Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang tenaga medis tepatnya seorang bidan harus memahami
anatomi dan fisiologi patella karena berhubungan dengan ilmu kebidanan yaitu
pemeriksaan refleks patella yang memprediksikan bahwa ibu hamil yang
mempunyai refleks patella negatif kemungkinan ibu hamil tersebut mengalami
kekurangan vitamin B1. Selain itu ketiadaan atau penurunan refleks patela
dikenal juga sebagai tanda westphal. Tanda westphal menunjukkan bahwa ada
masalah di saraf tulang belakang pasien atau saraf perifer. Sehingga seorang
bidan mengetahui asuhan kebidanan yang tepat pada ibu hamil tersebut. Jika
dihubungkan dengan nantinya saat persalinan, ibu hamil yang refleks patelanya
negatif pada pasien preeklampsia/eklampsia tidak dapat diberikan MgS04 pada
pemberian ke-2, karena syarat dari pemberian ke-2 dilihat dari refleks patela.
Jika refleks negatif, ada kemungkinan ibu mengalami keracunan MgS04.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari patella ?
2. Bagaimana hubungan patella dengan kebidanan ?
3. Bagaimana refleks dari patella ?
4. Gangguan apa saja yang terjadi pada patella ?
5. Fraktur apa saja yang terjadi pada patella ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari patella
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Patella


1. Anatomi Patella

Patela atau tempurung lutut adalah tulang baji atau tulang sesamoid yang
berkembang dalam tendon otot kwadrisep extensor berfungsi meluruskan
(ekstensi) lutut. Apex patella meruncing kebawah. Permukaan anterior dari
tulang ialah kasar, permukaan posteriornya halus dan bersendi dengan
permukaan pateler dari ujung bawah femur. Letaknya di depan sendi lutut,
tetapi tidak ikut serta di dalamnya.
Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia.
Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah.
Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara
condylus femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan
sebuah sendi pelana, diantara patella dan fascies patellaris femoris.
Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi
sebenarnya terdiri dari dua bagian sendi yang kompleks yaitu :
a. Condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan
berhubungan dengan condylus tibiae
b. Satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella
dan femur.
Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat,
pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada
bagian bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella.
Fascies articularis femoris, tibiae, dan patella diliputi oleh cartilago hyaline.
Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut
sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.

2. Fisiologi Patella

Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah


sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat, kedudukan
patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella terletak
pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).
B. Hubungan Patella dengan Kebidanan
Pada pembahasan ini hubungan patella dengan kebidanan adalah pada fungsi
pemeriksaan refleks patella. Apabila refleks patela bernilai positif/baik maka
menunjukkan sistem saraf di area ekstremitas bawah termasuk baik. Jika pada ibu
hamil reaksinya negatif kemungkinan ibu hamil tersebut mengalami kekurangan
vitamin B1. Selain itu ketiadaan atau penurunan refleks patella dikenal juga
sebagai tanda westphal. Tanda westphal menunjukkan bahwa ada masalah di saraf
tulang belakang pasien atau saraf perifer. Pemeriksaan medis ini tidak berkaitan
dengan sifat dan sikap seseorang namun lebih kepada profil kesehatan.
Pada kehamilan fungsi dari pemeriksaan patella adalah untuk menilai apakah ibu
hamil tersebut mengalami defisiensi Vit. B1 atau memang ada masalah dalam
sistem persyarafannya. Jika dihubungkan dengan nantinya saat persalinan, ibu
hamil yang refleks patellanya negatif pada pasien preeklampsia/eklampsia tidak
dapat diberikan MgS04 pada pemberian ke-2, karena syarat dari pemberian ke-2
dilihat dari refleks patela. Jika refleks negatif, ada kemungkinan ibu mengalami
keracunan MgS04.
C. Refleks Patella
Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada
rute lengkung refleks. Lengkung refleks adalah proses yang terjadi pada refleks
melalui jalan tertentu. Komponen-komponen yang dilalui refleks adalah sebagai
berikut:
1. Reseptor rangsangan sensoris : ujung distal dendrit yang menerima stimulus
peka terhadap suatu rangsangan misalnya kulit.
2. Neuron aferen (sensoris) : melintas sepanjang neuron sensorik sampai ke
medula spinalis yang dapat menghantarkan impuls menuju ke susunan saraf
pusat.
3. Neuron eferen (motorik) : melintas sepanjang akson neuron motorik sampai ke
efektor yang akan merespon impuls eferen menghantarkan impuls ke perifer
sehingga menghasilkan aksi yang khas.
4. Alat efektor : dapat berupa otot rangka, otot jantung, atau otot polos
kelenjar yang merespons, merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili
oleh suatu serat otot atau kelenjar.
Refleks patela (tempurung lutut) adalah refleks sistem saraf berupa refleks
kontraksi otot di sekitar patela sehingga kaki akan terlihat seperti
menendang . Refleks patela disebut juga dengan Knee Pess refleks (KPR).
Refleks patela merupakan refleks tendon dalam dan juga merupakan refleks
monosynaptic karena hanya satu sinaps yang menyeberang untuk
melengkapi sirkuit yang memicu refleks yaitu ketika area di bawah
tempurung lutut dipukul dengan palu refleks, otot paha depan di paha
berkontraksi, dan menyebabkan kaki menendang keluar. Respon ini tidak
melibatkan otak , hanya sumsum tulang belakang.
D. Mekanisme Refleks Patella
Rangsangan (ketukan pada patellae) Impuls reseptor  neuron
sensorik/afferent (neuron Femoris)  medulla spinalis neuron
asosiasi/perantara neuron motorik (neuron Femoris) efektor (neuron
Quadratus femoris)gerakan.
Prosedur respons refleks sering dikelaskan dengan nilai 0 sampai 4+.
1. 4+ : hiperaktif dengan klonus terus menerus
2. 3+ : hiperaktif
3. 2+ : normal
4. 1+ : hipoaktif
5. 0 : tidak ada refleks
Apabila refleks patela bernilai positif/baik maka menunjukkan sistem saraf
di area ekstremitas bawah termasuk baik. Jika pada ibu hamil reaksinya
negatif kemungkinan ibu hamil tersebut mengalami kekurangan vitamin
B1. Selain itu ketiadaan atau penurunan refleks patela dikenal juga sebagai
tanda Westphal. Tanda westphal menunjukkan bahwa ada masalah di saraf
tulang belakang pasien atau saraf perifer. Pemeriksaan medis ini tidak
berkaitan dengan sifat dan sikap seseorang namun lebih kepada profil
kesehatan.
E. Pemeriksaan Perkusi Patela
1. Aspek Pengetahuan
Pemeriksaan perkusi refleks patela adalah pemeriksaan dengan
pengetukan pada tendon patela menggunakan palu refleks. Pada kondisi
normal, setelah dilakukan pengetukan akan terjadi reaksi refleks,. Ibu
diperiksa dalam posisi duduk dengan kedua tungkai bawah
mengggantung santai, kemudian pemeriksa menetukan tendon patela.
Sementara itu, perhatian ibu dialihkan, misalnya dengan mengajak ibu
membicarakan sesuatu sehingga perhatian ibu tidak terfokus pada
tendon yang diketuk. Pemeriksaan dengan mengetuk-ngetuk lutut
dengan palu dimaksudkan untuk refleks patela.

2. Aspek Keterampilan
Pemeriksaan refleks patela sebaiknya dilakukan setelah pengukuran
lingkar lengan atas. Pemeriksaan alat dilakukan bersamaan dengan
persiapan alat pada waktu pemeriksaan inspeksi, palpasi, dan auskultasi.
a. Menyiapkan alat :
1) Tempat duduk yang tinggi
2) Alat tulis
3) Status ibu
4) Palu refleks
b. Menyiapkan lingkungan dengan meletakkan tempat duduk yang
tinggi untuk pemeriksaan.
c. Menyiapkan ibu dengan memberi informasi tentang tujuan dan
maksud pemeriksaan.
d. Melaksanakan prosedur pemeriksaan:
1) Mempersilahkan ibu duduk pada tempat yang disediakan dengan
posisi mengggantung secara santai.
2) Membebaskan lutut dari pakaian yang menutupinya.
3) Mengalihkan perhatian ibu dengan pembicaraan yang membuat
ibu merasa tertarik.
4) Mengetukkkan palu refleks tepat pada tendon patela secara
perlahan dan pasti.
5) Mengamati reaksi refleks.
6) Memepersilahkan ibu duduk di tempat yang aman.
7) Mencatat hasil pemeriksaan pada status ibu

3. Aspek Sikap
a. Cermat
Cermat dalam menentukan tendon patella.
b. Teliti
Pemeriksaan teliti dalam mengamati reaksi refleks setelah dilakukan
pengetukan pada tendon patela.

F. Gangguan pada Patella


Pada dasarnya, reflek patella adalah tes untuk melihat bagaimana respon
sensorik ke penyadapan oleh palu tendon. Tujuan utama dari pengujian
adalah untuk menganalisis apakah sistem saraf dalam kondisi yang baik atau
tidak. Sederhananya, tenaga kesehatan akan melakukan reflek patella pada
klien jika refleks tidak sampai untuk menandai atau tidak ada sama sekali,
ini disebut sebagai tanda Westphal. Sebaliknya, jika ada beberapa osilasi
dalam menanggapi reflek patella yang diberikan, ini bisa menandakan
adanya penyakit serebelar. Itu semua terjadi karena lengkung refleks dari
stimulus untuk respon. Sebuah lengkung refleks adalah jalur saraf yang
menengahi tindakan refleks. Dalam refleks patella, akar saraf adalah
pembawa impuls oleh motor neuron sepanjang akson nya.
1. Patella Chondromalacia
Merupakan kerusakan pada tulang rawan di bawah tempurung
lutut. Patella Chondromalcia dikenal dengan syndrome sakit patella
femoral. Gejala yang paling umum adalah nyeri lutut yang meningkat
ketika berjalan naik atau turun tangga. Perawatan secara sederhana
seperti istirahat dan penerapan es dapat meringankannyeri, tapi
terkadang terapi fisik atau operasi diperlukan untuk meringankan rasa
sakit patellafemoral.
2. Patella Tendinitis, cidera Tendon akibat sering melompat.
Merupakan cidera pada tendon yang menghubungkan tempurung
lutut (patella) ke tulang kering. Tendon patella berperan penting untuk
menggerakkan otot – otot kaki dengan cara membantu otot
meregangkan lutut.
Penyebab Tendinitis Patella adalah cidera yang sangat umum
terjadi ketika tendon patella mendapatkan tekanan secara berulang –
ulang. Sedikit tekanan akan merobek tendon yang dapat diperbaiki oleh
tubuh, tetapi ketika robekan bertambah banyak akan menyebabkan rasa
sakit dari peradangan dan melemahnya tendon. Saat itu kerusakan
tendon akan terus berlanjut selama lebih dari beberapa minggu dan
disebut Tendinopathy. Gejalanya adalah nyeri. Rasa sakit biasanya
berasal dari tendon patella tempurung litut (patella) dan perlekatan
tendon dengan tulang kering (tibia).
3. Habitual Patellar Dislacation
Merupakan tempurung lutut yang mudah terlepas pada gerakan
tertentu yang dapat diatasi dengan penguatan otot bahkan pembedahan
4. Arthritis
Merupakan penyakit degenerative pada lutut dikarenakan
kerusakan tulang rawan sendi. Pada stadium awal penderita mengeluh
kaku sendi di pagi hari lama – lama disertai rasa nyeri di lutut terutama
bila jongkok berdiri atau naik turun tangga dan diakhiri dengan nyeri
permanen dan gerakan sendi yang sangat terbatas yang kadang
memaksa penderita untuk tidak berjalan lagi walau kondisi tubuh masih
cukup sehat. Osteoporosis tidak menimbulkan nyeri lutut sehingga
nyeri lutut tidak bisa diatasi dengan kalsium. Penyebab Arthritis
digolongkan dalam 2 kelompok besar yaitu:
a. Primer, karena aus atau gugusnya tulang rawan sendi.
b. Sekunder, karena penyebab yang lain seperti cidera waktu muda
yang tidak segera diatasi.
Baik primer ataupun sekunder kerusakan yang terjadi sama yaitu
rusaknya permukaan sendi, pada stadium awal pengobatan dapat
berupa obat – obatan, suntik sendi, fisioterapi, olah raga low impact dan
arthroscopy surgery. Pada stadium yang lebih lanjut diperlukan
tindakan pembedahan yang lebih kompleks yaitu operasi pelapisan
permukaan sendi buatan yang dikenal dengan istilah arthropllasty atau
total knee replancement, tindakan ini bisa menuntaskan rasa kaku, nyeri
hambatan gerak dan meluruskan tulang lutut yang sudah bengkok.
5. Dislokasi Patella Traumatik Primer Abstrak
Merupakan dislokasi yang terjadi saat pertama kali, didefinisikan
sebagai suatu cirri klinis yang biasanya disebabkan oleh gangguan
traumatic pada struktur peripatellar medial yang sebelumnyabtidak
mengalami cidera.
Salah satu gejala yang berhubungan dengan dislokasi patella
traumatic yang akut dan primer adealah hematrthrosis pada lutut yang
disebabkan oleh rupturnya bagian medial dar`i patella. Fleksi lutut dan
valgus telah diketahui sebagai mekanisme cidera dari dislokasi patella.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Patela atau tempurung lutut adalah tulang baji atau tulang sesamoid yang
berkembang dalam tendon otot kwadrisep extensor berfungsi meluruskan (ekstensi)
lutut. Apex patella meruncing kebawah. Permukaan anterior dari tulang ialah kasar,
permukaan posteriornya halus dan bersendi dengan permukaan pateler dari ujung
bawah femur. Letaknya di depan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta di dalamnya.
Sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris
medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana,
diantara patella dan fascies patellaris femoris.
Pada kehamilan fungsi dari pemeriksaan patella adalah untuk menilai apakah
ibu hamil tersebut mengalami defisiensi Vit. B1 atau memang ada masalah dalam
sistem persyarafannya. Jika dihubungkan dengan nantinya saat persalinan, ibu
hamil yang refleks patellanya negatif pada pasien preeklampsia/eklampsia tidak
dapat diberikan MgS04 pada pemberian ke-2, karena syarat dari pemberian ke-2
dilihat dari refleks patela. Jika refleks negatif, ada kemungkinan ibu mengalami
keracunan MgS04.

3.2 Saran
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kekurangan untuk itu kami sebagai
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga makalah ini
menjadi lebih baik dan bisa bermanfaat bagi kita semua.
Untuk tenaga medis khususnya bidan hendaknya kita selalu memahami dan
menerapkan aplikasi dari ilmu anatomi fisiologi yang berhubungan dengan
kebidanan, sehingga dalam praktiknya nanti kita dapat memberikan pelayanan
kebidanan yang bermutu dan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Basmajian, John V.____. Anatomi Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara

C. Pearce Evelyn. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai