Fungsi APBD
Fungsi APBD
Fungsi APBD
Fungsi Otorisasi bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi Perencanaan bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi Pengawasan bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Fungsi alokasi bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja/mengurangi penganguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi bahwa kebijakan anggaran daerah harus memerhatikan rasa keadilan dan
kepatuhan.
Fungsi stabilisasi bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun anggaran
bersangkutan. Menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK dan
ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah
dimaksud. Menteri teknis kemudian menyampaikan ketetapan tentang kegiatan khusus dimaksud
kepada Menteri Keuangan.
Kriteria Pengalokasian DAK, yaitu:
1. Kriteria Umum, dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari
penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja PNSD;
2. Kriteria Khusus, dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah; dan
3. Kriteria Teknis, yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan
kondisi sarana dan prasarana, serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di
daerah.
4. Pengertian
RKPD adalah Rencana Kerja Pembangunan Daerah, yaitu dokumen perencanaan daerah untuk
periode 1 tahun. RKPD disusun UNTUK MENJAMIN keterkaitan dan konsistensi antara: 1.
Peraturan Kepala Daerah. RKPD harus menjadi dasar penyusunan KUA dan PPAS serta LKPj, LPPD,
dan ILPPD.
5. Anggaran Berbasis Kinerja ( Performance Based Budgeting ) adalah penyusunan anggaran yang
didasarkan atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran ( budget
entity ).
6. Pendapatan Asli Daerah (bahasa Inggris: Original Local Government Revenue) atau
disingkat PAD, adalah penerimaan dari sumber-sumber di dalam wilayah suatu daerah
tertentu, yang dipungut berdasarkan Undang-undang yang berlaku. PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. [1] PAD terdiri dari
hasil pajak, retribusi daerah, pendapatan dari dinas-dinas, BUMN dan lain-lain, yang
dikalkulasikan dalam bentuk ribuan rupiah setiap tahunnya.[2] PAD sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar
PAD, mengindikasikan bahwa sebuah daerah mampu melaksanakan
desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. [3]
a) Pajak Daerah
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009).
Bagi daerah yang memiliki BUMD seperti Perusahan Daerah Air Minum (PDAM), Bank
Pembangunan Daerah (BPD), badan kredit kecamatan, pasar, tempat hiburan/rekreasi, villa,
pesanggrahan, dan lain-lain keuntungannya merupakan penghasilan bagi daerah yang
bersangkutan (Hanif Nurcholis, 2007 : 184). Menurut Ahmad Yani (2004 : 40) hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik
daerah.
Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, lain-lain PAD yang sah meliputi :
2. Jasa giro
3. Pendapatan bunga
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah.