1 Eliminasi
1 Eliminasi
A. DEFINISI
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat
melalui urine atau bowel. (Tarwoto&Wartonah, 2006).
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah,
baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus
sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya
berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson& Weigley,
1989). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal
dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan
sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi
tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ;
lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien,
perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek
penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
sistem gastrointestinal dan system tubuh lainnya
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan
huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui
anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
B. PATOFISIOLOGI
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal
yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah
anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup
dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal,
maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas
untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras
dan terjadi konstipasi.