Pertumbuhan tinggi badan mencapai maksimal setiap tahunnya

h. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot)

i. Tumbuh bulu ketiak

j. Akhir perubahan suara

k. Rambut-rambut di wajah bertambah

l. Tumbuh bulu di dada

2.1.2.2 Perkembangan Psikoseksual


Masa remaja yang merupakan suatu periode individualisasi progresif dan perpisahan dari

keluarga karena pertumbuhan yang cepat dan fisik, emosional, kognitif dan sosial maka

perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi 3 periode yaitu :

1. Masa remaja awal (11 – 13 tahun)

Dicirikan oleh pertumbuhan cepat dan perkembangan karakteristik seks sekunder.

Karena perubahan yang cepat, kesan tubuh, konsep pribadi, harga diri berfluktasi

secara drasmatis terutama bagaimana pertumbuhan dan perkembangan mereka

menyimpang dari teman-teman mereka merupakan hal yang sangat

menghawatirkan. Ketika remaja muda mulai menjadi lebih indenpenden dan ikatan

keluarga melonggar, kesetiaan bergesar dari orangtua ke teman sebaya yang

menjadi jauh lebih penting. Remaja muda masih berpikir secara konkrit dan

mempunyai tujuan professional yang samara-samar dan tidak reslistis.

2. Masa remaja pertengahan (14 – 16 tahun)

Bersamaan dengan berkurangnya pertumbuhan pubertas yang cepat pada masa

remaja awal, remaja mulai menyesuaikan diri dan merasa lebih nyaman dengan

tubuh mereka yang baru. Emosi yang kuat dan perubahan suasana hati yang cepat

adalah khas. Secara kognitif, ketika remaja berubah dari berpikir konkrit menjadi

berpikir formal, terbentuklah kemampuan untuk berpikir secara abstrak. Dalam

usaha membangun identitas mereka sendiri, hubungan dengan orang lain utamanya

teman sebaya menentukan standar dalam hal identifikasi, perilaku, mencari

dukungan emosional dan lain-lain.

3. Masa remaja akhir (17 – 24 tahun)

Remaja mulai kurang mementingkan diri sendiri dan mulai memperhatikan orang

lain. Hubungan sosial bergeser dari kelompok teman sebaya kearah hubungan

individual, kencan menjadi lebih intim. Kemampuan dalam berpikir abstrak


memungkinkan remaja untuk berpikir lebih realistis dalam hal rencana masa

depan, tindakan dan karir. Secara moral, remaja yang lebih tua mempunyai konsep

yang sangat kaku dalam hal benar atau salah. Masa remaja akhir merupakan

periode idealisme.

Menurut Petro Blos (1962), proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap

perkembangan remaja :

1. Early adolescence

Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang

terjadi pada tubuhnya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu.

Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan

udah terangsang secara erotis dan berkurangnya kendali terhadap ego.

2. Middle adolescence

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Terdapat

kecenderungan narcistik yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-

teman yang mempunyai sifat-sifat sama dengan dirinya. Selain itu, remaja berada

dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana peka

atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

3. Late adolescence

Pada tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian 5 hal, yaitu :

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-funsi intelek

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam

pengalaman-pengalaman baru
c. Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan

orang lain

d. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat

umum (the public)

2.2.3 Faktor Penyebab Masalah Psikososial Remaja Pria

Timbulnya masalah pada remaja dikarenakan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks yang

terjadi pada masa remaja. Secara garis besar, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

a. Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat akan memberikan

dorongan tertentu yang sifatnya sangat kompleks.

b. Orang tua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu

karena ketidaktahuannya.

c. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi kemajuan teknologi menyebabkan membanjirnya

arus informasi luar yang sulit diseleksi.

d. Pembangunan ke arah industrilisasi menyebabkan terjadinya perubahan tata nilai sehingga remaja

bisa menderita frustasi dan depresi yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas yang

bersifat negative. (Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja ed.i.Narendra.B,dkk; 2002).

2.3 Tinjauan Tentang Perilaku

2.3.1 Pengertian

Perilaku adalah suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek

tersebut (Soekidjo,N, 1993).


Dalam Ensiklopedia Amerika, perilaku dapat diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap

lingkungan. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi

yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menimbulkan reaksi atau perilaku

tertentu (Notoatmodjo S, 1997).

Robert Kwick (1974) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997), perilaku adalah tindakan atau

perilaku suatu organisme yang dapat diamati atau bahkan dapat dipelajari.

Secara umum, menurut Sri Kusmiyati dan Desminiarti, (1990) dikutip oleh Sunaryo (2004) perilaku

manusia pada hakekatnya proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati

bahwa dia adalah makhluk hidup.

2.3.2 Ciri Perilaku Manusia

a. Kepekaan sosial

b. Kelangsungan perilaku

c. Orientasi pada tugas

d. Usaha dan perjuangan

e. Tiap-tiap individu adalah unik

2.3.3 Proses Pembentukkan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan yang tersusun

dalam hirarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dan

yang lain karena perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan adalah secara simultan. Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan suatu penggerak/pendorong yang disebut motivasi.

Kemudian pada akhirnya sikap dan kepercayaan sangatlah mempengaruhi arah perilaku seseorang,

akankah berperilaku positif atau sebaliknya.


2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

a. Faktor genetik/faktor endogen, meliputi :

- Jenis ras

- Jenis kelamin

- Sifat fisik

- Sifat kepribadian

- Bakat pembawaan

- Intelegensi

b. Faktor eksogen/faktor dari luar individu, meliputi :

- Faktor lingkungan

- Pendidikan

- Agama

- Sosial ekonomi

- Kebudayaan

- Faktor-faktor lain seperti persepsi, emosi dan lain-lain

2.3.5 Bentuk Perilaku

a. Perilaku Pasif
Perilaku pasif atau respon internal adalah perilaku yang sifatnya masih tertutup, hanya terjadi

dalam diri individu yang bersangkutan dan tidak diamati secara langsung perilaku ini sebatas

sikap dan belum ada tindakan yang nyata.

Misalnya : berpikir, berangan-angan.

b. Perilaku Aktif

Perilaku aktif atau respon eksternal adalah perilaku yang sifatnya terbuka, dapat diamati secara

langsung dan berupa tindakan nyata.

Misalnya : merokok.

2.3.6 Perilaku Penyalahgunaan Zat

Walaupun terdapat suatu rentang dari penggunaan zat hingga penggunaan berlebihan atau

penyalahgunaan zat tetapi tidak semua orang yang menggunakan zat akan menjadi penyalahgunaan

zat. Oleh karenanya, terdapat suatu rentang respon koping terhadap penggunaan zat yang disebut

Rentang Respon Koping Kimiawi.

Mabuk alamiah Penggunaan jarang Penggunaan sering Ketergantungan

Aktivitas fisik dari tembakau, dari tembakau, Penyalahgunaan

Meditasi kafein, alkohol, kafein, alkohol Gejala putus zat

obat yang obat yang toleransi

diresepkan, obat diresepkan, obat

terlarang terlarang

2.4 Tinjauan Tentang Rokok

Merokok sudah dianggap hal biasa dalam kehidupan sehari-hari padahal dalam asap rokok terdapat 4.000 zat

kimia berbahya untuk kesehatan, 2 diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat
karsinogenik (Asril Bahar, Harian Umum Republika, Selasa 26 Maret 2002). Racun karsinogen yang timbul

akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Sebenarnya, penanggulangan merokok di

Indonesia telah berjalan lama ditandai dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1999

tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dari peraturan pemerintah No. 19 Tahun 1993 tentang larangan

pembagian produk contoh rokok secara gratis. Namun hingga kini jumlah perokok tidak berkurang bahkan

remaja dan anak-anak dibangku sekolahpun turut merokok pula.

Remaja adalah golongan yang suka mencoba-coba. Oleh karena merokok adalah sesuatu yang baru pada

mereka. Hati mereka bertanya-tanya apa nikmatnya sehingga mereka tetap tak mau lepas dari rokok. Karena

didalam rokok terdapat nikotin yang menyebabkan kecanduan layaknya putauw (heroin), ganja, dan sabu-

sabu. Nikotin dikenal sebagai salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner. Penyempitan pembuluh darah

jantung terjadi lebih dini pada remaja yang merokok. Tembakau merusak jaringan paru-paru dan mengurangi

kandungan oksigen darah yang dibutuhkan seseorang saat beraktivitas. Selain itu upaya pemasaran rokok baik

secara langsung melalui iklan rokok ataupun secara tidak langsung melalui kegiatan mensponsori acara

konser musik sembari memberikan sampel rokok secara gratis, olahraga, film layar lebar hingga keagamaan.

Hal ini akan menarik minat remaja untuk merokok, sementara pemberian sampel rokok secara gratis justru

akan mendorong remaja untuk mencoba-coba merokok tanpa menyadari sepenuhnya dampak ketergantungan

terhadap rokok.

Hal yang menyebabkan remaja sangat sulit meninggalkan rokok karena sudah ketergantungan pada nikotin.

Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang. Efek dari rokok/tembakau

memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan

fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka

ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu Kedokteran Jiwa, Psikiatri, 1999).

Dalam upaya prevalensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan

dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri remaja berhenti atau tidak mencoba merokok,

akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh godaan merokok yang datang dari teman, media

massa atau kebiasaan keluarga/orang tua (www.e-psikologi.com).


Anang Sari Atmanta, relawan pusat studi seksualitas, mengelompokkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi remaja untuk merokok, yaitu :

a. Pengaruh Orang Tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah

tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan

hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibandingkan anak-anak muda yang

berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia.

b. Pengaruh Teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar

kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada 2

kemungkinan yang terjadi adalah remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-

teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi

perokok.

c. Faktor Kepribadian

Orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau

jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada

pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada

berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang

memiliki skor rendah.

d. Pengaruh Iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa merokok adalah

lambing atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada

dalam iklan tersebut.


Menurut Silvan Tomkins ada 4 tipe perilaku rokok berdasarkan Management of Offect Theory, yaitu :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan

rasa yang positif. Green (dalam Psichological Faktor in Smoking, 1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini

a. Pleasure Relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang

sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Stimulation ti pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan

perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memengang rokok. Sangat

spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan

tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau

perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia

nyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasan negatif. Banyak orang menggunakan rokok untuk

mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai

penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari

perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai Psychological Addiction. Mereka yang sudah

adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya

berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam

sekalipun karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia mengingkannya.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena

untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian survey dengan pendekatan deskriptif yang akan

menggambarkan tentang motivasi remaja pria terhadap perilaku merokok di Lingkungan Lasitarda Kelurahan

Tanganapada Kecamatan Murhum Tahun 2008.

4.2 Kerangka Kerja (Frame Work)

Variabel bebas Variabel terikat

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi (Notoatmodjo, 2003). Variabel

Independent adalah adalah motivasi remaja pria.

2. Variabel Terikat (dependent)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo, 2003). Variabel Dependent

terikat adalah adalah perilaku remaja pria.


4.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Parameter Cara Skala Skor


operasional pengukuran
1 2 3 4 5 6 7
1 Variabel Faktor-faktor Remaja pria dapat Kuesioner Ordinal 51–100% :
Independent : yang mendorong termotivasi untuk motivasi
Motivasi remaja pria merokok karena kuat
sehingga timbul beberapa pengaruh
perilaku merokok yang meliputi 0–50 % :

pengaruh orang tua, motivasi

iklan rokok, teman lemah

dan faktor
kepribadian
2 Variabel Suatu aktivitas Mengidentifikasi Kuesioner Ordinal 73-100% :
dependent : yang timbul dari perilaku merokok perokok
Perilaku adanya motivasi remaja pria yakni pemula
yang bertindak berapa batang
sebagai stimulus konsumsi rokok 46-72% :

perhari, bagaimana perokok

cara mendapatkan regular

rokok, perasaan saat


20-45% :
merokok,
perokok
kecenderungan
tetap
mengkonsumsi jenis
rokok tertentu,
kondisi-kondisi yang
mengakibatkan pria
merokok.

4.5 Populasi, Sampel dan Sampling

4.5.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1993). Populasi

dalam penelitian ini adalah remaja pria yang beralamat di Lingkungan Lasitarda, Kelurahan

Tanganapada Kecamatan Murhum, dengan jumlah 80 responden dan terdapat 35 remaja perokok.

4.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “sampling” tertentu untuk bisa

memenuhi/mewakili populasi (Nursalam dan Siti Pariani, 2001). Sampel dalam penelitian ini

berjumlah 35 responden. Pada penelitian ini sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti,

adalah :

- Remaja pria yang perokok dan kooperatif serta bersedia menjadi responden

- Remaja pria yang perokok beralamat di Lingkungan Lasitarda Kelurahan Tanganapada Kecamatan

Murhum

Kriteria ekslusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti,

adalah :

- Remaja pria yang perokok tidak bersedia menjadi responden

- Remaja pria yang perokok tidak beralamat di Kelurahan Tanganapada Kecamatan Murhum

4.5.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam,

2001). Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Non Random Sampling

dengan pendekatan Exchaustive Sampling yaitu digunakan pada populasi kecil dimana semua

anggota populasi diambil sebagai sampel. Oleh karena itu, jumlah sampel dibagi menjadi 3 yakni
tahap remaja awal (11 – 13 tahun) diwakili oleh 11 responden, tahap remaja pertengahan (14 – 16

tahun) diwakili 11 responden dan tahap remaja akhir (17 – 21 tahun) diwakili oleh 13 responden.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Lasitarda, Kelurahan Tanganapada Kecamatan Murhum.

4.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 28 Agustus sampai 3 September 2008.

4.7 Pengumpulan dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data primer dari responden yang sebelumnya

responden diminta kesediannya dengan mengisi formulir pernyataan menjadi responden. Bila dalam

pengisian kuesioner responden mengalami hambatan maka peneliti memberikan arahan atau

gambaran cara menjawab pertanyaan tanpa memberikan jawaban kepada responden.

Adapun alur birokrasi perizinan dalam mengumpulkan data secara berturu-turut adalah Direktur

Akademi Keperawatan Kabupaten Buton, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat,

Lurah yang bersangkutan.

4.7.1.1 Pengolahan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket dengan

jenis instrument questionnaire untuk variabel motivasi dan checklist untuk variabel

perilaku, dengan jumlah item pertanyaan pada setiap variabel masing-masing adalah 10

dan 20 buah item pertanyaan.


Untuk pertanyaan motivasi menggunakan skala Guttman dengan dua alternatif pilihan

jawaban yaitu “setuju” dan “tidak setuju”. Dalam bentuk positive question. Jika

responden memilih “setuju” mendapatkan nilai “1” dan memilih “tidak setuju”

mendapat nilai “0”.

Untuk pernyataan perilaku, menggunakan skala Likert yang mana tersedia lima

alternatif pilihan jawaban “selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah”

dengan nilai masing-masing secara berturut-turut yakni “1, 2, 3, 4 dan 5”.

Setelah semua kuesioner dari responden terkumpul maka selanjutnya dilakukan

pengolahan data yakni :

a. Coding yaitu bagaimana mengkode responden, pertanyaan dan segala hal yang

dianggap perlu.

b. Scoring yaitu menentukan scor / nilai untuk tiap item pertanyaan dan tentukan nilai

terendah dan tertinggi.

c. Tabulating yaitu mentabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan item

pertanyaan.

4.7.1.2 Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel.

4.7.2 Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan pada masing-masing variabel kemudian dikategorikan berdasarkan

skala ordinal. Pada variabel motivasi, data dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori lemah

0 – 50 % dan kategori kuat 51 – 100 %. Dan pada aspek perilaku dikategorikan menjadi tiga kategori

yaitu perokok pemula 73 – 100 %, perokok regular 46 – 72 %, dan perokok tetap 20 - 45 %.


4.8 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mendapat persetujuan dari pembimbing riset dan rekomendasi dari Institusi

Akademi Keperawatan Kabupaten Buton. Selanjutnya peneliti meminta rekomendasi dari Badan Kesatuan

Bangsa dan Perlindungan Masyarakat untuk izin penelitian dan juga izin dari Kepala Kelurahan Tanganapada

dimana penelitian ini dilakukan. Setelah mendapat persetujuan maka peneliti melakukan penelitian dengan

menekankan beberapa masalah etika, yang meliputi :

a. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Lembar persetujuan diberikan kepada calon responden dan peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset

dilakukan. Bila calon responden bersedia menjadi responden maka lembar persetujuan ditandatangani

namun bila calon responden menolak maka tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

b. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada

lembar kuesioner yang diberikan tetapi hanya memberi kode.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti akan menjamin kerahasian informasi yang diberikan oleh responden.

4.9 Keterbatasan

4.9.1 Instrumen / Alat Ukur

Alat ukur dengan menggunakan kuesioner memiliki keterbatasan dimana responden tidak mengisi

kuesioner dengan apa adanya dan juga memungkinkan responden tidak mengerti dengan pernyataan

yang dimaksud sehingga hasilnya kadang sulit untuk disimpulkan dan kurang mewakili secara

kualitatif.
4.9.2 Feasible

Waktu yang tersedia untuk penelitian ini sangat terbatas sehingga sampel yang didapat sangat

terbatas jumlahnya dan juga kurang kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh peneliti sehingga

hasilnya kurang sempurna dan memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai