Anda di halaman 1dari 14

RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo

TINJAUAN KASUS

CAP (COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA)

1. Definisi
CAP ( Community Acquired Pneumonia) merupakan peradangan akut
parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas
setempat. (Zul, 2001)
2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
 Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
 Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
 Pneumonia komunitas
 Pneumonia nosokomial
 Pneumonia rekurens
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada gangguan imun
 Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
 Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama
mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan


penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
 Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum
dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan
anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya
menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme
perusak.
3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya


menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
4. Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk,
selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru
menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan
membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
5. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
 Nafas dangkal dan mendengkur
 Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
 Mengecil, kemudian menjadi hilang
 Krekels, ronki
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8  C sampai 41,1C, delirium
e. Anoreksia
f. Malaise
g. Batuk kental, produktif
 Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau
berkarat
h. Gelisah
i. Sianosis
 Area sirkumoral
 Dasar kuku kebiruan
j. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati
6. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps


paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease), misalnya oleh streptococcus pneumonia;
bronchopneumonia (segmental disease) oleh karena staphylococcus, virus atau
mikroplasma.
Bentuk lesi bisa berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif untuk
infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis umumnya menandai infeksi bakteri, lekosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berata
sehingga tidak terjadi respon lekosit.
Leukopeni menunjukkan adanya depresi imunitas.

c. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan yang predominan pada sputum adalah yang disertai PMN yang
kemungkinan merupakan penyebab infeksi.
d. Pemeriksaan khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma dapat dilakukan. Nilai
diagnostik didapatkan bila titer tinggi atau ada kenaikan 4x.
Analisa gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen.
8. Penatalaksanaan
a. Antibiotik
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya
termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

b. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c. Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang
diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre
renal.

d. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg
atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e. Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai
nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.
f. Ventilasi mekanis
Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia :
 Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 % dengan
menggunakan masker
 Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
didapat asidosis respiratorik.
 Respiratory arrest
 Retensi sputum yang sulit diatasi secara konserva

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Identitas :
 Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa
Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar
Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
 Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila
anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
 Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi
dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat
klinis penderita
Pengkajian
 Sistem Integumen
 Subyektif :
 Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
 Sistem Pulmonal
 Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
 Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru

 Sistem Cardiovaskuler
 Subyektif : sakit kepala
 Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

 Sistem Neurosensori
 Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
 Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
 Sistem Musculoskeletal
 Subyektif : lemah, cepat lelah
 Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
 Sistem genitourinaria
 Subyektif : -
 Obyektif : produksi urine menurun/normal,
 Sistem digestif
 Subyektif : mual, kadang muntah
 Obyektif : konsistensi feses normal/diare
 Studi Laboratorik
 Hb : menurun/normal
 Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
 Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pengiriman
oksigen.
2. Resiko Tinggi Infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh.
3. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan
edema.
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan Respiratory distress, penurunan
intake cairan, Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
respiratory distress, anoreksia, vomiting, peningkatan konsumsi kalori
sekunder terhadap infeksi.
7. Kecemasan : anak berhubungan dengan hospitalisasi, respiratory distress

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

C. INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman
oksigen.
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas
(Oksigen dan Karbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial)
antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
Kriteria hasil:
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
 Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan
batuk efektif.
R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
3. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang.
R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
4. Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah
sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat
kesadaran, dispnea berat, gelisah.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada
pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
2. Resiko Tinggi Infeksi (penyebaran) berhungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan tubuh.
Kriteria Hasil:
 Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

1. Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.


R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok)
dapat terjadi.
2. Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis., meningkatkan
pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna,
jumlah dan bau sekret.
R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya
membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus
dikeluarkan dengan cara aman.
3. Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.
4. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.

3. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


pembentukan edema.
Suatu Keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman yang
nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
Kriteria Hasil:
 Tidak mengalami aspirasi
 Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan
paru.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi
napas adventisius, mis., krekels, megi.
R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan


spasme jalan napas/obstruksi.
3. Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.
R : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan
napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas
alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten.
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4. Penghisapan sesuai indikasi.
R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau
penurunan tingkat kesadaran.
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan Respiratory distress,
penurunan intake cairan, Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat
dan demam.
Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana
mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan : Anak akan menunjukkan volume cairan yang adekuat.
Kriteria :
 Intake cairan adequat, baik IV maupun oral
 Tidak adanya lethargi, muntah, diare
 Suhu tubuh normal, mukosa membran lembab
 Turgor kulit kembali cepat
 Urine output normal, Bj urine normal (1.008 – 1,020)
Intervensi :
1. Catat intake dan output, berat diapers untuk output.
Rasional : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line.
Rasional : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
3. Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu.
Rasional : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

4. Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam.


Rasional : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu
makan/minum

5. Beri cairan sesuai advis


Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan Klien.
6. Kaji tentang pengetahuan dan partisipasi keluarga dalam : Monitoring
intake dan output, Mengenali tanda dan gejala kekurangan cairan
sekaligus berikan H.E tentang masalah tersebut.
Rasional : Melaksanakan fungsi education Perawat terhadap keluarga
klien agar dapat membantu dalam pemeliharaan kesehatan anaknya
sendiri.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
Rasinal : vital sign dalam batas normal
2. Beri kompres dingin.
Rasional : suhu tubuh klien dalam batas normal
3. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotic.
Rasional : memudahkan untuk tindakan selanjutnya
4. Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan infuse.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan klien.
6. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
respiratory distress, anoreksia, vomiting, peningkatan konsumsi kalori
sekunder terhadap infeksi.
Tujuan : Selama dalam perawatan klien tidak kekurangan kebutuhan nutrisi
dengan kriteria : Anoreksia ( -), Vomiting ( - ), Berat badan Normal.
Intervensi :
1. Kaji dan monitoring terus tentang output dan intake nutrisi
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan intake dan output cairan
sehingga dapat menentukan keputusan untuk tindakan selanjutnya.

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

2. Berikan makanan sedikit demi sewdikit tetapi sering.


Rasional : Dengan makan yg sedikt-sedikit tapi sering maka kebutuhan
akan nutrisinya bisa tercukupi.
7. Kecemasan : anak berhubungan dengan hospitalisasi, respiratory
distress
Tujuan : Selama berada di RS, Klien akan merasa nyaman dan tidak cemas
dengan kriteria : Klien tidak rewel, klien bisa bermain dengan tenang, anak
tidak ketahutan dan anak kooperatif.
Intervensi :
1. Ciptakan situasi / area yang nyaman
Rasional : Mengurangi rasa takut klien.
2. Berikan mainan yang sesuai.
Rasional : Memenuhi kebutuhan bermain anak, sekaligus menggairahkan
anak.
3. Berikan cerita-cerita yang lucu dan menarik anak.
Rasional : Menciptakan hubungan yang baik denga anak.

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata :


EGC.
2. Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC
3. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
4. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :
Salemba Medica.
5. Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing,
Philadelpia : WB Saunders Company.
6. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
7. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
8. Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R.
Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14


RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo

PENYIMPANGAN KDM
Jamur, bakteri, protozoa

Resti terhadap
penyebaran
Masuk alveoli infeksi

Peningkatan
suhu tubuh Kongestif ( 4-12 jam )
Eksudat dan seruos masuk
alveoli

Hepatisasi merah (48 jam) Penumpukan


Paru-paru tampak merah dan cairan dalam
bergranula karena SDM dan alveoli
leukosit DMN mengisi alveoli

Hepatisasi kelabu (3-8 hari) Resolusi 7-11


Paru-paru tampak kelabu karena hari
leukosit dan fibrin mengalami
konsolidasi didalam alveoli

PMN Konsolidasi jaringan


paru
Gangguan
pertukaran gas

Berkeringat Metabolisme
meningkat Compliance paru menurun

Resti Resti nutrisi


kekurangan Sputum kental
kurang dari
volume cairan kebutuhan tubuh

Gangguan bersihan
jalan nafas
Mual, muntah

Marselina Sudding,S.Kep Hal. 14

Anda mungkin juga menyukai