Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini dapat
menyerang pada semua kelompok umur, namun yang paling rentan adalah
kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejalanya meliputi demam, lemas, sakit
kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki dan tangan, kadang disertai
diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf, sehingga
menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama terjadi di
Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat juga menyebar ke
negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi
terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal,
sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio
menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20.000 orang
yang terkena penyakit ini. (Miller,N.Z, 2004).
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular
melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang
anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya
di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan Pemberantasan Polio
Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang dilaporkan
munculdiseluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di enam Negara.
Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005, di Indonesia muncul kasus polio pertama selama
satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang disandang
selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan di Jawa Barat
terjangkit penyakit ini. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia
dan menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan
2

kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular dengan


cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.
Indonesia sekarang mewakili 1/5 dari seluruh penderita polio secara global
tahun ini. Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus
tersebut. Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan
menjadikan Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain,
khususnya di Asia Timur. Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat
dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global.
Kecacatan berupa kelumpuhan akibat post poliomyelitis lebih banyak terjadi.
Selain itu kecacatan yang terjadi bersifat kelumpuhan permanen. Hal ini dalam
jangka panjang beresiko bagi pasien untuk bergantung terhadap alat orthosis.
Berkenaan dengan peran dan fungsi dari ortotis prostetis, maka dalam hal ini
ortotis prostetis berkewajiban untuk ikut serta dalam program rehabilitasi medis
dengan memberikan suatu alat bantu berupa penguat anggota gerak tubuh untuk
penderita post poliomyelitis yang bertujuan untuk semaksimal mungkin
mengembalikan fungsi anggota gerak tubuh yang layuh atau cacat agar penderita
post poliomyelitis dapat menjalani aktifitas keseharian ( activity daily living )
dengan baik dan mandiri tanpa bantuan orang lain sehingga dapat meningkatkan
produktifitas.
Dalam laporan ini penulis akan membahas orthosis berupa Hip Knee Ankle
Foot Orthosis (HKAFO), sesuai dengan kondisi pasien post poliomyelitis.
HKAFO adalah sebuah orthosis yang menjaga hip, lutut, pergelangan kaki, dan
kaki dalam upaya menstabilkan sendi dan membantu otot kaki. Orthosis berupa
HKAFO akan dibuat dengan menggunakan bahan plastik PP (polypropilen) dan
komponen knee joint berupa side bar. Karena penulis mempertimbangkan desain
ini dapat memenuhi kebutuhan pasien dan distribusi gaya lebih merata dengan
teknik casting.
Adapun fungsi orthosis yang relevan untuk pengelolaan pasien post
poliomyelitis adalah (1) untuk mengoreksi kecacatan yang terjadi sesuai
alignment (correction of pathological alignment), (2) untuk memberikan
kompensasi selisih tinggi tungkai (growth deficiency compensation).
3

B. Landasan Teori

1. Poliomyelitis
Poliomyelitis adalah penyakit yang disebabkan karena adanya virus polio
yang menyerang kekebalan tubuh. Virus ini menginfeksi keseluruhan tubuh,
umumnya berefek pada otot dan syaraf. Pada kasus yang berat virus ini dapat
menyebabkan paralysis yang permanen bahkan penderita bisa sampai meninggal
(Rabb, 2003). Virus ini biasa menyerang dan menghancurkan sel-sel motorik
cornu anterior dari medulla spinalis. Sehingga sel-sel sensoris tetap dapat
melakukan fungsinya dengan baik.
Virus ini ditularkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi, kemudian
masuk ke dalam usus. Dari sana virus yang berkembang biak masuk kedalam
pembuluh darah dan saluran limfatik. Masa inkubasi sampai menimbulkan gejala
berkisar 5 - 35 hari. Sekitar 95% kasus mengalami infeksi ringan dan tidak
berbahaya, namun sekitar 1% mengalami kelumpuhan kaki (paralisis otot),
meningitis, dan ensefalitis. Hal ini terjadi karena virus menyerang sel-sel saraf
motorik. Kerusakan pada daerah ini dapat mengakibatkan kerusakan otot
(paralisis). Sebagian orang yang terkena polio tidak memiliki gejala yang terlihat,
akan tetapi ekskresi virus didalam feses mereka dapat menyebabkan penularan
kepada orang lain. (WHO, 2001)
Adapun jenis-jenis dari poliomyelitis adalah sebagai berikut :
a. Polio Non-Paralisis, menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
b. Polio Paralisis Spinal, menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan
sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot
tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang
dari 1 penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan
paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Virus polio menyerang saraf tulang
belakang dan neuron motor yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah
muncul gejala seperti flu. Namun, penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
4

belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf
tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf
pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya
virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron
motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan
dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat.
Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini disebut
acute flaccid paralysis. Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada thorac (dada) menyebabkan
kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada thorac (dada) dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia. (Andi, 2007)
c. Polio Bulbar, polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot
yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses
menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan
saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang
mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat
menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita
polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang
bertugas mengirim perintah bernapas ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat tenggelam
dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam
paru-paru. (Andi, 2007)
2. Post polio paralysis
Post polio paralysis adalah kelumpuhan yang ditimbulkan akibat penyakit
polio paralysis. Tanda dan geyang ditimbulkan dikenal dengan konsep 2-2-2 yang
5

berarti dalam dua hari sampai dua minggu virus mulai menyerang di mana mucul
deman, panas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan,
kadang disertai diare. Kemudian setelah dua bulan virus polio masuh menyerang
dan terjadi kelemahan otot. Pada dua tahun mulai terjadi penyembuhan penyakit
polio paralysis dan mulai mucul post polio paralysis.
Jika penderita post polio paralysis tidak mendapatkan pelayanan yang baik
dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan kecacatan – kecacatan yang
diikuti dengan kelumpuhan pada tungkai bawah maupun yang lainnya. Kecacatan
itu antara lain:
a. Flaccid dropfoot
b. Knee flexion contracture
c. Hyperextension knee or valgus
d. Pes cavus
e. Leg length discrepancy (LLD)
f. Long curve scoliosis
g. Trendelenberg gait
h. Hyperlordosis
i. Contractures
j. Atrophy (cosmesis)
3. Anatomi
anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh (manusia) menjadi
bagian yang lebih kecil kebagian yang paling kecil, dengan cara memotong
atau mengiris tubuh (manusia) kemudian diangkat dipelajari dan diperiksa
menggunakan mikroskop (Affandi, 2015).

a. Anatomi sesuai deformitas pasien


1. Tulang-tulang penyusun
a) pelvic
pelvic girdle (pelvic) terdiri atas 3 buah tulang yang
berhubungan satu sama lain. Ketiga tulang itu ialah (1) Tulang
6

usus (os illium), (2) Tulang duduk (os ischium), (3) Tulang
kemaluan (os pubis). (modul HKAFO,2013)

Gambar 1.1 Os pelvic dilihat dari sisi


anterior(http://wwwopaul.com/id/english-word/coxae.html.dig)
b) Tulang femur
Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terkuat
dalam tubuh manusia. Ujung bawah tulang femur bergabung
dengan patella dan tibia untuk membentuk knee joint. Tulang
femur memiliki tiga bagian yaitu epiphisis, diaphisis, dan
metaphisis. Pada bagian proksimal tulang ini memiliki
condylus medial dan condylus lateral. (Putz dan Pabst, 2002)

c) Tulang tibia
Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka
yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula
atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang
dan dua ujung.

Ujung atasnya sangat melebar sehingga menciptakan


permukaan yang sangat luas untuk menahan berat badan.
Bagian ini mempunyai dua masa yang menonjol yang disebut
7

condilus medialis dan condilus lateralis. Kondil-kondil ini


merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari
tulang. Permukaan superiornya memperlihatkan dua daratan
permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Permukaan - permukaan tersebut halus dan diatas permukaan
yang datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan)
yang membuat permukaan persendian lebih dalam untuk
penerimaan kondil femur. Di antara kedua kondilus terdapat
daerah kasar yang menjadi tempat pelekatan ligament dan
tulang rawan sendi lutut. (Jariah, 2013)

d) Tulang patella
Patella merupakan tulang sesamoid terbesar. Berfungsi
sebagai tulang yang menghubungkan femur dengan tibia dan
membentuk knee joint. Tulang ini berbentuk segitiga yang
berukuran besar dan tebal (Putz dan Pabst, 2002).

e) Tulang fibula
Fibula merupakan tulang yang terletak di sisi lateral
tibia. Tulang ini tidak membentuk knee joint dan hanya
menempel pada bagian tibia. Bagian posteriornya membentuk
bagian lateral dari sendi Ankle.

f) Foot
Kaki manusia terdiri satu atau lebih segmen tulang,
termasuk kuku. Ini bagian integral dari anatomi manusia yang
memungkinkan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain,
dan membawa berat badan sekitar. Tulang utama dalam
kerangka anatomi kaki meliputi (1) Os phalanges, (2) Os
calcaneus, (3) Os metatarsal, (4) Os tulang navicular, (5) Os
cuneiforms, (6) Os sesamoid, (7) Os cuneiforms, (8) Os talus.
8

2. Otot-otot penyusun anggota gerak bawah :


a. Hip joint
Beberapa otot – otot penggerak pada gerakan hip joint
antara lain dapat dilihat pada tabelx

Gerakan Otot
Psoas mayor
Fleksi Illiacus
Gluteus maximus

Semi tendinosus
Semi membranosus
Ekstensi

Biceps femoris
Gluteus medius
Abduksi
Adduktor brevis
Adduksi Adduktor longus
Pectineus

Gracilis
Obturator externus
Eksorotasi Obturator internus

Quadratus femoris

Piriformis

Gemellus superior
Gemellus inferior
Gluteus minimus
Endorotasi Tensor fascia latae
TABEL 1.1 (Modul Transtibial,2013)
9

b. Knee Joint
Otot-otot penggerak pada knee joint, ialah seperti pada tabel
berikut :
Gerakan Otot

Biceps femoris

Semi tendinosus
Fleksi
Semi membranosus

Rectus femoris

Vastus intermedius

Vastus medialis
Ekstensi
Vastus lateralis

Semi membranosus

Endorotasi Gracilis

Popliteus
Biceps femoris
Eksorotasi Tensor fascia latae

Sartorius

Tabel 1.2 (Modul Transtibial,201

c. Ankle Joint
10

Otot penggerak gerakan ankle joint yaitu gerakan dorsi


fleksi dilakukan oleh m. tibialis anterior dan gerakan plantar
fleksi oleh m. Gastrocnemius dan m. soleus. Otot-otot
penggerak utama inversi adalah m. tibialis posterior, sedangkan
otot-otot penggerak utama eversi adalah m. peroneus longus
dan m. peroneus brevis.(Modul Transtibial,2013)

4. ORTHOSIS
Orthosis adalah alat bantu kesehatan yang berfungsi untuk bracing,
splinting, dan supporting yang dipasangkan diluar tubuh yang
diperuntukkan bagi pasien atau klien yang membutuhkan. (PERMENKES
No. 22 tahun 2013 Bab I Pasal 1)

a. Jenis – jenis Ortosis Ortosis dibagi menjadi dua yaitu :


1) Upper Limb Orthosis

Upper Limb Orthosis meliputi : Shoulder Orthosis (SO),

Shoulder Elbow Wrist Hand Orthosis (SEWHO), Elbow Orthosis

(EO), Elbow Wrist Hand Orthosis (EWHO), Wrist Orthosis (WO),

Wrist hand Orthosis (WHO), Finger Orthosis (FO).

2) Lower Limb Orthosis

Lower Limb Orthosis meliputi : Hip Knee Ankle Foot

Orthosis (HKAFO), Hip Orthosis (HO), Knee Orthosis (KO), Knee

Ankle Foot Orthosis (KAFO), Ankle Foot Orthosis (AFO), Foot

Orthosis (FO).
11

Orthosis yang sesuai dengan DeformitasPasien

Berdasarkan kondisi deformitas pasien yang penulis ambil, maka jenis

orthosis yang cocok digunakan adalah Hip Knee Ankle Foot Orthosis

(HKAFO).Hip Knee Ankle Foot Orthosis (HKAFO) adalah sebuah orthosis

yang dirancang untuk menstabilkan hip,knee, ankle, dan foot (mendukung

otot-otot kaki).

a. Jenis Hip Knee Ankle Foot Orthosis (HKAFO)

1) Custom Plastic HKAFO

HKAFO jenis ini dalam pembuatannya menggunakan metode

casting dan moulding plastik, sehingga pressure akan terdistribusi

lebih merata karena kontur plastik akan sesuai dengan tungkai pasien.

Custom plastic HKAFO memungkinkan untuk pemilihan desain

meliputi jenis penguncian sendi lutut, trimline anterior pergelangan

kaki untuk mengontrol sabilitas medial dan lateral, serta opsional sole

baik insole maupun outsole.

2) Komponen

1) Knee Joint

Pada HKAFO, secara umum terdapat beberapa jenis knee joint.

Setiap jenis knee joint memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Pemilihan joint disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Berikut

adalah jenis-jenis knee joint untuk HKAFO:


12

a) Single Axis Free Motion

Memiliki extension stop 180˚ ; tidak memiliki kuncian.

Gambar 1.2 Free Motion Knee Joint (Modul KAFO,2013)

b) Drop Lock

Sama seperti free motion hanya ditambah kuncian untuk mengunci

saat ekstensi.

Gambar 1.3 Drop Lock Knee Joint (Modul KAFO,2013)


13

c) Bail Lock

Terdapat mekanisme posterior joint locking untuk mengontrol

ekstensi.

Gambar 1.4 Bale Knee Joint Lock (Modul KAFO,2013)

d) Posterior Offset

Memiliki keseimbangan joint cente runtuk meningkatkan stabilitas

free motion joint

Gambar 1.5 Posterior Offset Knee Joint (Modul KAFO,2013)

2) AnkleJoint

Pada HKAFO terdapat beberapa macam ankle joint yaitu sebagai

berikut:
14

a) Rigid

Ankle joint jenis ini digunakan untuk mengkoreksi spastisitas

pada ankle joint. Trimline pemotongan pada area ankle joint berada

di depan malleolus. Ankle joint jenis ini tidak bisa digerakkan

(static).

b) Flexible

Yang membedakan ankle joint jenis ini dengan jenis rigid

adalah pada pemotogan trimline. Trimline pada ankle untuk jenis

ini berada di belakang malleolus. Indikasi pemakaian ankle joint

jenis ini adalah pada kasus drop foot dan masih ada kekuatan otot

pada ankleminimal grade 1. Kelebihan dari ankle joint jenis ini

adalah dapat membantu mengkontrol ankle joint sekaligus melatih

otot-otot area ankle joint agar muncul tonus otot.

c) Jointed

Ankle joint jenis ini memiliki tambahan sendi yang berguna

untuk mengkontrol gerakan plantar fleksi dan dorsal fleksi. Fungsi

dan indikasi dari ankle joint ini hampir sama dengan jenis flexible.

d) Conventional

Ankle joint jenis ini hampir sama dengan jenis jointed,

perbedaannya adalah pada penggunaan bahan. Conventional joint

menggunakan side bar. Ankle joint jenis ini satu paket dengan

HKAFO conventional.
15

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penatalaksanaan dan proses pembuatan
custom plastic Hip Knee Ankle Foot Orthosis (HKAFO) pada
penanganan pasien post polio paralysis

D. Manfaat Penulisan
1. Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah


ilmu pengetahuan ortotik prostetik mengenai penatalaksanaan
pada pasien post polio paralysis dengan menggunakan custom
plastic Hip Knee Ankle Foot Orthosis (HKAFO).

2. Praktis

a. Untuk mengetahui penanganan kasus polio yang mengalami


lumpuh lower ekstremity.

b. Mengetahui pembuatan hip Knee Ankle Foot Orthosis


(HKAFO), untuk penanganan poliomyelitis.
16

BAB II
PENATALAKSANAAN ORTOTIK PROSTETIK

A. Assessment
1) Definisi Assesment
Assesment adalah suatu proses untuk mencari informasi sebanyak
banyaknya dari pasien yang dibedakan menjadi dua, yaitu Subjective
Assesment dan Objective Assesment yang bertujuan untuk mencari
diagnosa pasien.
1) Subjective Assesment

Gambar 2.1 asssesment pasien


a. Identitas Pasien
Adapun hasil dari pengambilan informasi secara langsung (auto
anamnesis) dengan pasien sebagai berikut
Nama pasien : Sutoyo
Umur tahun : 42 thn
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Hula’an Rt 06/Rw 03 Menganti Gresik
17

Nomer hp : 082143047288
b. Kondisi Seputar Deformitas Pasien
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dapatkan dari pasien,
penyebab kecacatan adalah sewaktu pasien mengalami sakit. Ketika itu
pasien berobat, selanjutnya dokter memberi suntikan. Tetapi selang
beberapa hari, tungkai kanan pasien mengalami kelemahan dan kelayuhan.
Tim medis pun mendiagnosis bahwa pasien terkena infeksi virus
poliomyelitis sehingga mengakibatkan pasien menderita poliomyelitis.
c. Kondisi Kesehatan Umun Pasien
Dari hasil assessment diketahui bahwa pasien tidak memiliki
riwayat penyakit penyerta. Pasien tidak pernah mengalami penyakit serius
yang pernah diderita pada masa lalu.
d. Keadaan Orthosis yang dipakai oleh Pasien
Pasien sudah pernah menggunakan orthosis.Kekurangan dari
ortosis sebelumnya, pasien merasa kurang nyaman,berat menggunakan
orthosis yang lama,tidak ada penyangga hip.

Gambar 2.2 alat KAFO


1. Objevtive Assesment
a. Kondisi Deformitas Pasien ( Inspeksi dan Palpasi )
Pemeriksaan Kondisi kesehatan umum pasien meliputi(1) Inspeksi
pemeriksaan di peroleh data bahwa tungkai kanan mengalami kelayuhan
atrofi otot,kontraktur knee, (2) Palpasi pemeriksaan diperoleh data bahwa,
18

pasien tidak merasakan nyeri tekan pada tungkai kanannya dan fungsi
sensorik atau sensitifitas tubuh pasien normal. Terdapat leg length
discrepancy.
1. ROM (Range of Motion)
Dari hasil pemeriksaan diperoleh data bahwa:
ROM Hip Joint

No Gerakan ROM kanan ROM kiri


1 Fleksi 120o (pasif) 130o
2 Ekstensi 10o (pasif) 10o
3 Abduksi 20o(pasif) 30o
4 Adduksi 10o(pasif) 20o
Tabel 2.1 ROM hp joint

MMT Hip joint

No Gerakan MMT kanan MMT kiri


1 Fleksi 1 5
2 Ekstensi 1 5
3 Abduksi 1 5
4 Adduksi 1 5
Tabel 2.2 MMT hip joint

ROMKnee Joint

No Gerakan ROMkanan ROMkiri


1 Fleksi 120o 120o
2 Extensi 15o(kontraktur) 0o
Tabel 2.3 ROM knee joint
19

MMT knee joint


No Gerakan MMT kanan MMT kiri
1 Fleksi 4 5
2 Extensi 1 5
Tabel 2.4 MMT kne joint

ROM Ankle Joint

No Gerakan ROMkanan ROMki


ri
1 Dorsi Fleksi Kontrakur plantar fleksi 20 o 10o
2 Plantar Fleksi Kontrakur plantar fleksi 20 o 35 o
Tabel 2.5 ROM ankle

MMT Ankle joint

No Gerakan MMT kanan MMT


kiri
1 Dorsi Fleksi 4 5
2 Plantar Fleksi 4 5
Tabel 2.6 MMT ankle

B. Measurement

Measurement merupakan proses pengukuran detail pada tungkai pasien baik


tungkai yang mengalami deformitas maupun tungkai yang normal. Proses ini
bertujuan untuk dijadikan patokan dalam pembuatan orthosis maupun prosthesis.
20

1. Measurement Orthotic Side


Pada tahapan ini dilakukan pengambilan ukuran pada tungkai kanan untuk
pembuatan HKAFO:
Adapun hasil measurement sound side:
a. Circumferential 4 cm bawah perineum : 40 cm
b. Circum terbesar tungkai atas :40 cm
c. Circum terkecil tungkai atas : 33 cm
d. Circum terbesar tungkai bawah :30 cm
e. Circum ankle : 32,5 cm
f. Tinggi sias – maleolus : 75 cm
g. Tinggi knee axis – floor : 44 cm
h. LLD :4 cm
i. Jarak sias ke trocantor : 4,5 cm
2. Measurement Sound Side
Tahapan ini bertujuan sebagai patokan dalam pembuatan orthosis pada
saat proses rectification. Dari hasil pengukuran yang dilakukan measurement
Sound side yaitu :
TinggiCircumferential 4 cm bawah perineum :70 cm

C. Casting
Casting adalah cara membuat duplikat kaki pasien untuk memberikan koreksi
pada sebagian atau seluruh disfungsional hip,knee, ankle dan foot ke dalam
aligment yang benar.
1. Casting
a. Lakukan penadaan dan pengukuran pada tungkai pasien.
b. Basahi stockinet, kemudian pakaikan pada tungkai pasien.
c. Lakukan penandaan ulang pada stump.
d. Pasang plastik strip di bagian anterior.
e. Basahi P.O.P Bandage hingga tidak ada gelembung udara, peras dengan
lembut.
f. Balutkan P.O.P Bandage sambil terus di massage. Pembalutan dimulai
dari trochantor mayor hingga foot dengan ketebalan balutan sebanyak 3
21

lapis. Untuk bagian knee dan ankle joint, ketebalan balutan sebanyak 5
lapis. Jangan membalut terlalu kuat, ikuti saja bentuk tungkai.
g. Posisikan knee, ankle dan foot dalam normal position / sesuaikondisi
pasien
h. Tandai bagian anterior cast, lalu buka sesuai penandaan.
i. Cek negative cast
D. Rectification
Rectification terdiri dari dua proses, yaitu pengurangan possitive cast dan
penambahan possitive cast. Namun sebelum proses pengurangan dan
penambahan, terdapat sebuah proses yaitu pengecoran / filling yang bertujuan
untuk mendapatkan possitive cast.
Alat dan bahan :
a. Surforms
b. Wire screen
c. P.O.P Powder
d. Tangkai besi
e. Midline
f. Pensil air
g. Cutter
h. Mangkuk
i. Spatula
j. Paku
k. Palu

1. Filling
a. Rekatkan bagian anterior, tunggu hingga kering.
b. Basahi dengan air sabun negative castnya
c. Campur air dan gips dengan perbandingan 2:1
d. Posisikan stump tegak berdiri dengan cara dipegangi
e. Masukan tangkai besi kedalam negaive cast
f. Tuangkan campuran air dan gips ke dalam negatif cast
22

g. Ketika gips telah mengeras, lepaskan hasil coran.


2. Rectification
a. Lakukan penandaan ulang pada positive cast.
b. Lakukan pengecekan ukuran.
c. Rapikan bagian anterior (bekas bisband)
d. Rapikan circumnya hingga ukurannya sesuai dengan blanko
pengukuran. Pengurangan dan penambahan mengikuti bentuk cast.
e. Lakukan pengecekan ukuran lagi.
f. Buat sudut 5° antaragaris roll overdengan floor, dengan mengurangi
bagian forefootnya.
g. Flatkan bagian calcaneus dan roll over (jangan mengurangi terlalu
banyak).
h. Rektifikasi bagian arkus foot, ikuti arkus yang telah terbentuk.
i. Cek apakah posisi cast sudah 90°. Pastikan garis roll over dan bagian
calcaneus menempel pada floor
j. Tentukan axis hip, knee joint ,dan ankle joint dengan cara sebagai
berikut :
Hip
 Trocantor mayor
Knee joint
 Ukur tinggi MTP to floor + 2 cm, tandai. Lalu ukur diameter antero
– posteriornya.
 Tentukan letak axis dengan membagi hasil yang telah di dapat, yaitu
60% anterior dan 40% posterior, tandai letak axis yang di dapat.
 Sesuaikan letak axis lateral dan medial dengan menempatkan
possitive cast pada ragum
 Pastikan axis medial dan lateral sudah sejajar..
 Paku pada hasil penandaan, pastikan posisi paku lurus dan parallel
jika dilihat dari bidang sagital, transversal maupun longitudinal.
Ankle joint
 Setelah di dapat axis knee joint
23

 Paku pada hasil penandaan, pastikan posisi paku lurus dan parallel
jika dilihat dari bidang sagita, transversal maupun longitudinal.
k. Haluskan seluruh permukaan cast
l. lalu keringkan.
24

E. Fabrication
Fabrikasi merupakan proses pembuatan socket, baik hard docket maupun
soft socket. Dalam prosesnya, terdapat beberapa tekhnik yaitu wrap
drapping/molding, bubble drapping dan laminasi plastik. Pada praktek ini,
tekhnik yang digunakan adalah wrap drapping/molding.
1. Molding
Alat dan bahan :
a. PositiveGip f. Oven
b. PP g. Suction
c. Stokinet h. Ragum
d. spons i. Gunting/Cutter
e. Sarung Tangan j. Paku
Langkah pembuatan :
a. Ukur positive cast pada lingkar terbesar dan panjang possitive cast.
b. Gambarlah persegi panjang pada selembar Polyprophilene dengan
ukuran panjang yaitu panjang positive cast ditambah 20 cm dan lebar
yaitu circum terbesar positive cast ditambah 10 cm.
c. Potong PP sesuai pola yang telah dibuat.
d. Panaskan oven
e. Bersihkan PP menggunakan thinner.
f. Oven PP secukupnya
g. Pasangkan positive cast pada mulut ragum.
h. Pasangkan stockinet pada possitive cast kemudian rekatkan bagian
ujung stockinet dengan batang suction menggunakan plester.
i. Setelahmatang (berubah warna menjadi bening), letakkan PP
kepossitive cast.
j. Hidupkan suction.
k. Rekatkan bagian anterior dan tali bagian proksimal cast dengan
kencang.
l. Buka penutup suction.
25

m. Setelah tersuction pada seluruh bagian, potong bagian rekatan yang


tersisa.
n. Matikan suction jika PP sudah berubah warna menjadi putih kembali.

2. Pemasangan Side Bar (Pembendingan)


Alat dan bahan :
a. Hasil molding
b. Side bar
c. Iron bending
d. Midline
e. Obeng
f. Kunci pas
g. Mesin bor
h. Spidol
i. Paku
j. Mur dan baut
k. Dural dan stenlis
Langkah pembendingan :
a. Cari letak knee axis lalu paku pada bagian tersebut.
b. Tempatkan HKAFO hasil moldingan pada posisi yang datar / ragum
c. Pasangkan side bar pada HKAFO (dengan menempatkan knee joint
pada mekanikal joint HKAFO) lalu gambar.
d. Bending side bar di atas dan di bawah knee axis side bar. Pastikan hasil
bendingan benar – benar menempel pada HKAFO.
e. Bending side bar sesuai contour HKAFO.
f. Jika side bar terlalu panjang, lakukan pemotongan.
g. Lubangi side bar dengan letak :
 Bagian proksimal thigh, yaitu pada 1,5 cm dibawah tepi atas side
bar.
 Bagian distal thigh, yaitu padabagian side bar yang pertama
kalimenyentuh HKAFO hasil mouldingan
26

 Bagian proksimal calf, yaitu pada side bar yang pertama kali
menyentuh HKAFO hasil mouldingan
 Bagian distal calf, yaitupada 1,5 cm diatas tepi bawah side bar

3. Triming
Trimline adalah Proses pembentukan garis tepi untuk hard socket
sehingga akan terlihat jenis tipe apa yang akan dibuat.
Alat dan Bahan :
a. Hasil Moulding
b. Spidol
c. Case Cutter
d. Router
e. Cutter
f. Pemotong PP

Langkah Pemotongan Trimeline :


a. Gambar trimline sesuai design yang telah ditentukan kemudian potong
menggunakan case cutter.
b. Lepaskan HKAFO dari positifgips.
c. Rapikan sisa potongan trimeline menggunakan pemotong PP.
d. Buat penambahan untuk LLD sesuai hasil pengukuran.
e. Haluskan potongan trimeline.
f. Potong baut yang masih mencuat.
g. Haluskan bekas potongan pada baut dengan gerinda.
4. pembuatan pelvic band
Pembuatan bagian hip joint pada HKAFO
Alat dan bahan
a. dural
b. stainless
c. bor
d. obeng
27

e. baut
f. kulit
langkah – langkah :
a. potong dural sesuai ukuran pelvic pasien, lapisi kulit pada bagian
permukaannya, kulit juga berfungsi sebagai sabuk HKAFO
b. potong stainless untuk komponen hip join
c. lubangi bar stainless untuk membuat axis hip mechanikal pada HKAFO
d. gabungkan bagian pelvic dengan bar stainless hip joint dengan baut
e. pasangkan dengan komponen KAFO yang telah dibuat

F. Fitting
Fitting adalah proses pengujian prosthesis pada pasien. Fitting terdiri dari
dua tahap yaitu static fitting / static alignment dan dynamic fitting / dynamic
alignment.

Alat dan Bahan :


28

a. Orthosis
b. Pararel Bar
c. Kursi Fitting
d. Kaca Fitting
e. Plester
f. Strap
g. Mesin Bor
h. Solder
i. Keling
j. Palu
k. Spons

Langkah – Langkah Fitting :


a. Pastikann trimline tidak tajam dan permukaannya halus
b. Pakaikan HKAFO
c. Lakukanstatic fitting untuk memastikan bahwa trimline sudah sesuai (tidak
ada yang longgar dan tidak ada yang sempit)
d. Jika sudah pas kemudian membuat strap dengan cara :
 Mengukur panjang bagian yang akan diberi strap bagian anterior pada
lingkar gastroc terbesar sesuai trimline dan bagian anterior pada ankle
 Potong strap lalu tempelkan dengan lem kemudian jahit bagian tepi
strap agar terlihat rapi saat digunakan.
 Lubangi strap yang akan digunakan dengan solder
 Lubangi dengan mesin bor pada bagian yang akan diberi strap.
 Pasang strap pada HKAFO menggunakan keling
 Tutup keeling bagian dalam menggunakkan spons agar tidak melukai
kaki pasien
 Tempelkan spons pada bagian dalam strap sesuai ukuran strap
 Jika sudah pasangkan HKAFO pada kaki pasien, tanyakan apakah ada
bagian yang kurang nyaman
29

e. Kemudianmelakukan dynamic fitting.


f. Mengamati gait cycle sebelum memakai HKAFO dan sesudah memakai
HKAFO.
g. Catat apakah terjadi gait deviation atau tidak.
h. Dokumentasikan gait cycle pada sisi anterior, lateral dan posterior.
i. Setelah selesai mintapasien untuk duduk kembali dan menanyakan apakah
ada yang sakit dan melihat ada bekas penggunaan HKAFO atau tidak
j. Menanyakan kepada pasien bagaimana setelah menggunakan orthosis
yang kita buat.
30

Masalah – Masalah Yang Dialami Saat Fitting

1. Static Fitting
Static fitting pertama
a. Trimeline pada bagian anterior thigh section terlalu lebar.
b. Trimeline pada bagian foot plate terlalu tinggi.
c. Trimeline pada bagian posterior proksimal thigh section terlalu tinggi,
sehingga menekan gluteus maksimus.
d. Trimeline pada bagian proksimal medial terlalu tinggi, sehingga menekan
perineum.
e. LLD sedikit terlalu tinggi pada bagian anterior
Solusi :
a. Tandai dan kurangi bagian yang terlalu lebar atau tinggi, haluskan.
b. Merouter penamahan LLD di bagian anterior.
Static fitting kedua
a. Trimeline proksimal medial AFO section terlalu tinggi sehingga menekan
patella
b. Trimeline bagian posterior distal thigh section dan posterior proksimal
AFO section terlalu tinggi sehingga menjepit ketika digunakan untuk fleksi.
Solusi :
a. Tandai dan kurangi bagian yang terlalu lebar atau tinggi, haluskan.
Static fitting ketiga
a. Trimelinebagian posterior distal thigh section dan posterior proksimal
AFO section terlalutinggisehinggamenjepitketikadigunakanuntukfleksi.
Solusi :
a. Tandai dan kurangi bagian yang terlalu lebar atau tinggi, haluskan.
31

2. Dynamic Fitting
a. Lateral trunk bending
Penyebab :
 Hip abductor pasien lemah
 Pasien berjalan dengan abducted gait
 Kebiasaan pasien
b. Abducted gait
Penyebab :
 Terdapat rasa tidak nyaman pada bagian medial thigh section yang
disebabkan karena baut yang masih mencuat
c. Uneven timing
Penyebab :
 Tungkai pasien lemah
 Keseimbangan pasien kurang begitu baik
 Kebiasaan
32

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Seseorang yang mengalami post polio paralysis dan mengalami
lumpuh bagian lower extrimty dapat ditangani dengan pemberian
HKAFO, untuk membantunya untuk dapat menjalani kehidupan sehari
harinya.

B. Saran
1. Kurangnya laporan ini dengan kajian ilmu, disarankan untuk
menambah kajian ilmu untuk selanjutnya.
2. Karena kurangnya pengalaman mahasiswa dalam menangani pasien,
pembimbinng disarankan untuk lebih membantu mahasiswa dalam
bertemu menangani pasien.
3. Pemberian waktu pengerjaan alat yang lebih panjang, karena waktu
yang pendek pembuatan alat menjadi tidak maksimal
33

Daftar Pustaka

Raab. W, W. Kapahingst dan M. Rechsteiner, 2003; VIETCOT Guideline for


Orthotic Management of Lower Extremity Disability; Collage of Labour and
Social Affairs, Hanoi

Andi; 2007; Makalah ilmiah epidemiologi penyakit polio, Fakultas kesehatan


masyarakat. Universitas Hassanudin, Makassar, hal.5

CSPO, 2013. Hip Knee Ankle Foot Orthosis, Jakarta

CSPO, 2013. Transtib

(http://wwwopaul.com/id/english-word/coxae.html.dig
34

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya pantas penulis haturkan kepada Allah SWT,

Rabb semesta alam, yang telah memberikan begitu banyak nikmat serta

kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan projek yang berjudul

“Penatalaksanaan Pasien Post Polio Paralysis Menggunakan Custom Plastik Hip

Knee Ankle Foot Orthosis ”. Laporan Praktik Klinik ini disusun untuk melengkapi

tugas dan memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan

Diploma III Ortotik Prostetik Jurusan Ortotik Prostetik.

Penulis menyadari bahwa laporan yang kami susun masih jauh dari

sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan, kritik maupun saran

yang membangun guna sempurnannya Laporan ini.

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Allah SWT atas segala kemudahan yang Engkau berikan.

2. Bapak dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes selaku Ketua Jurusan

Ortotik Prostetik Politeknik Kesehatan Surakarta.

3. Bapak Agus Setyo Nugroho, SST.OP, M.Kes selaku Ka. Prodi D III

Ortotik Prostetik.

4. Bapak Agus Setyo Nugroho, SST.OP, M.Kes dan Bapak Muhammad

Syaifuddin, SST.OP selaku Pembimbing Karya Tulis Ilmiah.

5. Bapak Jani Agung Prasetyo selaku Pembimbing lahan.

6. Sahabat dan teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam

penyusunan laporan UAP ini.


35

7. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang

telah membantu dalam penyusunan Laporan ini

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan UAP ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharap adanya kritik dan saran untuk

dapat memperbaiki penyusunan ini.

Semarang, 26 Januari 2017

Penulis

Anda mungkin juga menyukai