Anda di halaman 1dari 12

I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka
pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus
berorientasi pada pengembangan sistem agribisnis yang diyakini dapat memperkokoh
perekonomian bangsa, serta menjamin pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan. Dalam menghadapi tuntutan lingkungan strategis, baik dalam negeri,
regional maupun global, maka strategi pembangunan perikanan yang berorientasi
pada pengembangan sistem agribisnis sudah waktunya ditingkatkan dengan
meningkatkan keterpaduan pada pengembangan wilayah (ruang).
Permasalahan yang ada dalam pembangunan ekonomi adalah keseimbangan
kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pembangunan dengan upaya
mempertahankan kelestarian lingkungan. Pembangunan ekonomi yang berbasis
sumberdaya alam yang tidak mengindahkan aspek lingkungan akan berdampak
negatif pada lingkungan, karena kapasitas daya dukung dan sumberdaya alam itu
terbatas (Fauzi, 2004). Dengan ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas, arus
barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak dapat dilakukan secara
terus menerus (Meadow et al., 1972 dalam Fauzi, 2004) tanpa dilakukan upaya
keberlanjutannya. Oleh karena itu maka perlu diupayakan sistem pertanian dan
perikanan yang mencari optimasi dan kontinuitas penggunaan sumberdaya lokal
dengan mengkombinasikan komponen-komponen yang berbeda dari suatu usaha
yang saling melengkapi (komplementer) dengan memiliki kemungkinan pengaruh
sinergik yang besar. Menurut Pranadji (2004) kebijakan pembangunan pertanian
termasuk di dalamnya perikanan, dinilai tepat jika mampu memposisikan pertanian
dan perikanan sebagai penggerak utama (kemajuan) ekonomi perdesaan yang berdaya
saing tinggi, berkeadilan dan berkelanjutan. Mengingat di beberapa lokasi cukup
banyak pembangunan wilayah perdesaan dengan komoditi perikanan dan perikanan
merupakan sumber protein yang murah, maka pembangunan perikanan di perdesaan
perlu dikembangkan. Pembangunan perikanan berkelanjutan merupakan suatu usaha
2

dalam pemenuhan kebutuhan akan hasil-hasil perikanan secara bijak untuk generasi
saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Berpegang pada program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; maka
basis pembangunan saat ini adalah pembangunan perdesaan. Oleh karena itu,
pembangunan perdesaan pada daerah-daerah sentra produksi perlu lebih dimantapkan
agar tumbuh dan berkembang sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru yang lebih
kuat, mengingat fungsi daerah perdesaan sangat penting, terutama dalam hal:
1. penyedia bahan pangan untuk penduduk (termasuk penduduk di perkotaan);
2. menyerap tenaga kerja untuk pembangunan;
3. penyedia bahan baku untuk industri;
4. penghasil komoditi untuk ekspor.

Namun sangat disayangkan, pembangunan perdesaan tersebut hingga saat ini


masih dirasakan adanya ketimpangan pembangunan, terutama jika dibandingkan
dengan pembangunan yang terjadi di perkotaan. Bahkan perbedaan pembangunan
antara perdesaan dan perkotaan tersebut terasa cukup mencolok. Kondisi ini secara
empiris terlihat dari interaksi antara keduanya yang memperlihatkan hubungan yang
saling memperlemah. Kondisi ini terjadi karena berkembangnya kota sebagai pusat-
pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah (trickle down
effect). Dalam kondisi seperti tersebut di atas, tidak akan terjadi pertukaran
sumberdaya yang saling menguntungkan sesuai dengan harapan berbagai pihak dalam
rangka mewujudkan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang. Oleh karena
itu maka terjadi pengurasan sumberdaya dari wilayah perdesaan (backwash effect).

Adanya ketidak berimbangan hubungan antar wilayah perdesaan dan perkotaan


ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya berbagai permasalahan di kedua belah
pihak. Padahal seharusnya antara wilayah perdesaan dan perkotaan terjadi interaksi
secara mutualisma. Dalam hal ini yang seharusnya terjadi adalah adanya barter
produk antara keduanya, misalnya hasil industri dan jasa di perkotaan dijual ke
perdesaan dan hasil-hasil pertanian dan pengolahan sumberdaya alam di perdesaan
3

dijual ke kota. Mengingat adanya ketimpangan tersebut, kiranya wilayah perdesaan


harus selalu diupayakan agar dapat melakukan pembangunan secara mandiri
Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan
adalah dengan pengolahan potensi wilayah perdesaan itu sendiri, dimana
ketergantungan dengan perekonomian kota dapat diminimalkan. Untuk itu maka
pendekatan agropolitan merupakan upaya pemecahan masalah dalam aktivitas
pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan. Namun khusus untuk
wilayah perdesaan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan perikanannya,
maka pendekatan yang dilakukan adalah agropolitas berbasis komoditi ikan yang
dikenal dengan sebutan minapolitan.
Minapolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan yang mempunyai
potensi perikanan. Hal ini disebabkan pada umumnya sektor perikanan dan
pengelolaan sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama dari sebagian
besar masyarakat perdesaan terutama di daerah yang mempunyai potensi perikanan
yang cukup tinggi seperti halnya dengan Boyolali. Pada pendekatan agropolitan
menggambarkan bahwa pengembangan atau pembangunan perdesaan (rural
development) secara beriringan dapat dilakukan dengan pembangunan wilayah
perkotaan (urban development) pada tingkat lokal (Friedman dan Douglas, 1976).
Kondisi yang sama juga terjadi pada pendekatan minapolitan, dalam hal ini
minapolitan merupakan pembangunan perdesaan menjadi perkotaan pada tingkat
lokal.
Pembangunan kawasan perdesaan merupakan hal yang sangat mutlak
dibutuhkan, mengingat sumberdaya alam di kawasan perdesaan sangat potensial
untuk dimanfaatkan sebagai alat pendorong pembangunan. Oleh karenanya, maka
pengembangan seperti halnya pada agropolitan, kawasan minapolitan akan menjadi
sangat penting dalam konteks pengembangan wilayah, mengingat:
1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal
2. Pengembangan kawasan minapolitan dapat meningkatkan pemerataan
mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat
4

3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti


mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan
komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya

Dalam menyikapi berbagai tantangan dalam pembangunan perikanan dan guna


mempercepat pembangunan perdesaan, diperlukan komitmen yang kuat dan
kerjasama antara pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Untuk itu diperlukan
terobosan konsep pembangunan yang dapat mendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi perdesaan melalui peran aktif berbagai pihak yang dilakukan secara terarah,
terintegrasi dan terkoordinasi.
Dalam mewujudkan pembangunan perdesaan terutama desa-desa yang
mempunyai potensi perikanan dan sudah mempunyai produk unggulan jenis ikan
tertentu perlu terus ditumbuhkembangkan. Untuk menyikapi berbagai tantangan
dalam pembangunan perikanan dan guna mempercepat pembangunan perdesaan,
diperlukan komitmen yang kuat dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat,
maupun swasta. Untuk itu diperlukan terobosan konsep pembangunan yang dapat
mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi perdesaan melalui peran aktif berbagai
pihak yang dilakukan secara terarah, terintegrasi dan terkoordinasi. Salah satu
upayanya adalah melalui konsep pengembangan kawasan minapolitan, yang
diidentifikasikan sebagai kota-kota perikanan dan desa-desa sentra produksi
perikanan yang terdapat di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh
batas administrasi, tetapi lebih karena sarana ekonominya.
Subsektor perikanan merupakan subsistem dari pertanian di Indonesia
diharapkan dapat berperan sebagai sumber pertumbuhan baru sektor pertanian secara
luas. Harapan yang diberikan kepada subsektor perikanan tersebut cukup beralasan
karena sebagai sumber baru sektor pertanian, pembangunan perikanan mempunyai
landasan yang cukup kokoh (Murdjijo, 1996).
Pembangunan perikanan bertujuan antara lain untuk meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup penduduk di perdesaan serta diharapkan dapat mengembangkan
potensi daerah. Selain dapat meningkatkan kualitas hidup pembudidaya dan nelayan
5

melalui peningkatan produksi ikan dan hasil perikanan, guna memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi.
Mengingat perikanan merupakan salah satu komoditi yang tidak saja
menguntungkan secara ekonomi namun juga akan memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat (sumber protein yang murah meriah) maka daerah yang berpotensi dalam
pengembangan perikanan seperti Boyolali, perlu dikembangkan lebih lanjut menjadi
pusat perkembangan ekonomi yang dikenal dengan minapolitan. Saat ini Boyolali
sudah menjadi lokasi yang mempunyai potensi di bidang budidaya ikan yang dikenal
dengan istilah minapolitan yang cukup berkembang pesat, namun hingga saat ini
komoditi yang dikembangkan terbatas pada pembesaran ikan lele, padahal masih ada
kegiatan perikanan lain yang lebih komersial untuk dapat dikembangkan di Boyolali,
untuk itu maka hal yang perlu dilakukan saat ini adalah melakukan pembangunan
perdesaan yang berkelanjutan melalui pengembangan komoditas perikanan yang kita
kenal dengan minapolitan. Dalam rangka pengembangan minapolitan ini, maka hal
yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah melihat potensi minapolitan di
Kabupaten Boyolali, melakukan analisis terhadap keberlanjutan minapolitan di
Kabupaten Boyolali, yang berlokasi di Desa Sawit, faktor apa yang berpengaruh
terhadap pengembangan minapolitan dan seperti apa skenario pengembangannya
Oleh karena itu maka penelitian pembangunan perdesaan berkelanjutan melalui
pendekatan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Boyolali perlu segera
dilakukan.

1.2 Kerangka Pemikiran


Pembangunan perikanan sangat terkait dengan pemanfaatan sumberdaya lahan
dan air. Upaya peningkatan produktivitas secara intensif telah menyebabkan
terjadinya kerusakan lingkungan, produksi tidak meningkat secara proporsional,
bahkan cenderung menurun. Penurunan produksi berakibat pada menurunnya
pendapatan para pembudidaya ikan yang dalam jangka panjang berdampak pada
meningkatnya kemiskinan. Terdapat hubungan timbal balik antara kemiskinan dan
6

kerusakan lingkungan, dimana kerusakan lingkungan mengakibatkan kemiskinan dan


sebaliknya peningkatan kemiskinan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Pembangunan nasional secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pembangunan daerah perkotaan (urban) dan daerah perdesaan (rural). Daerah perkotaan
selama ini diarahkan sebagai pusat industri dan perdagangan serta pusat pemerintahan,
sedangkan daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi pertanian dan perikanan.
Hal ini dapat dilihat kegiatan pembangunan yang lebih diarahkan pada peningkatan
produksi. Peningkatan produksi perikanan seperti yang terjadi di Boyolali awalnya
diharapkan dapat meningkatkan perekonomian perdesaan. Selama ini konsep
pembangunan tersebut di atas ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan para
pembudidaya ikan dan kawasan perdesaan, bahkan cenderung menyebabkan kesenjangan
antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Program pembangunan menyebabkan peningkatan produksi dan ekonomi yang
tidak berkelanjutan karena ternyata menimbulkan degradasi lingkungan secara fisik,
kimia, dan biologis dalam waktu relatif lebih cepat. Penekanan program pembangunan
perdesaan pada peningkatan produksi perikanan sering tidak mengindahkan aspek
kelestarian lingkungan.
Oleh karena itu seperti halnya pada pembangunan pertanian, di bidang perikanan
juga dibutuhkan strategi pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Menurut Tong Wu
(2002) dalam Pronoto (2005), strategi pembangunan sebaiknya mencakup: (1)
redistribusi dengan pertumbuhan, (2) substitusi ekspor, dan (3) penciptaan lapangan kerja
dan pembangunan perdesaan. Pengembangan wilayah dengan pendekatan minapolitan
merupakan model alternatif dalam membangun perdesaan yang berkelanjutan. Konsep
ini mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan wilayah secara
simultan. Pemberdayaan masyarakat merupakan konsep pembangunan yang
mengutamakan partisipasi (participation) dan kemitraan (partnership) yang mengarah
pada pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat sejalan dengan paradigma baru yang
bottom up.
Keberlanjutan pembangunan perikanan tidak terlepas dari jenis komoditas yang
diusahakan. Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang
diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah
7

tersebut bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Pembangunan perdesaan melalui


sistem perikanan berkelanjutan yang didukung oleh komoditi unggulan dalam
pendekatan minapolitan diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat untuk
mengatasi dan menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dengan
kota.
Seperti halnya pada agropolitan, minapolitan juga didasari konsep pengembangan
wilayah dengan penekanan pada pembangunan infrastruktur, kelembagaan, dan
permodalan/investasi. Tahapan dalam pengembangan minapolitan juga akan relatif sama
dengan pengembangan agropolitan, yakni akan meliputi peningkatan agribisnis
komoditas unggulan, pembangunan agroindustri, dan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan. Sasaran pembangunan pada minapolitan juga relatif sama dengan pada
sasaran pembangunan agropolitan, yakni pembangunan infrastruktur pendukung produksi
perikanan, pengolahan hasil dan pemasaran, serta permukiman terbangun secara
memadai seperti infrastruktur pada kota; penguatan kelembagaan perdesaan; kelestarian
lingkungan; perekonomian perdesaan tumbuh berkembang; produktivitas perikanan yang
meningkat serta terbukanya lapangan pekerjaan. Dengan demikian diharapkan dapat
mengurangi pengurasan sumberdaya alam, yang menyebabkan kesenjangan
perkembangan desa kota dan urbanisasi dari desa ke kota.
Munasinghe (1993) mengembangkan konsep diamond triangle yang
menghubungkan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam kerangka
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika
memenuhi aspek, yaitu secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial
berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Keterkaitan tiga aspek
tersebut seperti disajikan pada Gambar 1, yang dalam hal ini hubungan antara sosial-
ekonomi didekati dengan ukuran seperti pemerataan dan kesempatan kerja, hubungan
ekonomi-ekologi didekati dengan penilaian lingkungan, valuasi ekonomi dan
internalisasi biaya eksternal, serta hubungan sosial-ekologi didekati dengan tingkat
partisipasi, pluralisme dan lainnya. Valuasi ekonomi sumber daya alam pada
dasarnya berlandaskan tujuan umum agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (economic welfare). Ekonomi
8

kemakmuran berusaha mencari kriteria mengenai alokasi faktor produksi antara


berbagai penggunaan dan distribusi hasil antar individu, yang mendasarkan pada
analisis manfaat/ kepuasan.

Tujuan Ekonomi:
Pertumbuhan dan Efisiensi

Pemerataan Penilaian LH
Tenaga Kerja Valuasi
Target Asistensi Internalisasi

Tujuan Sosial: Tujuan Ekologi: Pelestarian


Kesejahteraan, Persamaan SDAL dan Berkelanjutan.
Hak Partisipasi
Pluralisme
Konsultasi

Gambar 1. Hubungan-hubungan diamond triangle pembangunan berkelanjutan


(Munasinghe, 1993)

Di samping Teori Munasinghe yang mengembangkan pembangunan


berkelanjutan dilihat dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi, OECD (1993) juga
menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada prinsipnya menyangkut dimensi
ekologi, ekonomi, sosial-budaya yang didalamnya termasuk dimensi kelembagaan.
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
9

Lingkungan/wilayah

Pembangunan Perkotaan
Pembangunan Pedesaan
Pola pengembangan
ƒ Permasalahan: berkelanjutan
ƒ Kemiskinan
ƒ Pendapatan pembudidaya rendah
ƒ Produktivitas perikanan rendah
ƒ Rendahnya harga produk
dikalangan pembudidaya Tujuan ekonomi
ƒ Teknologi yang rendah Pertumbuhan &
ƒ Kelembagaan pembudidaya yang Efisiensi
kurang berkembang
Pemerataan Pemerataan
Tenaga kerja Tenaga kerja
Kebutuhan pengembangan
agropolitan/minapolitan di Tujuan Sosial: Partisipasi
Kabupaten Boyolali Tujuan Ekologi:
Kesejahteraan, plurarisme Pelastarian SDAL
berbasis ikan lele Persamaan hak konsultasi & berkelanjutan

Analisis keberlanjutan
kawasan minapolitan

Analisis prospektif

Parameter kunci pengelolaan


kawasan minapolitan

Prioritas kebijakan
pengembangan kawasan
minapolitan Kampung Lele

ƒ Pertumbuhan Ekonomi
ƒ Penguatan lembaga
ƒ Pemberdayaan masyarakat
ƒ Produktivitas perikanan
ƒ Penegakan hukum
ƒ Kelestarian lingkungan
ƒ Terpeliharanya budaya
lokal
ƒ Berkeadilan

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian


10

1.3 Perumusan Masalah

Pembangunan pertanian dan perdesaan mempunyai peran kunci dalam pemantapan


ketahanan pangan, karena 70 persen penduduk miskin dunia hidup di perdesaan dan
mengandalkan sumber penghidupannya dari sektor “pertanian” (dalam arti luas) termasuk di
dalamnya perikanan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada puncak
krisis ekonomi tahun 1998, jumlah penduduk miskin hampir mencapai 50 juta jiwa dan
sekitar 64,4 persen tinggal di perdesaan. Pada tahun 1999, saat ekonomi menuju pemulihan,
jumlah penduduk miskin turun menjadi sekitar 37 juta jiwa dan sekitar 66,8 persen tinggal di
perdesaan. Sesuai Renstra Pembangunan Pertanian tahun 2005-2009, dimana sasaran
penduduk miskin di perdesaan menurun dari 18,90% pada tahun menjadi 15,02% pada tahun
2009 (Deptan, 2005). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pengentasan kemiskinan
hanya dapat dilakukan melalui pembangunan pertanian dan perikanan serta pembangunan
perdesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan
perikanan, produksi pangan dan daya beli masyarakat.
Kesenjangan ekonomi telah memunculkan masalah kompleks antara lain
meningkatnya arus migrasi penduduk desa ke kota, meningkatnya kemiskinan
masyarakat, meningkatnya jumlah pengangguran dan eksploitasi sumberdaya alam.
Kegiatan pembangunan pada era reformasi dalam otonomi daerah ini pun
memunculkan isu paradigma baru yaitu kegiatan yang berbasis masyarakat (bottom
up). Kenyataan ini semakin diperkuat dengan banyaknya kegiatan pemerintah yang
berhenti di tengah jalan maupun gagal dilaksanakan karena tidak adanya dukungan
dan partisipasi dari masyarakat. Pelibatan masyarakat sedari awal oleh pemerintah
dalam suatu kegiatan pembangunan menjadi hal yang penting mengingat masyarakat
merupakan bagian dari kegiatan pembangunan itu sendiri. Pengembalian fungsi
masyarakat sebagai agen pembangunan dan menjadi subyek pembangunan telah
menghidupkan kembali arti maupun peran dari partisipasi masyarakat itu sendiri.
Salah satu cara partisipasi masyarakat itu adalah dengan konsep kemitraan. Peranan
sektor pertanian dan perikanan terhadap ekonomi nasional sangat penting dilihat dari
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antar
wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah satu dengan
11

lainnya. Wilayah hinterland perdesaan menjadi melemah karena terjadi pengurasan


sumberdaya yang berlebihan (backwash) dan pengangguran besar yang
mengakibatkan terjadinya aliran bersih (net-transfer) (Rustiadi dan Hadi, 2004),
sehingga terjadi akumulasi nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara masif
dan berlebihan. Terjadinya akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat
pertumbuhan cenderung mengarah pada kemiskinan dan keterbelakangan di
perdesaan. Kenyataan ini mendorong terjadinya migrasi dari desa ke kota (Anwar,
2005), sehingga perlu diupayakan suatu kegiatan interaksi antara perkotaan dengan
perdesaan yang saling menunjang.
Ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan
orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih menekankan pertumbuhan
(growth), memperlebar ketimpangan antara desa-kota yang perlu diminimalisasi
(Yusuf, 2004). Ekonomi perdesaan selama ini tidak memperoleh nilai tambah yang
proporsional akibat dari wilayah perkotaan menjadi pipa pemasaran dari arus
komoditas primer dari perdesaan. Sebab-sebab kemiskinan antara lain: keterbatasan
aksesibilitas pada aset produktif, ketersediaan dan jangkuan serta ketersediaan
teknologi maju yang sangat terbatas, miskinnya prasarana sosial dan perekonomian,
kualitas SDM yang minim, ketersediaan lapangan usaha yang terbatas, jangkauan
pada pembiayaan usaha terbatas, pola pembangunan yang tidak sesuai dengan
keunggulan komparatif wilayah, sangat lemahnya dukungan politik, dan belum
mantapnya desentralisasi manajemen pembangunan dan otonomi daerah masih
lemah.
Perubahan pola kegiatan pembangunan dari top down menjadi konvergensi
dengan bottom up merupakan suatu peluang dan dukungan terhadap upaya-upaya
masyarakat maupun pemerintah setempat untuk mengembangkan potensi perikanan
yang ada di setiap wilayah khususnya di Kabupaten Boyolali, khususnya di
Kecamatan Sawit. Permasalahan yang dapat di rumuskan antara lain :
1. Bagaimana potensi ekologi, ekonomi dan sosial bagi pengembangan sistem
agribisnis komoditas unggulan (ikan lele) untuk mendukung minapolitan di
Kabupaten Boyolali.
12

2. Bagaimana keberlanjutan minapolitan di Kabupaten Boyolali


3. Faktor apa yang berpengaruh terhadap pengembangan minapolitan dan
4. Seperti apa skenario pengembangan minapolitan di Kabupaten Boyolali.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan pembangunan perdesaan
berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten
Boyolali. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka tahapan penelitian yang
akan dilakukan adalah:
1. Mengidentifikasi potensi bagi pengembangan sistem agribisnis komoditas
unggulan (ikan lele) untuk mendukung minapolitan di Kabupaten Boyolali.
2. Menganalisis keberlanjutan minapolitan di Kabupaten Boyolali
3. Mengidentifikasi faktor apa yang berpengaruh terhadap pengembangan
minapolitan
4. Merumuskan prioritas kebijakan pengembangan kawasan minapolitan Kampung
Lele di Kabupaten Boyolali.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi bagi para pembudidaya ikan lele dan penentu kebijakan
serta investor mengenai budidaya ikan lele yang mendukung pengembangan
minapolitan di wilayah kecamatan yang merupakan pusat minapolitan sehingga
diharapkan terjadi percepatan pertumbuhan wilayah dan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya kawasan pengembangan
perikanan/minapolitan.
2. Merupakan bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk memberikan
rekomendasi dalam menentukan arahan kebijakan perencanaan pengembangan
minapolitan di wilayah kecamatan yang merupakan pusat perikanan/minapolitan.

Anda mungkin juga menyukai