Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HIV DI RUANG NUSA INDAH

RSUP SANGLAH DENPASAR

Oleh:
NI KADEK DIAH WIDIASTITI KUSUMAYANTI
NIM. 1902621006

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan
retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4
positif T-sel dan makrofag komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika
sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan
penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient)
menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang
menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. (Fajar, E., 2013)

Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal


sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem
kekebalan tubuh yang melemah. Pada tahun-tahun pertama setelah terinfeksi tidak ada
gejala atau tanda infeksi, kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui
bahwa dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami
gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Penyakit ini disebut sebagai
infeksi HIV primer atau akut. Kumpulan berbagai macam penyakit ini disebut dengan
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Selain itu dapat juga tidak ada tanda
infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan dapat menular pada orang lain
(Fajar, E., 2013).

2. EPIDEMIOLOGI
HIV-AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1983 di Prancis. Di Indonesia sendiri,
HIV-AIDS pertama kali ditemukan di provinsi bali pada tahun 1987 pada wisatawan
Belanda. Hingga saat ini HIV-AIDS sudah menyebarluas keseluruh provinsi di
Indonesia. Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV
yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi
baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia<15 tahun. Jumlah kematian karena AIDS sebanyak 1,5 juta
yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia <15 tahun. (Kementian
kesehatan RI, 2014). Menurut laporan kasus kementrian kesehatan (2016) diketahui
rentang usia HIV AIDS tertinggi 25-49 tahun dan dilanjutkan rentang usia 15-19
tahun. Sehingga rentang usia 15-19 tahun merupakan usia dengan risiko tinggi HIV
AIDS. Selain itu, pravalensi terbanyak menurut gender adalah laki-laki dan Bali pada
bulan maret 2016 adalah provinsi ke-3 AIDS case rate tertinggi setelah Papua, dan
Papua Barat.

3. ETIOLOGI
HIV ialah retrovirus T-cell yang menyerang sel darah putih dan memiliki kemampuan
untuk merusak khususnya pada limfosit T-helper atau sel CD-4. Virus ini akan
menyebabkan penurunan jumlah limfosit T-helper secara progresif yang kemudian
akan menimbulkan immunodefisiensi serta untuk selanjutnya dapat menyebabkan
infeksi sekunder. HIV dapat ditularkan melalui beberapa hal diantaranya hubungan
seksual, darah yang terinfeksi HIV, tertusuk jarum tidak steril, serta transmisi dari ibu
ke anak. (WHO dalam Jayanti, E., 2008)
a. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara
vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah,
sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum terjadi.
Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan
homo seksual 10%) disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko
terkena HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
b. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah
penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV, resiko
penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang kasus
HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
c. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang sebelumnya
digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penularan. Resiko
penularannya 0,5-1% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS sebesar 5-10% total
seluruh kasus sedunia.
d. Transmisi dari ibu ke anak
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi selama kehamilan, ketika lahir dan
masa menyusui. sebagian besar penularan terjadi pada saat melahirkan per
vaginam. peluang penyebaran HIV dengan cara ini sekitar 30%.

4. PATOFISIOLOGI
HIV sebagai retrovirus membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
dimana virion HIV (partikel virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung)
mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang terpancung dan p24 merupakan
komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol lewat dinding virus terdiri
atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif
berikatan dengan sel-sel CD4+ adalah gp120 dari HIV. Sel-sel CD4+ mencakup
monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (sel yang paling banyak).Virus masuk ke
dalam sel limposit (T4 helper)dan mengikat membran sel T4 helper kemudian
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper dengan
enzim reverse transcriptase, HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double standed DNA dan disatukan ke
dalam nukleus sel T4 sebagai provirus kemudian terjadi infeksi yang permanent. Di
dalam sel virus berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta
melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi
limfosit lainnya dan menghancurkannya dengan menempel pada pada limfosit yang
memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4 yang terdapat di selaput bagian
luar. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 disebut sel CD4+atau limposit T penolong
yang berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(Limposit B, Makrofag, Limposit T sitotoksik) yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam
melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker, dimana infeksi pada sel helper T4
mengakibatkan limfofenia berlebihan dengan penurunan fungsi termasuk penurunan
respon terhadap antigen dan kehilangan stimulus untuk aktivasi sel T dan B. Selain itu
aktivitas sitotoksik sel pembunuh T8 juga rusak dan kemampuan fungsi makrofag
terganggu dengan penurunan fagositosis dan hilangnya kemoktasis dan pada imunitas
humoral terjadi penurunan respon antibodi terhadap antigen dimana antibodi serum
meningkat tetapi kemampuan fungsinya menurun sehingga rentan terhadap infeksi
oportunistik. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T
penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun:
a. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mLdarah.
Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV jumlahnya menurun sebanyak
40-50% dan selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang
lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah .Meskipun tubuh
berusaha melawan virus tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
b. Setelah sekitar 6 bulan kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+
yang rendah membantu dalam menentukan orang-orang beresiko tinggi menderita
AIDS.
c. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun
drastis, jika kadarnya mencapai 200 sel/ml darah maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi dan timbul penyakit baru yqng menyebabkan virus berproliferasi
dan menjadi infeksi yang parah dimana terjadi infeksi oportunistik yang
didiagnosis sebagai AIDS yang dapat menyerang berbagai sistem organ seperti
paru, gastrointestinal, kulit, dan sensori saraf.
5. PATHWAY
Menyerang T Limfosit Sel
Virus HIV Merusak Seluler Immunocompromise
Saraf, makrofag, monosit
Kurang Limfosit B
pengetahuan
HIV positif

Infasi kuman patogen Flora normal patogen

Organ target

Coping
keluarga
tidak efektif
Manifestasi oral Manifestasi saraf Gastrointestinal Respiratori Dermatologi

Lesi mulut
Kompleks Ensepalo Gi Trek Infeksi Lesi pada
demensia pati akut terganggu jalan kulit
nafas
Susah
makan
Gangguan Resiko
/nafsu Terjadi Diare
mobilisasi infeksi
makan reaksi kronis Ketidakef
menurun peradang ektifan
kelemahan an jalan
nafas
Nutrisi kurang
dari kebutuhan Hipertermi
Intoleransi
aktivitas Kekurang
an Pola
nafas Resiko
volume
tidak tinggi
cairan
efektif gagal nafas

Perubahan proses Kematian


keluarga
Takut

Berduka
ansietas Resiko terhadap distress
spiritual
6. KLASIFIKASI
Fase I Individu sudah terpapar dan terinfeksi
Ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah
Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk
Fase ini akan berlangsung sekitar 1-6 bulan dari waktu individu
terpapar
Fase II Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi
HIV
Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum
menampakkan gejala sakit
Sudah dapat menularkan pada orang lain.
Fase III Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan
penyakit terkait dengan HIV
Tahap ini belum dapat disebut sebagai gejala AIDS
Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah
bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan
badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang
Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
Fase IV Sudah masuk pada fase AIDS
AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat
berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya
Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik
yaitu kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan
bernafas, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-
minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan
sakit kepala.

7. GEJALA KLINIS
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya meliputi
demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan), batuk,
nyeri persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan
pada kulit (makula / ruam). Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan
tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala
minor. (Fajar, E. 2013)

8. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi ,palpasi auskultasi dan perkusi dimana pada
pasien AIDS diterapkan universal precaution. Pemeriksaan fisik lengkap harus
dilakukan termasuk:
- Keadaan umum : kurus, sakit akut/kronis,lemah
- Pemeriksaan funduskop, terutama pada pasien dengan penyakit HIV lanjut (mis.
CD4 <100) sebagai skrining untuk retinitis CMV.
- Pemeriksaan mulut untuk mencari kandidiasis, oral hairy leukoplakia, penyakit
gusi.
- Kelenjar getah bening: limfadenopati generalisata, kelenjar yang asimetris (kiri-
kanan tidak sama) atau yang cepat membesar dapat menunjukkan infeksi atau
kanker yang mendasari
- Pemeriksaan kelamin dan dubur untuk mencari luka dalam atau luar misalnya
herpes atau kondilomata
- Pemeriksaan neurologis termasuk penilaian fungsi saraf perifer.
- Pemeriksaan kulit untuk mencari lesi kulit terkait HIV yang bermakna, termasuk
dermatitis seborea, psoriasis, folikulitis, sarkoma Kaposi, kutil umum, dan
moluskum kontagiosum.
- Palpasi abdomen untuk mencari organomegali.
- Auskultasi : untuk mencari rhonci/wheezing, suara jantung,peristaltik usus
- Perkusi untuk mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dimana bunyi dapat
timpani (normal), pekak, redup.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium:
Tes yang digunakan untuk mendiagnosis HIV dan melihat perkembangan penyakit
serta responnya terhadap terapi HIV yaitu:
1) Tes anti bodi HIV :
- Tes ELISA ( Enzym –Linked Immunosorbent Assay )
ELISA tidak menegakkan diagnosis AIDS tapi menunjukkan bahwa sesorang
terinfeksi HIV.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody HIV dan memastikan seropositiftas HIV.
- RIPA ( Radio Immuno Precipitation Assay )
Mendeteksi protein dari anti bodi
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositif.
b. Pelacakan HIV: antigen p24, reaksi rantai polimerasi (PCR), kultur sel
mononuclear darah perifer untuk HIV-1, kultur sel kualitatif, klutur plasma
kuantitatif, Mikroglobulin B2, neopterin serum.
c. Status Imun: sel-sel CD4+, rasio CD4:CD8, hitung sel darah putih, kadar
immunoglobulin, tes fungsi sel CD4+, reaksi sensitivitas pada tes kulit.
d. Pemeriksaan sitologis urine, feses, cairan spinal, sputum dan sekresi untuk
mengidentifikasi infeksi protizoa, jamur, bakteri, virus.
e. Pemeriksaan darah umum: DL, SGOT, SGPT, BUN, Protein total, Albumin,
Globulin, Kolestrol, AGD, Elektrolit
f. Radiologi: Thorak foto, USG
g. Pemeriksaan neurologist : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG
h. Biopsi
i. Bronkoskopi

10. DIAGNOSIS
Orang tidak akan tahu apakah dia terpapar HIV/AIDS atau tidak tanpa melakukan tes
HIV-AIDS lewat sampel darah yang bersangkutan. Tes HIV adalah tes yang
dilakukan untuk memastikan apakah individu yang bersangkutan telah dinyatakan
terkena HIV atau tidak. Tes HIV berfungsi untuk mengetahui adanya antibodi
terhadap HIV atau mengetes adanya antigen HIV dalam darah. Ada beberapa jenis tes
yang biasa dilakukan di antaranya yaitu Elisa, tes Dipstik dan tes Western Blot.
(Kementerian Kesehatan RI, 2011)
Masing-masing alat tes memiliki sensitivitas atau kemampuan untuk menemukan
orang yang mengidap HIV dan spesifitas atau kemampuan untuk menemukan
individu yang tidak mengidap HIV. Untuk tes antibodi HIV semacam Elisa memiliki
sensitivitas yang tinggi. Dengan kata lain persentase pengidap HIV yang memberikan
hasil negatif palsu sangat kecil. Sedangkan spesifitasnya adalah antara 99,7%-99,90%
dalam arti 0,1% - 0,3% dari semua orang yang tidak berantibodi HIV akan dites
positif untuk antibodi tersebut. Untuk itu hasil Elisa positif perlu diperiksa ulang
(dikonfirmasi) dengan metode Western Blot yang mempunyai spesifisitas yang lebih
tinggi. (Kementerian Kesehatan RI, 2011)

11. TERAPI
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam
tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat
disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan
standar medis, tetapi dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat
yang digunakan adalah untuk menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak
menghilangkan HIV dari dalam tubuh. Untuk menahan lajunya tahap perkembangan
virus beberapa obat yang ada adalah antiretroviral dan infeksi oportunistik.
(Kementerian Kesehatan RI, 2011)
- Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV
guna menghambat perkembang-biakan virus. Obatobatan yang termasuk anti
retroviral yaitu AZT, Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine.
- Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang
mungkin didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah.
Sedangkan obat yang bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol Pentamidine,
Ganciclovir, Foscamet.

12. KOMPLIKASI
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
- Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik
f. Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
g. Sensorik
- Pandangan: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
No. Data
1 DS:
- Pasien mengeluh sulit bernafas
- Pasien mengatakan batuk terus menerus
DO:
- RR: >24x/menit
- Terdengar suara gargling
- Terdapat sputum
Masalah Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif
2 DS:
- Pasien mengatakan tidak memiliki nafsu makan
- Pasien mengatakan sulit menelan
- Pasien mengatakan mual
DO:
- Terjadi penurunan BB >20% dari berat badan sebelum sakit
Masalah Keperawatan: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3 DS:
- Pasien mengatakan BAB >4x
- Pasien mengatakan lemas
- Pasien mengatakan BAB cair
DO:
- Pasien tampak lemas dan pucat
- Suara bising usus meningkat
Masalah Keperawatan: Diare
4 DS:
- Pasien mengatakan badan terasa ngilu dan panas
DO:
- Suhu >37,5’C
Masalah Keperawatan: Hipertermi
5 DS:
- Pasien mengatakan mudah sakit dan lama sembuh
DO:
- Pasien terdiagnosa HIV
Masalah Keperawatan: Risiko Infeksi
6 DS:
- Pasien mengatakan khawatir dengan kondisinya
- Pasien mengatakan takut
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Pasien bertanya tentang kondisinya
Masalah Keperawatan:

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
mukus ditandai dengan adanya sputum, ronchi (+)
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolik, dan menurunnya absorbsi zat gizi ditandai
dengan berat badan turun >20%
3. Diare berhubungan dengan gangguan absorpsi yang ditandai dengan buang air
besar terus menerus, mual muntah, nyeri perut dan lemas.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh (>37.5ºC)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko
6. Ansietas/ ketakutan individu, keluarga yang berhubungan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup ditandai dengan gelisah, dan takut.
C. Rencana Keperawatan

No.
Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
Dx
1. Setelah diberikan tindakan keperawatan NIC: Airway Management NIC: Airway Management
selama 3x24 jam diharapkan bersihan 1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala 1. Menunjukan fungsi pernafasan abnormal.
jalan nafas membaik dengan kriteria perubahan status pernafasan: takipnea,
hasil: penggunaan otot bantu nafas, batuk, warna
NOC: Airway Pattency dan jumlah sputum, bunyi nafas abnormal,
1. Frekuensi nafas normal ( 20x/mt) warna kulit sianosis, gelisah, konfusi atau
2. Tidak ada suara nafas tambahan somolen.
3. Sputum berkurang bahkan hilang 2. Dapatkan sampel sputum untuk kultur 2. Membantu dalam identifikasi organisme
4. Paru bersih yang diprogramkan oleh dokter dan patogenik.
berikan anti mokrobial sesuai ketentuan.
3. Berikan perawatan paru dam ajarkan: 3. Mencegah stasis sekresi dan
batuk efektif, nafas dalam, drainase meningkatkan bersihan jalan nafas.
postural dan vibrasi setiap 2 sampai 4 jam
4. Bantu pasien dalam mengambil posisi 4. Memudahkan bersihan jalan nafas dan
fowler tinggi atau semi pernafasan.
5. Lakukan tindakan untuk menurunkan 5. Memudahkan ekspektorasi sekresi
viskositas sekresi : mencegah stasis ekskresi
- Mempertahankan masukan cairan
sedikitnya 3L per hari kecuali
dikontraindikasikan.
- Lembabkan udara yang diinspirasikan
sesuai ketentuan dokter.
- Konsulkan dengan dokter mengenai
penggunaan agens mukolitik yang
diberikan melalui nebulizer
6. Lakukan pengisapan trakel sesuai 6. Membuang sekresi bila pasien tidak dapat
kebutuhan . melakukannya.
7. Delegatif pemberian terapi oksigen sesuai 7. Meningkatkan avaibilitas oksigen.
ketentuan
2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC: Nutrition Monitoring NIC: Nutrition Monitoring
selama 3x24 jam diharapkan pasien 1. Kaji TTV @ 6 jam 1. Menegtahui perkembangan kesehatan
mempunyai intake kalori dan protein 2. Monitor kemampuan mengunyah dan pasien
yang adekuat untuk memenuhi menelan. 2. Intake menurun dihubungkan dengan nyeri
kebutuhan metaboliknya dengan kriteria 3. Monitor BB, intake dan ouput tenggorokan dan mulut
hasil: NIC Nutrition Management 3. Menentukan data dasar
NOC: Nutritional Status: Food and 1. Rencanakan diet dengan pasien dan Ahli NIC: Nutrition Management
Fluid Intake gizi 4. Meyakinkan bahwa makanan sesuai
1. mual dan muntah dikontrol 2. Kolaborasi dalam pemberian Antiemetik dengan keinginan pasien
2. pasien makan TKTP dan vitamin 5. Mengurangi muntah
3. BB mendekati seperti sebelum
sakit.

3 Setelah di berikan askep selama 3x24 NIC: Diarrhea Management NIC: Diarrhea Management
jam di harapkan diare teratasi dengan 1. Observasi keadaan umum pasien 1. Keadaan umum menunjukkan
kriteria hasil perkembangan keadaan pasien
NOC: Diarrhea 2. Observasi feses pasien berupa frekuensi, 2. Membantu dalam mengidentifikasi diare
1. Buang air besar pasien kembali bau, konstistensi, dan warna. untuk menentukan intervensi yang tepat.
normal 3. Kaji skala nyeri dengan PQRST 3. Membantu dalam mengidentifikasi
2. Nyeri perut hilang dalamnya nyeri pada pasien
3. Menghilangkan dehidrasi pasien 4. Kolaborasi terapi intravena dengan 4. Mengembalikan kebutuhan cairan dan
(Hidrasi) pemasangan infus elektrolit pasien agar kembali normal dan
4. Cairan/elektrolit pasien kembali menghilangkan dehidrasi pasien.
normal 5. Monitoring tanda-tanda vital 5. TTV dapat menjadi indikator dari
perkembangan pasien.
6. KIE pasien untuk konsumsi makanan 6. Makanan berserat dapat mengatasi diare
berserat
4 Setelah diberikan tindakan keperawatan NIC: Fever Treatment NIC: Fever Treatment
selama 3x24 jam diharapkan suhu 1. Observasi suhu tiap 2 jam 1. Mengetahui perkembangan suhu tubuh
tubuh dalam batas normal dengan pasien
kriteria hasil: 2. Beri kompres hangat di daerah pembuluh 2. Memberi rangsangan pada hipotalamus
NOC: Thermoregulation darah besar
1. Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Delegatif pemberian antipiretik dan 3. Antipiretik untuk menurunkan suhu dan
36,5-37,5º C antibiotika. antibiotika untuk membunuh kuman.
2. Klien merasa nyaman tanpa rasa 4. Kolaborasi untuk pemeriksaan 4. Mengidentifikasi penyebab
panas laboratorium
5 Setelah dilakukan asuhan kepeawatan NIC: Infection Control NIC: Infection Control
selama 3x24 jam pasien bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. 1. Mengetahui perkembangan kesehatan
oportunistik dan komplikasinya dengan pasien
kriteria hasil: 2. Gunakan teknik aseptik pada setiap 2. Untuk pengobatan dini Mencegah pasien
NOC: Risk Control tindakan invasif. Cuci tangan sebelum terpapar oleh kuman patogen yang
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi baru, meberikan tindakan. diperoleh di rumah sakit
lab tidak ada infeksi oportunis 3. Memberi HE tentang cara hidup bersih 3. Mencegah bertambahnya infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk 4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai 4. Mempertahankan kadar darah yang
mencegah timbulnya infeksi order. terapeutik
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 5. Membantu dalam penyembuhan penyakit
antibiotik
6 Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC: Anxiety Reduction NIC: Anxiety Reduction
selama 3x24 jam diharapkan 1. Dorong klien untuk mengungkapkan setiap 1. membuat kepercayaan dan menurunkan
pasien tidak mengalami ansietas / ketakutan permasalahan yang berhubungan kesalahan persepsi/salah interpretasi
ketakutan dengan kriteria hasil: dengan pengobatannya. terhadap informasi pengobatan.
NOC: Anxiety Self Control 2. Identifikasi dan dukung mekanisme koping 2. Klien yang cemas mempunyai
1. Pasien mengakui dan mendiskusikan efektif klien. penyempitan lapang persepsi dengan
takut/masalah penurunan kemampuan untuk belajar.
2. Pasien tampak rileks Ansietas cendrung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional
dan nyeri fisik.
3. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan 3. Beberapa rasa takut didasari oleh
pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau informasi yang tidak akurat dan dapat
sedang dihilangkan denga memberikan informasi
akurat. Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap pelajaran.
4. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan 4. Menghargai klien untuk koping efektif
penguatan koping positif dapat menguatkan respon koping positif
yang akan datang.

D. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan setelah perencanaan keperawatan selesai
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI: Situasi dan Analisis HIV AIDS. Retrieved from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin%2
0AIDS.pdf.

Rivai, et al. (2013). Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS. ITGSE : Jakarta.

Jayanti, E. (2008). Deskripsi dan faktor HIV-AIDS. Retrieved from:


http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi%20dan-
Literatur.pdf.

Fajar, E. (2013). KTI BAB II Tinjauan Pustaka. Retrieved from:


http://eprints.undip.ac.id/43845/3/ELIZABETH_FAJAR_P.P_G2A009163_ba
b_2_KTI.pdf.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Nasional. Tatalaksana


Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2012

Anda mungkin juga menyukai