Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Rumah Sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan yang komplek dan padat
tenaga kerja memiliki berbagai potensi bahaya yang dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan bagi para pekerjanya. Potensi bahaya di RS berasal dari
lingkungan rumah sakit berupa faktor biologi (virus, bakteri, jamur), faktor kimia (gas
anestesi, bahan kimia berbahaya), faktor fisik (pencahayaan, bising, getaran, suhu),
bahaya mekanik, bahaya listrik, dan limbah RS yang dapat menimbulkan kecelakaan
kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun1970 telah mengatur tentang keselamatan kerja


dimana dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya. Selanjutnya dalam Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja menekankan bahwa pemberi
kerja/perusahaan wajib melakukan upaya keselamatan dan kesehatan pekerja dengan
cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Hal senada juga terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dimana setiap tenaga
kesehatan berhak memperoleh pelindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) adalah upaya


pengendalian berbagai faktor lingkungan yang terdapat di rumah sakit dan
mempunyai damapak potensial terhadap terjadinya gangguan kesehatan.K3RS
diaplikasikan kepada semua orang yang bekerja di rumah sakit termasuk dokter,
perawat, bidan, sanitarian gizi, laundry, dan sebagainya.

Penerapan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) diatur
dalam suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja Rumah Sakit
(SMK3RS).Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
adalah bagian dari manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktivitas proses kerja di Rumah Sakit guna
terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya
manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
Rumah Sakit (Permenkes Nomor 66 Tahun 2016).

Dengan meningkatnya pemanfaatan Rumah Sakit oleh masyarakat maka


kebutuhan terhadap penyelenggaraan K3RS semakin tinggi, mengingat:
1. tuntutan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit semakin meningkat, sejalan
dengan tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik.

2. Rumah Sakit mempunyai karakteristik khusus antara lain banyak menyerap


tenaga kerja (labor intensive), padat modal, padat teknologi, padat pakar, bidang
pekerjaan dengan tingkat keterlibatan manusia yang tinggi dan terbukanya akses
bagi bukan pekerja Rumah Sakit (pasien, pengantar dan pengunjung), serta
kegiatan yang terus menerus setiap hari.

3. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,


pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit harus mendapatkan perlindungan
dari gangguan kesehatan dan kecelakaan, baik sebagai dampak proses kegiatan
pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di
Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali dimana unsur
Keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk sebagai salah satu hal yang dinilai di
dalam akreditasi Rumah Sakit.

1.2.Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk membahas masalah keselamatan dan kesehatan kerja
(K3RS) bagi pekerja di rumah sakit dari kondisi lingkungan dan penyakit akibat kerja.

1.3. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui tentang pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
rumah sakit (K3RS)
2. Mengetahui upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit
(K3RS)
3. Mengetahui bahaya potensial di rumah sakit
4. Mengetahui Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
rumah sakit (SMK3RS)
5. Mengetahui standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit.
6. Mengetahui standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit.
7. Mengetahui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit
(K3RS)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) :
a. Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia,
maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan
lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.
b. Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan
penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,
perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan
jabatannya.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya
pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
d. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang
selanjutnya disebut SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen
Rumah Sakit secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan aktifitas proses kerja di Rumah Sakit guna terciptanya
lingkungan kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya
manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit.
2.2. Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja,


proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari 3 komponen K3, yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja.
Yang dimaksud dengan :
a. Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja
dalam waktu tertentu.
b. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara
fisik maupun nonfisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi
tersebut dapat diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak
mendukung secara fisik atau non fisik.
c. Lingkungan kerja adalah suatu kondisi lingkungan tempat kerja yang
meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikososial yang
mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.3. Bahaya Potensial RS

Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat


kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (bakteri, virus, jamur), faktor kimia
(antiseptik, gas anestesi), factor ergonomik (cara kerja yang salah), faktor fisika
(suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (kerja bergilir,
hubungan sesame karyawan atau atasan). Bahaya potensial yang memungkinkan ada
di RS, diantaranya adalah mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko hokum/keamanan.

Penyakit akibat kerja (PAK) di RS, umumnya berkaitan dengan faktor biologi
(kuman pathogen yang berasal dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis
kecil namun terus menerus seperti antiseptic pada kulit, gas anestesi pada hati), faktor
ergonomik (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah), faktor fisik dalam dosis
kecil namun terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi,
dan radiasi), faktor psikologik (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien, gawat
darurat dan bangsal penyakit jiwa).

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi :


No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling berisiko
1 Fisik : IPS-RS, laundry, dapur, Karyawan yang bekerja dilokasi tersebut
CSSD, gedung gensetboiler,
Bising IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin dan Perawat, cleaning service, dll
peralatan yang
menghasilkan getaran
(ruang gigi, dll)
Debu Genset, bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS
laboratorium gigi, gudang dan Rekam medis
rekam medis, incinerator
Panas CSSD, dapur, laundry, Pekerja dapur, laundry, sanitasi dan IPS-
incinerator, boiler RS
Radiasi X-ray, OK yang Ahli radiologi, radioterapi, dan
menggunakan C-arm, radiographer, ahli fisioterapi dan ronsen
fisioterapi, unit gigi gigi
2. Kimia :
Disinfektan Semua area Petugas kebersihan, perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat, petugas
pembuangan limbah, pengumpul sampah
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar mayat, Petugas kamar mayat, petugas
gudang farmasi laboratorium dan farmasi
Methyl : Ruang pemeriksaan gigi Dokter gigi, dokter bedah dan perawat
methacrylate, Hg
(amalgam)
Solvents Laboratorium, bengkel kerja Teknisi, petugas laboratorium, petugas
dan semua area di RS pembersih
Gas anestesi Ruang operasi gigi, OK, RR Dokter gigi, perawat, dokter bedah,
doketr/perawat anestesi
3 Biologik : IGD, kamar operasi, ruang Dokter, dokter gigi, perawat, petugas
pemeriksaan gigi, labor, petugas sanitasi dan laundry
AIDS, hepatitis B laboratorium dan laundry

Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang Perawat, dokter


anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas labor, fisioterapis
ruang isolasi
4. Ergonomik : Area pasien dan tempat Petugas yang menangani pasien dan
penyimpanan barang
Pekerjaan yang barang(gudang)
dilakukan secara
manual
Postur yang salah Semua area Semua karyawan
dalam melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas pembersih,
berulang fisioterapis, sopir, operator computer
yang berhubungan dengan juru tulis
5. Psikososial :
Sering kontak
dengan pasien, Semua area Semua karyawan
kerja bergilir,
kerja berlebih,
ancaman secara
fisik
IPS-RS: Instalasi pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
CSSD: Central Sterile Supply Department
IPAL: Instalasi Pengolahan Air Limbah
OK: Operatie Kamer
IGD: Instalasi Gawat Darurat
RR: Recovery Room

2.4. Sistem Manajemen K3 di Rumah Sakit (SMK3RS)

Dalam PMK Nomor 66 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah


Sakit pasal 3 dinyatakan bahwa Setiap Rumah Sakit wajib menyelenggarakan K3RS,
meliputi (a) membentuk dan mengembangkan SMK3 Rumah Sakit, dan (b)
menerapkan standar K3RS.

SMK3 Rumah Sakit meliputi:

a) Penetapan kebijakan K3RS

Kebijakan K3RS ditetapkan secara tertulis dengan Keputusan Kepala atau


Direktur Rumah Sakit dan disosialisasikan ke seluruh SDM Rumah Sakit, yaitu :

1. Penetapan kebijakan dan tujuan dari program K3RS

2. Penetapan organisasi K3RS

3. Penetapan dukungan pendanaan, sarana, dan prasarana.

b) Perencanaan K3RS
Perencanaan K3RS dibuat berdasarkan manajemen risiko K3RS, peraturan
perundang-undangan, dan persyaratan lainnya ditetapkan oleh Kepala atau Direktur
Rumah Sakit dan disusun berdasarkan tingkat faktor risiko. Perencanaan K3RS dibuat
secara berkala setiap 1 (satu) tahun dan ditinjau jika terdapat perubahan sarana dan
prasarana serta proses kerja di Rumah Sakit.
Perencanaan K3RS meliputi :
A. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko.

 Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan


mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan
potensi bahaya serta jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat
terjadi. Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai
untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan tolak ukur
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.
 Penilaian faktor risiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan.
 Pengendalian faktor risiko
Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana,/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak
ada, administrasi dan alat pelindung diri (APD).
B. Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan, dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan
harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang
terkait.
C. Tujuan dan sasaran
RS harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial, dan risiko K3 yang bias diukur, satuan/indicator pengukuran,
sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.
D. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.
E. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS untuk mencapai
sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

c) Pelaksanaan rencana K3RS

Pelaksanaan rencana K3RS meliputi:

a. Manajemen risiko K3RS


b. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit
c. Pelayanan Kesehatan Kerja
d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja
e. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
f. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja
g. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja
h. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana
d) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS

Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS dilakukan oleh sumber daya manusia di
bidang K3RS yang ditugaskan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.Pemantauan
dan evaluasi kinerja K3RS dilaksanakan melalui pemeriksaaan, pengujian,
pengukuran, dan audit internal SMK3 Rumah Sakit. Dalam hal Rumah Sakit tidak
memiliki sumber daya manusia di bidang K3RS untuk melakukan pemantauan dan
evaluasi kinerja K3RS dapat menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan
evaluasi kinerja K3RS digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.

e) Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS

Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS dilakukan untuk menjamin kesesuaian


dan efektivitas penerapan SMK3 Rumah Sakit.Peninjauan dilakukan terhadap
penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan rencana, dan pemantauan dan
evaluasi.Hasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan
kinerja K3RS. Kinerja K3RS dituangkan dalam indikator kinerja yang akan dicapai
dalam setiap tahun.

2.5. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :

1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM rumah sakit


 Pemeriksaan fisik lengkap
 Kesegaran jasmani
 Rontgen thorax
 Laboratorium rutin
 Pemeriksaan lain yang dianggap perlu
 Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu
 Jika 3 bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh
dokter, tidak ada keraguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja.
2) Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit
 Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen thorax dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain
yang dianggap perlu.
 Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-
kurangnya 1 tahun
3) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada:
 SDM rumah sakit yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu
 SDM rumah sakit yang berusia di atas 40 tahun atau SDM rumah sakit
yang wanita, dan SDM rumah sakit yang cacat serta SDM rumah sakit
yang berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu
 SDM RS yang terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatan
perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan
 Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan apabila terdapat keluhan
diantara SDM RS atau atas pengamatan dari organisasi pelaksana
K3RS
4) Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada SDM RS dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental.

Yang diperlukan antara lain :

- Informasi umum RS dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3


- Informasi tentang risiko dan bahaya khusus ditempat kerjanya
- SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya
- Orientasi K3 ditempat kerja
- Melaksanakan pendidikan, pelatihan, ataupun promosi atau penyuluhan
kesehatan kerja secara berkala dan berkesinmabungan sesuai kebutuhan
dalam rangka menciptakan budaya K3
5) Meningkatkan kesehatan badan dan mental dan kemampuan fisik SDM RS
 Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk
SDM RS yang dinas malam, petugas radiologi, petugas labor, petugas
kesling, dll
 Pemberian imunisasi bagi petugas RS
 Olahraga, senam kesehatan dan rekreasi
 Pembinaan mental / rohani
6) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM RS yang
menderita sakit :
 Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM RS
 Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk
SDM RS yang terkena Penyakit Akibat Kerja
 Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus
 Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait
7) Melakukan kordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap SDM RS dan pasien:
 Pertemuan koordinasi
 Pembahasan kasus
 Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
 Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi
jenis bahaya dan besarnya risiko
 Melakukan identifikasi SDM RS berdasarkan jenis pekerjaannya, lama
pajanan, dan dosis pajanan
 Melakukan analisis hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
 Melakukan tindak lanjut analisis pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus (dirujuk kespesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
 Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM RS

9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan


dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia,
biologi, psikososial, dan ergonomi)
10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan K3RS yang
disampaikan kepada Direktur RS dan unit teknis terkait di wilayah kerja RS.

2.6. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,
prasarana, dan peralatan kesehatan. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang
dilakukan :
1) Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan :
 Lokasi RS harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan
hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan RS
 Teknis bangunan RS, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,
anak-anak dan orang usia lanjut
 Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan ksehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit
 Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan
peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi dibidangnya (sertifikasi personil
petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan
Rumah Sakit)
 Membuat program pengoperasian, perbaikan,dan pemeliharaan
rutin dan berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan
dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan
 Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan nonmedis dan
harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan dan laik pakai
 Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan,
peralatan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai PengujianFasilitas Kesehatan dan atau institusi
pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang
 Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus
memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang
berwenang
 Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan
2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
SDM RS :
 Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap
peralatan kerja dan SDM RS
 Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi
3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja :
 Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan
kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial
 Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
ergonomi, dan psikososial secara rutin dan berkala
 Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk
perbaikan lingkungan kerja
4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan
prasarana sanitasi, yang memenuhi syarat, meliputi :
 Penyehatan makanan dan minuman
 Penyehatan air
 Penyehatan tempat pencucian
 Penanganan sampah dan limbah
 Pengendalian serangga dan tikus
 Sterilisasi dan desinfeksi
 Perlindungan radiasi
 Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja :
 Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
 Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri
(APD)
 Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD
 Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan
penggunaan peralatan keselamatan dan APD
6) Pelatihan dan promosi/ penyuluhan keselamatan kerja untuk semua
SDM Rumah Sakit :
 Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh
SDM RS
 Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 RS kepada petugas
K3 RS
7) Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan :
 Melibatkan petugas K3 rumah sakit didalam perencanaan,
desain/lay out pembuatan tempat kerja dan pemilihan serta
pengadaan sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja
 Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana,
prasarana, dan peralatan keselamatan kerja dan membuat
rekomendasi sesuai persyaratan yang berlaku dan standar
keamanan dan keselamatan
8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
 Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka
 Membuat SOP pelaporan, penanganan, dan tindak lanjut
kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka
9) Pembinaan dan pengawasan terhadap manajemen system pencegahan
dan penanggulangan kebakaran (MSPK)
 Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
 Membentuk tim penanggulangan kebakaran
 Membuat SOP
 Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
 Melakukan audit internal terhadap system pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada direktur RS dan Unit
terkait di wilayah kerja RS
BAB 3

PEMBAHASAN

Rumah sakit merupakan institusipelayanan kesehatan yang kompleks,padat


profesi dan padat modal.Rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki risiko
tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan teutama bagi sumber daya manusia (SDM)
rumah sakit termasuk dokter, perawat, bidan, sanitarian gizi, laundry, dan
sebagainya.Pelayananrumah sakit menyangkut berbagai fungsipelayanan, pendidikan,
penelitian dan jugamencakup berbagai tindakan maupundisiplin medis.Rumah Sakit
adalah tempat kerja yang memiliki potensiterhadap terjadinya kecelakaan kerja.Bahan
mudah terbakar, gas medik, radiasipengion, dan bahan kimia merupakanpotensi
bahaya yang memiliki risikokecelakaan kerja. Oleh karena itu, RumahSakit
membutuhkan perhatian khususterhadap keselamatan dan kesehatanpasien, staf dan
umum (Sadaghiani, 2001dalam Omrani dkk., 2015).

Undang-undang No.44 Tahun 2009tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1,bahwa


"Rumah Sakit harus memenuhipersyaratan lokasi, bangunan, prasarana,sumber daya
manusia, kefarmasian, danperalatan", persyaratan-persyaratantersebut salah satunya
harus memenuhiunsur Keselamatan dan Kesehatan Kerjadi dalamnya. Rumah Sakit
yang tidakmemenuhi persyaratan-persyaratantersebut tidak diberikan izin
mendirikan,dicabut atau tidak diperpanjang izinoperasional Rumah Sakit (pasal
17)(MENKES RI, 2009).

Keselamatan dan kesehatan kerjabertujuan melindungi pekerja


ataskeselamatannya agar dapat meningkatkanproduktifitas nasional.Menjamin
semuapekerja yang berada di tempat kerjamenggunakan serta merawat
sumberproduksi secara aman dan efisien(MENKES, 2009).

Hasil laporan National SafetyCouncil (NSC) tahun 1988 menunjukkanbahwa


terjadinya kecelakaan di RS 41%lebih besar dari pekerja di industri lain.Kasus yang
sering terjadi di antaranyatertusuk jarum atau needle stick injury(NSI), terkilir, sakit
pinggang,tergores/terpotong, luka bakar, penyakitinfeksi dan lain-lain (Kemenkes,
2007).Risk Management Standard AS/NZS4360:2004 menyatakan bahwa
analisisrisiko bersifat pencegahan terhadapterjadinya kerugian maupun
accident.Mengelola risiko harus dilakukan secaraberurutan langkah-langkahnya
yangnantinya bertujuan untuk membantudalam pengambilan keputusan yang
lebihbaik dengan melihat risiko dan dampakyang kemungkinan ditimbulkan.

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.432/


MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit, komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas
dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan Rumah Sakit.

Pada Junal yang berjudul ”Gambaran penerapan standar manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah
Makassar” yang ditulis tahun 2017, dari hasil penelitiannya mengatakan bahwa.
Rumah Sakit ini telah Menetapkan kebijakan tertulis terkait pelaksanaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) yang ditanda tangani langsung oleh direktur. Kebijakan
tersebut bersifat top down maksudnya pemerintah telah memiliki standar pelayanan
K3 di Rumah Sakit, kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit.
Kebijakan tersebut di rumuskan oleh tim K3RS dan melakukan konsultasi dengan
pihak-pihak yang terkait, kemudian di usulkan ke direktur dan ditandatangani.
Kebijakan tersebut di tembuskan keseluruh unit/pokja terkait, dikomunikasikan dalam
bentuk sosialisasi atau kegiatan simulasi.Pihak K3RS juga melakukan tinjauan ulang
kebijakan secara berkala untuk menyesuaikan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang diterapkan Rumah Sakit dengan perkembangan kondisi Rumah Sakit dan
perubahan peraturan perundang-undangan.

Tujuan manajemen hiperkes dan K3RS adalah melindungi petugas RS dari


risiko PAK/PAHK/KAK serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, baik
dimata konsumen maupun pemerintah.Keberhasilan pelaksaanaan K3RS sangat
tergantung dari komitmen tertulis dan kebijakan pihak direksi.Pelaksanaan K3 di
rumah sakit ditujukan pada 3 hal utama yaitu SDM, lingkungan kerja dan
pengorganisasian K3 dengan menggalakkan kinerja P2K3 (Panitia Pembina atau
Komite K3) di Rumah Sakit.

Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan dan


keselamatan kerja sesuai yang tercantum pada pasal 23 dalam Undang-Undang No. 36
tahun tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI No.03/MEN/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.
Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar telah melakukan pelayanan
keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Haji
Makassar telah melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan terhadap pegawainya,
pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum petugas masuk, pemeriksaan setiap enam
bulan, pemerikasaan khusus, dan pemerikassan paripurna, tetapi proses pencatatan
dan pendataan belum dilaksanakan dengan baik. Rumah Sakit juga melakukan
vaksinasi terhadap karyawan secara berkala.Untuk pengobatan dan rehabilitasi
karyawan yang sakit diserahkan sepenuhnya kekaryawan karena setiap karyawan
memiliki asuransi masing masing. Pihak K3RS juga bekerja sama lintas sektoral
dengan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dalam menangani keselamatan
pasien. Rumah Sakit menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk pekerja, pihak
Rumah Sakit juga mengadakan pemantauan, analisis risiko dan pemetaan daerah
berisiko.

Pihak K3RS melakukan pencatatan dan pelaporan apabila terjadi kecelakaan


kerja, pihak K3RS memiliki format pelaporan khusus terkait kejadian kecelakaan
kerja. Pihak K3RS bekerja sama dengan seluruh unit menetapkan SOP (Standar
Operasional Procedure) dan pedoman pelaksanaan kegiatan. Pihak K3RS juga
melakukan monitorng dan evaluasi terkait pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja.Selain itu pihak K3RS juga mengadakan pendidikan dan pelatihan dalam bentuk
sosialisasi dan simulasi tetapi belum berjalan maksimal dan belum terlaksana dengan
baik, hal tersebut terjadi karena Sumber Daya Manusia dibagian K3RS belum
memadai.Selain itu kendala waktu dan kesibukan pegawai sehingga sulit untuk
melakukan kegiatan pelatihan terhadap seluruh karyawan.Rumah Sakit Umum Daerah
Haji Makassar belum melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan di Rumah Sakit.

Kegiatan K3 di Rumah Sakit Immanuel Bandung telah terprogram dengan


baik yaitu melakukan medical check up yang dilakukan setahun dua kali, program
pelatihan dan pencegahan pengunaan bahan kimia yang bertujuan upaya preventif dari
pajanan bahan kimia kepada pekerja, melakukan sosialisasi kepada pekerja mengenai
keselamatan yang dilakukan oleh Pasient safety dan P2K3, melakukan sosialisasi
kepada karyawan tentang APAR, melakukan sosialisasi tentang program K3, serta
melakukan audit pelaksanaan K3 sebagi bahan evaluasi pelatihan dan progam K3 di
Rumah Sakit Immanuel.
Pelayanan tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh
kementrian kesehatan yang bekerja sama dengan kementrian tenaga kerja.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1087/ MENKES/VIII/2010
Tentang standar prlayanan keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit. Kondisi
sarana dan prasarana Rumah Sakit harus mampu memberikan jaminan keselamatan
terhadap seluruh aspek Rumah Sakit baik petugas Rumah Sakit, pasien, pengunjung
dan seluruh masyarakat.Rumah Sakit harus memastikan tingkat keamanan dari setiap
sarana dan prasarana yang disediakan.Pihak Rumah Sakit harus mengadakan
pengujian sarana, prasarana, serta peralatan secara berkala sesuai peraturan yang
berlaku (Hasyim H, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian,


pelaksanaan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sarana, prasarana dan
peralatan sudah baik.Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar melakukan
pemantauan sarana, prasarana dan peralatan secara berkala setiap tiga bulan. Pihak
Rumah Sakit membentuk tim khusus yaitu Instalasi Pemeliharaan Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit (IPSRS) untuk melaksanakan tugas tersebut. Seluruh sarana
dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit telah mendapatkan sertifikasi dan
perizinan untuk digunakan.Peralatan yang menggunakan X-Ray memiliki perizinan
khusus dari lembaga pemerintah yang berwenang.Pihak Rumah Sakit melakukan
kalibrasi terhadap semua peralatan secara berkala.Seluruh peralatan memiliki SOP
(standar Operasional Procedure), pedoman penggunaan dan tatalaksana pemeliharaan.
Pihak Rumah Sakit juga menyediakan fasilitas pembuangan peralatan medis bekas
pakai, prosedur pengolahan sampai proses pembakaran dan pemusnahan di
Incenerator. Pihak K3RS melakukan identifikasi, pemetaan dan pemberian simbol
pada wilayah wilayah yang berbahaya.Pihak K3RS berkoordinasi dengan IPSRS
melakukan pengawasan terhadap keamanan, keselamatan sarana, prasarana serta
peralatan Rumah Sakit.

Pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan standar K3 sarana dan prasarana


serta peralatan Rumah Sakit yang dimuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 1087/MENKES/ VIII/2010 bahwa setiap sarana, prasarana dan peralatan
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Rumah Sakit harus dilengkapi dengan,
kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3RS, pedoman dan standar prosedur
operasional K3, perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sistem komunikasi
baik, Sertifikasi, Program pemeliharaan, Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai,
sistem alarm sistem pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan alat pemadam
api/kebakaran, rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah,
fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan, fasilitas
penanganan limbah padat, cair dan gas. Setiap lingkungan kerja harus dilakukan
pemantauan atau monitoring kualitas lingkungan kerja secara berkala dan
berkesinambungan.Rumah Sakit harus membuat peta/denah lokasi/ruang/ alat yang
dianggap berisiko dan berbahaya dengan dilengkapi simbol-simbol khusus untuk
daerah/tempat/area yang berisiko dan berbahaya.Rumah Sakit harus mengadakan
kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana, prasarana dan
peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.Rumah Sakit juga diwajibkan
melaksanakan kegiatan evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3
sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit.

Bahan berbahaya dan beracun menurut OSHA (Occupational Safety and


Health of the United State Goverment) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun
kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia ,
kerusakan properti dan atau lingkungan (OHSA, 2007) Dalam Undang-undang no. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit diwajibkan melaksanakan pengelolaan
(pengadaan, pemyimpanan, penggunaan, penanganan dan pengolahan limbah) Bahan
Berbahaya dan beracun. Rumah Sakit Umum adaerah Haji Makassar telah
menetapkan kebijakan terkait pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).Kebijakan tersebut memuat pengadaan, penyimpanan, penggunaan, penanganan
tumpahan serta pengolahan limbah Bahan berbahaya dan beracun Pengelolaan B3 di
Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar sesuai dengan standar manajemen
pengelolaan B3 di Rumah Sakit.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1087/MENKES/ VIII/2010


dijelaskan bahwa Rumah Sakit harus mengidentifikasi seluruh jenis bahan kimia yang
digunakan di Rumah Sakit, mengadakan evaluasi terhada B3, Rumah Sakit harus
menyediakan tempat penyimpanan khusus B3 yang bersih, aman dan tidak
terkontaminasi, Rumah Sakit harus menyiapkan APD yang sesuai dan layak pakai,
Rumah Sakit juga diharuskan melakukan pengendalian penggunaan B3 di Rumah
Sakit, Rumah Sakit harus melakukan seleksi rekanan dalam pengadaan B3, Rumah
Sakit harus memberikan pendidikan kepada staf terkait B3, Rumah Sakit harus
memiliki sistem pengolahan limbah B3, serta Rumah Sakit diharuskan melakukan
pemantauan dan pengawasan terkait pengelolaan B3.

Manajemen tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana (UU No. 36 Thn. 2009 tentang kesehatan pasal
82 (2)) Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar telah memiliki program
penanganan kejadian ketanggap daruratan. Rumah Sakit membentuk unit khusus yaitu
Brigadir Siaga Bencana (BSB) untuk menangani kejadian ketanggap daruratan di
Rumah Sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar telah menetapkan prosedur


keadaan tanggap darurat. Pihak Rumah Sakit menyediakan sarana dan prasarana
penunjang seperti APAR (Alat Pemadam Api Ringan) , alarm, jalur evakuasi, lampu
exit, alat komunikasi dan tempat berkumpul. Pihak K3RS melakukan pengecekan
rambu rambu evakuasi, APAR, alarm secara berkala. Pihak Rumah Sakit juga
mengadakan sosialisasi dan simulasi ketanggap daruratan tapi masih kurang dan perlu
dilakukan secara rutin. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Syaifuddin
(2011) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta dengan hasil
penelitian sebagai berikut Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi menyediakan
sarana dan fasilitas penunjang keadaan darurat seperti sarana komunikasi, peralatan
pemadam api seperti APAR, hydrant, smoke detector dan sprinkler, jalur evakuasi
yang dilengkapi penunjuk arah keluar, lift, pintu dan tangga darurat serta tempat
evakuasi. Membentuk tim penanggulangan keadaan darurat. Melakukan pelatihan
untuk menanggapi keadaan darurat seperti pelatihan pemadaman kebakaran dan
pelatihan evakuasi.Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi telah membuat
prosedur tanggap darurat sebagai upaya untuk menghadapi keadaan darurat.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1087/MENKES/ VIII/2010


tentang standar keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit dijelaskan bahwa
Rumah Sakit harus menyusun rencana tanggap darurat, membentuk tim kewaspadaan
bencana, pelatihan dan uji coba kesiapan petugas, menyiapkan sarana dan prasarana
tanggap darurat, membuat kebijakan dan prosedur ketanggap daruratan, upaya
pencegahan dan pengendalian, menyediakan jalur evakuasi, melakukan sosialisasi dan
penyuluhan, memiliki sistem komunikasi secara internal dan eksternal, serta
melakukan evaluasi. Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar telah melakukan
pencatatan dan pelaporan setiap kejadian K3 di Rumah Sakit.Rumah Sakit
menyediakan format khusus untuk malakukan pencatatan dan pelaporan kejadian
K3.Rumah Sakit juga penyediakan tempat penyimpanan khusus untuk seluruh
dokumen K3, dokumen tersebut bertanggal, dan hanya di ketahui oleh pihak-pihak
tertentu.Rumah Sakit juga tetap menyimpan catatan dan dokumen yang telah usang
untuk dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan.

Rumah Sakit Umum Daerah Haji melakukan proses evaluasi program kerja
K3 untuk mengetahui keberhasilan suatu program. Selain itu, review program
bermanfaat untuk menyesuaikan program dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku. Rumah Sakit juga mengadakan mengadakan audit secara berkala. Audit
yang dilakukan bersifat internal maupun eksternal, audit ekternal dilaksanakan oleh
ISO. Dalam proses audit tersebut, tim audit memberi rekomendasi perbaikan kepada
unit yang di audit dan unit kerja berkewajiban melakukan perbaikan. Dalam ajaran
Islam diyakini bahwa segala kejadian terjadi karena perbuatan manusia itu
sendiri.Jadi, sangat dianjurkan untuk menjaga diri dan melakukan usaha untuk
memelindungi diri dari bahaya.

Pada jurnal yang berjudul “Efektivitas pelaksanaan menajemen organisasi


keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit (K3 RS) di Rumah Sakit X Semarang”,
dari hasil penelitiannya dikatakan bahwa pelaksanaan manajemen organisasi di rumah
sakit X Semarang dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit
(K3RS) dapat dikatakan belum efektif. Dari hasil penelitiannya yang dinilai dari
analisa input pelaksanaan manajemen K3RS dari sumber daya KERS, tugas dan
wewenang serta anggaran masing belum berjalan efisien.

Hal ini karena dari hasil wawancara yang dilakukan pada pekerja Rumah Sakit
diketahui bahwa Tidak ada sistem rewarddan punishment dari tim K3RS. Kendala
yang dirasakan dalamhal sumber daya terutamasumber daya manusianya terkait
pelaksanaan K3RS yaituadanya pekerjaan utama danmekanisame kerja secara
yangmasih bersifat tim.Berdasarkan hasilobservasi, tim K3RS sudahmempunyai
bagan organisasisecara tertulis danterdokumentasi.Dalam OHSAS18001 disebutkan
bahwa untukmengelola K3 dengan baikdiperlukan struktur organisasi,baik bersifat
struktural maupunfungsional yang disesuaikandengan kebutuhan organisasi.

Tidak adanya pembagian tugas dan wewenang tertulis juga menjadi kendala
sedangkan Rumah Sakit telah mengganggarkan dana khusus di bidang K3 yang
dialokasikan untuk pendidikan dan pelatihan K3 mengenai tanggap darurat dan
kebakaran bagi karyawan rumah sakit serta penyediaan rambu-rambu K3.

Proses dari manajemen manajemen organisasi pelaksanaan K3 yaitu,


pelaksanaan kegiatan K3 seperti pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara
rutin setiap tahun bagi karyawan diunit yang mempunyai risiko tinggi seperti unit
laboratorium, gizi, farmasi, dan radiologi. Kegiatan K3 berupa pelaksanaan
keselamatan kerja dibuktikan dengan tersedianya alat pelindung diri di setiap unit,
terdapat sistem proteksi kebakaran seperti APAR, hydran, sprinkel, alarm kebakaran,
dan adanya penilaian identifikasi dan pengendalian risiko bahaya disetiap unit serta
terdapat tim tanggap darurat di setiap unit sebagai upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran dan SPO K3 di setiap unit kerja.

Kegiatan K3 lainnya seperti komunikasi dan informasi K3 juga telah


dilakukan melalui rapat dan sosialisasi bagi karyawan rumah sakit, untuk para
pengunjung informasi K3 yang didapatkan melalui rambu-rambu K3 serta hanya ada
pemutaran audio visual seputar cuci tangan dengan baik dan benar. Bagi pengunjung
dalam jumlah banyak penyebarluasan K3 dilakukan dengan cara pemutaran video
simulasi mengenai penanganan apabila ada keadaan darurat. Sosialisasi kepada
karyawan dilakukan pada saat apel pagi, melalui pelatihan rutin, dan sosialisasi ke
unit-unit kerja di rumah sakit. Pelatihan diwujudkan dengan adanya pelatihan rutin
satu tahun sekali yang dilakukan oleh tim K3RS kerjasama dengan bagian diklat
rumah sakit mengenai penanganan bencana kebakaran serta fasilitas yang telah
disediakan rumah sakit seperti APAR, hydran, lapangan, ruangan, dan tandu dan bagi
tim K3RS dikirim ke luar untuk melakukan pelatihan bidang K3.

Kegiatan pengawasan pelaksanaan K3 dilakukan dengan adanya laporan


setiap bulan dari setiap unitnya kepada tim K3RS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
proses manajemen pelaksanaan K3 belum efektif, hal ini dibuktikan dengan
sosialisasi bagi pengunjung pasien masih berupa ramburambu yang tidak pernah
disosialisasikan artinya/ makna dari rambu tersebut dan pemutaran audio visual yang
tidak ada konten mengenai K3.

Output dari pelaksanaanorganisasi K3 telahmenghasilkan keluaran yang sesuai


dengan rencana kerja.Terdapat dokumentasidokumentasi sebagai buktibahwa
pelaksanaan K3 dirumah sakit X Kota Semarangtelah dilaksanakan.Dokumentasi
tersebutdiantaranya laporan kegiatanrutin seperti laporanpemeriksaan
kesehatankaryawan, adanya prosedur penilaian dan pengendalianrisiko di setiap unit.

Pada jurnal yang berjudul “ Analisa Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Akademik UGM, dari
hasil penelitiannya menggambarkan bahwa Proses pekerjaan yang
mengalamikecelakaan terbanyak yaitu prosespemasangan infus sebanyak 3
kasus(33,4%) dari 9 kasus. Berdasarkananalisis yang dilakukan denganpendekatan
metode AS/NZS 4360:2004didapatkan hasil bahwa bahaya fisik padatiap pekerjaan
berasal dari jarum suntik,jarum jahit, dan instrumen tajam.Bahayabiologi berasal dari
darah pasien yangmemiliki riwayat penyakit menular(Hepatitis, HIV dan AIDS).

Bahayaperilaku berasal dari kebiasaan tidakmenggunakan alat pelindung


diri.Bahayaergonomi berasal dari postur janggal.Bahaya psikologis juga ada di
instalasigawat darurat berasal dari keluarga pasienyang melakukan intimidasi atau
tekanankepada petugas medis. Apabila telahditerapkan rekomendasi pengendalian
daripeneliti pada proses pengambilan sampeldarah pasien, bahaya fisik memiliki
nilairisiko tertinggi yaitu 60 (Prioritas 3) perludiawasi dan diperhatikan
secaraberkesinambungan.Pada proses pemasangan infusbahaya fisik dan biologi yang
memilikinilai risiko tertinggi yaitu 150 (Tinggi)mengharuskan adanya perbaikan
secarateknis pada tahap penusukkan jarum kevena. Injeksi obat pada pasien
memilikinilai risiko tertinggi pada bahaya biologiyaitu 100 (Tinggi) mengharuskan
adanyaperbaikan secara teknis. Pada prosespekerjaan terakhir yaitu menjahit
lukapasien, nilai risiko tertinggi bahayabiologi pada tahap pekerjaan merapikanalat
yaitu 100 (Tinggi) mengharuskanadanya perbaikan secara teknis.
BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) adalah upaya pengendalian
berbagai faktor lingkungan yang terdapat di rumah sakit dan mempunyai damapak
potensial terhadap terjadinya gangguan kesehatan. Penerapan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) diatur dalam suatu Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan kerja Rumah Sakit (SMK3RS).

2. Belum semua Rumah Sakit di Indonesia menerapkan standar keselamatan dan


kesehatan kerja secara baik dan efektif. Masih banyak Rumah Sakit yang belum
menetapkan kebijakan, melaksanakan pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja,
melakukan pengelolaan bahan berbaya dan beracun, melaksanakan program
ketanggapdaruratan, serta melakukan pencatatan, pelaporan, evaluasi dan audit
keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlu kerjasama semua pihak untuk merealisasikan Undang-Undang Nomor 44 Tahun


2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan, Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga)
tahun sekali dimana unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk sebagai salah
satu hal yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai