N21116792
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
N21116792
Menyetujui :
Mengetahui :
Koordinator PKPA Farmasi Rumah Sakit Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Program Pendidikan Profesi Apoteker Rumah Sakit Umum Daerah
Fakultas Farmasi Andi Makkasau Pare-Pare
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt. Dra. Hj. Nurdjihadi Arsyad, Apt.
NIP.19500817 197903 1 003 NIP. 19600610 198803 2 005
ii
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya yang telah meridhoi seluruh rangkaian kegiatan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah
Andi Makkasau Parepare. Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini disusun
untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat menyelesaikan program
pendidikan Profesi Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Makassar.
Selesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis men-
yampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Gemini Alam M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
2. Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt, selaku Ketua Program studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, M.S., Apt. selaku Koordinator PKPA
Farmasi Rumah Sakit Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
4. Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt., selaku pembimbiing PKPA Farmasi
Rumah Sakit
5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Pare-pare.
6. Dra. Hj. Nurdjihadi Arsyad, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Pare-pare.
7. Fatimah, S. Farm., Apt.. selaku pembimbing teknis Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Pare-pare.
8. Seluruh staf dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Pare-
pare, khususnya dibagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
9. Rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker, khususnya
peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit atas segala
bantuan dan kerjasamanya selama ini.
iii
2
Penulis
iv
3
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
II.1 Diabetes Mellitus ....................................................................... 3
II.1.1 Definisi ....................................................................................... 3
II.1.2 Epidemiologi .............................................................................. 3
II.1.3 Patofisiologi ............................................................................... 4
II.1.4 Etiologi ....................................................................................... 5
II.1.5 Klasifikasi .................................................................................. 6
II.1.6 Penatalaksanaan ......................................................................... 8
II.2 Ulkus Kaki Diabetik................................................................... 17
II.2.1 Definisi ....................................................................................... 17
II.2.2 Etiologi ....................................................................................... 17
II.2.3 Patofisiologi ............................................................................... 18
II.2.4 Klasifikasi .................................................................................. 19
II.2.5 Pengelolaan ................................................................................ 21
BAB III STUDI KASUS ............................................................................... 26
III.1 Profil Penderita ............................................................................ 26
III.2 Profil Penyakit ............................................................................. 26
III.3 Data Klinik................................................................................... 27
III.4 Data Laboratorium ....................................................................... 29
III.5 Profil Pengobatan......................................................................... 32
III.6 Analisa Rasionalitas..................................................................... 33
III.7 Assesment dan Plan ..................................................................... 34
v
4
vi
5
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 Target Penatalaksanaan Diabetes……………………………. 8
Tabel II.2 Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner...……………. 20
Tabel II.3 Daftar obat antibiotik yang dapat direkomendasikan
untuk pasien Ulkus Kaki Diabetik…………………………... 23
Tabel III.1 Data Klinik Pasien………………………………………….. 27
Tabel III.2 Data subjektif Pasien………………………………………… 27
Tabel III.3 Data Laboratorium Pasien…………………………………… 28
Tabel III.4 Data Pemeriksaan Gula Darah Sesaat (GDS) Pasien……….. 29
Tabel III.5 Data Pemeriksaan Hemostatis………………………………. 29
Tabel III.6 Data Profil Pengobatan Pasien……………………………… 30
Tabel III.7 Data Rasionalitas Pemakaian Obat Pasien………………….. 31
Tabel III.8 Data Assesment and Plan…………………………………… 32
Tabel III.9 Data Hasil Konseling Pasien………………………………... 35
vii
6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Lokasi penyuntikan insulin yang disarankan…………….… 11
Gambar II.2 Perhitungan dosis penggunaan insulin……………………… 14
Gambar II.3 Patofisiologi terjadinya Ulkus Kaki Diabetik………………. 19
Gambar II.4 Klasifikasi kaki diabetes……………………………………. 20
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.2 Klasifikasi
1) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus tipe 1 ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel β pulau
Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun (8). Pada pulau Langerhans
kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel σ. Sel-sel
β memproduksi insulin, selsel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel σ
memproduksi hormon somastatin. Serangan autoimun yang terjadi karena
adanya infeksi virus yang menimbulkan reaksi autoimun berlebihan, sehingga
sel imun tubuh tidak hanya membunuh virus, tetapi merusak sel-sel β pankreas.
Destruksi autoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung
mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe 1. Bila insulin
tidak dapat diproduksi, maka sel tidak dapat menyerap glukosa dari darah
sehingga kadar gula meningkat.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada
3
4
orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari
DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak 7 mampu merespon
insulin secara normal, keadaan ini disebut resistensi insulin. Disamping
resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan
gangguan sekresi insulin diakibatkan sel β pankreas yang menyusut secara
progresif. Sel β pankreas umumnya masih aktif hanya sekresi insulinnya
berkurang. Penyusutan sel β pankreas dan resistensi inulin mengakibatkan
kadar gula darah meningkat. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Pasien DM tipe 2
sering mengalami komplikasi seperti hipertensi, hiperlipidemia dan infeksi (8).
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama
masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. DM gestasional
ini terjadi pada 7% dari seluruh kehamilan. Terapi pada DM tipe ini bertujuan
menurunkan kecacatan dan mortalitas pada ibu dan janinnya (8).
4) Diabetes Melitus Tipe Lain
Dapat disebabkan oleh efek genetik fungsi sel β, kelainan genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi,
sebab imunologi dan sindrom genetika lain yang berkaitan dengan diabetes
melitus (10).
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan
langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya.
1. Terapi tanpa obat
Untuk pengobatan diabetes melitus dapat didukung dengan terapi tanpa obat,
antara lain dengan pengaturan diet atau pola makan dan olahraga. Diet yang
baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes. Diet yang dianjurkan
adalah makanan dengan komposisi seimbang terkait dengan karbohidrat,
protein dan lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut dan kegiatan fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel
β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa
penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% dan
setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian di
luar negeri bahwa diet tinggi karbohidrat bentuk kompleks (bukan disakarida
atau monosakarida) dan dalam dosis terbagi dapat 13 meningkatkan atau
memperbaiki pembakaran glukosa di jaringan perifer dan memperbaiki
kepekaan sel β di pankreas. Salah satu alternatif terapi tanpa obat adalah
dengan berolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat Continuous,
Rhymical, Interval, Progressive, Endurance Training dan disesuaikan dengan
kemampuan serta kondisi penderita dapat memperbaiki metabolisme glukosa,
asam lemak, ketone bodies dan merangsang sintesis glikogen (2).
2. Terapi obat
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat belum berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa
penatalaksanaan terapi obat. Terapi obat dapat dilakukan dengan antidiabetika
oral, terapi insulin atau kombinasi keduanya (8).
10
1) Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino
yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai
B mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus
disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu
masih terdapat gugus disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada
rantai A (14).
a. Sekresi Insulin
Sekresi insulin diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar glukosa
darah yang stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Hal ini dapat
dicapai karena adanya berbagai koordinasi peran berbagai nutrien,
hormon saluran cerna, hormon pankreas, dan neurotransmitter otonom.
Sekresi insulin umunya dipacu oleh ambilan glukosa darah yang tinggi
dan difosforilisasi dalam sel-β pankreas. Kadar ATP meningkatkan dan
menghambat saluran K+, menyebabkan membran sel depolarisasi dan
influks Ca++, yang menyebabkan pulsasi eksositosis insulin (15).
b. Sumber insulin
Insulin diisolasi dari pankreas sapi dan babi. Namun, insulin manusia
juga menggunakan hormon hewan untuk terapi. Insulin manusia
diproduksi oleh strain khusus Escherichia coli yang telah diubah secara
genetik mengandung gen untuk manusia, yang diberikan hanya oleh satu
asam amino (15).
c. Pemberian insulin
Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya
dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan
dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi penyuntikan yang
disarankan ditunjukan pada gambar II.1 (14).
11
bakteri mudah masuk melalui luka pada kaki kemudian tumbuh, menyebar dan
dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama luka ulkus terbuka dan tidak dirawat
semakin besar pula risikonya untuk terkena infeksi bakteri (21). Bakteri patogen
yang tumbuh subur terutama adalah bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi
kekurangan pasokan oksigen akibat berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob
berperan besar untuk menimbulkan infeksi dan gangren karena bekerja sinergis
dalam pembentukan gas kemudian menjadi gas gangrene.
II.2.3 Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau
menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.
Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik
tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah
ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak
tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah
atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. (20)
Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang
tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas
gangren. Faktor Risiko Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih
dari 10 tahun, laki-laki, kontrol gula darah buruk, ada komplikasi kardiovaskular,
retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan risiko antara lain neuropati perifer
dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan biomekanik, peningkatan tekanan
18
pada kaki, penyakit vaskular perifer (penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis),
riwayat ulkus atau amputasi serta kelainan kuku berat. Luka timbul spontan atau
karena trauma, misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat sepatu atau
sandal sempit dan bahan yang keras. Luka terbuka menimbulkan bau dari gas
gangren, dapat mengakibatkan infeksi tulang (osteomielitis) (22).
neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu neuropati sensorik, motorik, dan autonom. (20)
Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi
proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki
juga hilang (22)
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan
penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas
seperti hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan
terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki dan
mudah terjadi ulkus (22)
Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan
peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit.
Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan
terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol
dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi
menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot (22)
2) Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau
PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun
demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama untuk
sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi arterial.
Gangguan pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu gangguan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk
menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan
kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi. Oleh karena itu
penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada kaki (20).
3) Infeksi
Berkurangnya aliran darah akan menghambat penyembuhan luka sehingga
dapat menyebabkan infeksi (20). Peningkatan gula darah juga menghambat
kerja leukosit sehingga penyembuhan infeksi menjadi lebih lama. Luka dapat
20
autonomic testing, sehingga pengelolaan lebih baik. Ulkus gangren dengan critical
limb ischemia lebih memerlukan evaluasi dan perbaikan keadaan vaskularnya.
Sebaliknya jika faktor infeksi menonjol, antibiotik harus adekuat. Sekiranya faktor
mekanik yang dominan, harus diutamakan koreksi untuk mengurangi tekanan
plantar.
yang mengalami ulkus sebagai penumpu berat tubuh, baik ketika berjalan
maupun melakukan aktivitas sehari-hari.
Terapi nonfarmakologis untuk mengurangi tekanan pada kaki yang
mengalami ulkus seperti dilakukan pemeriksaan kondisi telapak kaki dengan
mencari perubahan apapun dan atau kerusakan kulit seperti merah, bengkak,
keretakan kulit, luka-luka, perdarahan, gatal atau mati rasa. Perubahan apapun
di telapak kaki menjadi tahap awal yang kemungkinan besar dapat menjadi
berat. Menjaga telapak kaki selalu bersih dengan mencuci kaki dengan sabun
dan air hangat setiap hari untuk menjaga kebersihan telapak kaki. Sepertiga
dari seluruh penderita DM menderita kekeringan kulit pada telapak kaki. Perlu
diberikan pelembab setiap hari pada telapak kaki untuk mencegah kekeringan
dan pecah-pecah kulit karena kerusakan kulit dapat menjadi masalah serius
(21). Selalu mengenakan pakaian longgar hindari seperti menggunakan kaos
kaki yang terlalu kencang atau pakaian yang dapat membatasi aliran darah
menuju telapak kaki. Sebaiknya menghindari memotong sendiri kalus-kalus
pada telapak kaki tanpa pertolongan petugas kesehatan karena dapat memicu
infeksi. Terjadinya infeksi harus dihindari pada pasien DM karena dapat
mengakibatkan komplikasi yang semakin berat (21). Memelihara berat badan
yang sesuai agar tekanan pada kaki berkurang, serta menjaga kondisi telapak
kaki. Sebelum menggunakan sepatu, periksa dan pastikan tidak ada kerikil atau
permukaan kasar di dalam sepatu. Pastikan kaos kaki yang aka digunakan tidak
ada lipatan kasar atau daerah yang ditambal. Segala sesuatunya harus benar-
benar pas dan nyaman (21).
2) Debridemen
Debridemen merupakan tahap awal evaluasi ulkus. Debridemen
menghilangkan semua jaringan nekrosis yang ada di sekeliling ulkus sampai
dinyatakan sehat dan tidak terjadi perdarahan lagi di tepi luka. Sesudah
debridemen sebaiknya ulkus diperiksa untuk menentukan keterlibatan struktur-
struktur mendasar seperti tendon, tulang atau tulang sendi. Keterlibatan
struktur-struktur mendasar, ada tidaknya iskemia dan infeksi harus ditentukan
sebelum dilakukan penggolongan kondisi klinis pasien yang tepat untuk
23
MSSA ;
Streptococcus spp Sefoksitin** 2 gram IV tiap 6-8 jam
Agen antibiotika yang dicetak tebal merupakan agen yang sering digunakan untuk perbandingan pada penelitian. Agen yang
disetujui FDA untuk infeksi kaki diabetik ditunjukkan dengan huruf dicetak miring
* Antibiotika yang disetujui untuk infeksi kulit berdasarkan studi yang mengecualikan pasien dengan infeksi kaki diabetes
(misalnya ceftarolin, televancin) tidak disertakan
** Antibiotika yang memperlihatkan keefektifan pada uji klinis termasuk pasien dengan kaki diabetes
*** Daptomisin atau Linezolid dapat dijadikan pengganti Vankomisin
26
BAB III
STUDI KASUS
27
28
Keterangan :
P = Pagi
S = Siang
M = Malam
Cetak Merah = Hasil diatas Normal
(-) = Tidak dilakukan Pemeriksaan
8 Insulin Novorapid Flex Pen100 IU 3x1 6-6-6 6–6-6 6–6-6 8–8-6 8–8–6 8- 8- 6 8–8–6
Keterangan:
1
Obat yang juga diresepkan oleh dr. Bedah
2
Obat yang diresepkan oleh dr. Kulit
33
Keterangan:
R : Rasional
IR : Irrasional
34
III.10 Konseling
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
ANDI MAKKASAU PARE PARE
PELAYANAN FARMASI KLINIK, PIO DAN MUTU FORM
PEMBERIAN KONSELING OBAT
Mekanisme Kerja
Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat
nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan
trikomonosid. Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami
reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi
antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat. Metronidazole
efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia
lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap metronidazole atau derivate nitromidazol lain.
Hamil trimester ke-1.
Perhatian
Pasien dengan malfungsi dan gangguan SSP, gangguan fungsi hati. Hamil
trimester 2 dan 3 dan laktasi. Anak.
Efek samping
Mual, muntah, rasa tidak enak pada abdomen, rasa logam pada lidah,
diare, neuropati perifer, leucopenia dan trombositopenia sementara.
Aplasia sumsum tulang. Urin berwarna gelap. Ruam eritematosus,
peruritus, fotosensitifitas. Tromboflebitis, hipertensi, infark miokard, RA.
Interaksi obat
Efek Cytochrome P450, menghambat CYP2C8/9 (lemah), 3A4
(moderate). Etanol dapat menyebabkan reaksi seperti disulfiram. Warfarin
dan metronidazol dapat meningkatkan bleeding time (PT) yang
menyebabkan perdarahan. Simetidin dapat meningkatkan kadar
metronidazol. Metronidazol dapat menghambat metabolisme cisaprid,
menyebabkan potensial aritmia; hindari penggunaan secara bersamaan.
Metronidazol dapat meningkatkan efek/toksisitas lithium. Metronidazol
dapat meningkatkan efek/toksisitas benzodiazepin tertentu, calcium
channel blocker, siklosporin, turunan ergot, HMG-Coa reduktase inhibitor
tertentu, mirtazapine, nateglinid, nefazodon, sildenafil (dan PDE-5
inhibitor yang lain), takrolimus, venlafaxine, dan substrat CYP3A4 yang
39
lain. Fenobarbital (inducer enzim yang lain), dapat menurunkan efek dan
waktu paruh metronidazol. Konsentrasi puncak serum antibiotik
diturunkan dan terjadi delay (terlambat), tetapi jumLah total obat yang
diabsorbsi tidak dipengaruhi.
4. Ranitidin Injeksi 25 mg/ml
Komposisi
Setiap ml mengandung Ranitidin HCl 27,9 mg yang setara dengan
ranitidine 25 mg.
Indikasi
Pengobatan tukak duodenum & tukak lambung jinak, termasuk kondisi
tukak duondenum yg berhubungan dg penggunaan OAINS (termasuk
aspirin) terutama pd pasien dg riwayat peny tukak peptik, kondisi
hipersekresi patologis (spt sindrom Zollinger-Ellison & mastositosis
sistemik), refluks esofagitis; dispepsia episodik kronik, ditandai dg nyeri
(epigastrium atau retrosternal) yg berhubungan dg makanan atau ggn tidur
tetapi tdk terkait dg kondisi yg telah disebutkan sebelumnya; tukak pasca
op. Terapi pemeliharaan utk pasien tukak duodenum ssdh sembuh dari
tukak akut. Pencegahan tukak stres pd pasien yg sakit serius, perdarahan
rekuren tukak peptik & sindrom Mendelson..
Mekanisme kerja
Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat kerja
histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50%
perangsangan sekresi asam lambung adalah 36-94 mg/ml. kadar tersebut
bertahan selama 6 – 8 jam setelah pemberian dosis 50 mg IM/IV.
Dosis dan aturan pakai
Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.
Injeksi i.v. : intermittent.
1) Intermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50
mg dalam larutan NaCl 0,9% atau larutan injeksi i.v. lain yang cocok
sampai diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/mL (total volume
40
Indikasi
Untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien diabetes mellitus.
Mekanisme kerja
Efek Novorapid lebih cepat, mula kerjanya sekitar 15-30 menit serta lama
kerja lebih singkat, waktu puncak dicapai setelah ½ -2 jam. Hal ini
dikarenakan absorpsi yang lebih cepat pasca injeksi subkutan.
Kontraindikasi
Pasien hipersensitif dan hipoglikemia
Efek Samping
Reaksi alergi, nyeri sisi injeksi, hipoglikemia dan ketosis.
Dosis
Pemberian insulin aspart biasa diberikan sekitar 5-10 menit sebelum
makan karena mula kerjanya yang cepat. Dosis insulin berbeda tiap
individu tergantung kebutuhan, namun umumnya berkisar 0,5 -1,0
unit/kg/hari dilakukan secara subkutan pada dinding abdomen, paha,
lengan atas. Selain itu juga bisa diberikan dengan infusi subkutan terus-
menerus pada dinding abdominal. Tempat injeksi harus digilir tiap kali
pemberian.
6. Levemir® FlexPen 100 UI/ml
Komposisi
Setiap 1 ml mengandung Insulin detemir 100 UI
Indikasi
Diabetes Melitus
Dosis
0,2-1 U/kgBB/hari, diberikan secara SK 1-2 x/hari.
Pemberian Obat
Diberikan sebelum atau sesudah makan. Untuk pasien yang diterapi denga
rejimen 1 x/hari, berikan bersama dengan makan malam atau menjelang
tidur. Untuk pasien yang memerlukan pemberian dosis 2x/hari, dosis
malam dapat diberikan bersama makan malam atau menjelang tidur atau
12 jam sesudah pemberian dosis pagi.
42
Perhatian
Kondisi infeksi dan demam. Hipoalbuminemia berat. Dapat mengganggu
kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin. Hamil dan laktasi.
Efek Samping
Hipoglikemia, reaksi pada tempat injeksi.
Interaksi Obat
Obat antidiabetik oral, MAOI, penyekat β non selektif, ACE inhibitor,
salisilat, alkohol, tiazid, glukokortoid, hormon tiroid, simpatomimetik β,
hormon pertumbuhan, danazol, oktreotid/lanreotid dapat meningkatkan
atau menurunkan efeknya
7. Simvastatin tab. 20 mg (21)
Komposisi
Tiap tablet mengandung simvastatin 20 mg
Indikasi
Menurunkan kadar kolesterol total & LDL pada hiperkolesterolemia
primer dan sekunder jika respon terhadap diet & pendekatan non-
farmakologikal tunggal lain tidak memadai.
Mekanisme kerja
Menghambat sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat enzim
HMG CoA reduktase.
Dosis
Awal 10 mg/hari pada sore hari. Hiperkolesterolemia ringan sampai
sedang 5 mg/hari. Maksimal 40 mg/hari.
Efek samping
Nyeri abdomen, konstipasi, distensi abdomen, astenia, sakit kepala,
miopati, rabdomiolisis.
Perhatian
Monitor profil lemak tiap 3 bulan (pada penggunaan lama) Homozigous-
familial hiperkolesterolemia, penyakit hati, hipertrigliserilemia.
Alkoholisme.
43
Kontraindikasi
Penyakit hati aktif atau peningkatan persisten transaminase serum yang
tidak jelas penyebabnya, dan hipersensitivitas.
Interaksi obat
Meningkatkan efek antikoagulan kumarin. Dengan obat imunosupresan
dapat meningkatkan resiko miopati & rabdomiolisis.
8. Ketorolac injeksi 30 mg/ml (27,28)
Komposisi
Tiap 1 ml mengandung ketorolac tromethamine 30 mg
Dosis
untuk dewasa, awal 10 mg, kemudian dilanjutkan dengan dosis 10-30 mg
tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Dosis total maksimal 90 mg/ hari (selain
pasien lanjut usia) atau 60 mg/ hari (pasien lanjut usia, kerusakan ginjal,
atau BB < 50 kg).
Indikasi
penatalaksanaan nyeri akut sedang hingga berat dalam jangka pendek (≤5
hari).
Kontraiindikasi
riwayat tukak peptik atau peradangan GI, diduga atau didiagnosa
menderita perdarahan serebrovaskular, gangguan koagulasi darah,
hipersensitivitas, polip nasal, angioedema atau bronkospasme, terapi
bersama dengan AINS lain, probenesid, gagal ginjal sedang sampai berat,
riwayat asma, sedang mendapat terapi antikoagulan. Hamil, laktasia. Anak
< 16 tagun. Tidak untuk analgesik profilaksissebelum operasi.
Mekanisme kerja
merupakan suatu analgesik non-narkotik, termasuk obat antiinflamasi
nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan
antiinflamasi. Ketorolac menghambat sintesis prostaglandin dan dapat
dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai
efek terhadap reseptor opiat.
44
Efek samping
Edema, kenaikan BB, demam, hipertensi, ruam, urtikaria. Ulkus,
perdarahan saluran cerna dan perforasi, hemoragis pasca bedah, gagal
ginjal akut, reaksi anafilaktoid, dan gagal hati.
Interaksi obat
pemberian ketorolac bersama dengan methotrexate harus hati-hati karena
beberapa obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan
mengurangi bersihan methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan
toksisitas methotrexate. Penggunaan baerasama NSAID dengan warfarin
dihungbungkan dengan perdarahan berat yang kadang-kadang fatal,
ketorolac digunakan secara kombinasi hanya jika benar-benar perlu dan
pasien tersebut harus dimonitor secara ketat. Dengan ACE Inhibitor
ketoroc dapat meningkatkan resiko ganguan ginjal. Ketorolac mengurangi
respon diuretik terhadap furosemid kira-kira 20% pada orang sehat.
Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari selama
penggunaan ketrolac seperti golongan aminoglikosida. Dilaporkan adanya
halusinasi bila ketorolac diberikan pada pasien yang sedang menggunakan
obat psikoaktif.
Perhatian
Hati-hati jika digunakan pada pasien yang sedang menjalani terapi
antikoagulan atau dengan hemofilia, pasien dengan gangguan hemostasis
(efek pada hematologi), penderita penyakit jantung, gagal ginjal akut,
hipertensi atau kondisi lain yang berhubungan dengan retensi cairan,
kegagalan fungsi hati atau memiliki riwayat gangguan hati dan anak-anak
9. VIP Albumin 500 mg kapsul (28)
Komposisi
Tiap kapsul mengandung Ophiocepalus striatus extract 500 mg
Indikasi
Meningkatkan daya tahan tubuh,, meningkatkan kadar Albumin dan
hemoglobulin, mempercepat proses dan penyembuhan luka pasca operasi,
menghilangkan udem (pembengkakan)mempercepat proses penyembuhan
45
Efek samping
Sakit kepala, pusing, mengantuk, gelisah, mulut kering, dan gangguan
saluran cerna
Kontraindikasi
Pasien dengan riwayat hipersensitifitas terhadap kandungan cetirizine.
Cetirizine dikontraindikasikan pada wanita yang sedang menyusui karena
bahan aktifnya, cetirizine diekskresikan melalui air susu ibu.
Interaksi obat
Saat ini tidak diketahui interaksi cetirizine dengan obat lai.Penelitian
diazepam dan simetidin menunjukkan tidak ada bukti interaksi.Seperti
halnya pada penggunaan antihistamin lainnya, dianjurkan untuk
menghindari konsumsi alcohol secara berlebihan.
11. Paracetamol 500 mg
Komposisi
Tiap tablet mengandung paracetamol 500 mg
Dosis
Dewasa & anak >12 tahun; oral 650 mg atau 1 g tiap 4-6 jam bila perlu,
maksimum 4 g per hari. Oral : Anak untuk tiap 4-6 jam (maksimum 5
dosis per 24 jam) : < 4 bulan (2.7-5 kg) 40 mg, 4-11 bulan (5-8 kg) 80 mg,
12-23 bulan (8-11 kg) 120 mg, 2-3 tahun (11-16 kg)160 mg
Indikasi
Diindikasikan untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,
sakit gigi, menurunkan demam yang menyertai influenza dan demam
setelah imunisasi
Kontraiindikasi
Hipersensitivitas terhadap parasetamol dan penderita dengan gangguan
fungsi hati yang berat.
Mekanisme kerja
Parasetamol bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin di
otak tetapi sedikit aktifitasnya sebagai inhibitor prostaglandin perifer.
47
Interaksi obat
Obat yang bersifat nefrotoksik dapat meningkatkan toksisitas sefalosporin
terhadap ginjal. Probenesid dapat menghambat sekresi sefalosporin
sehingga memperpanjang dan meningkatkan konsentrasi obat dalam tubuh.
Alkohol dapat meningkatkan reaksi disulfiram, jika diberikan 48-72 jam
setelah pemberian sefalosporin.
13. Sanmol
Komposisi
Tiap 1000 mL mengandung Paracetamol 1000 mg
Indikasi
Terapi jangka penndek untuk nyeri derajat sedang, sesudah operasi,
demam, jika rute pemberian secara IV secara klinis sebanding dengan
besarnya kebutuhan untuk mengobati nyeri atau hipertermia dan atau
kondisi dimana rute pemberian lain tidak mungkin dilakukan
Dosis
Dewasa dan remaja dengan berat badan >50 kg 100 mL secara secara infus
IV selama 15 menit, berikan hingga 4x/hr. Dosis harian maksimal 4 g.
Dewasa dan remaja dengan berat badan <50 kg dan anak dengan berat
badan >33 kg (usia sekitar 11 tahun) 1.5 mL/kgBB, berikan hingga 4x/hr.
Dosis harian maks : 60 mg/kgBB atau 3 g. Dosis harus diberikan dengan
selang waktu (interval) sekuran-kurangnya tiap 4 jam
Mekanisme Kerja
Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat
antipiretik/analgesik.Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen
dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral, dimana bekerja
mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga melampaui
ambang batas panas.Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa
nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, insufisiensi hepatoseluler berat, gagal hati, dan penyakit
hati aktif.
49
Perhatian
Insufisiensi hepatoseluler; insufisiensi ginjal berat (bersihan kreatinin ≤30
mL/menit; alkoholisme kronik, dan malnutrisi (rendahnya cadangan
glutation hepatik) dehidrasi, hamil, dan hepatik
Efek samping
Pusing, sakit kepala, dystonia, mual, muntah, sembelit; ruam kulit
sederhana atau urtikaria karena syok anafilaksis (discontinue); rasa tidak
enak; Reaksi hipersensitivitas; hipotensi; peningkatan tingkat transaminase
hati; trombositopenia, leukopenia, neutropenia.
Interaksi obat
Alkohol, antikoagulan oral, kloramfenikol, aspirin, phenobarb,
penginduksi enzim hati, hepatotoksik agen. Clearance dapat dikurangi
dengan probenesid. Penghapusan dapat diperpanjang oleh salisilamid.
14. Aspillet 80
Komposisi
Tiap tablet mengandung: Asam Asetilsalisilat 80 mg
Cara Kerja Obat
Asam Asetilsalisilat menghambat pembentukan prostaglandin di tempat
inflamasi, mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsanga
mekanik dan kimiawi, mengembalikan thermostat di hipotalamus ke
normal (pada keadaan demam), menjaga keutuhan jaringan tulang rawan
dan jaringan lainnya dari kerusakan oleh enzim lisosom, menstabilkan
membrane lisosom.
Pada dosis tinggi Asam Asetilsalisilat menghambat reabsorbsi asam urat di
ginjal.
Indikasi
Analgetik, Antipiretik, Anti inflamasi
Kontraindikasi
Penderita hipersensitif (asma, alergi, dan polip hidung).
Penderita peptic ulcer atau tukak lambung aktif.
50
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. Hd masuk Rumah Sakit tanggal 16 Maret 2017 dengan keluhan
nyeri pada kaki, nyeri BAK, susah tidur, lemas, dan mengalami udem atau
bengkak pada kaki kanan. Pasien datang dalam keadaan meringis karena luka pada
telapak kaki kanannya. Dari hasil diagnose dokter, pasien mengalami Diabetes
Mellitus Tipe II dan ulkus kaki diabetik.
Pasien memiliki riwayat DM dalam keluarganya. Berdasarkan hasil visite
kepada pasien, diperoleh data bahwa pasien sebelumnya telah mendapatkan
penanganan untuk luka pada telapak kaki kanannya, namun karena pasien kurang
menjaga kebersihan disekitar area luka pada kakinya, membuat luka pada kakinya
kemungkinan mengalami infeksi. Selain itu karena tidak menjaga pola makan
dengan baik sehingga kadar glukosa dalam darah pasien menjadi tidak terkontrol.
Pada profil pengobatan pasien (16 maret - 23 maret 2017), pasien diberikan
16 jenis pengobatan. Adapun tujuan terapi yang ingin dicapai pada pasien ini,
yaitu untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan awal yang
diberikan utamanya bertujuan untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada kaki,
mengontrol kadar gula darah pasien.
Pasien masuk pertama kali di bagian Instalasi Rawat Darurat dan sebagai
tindakan awal diberikan infus ringer laktat dan dilanjutkan selama 8 hari. Terapi
Ringer Laktat infus diindikasikan sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang pada
kondisi asam-basa berkelanjutan atau asidosis ringan. Terapi pilihan utama untuk
mengatasi kehilagan cairan pada keadaan darurat. Memelihara keseimbangan
cairan pada kondisi pra, selama dan pasca operasi. Pasien juga mengeluh lemas
serta nafsu makan yang turun. Terapi ini dianggap rasional hanya saja perlu ada
pemantauan kadar elektrolit. jangan sampai terjadi kelebihan elektrolit
(hipernatremia).
Pada hasil pemeriksaan laboratorium , diperoleh nilai WBC Ny. A
mengalami peningkatan dari batas normal yaitu 26,5/mm3 (3.70 – 10.1 x
103/mm3). Hitung WBC (White Blood Cell) atau leukosit adalah tes yang
51
52
mengukur jumlah sel darah putih dalam tubuh. Penurunan kadar leukosit bias
ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit sumsum tulang dan
lain-lain. Sedangkan peningkatannya bias ditemukan pada penyakit infeksi bakteri,
penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia dan gagal ginjal.
Pemberian Injeksi Fosfomycin dan Injeksi Metronidazol untuk mengatasi
infeksi pada luka di telapak kaki kanan pasien, yang juga didasarkan pada nilai
WBC yang tinggi, di mana WBC ini merupakan komponen darah yang berperan
dalam memerangi infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses
metabolik toksin, dll. Sehingga dengan adanya peningkatan WBC menunjukkan
adanya infeksi. Selain WBC, adanya infeksi juga dapat dilihat pada luka yang
dialami oleh pasien. Metronidazole merupakan turunan 5-nitromidazole dengan
khasiat bakterisidal yang efektif terhadap mikroorganisme anaerobic, termasuk
bakteri (Fusobacterium, Bacteroides, Klostridium, Peptokokus dan
Peptostreptokokus) dan protozoa (Trikomonas vaginalis, Giardia, dan Entamuba
histolika). Metronidazole juga biasa digunakan untuk pencegahan terhadap infeksi
pasca bedah yang disebabkan oleh bakteri anaerobic. Metronidazole mempunyai
aktivitas bakterisid dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat. Metronidazole
ersifat bakterisid terhadap spesies bakteri anaerob yang dapat menginfeksi luka
pada kaki pasien, spesies bakteri anaerob yang dapat menginfeksi luka pada pasien
ulkus kaki diabetic adalah Bacteriodes fragilis, dimanna metronidazole secara in
vitro efektif melawan berbagai spesies bakteri anaerob terutama Bacteriodes
fragilis dan spesies Bacterodes lainnya. Sehingga pemberian metronidazole dinilai
rasional. Fosfomycin antibiotik bakterisidal dengan spektrum luas. Efek
bacterisidal ini melalui penghambatan ensim enolpyruviltransferase yang terlibat
dalam sintesis dinding sel bakteri. Fosfomycin aktif melawan mikro-organisme
gram-positif (Str. faecalis) dan gram-negatif (E. Coli, Proteus) (29,30,31).
Pemberian kombinasi antibiotik dengan golongan yang berbeda ini dinilai sudah
rasional, namun sebaiknya dilakukan pemerikasaan kultur terlebih dahulu untuk
dapat diberikan antibiotik yang spesifik terhadap bakteri yang menginfeksi
luka.Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi ulkus diabetic
masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada pengalaman klinis.
53
Adapun untuk kontrol gula darahnya, diberikan terapi insulin. Insulin yang
diberikan adalah jenis insulin kerja cepat berupa Novorapid® dan insulin kerja
panjang yaitu Levemir®, sebab selain terdapat infeksi pada kaki, juga akan
dilakukan tindakan debridement dan penanganan luka sehingga kadar gula darah
perlu diturunkan secara cepat. Novorapid merupakan insulin untuk terapi
pengobatan Diabetes melitus pasien, hal ini dilakukan karena dengan melihat
kondisi luka pasien yang membutuhkan tindakan cepat untuk penurunan kadar
glukosa pasien, maka dengan pemberian insulin aksi cepat dihari pertama di
rumah sakit, sudah rasional. Dan selain Novorapid, dihari yang sama juga
diberikan Levemir di mana insulin ini merupakan insulin aksi panjang sehingga
pemberiannya hanya diberikan pada malam hari, untuk membantu kerja dari
Novorapid yang mengandung insulin aspart dengan kerja cepat dengan pemberian
mengikuti waktu makan 3 kali sehari, jika melihat dari segi pemilihan insulin dan
kombinasinya sudah tepat.(16)
Hari berikutya. Tanggal 17 Maret 2017, pasien diberi Inj. Ondansentron 4
mg/2 ml untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami pasien sejak hari
pertama. Pemberian Inj. Ondansentron dianggap tidak rasional. Ondansetron
diindikasikan untuk kondisi mual sedang hingga berat, misalnya pada saat
kemoterapi atau persiapan operasi. Pilihan obat mual untuk kondisi ringan hingga
sedang adalah metoclopramide 3x10mg (32).
Pemberian ketorolac inj 1% dimaksudkan untuk mengatasi nyeri yang
dirasakan pasien pada luka ulkus diabetik dibagian telapak kaki pasien. Namun
untuk penggunaan Inj. Ketorolac dianggap tidak rasional dalam hal lama waktu
pemberian, dimana sebaiknya penggunaan Inj. Ketorolac tidak lebih dari 5 hari
karena dapat menyebabkan tukak GI, pendarahan dan perforasi gigi, pendarahan
pasca operasi, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid, gagal hati, sehingga perlu
dilakukan monitoring efek samping obat terhadap fungsi ginjal, hati, dan saluran
pencernaan yang dapat dialami oleh pasien. Obat ini dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga dapat memperpanjang waktu perdarahan. Sementara ranitidine
inj 50 mg/8 jam secara intravena yang digunakan untuk mencegah efek samping
54
ketorolac yang mungkin terjadi Begitu pula dengan pemberian Inj. Ranitidine yang
lebih dari 5 hari perlu pemantauan fungsi ginjal dan hati.
Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya
Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh
darah dengan menghambat sintesis kolesterol dalam hati, dengan menghambat
enzim HMG CoA reduktase. Pemberian simvastatin sebaiknya didukung dengan
data laboratorium yang terdiri dari kadar trigliserida, kolestrol LDL ataupun HDL
pasien sehingga pemberian Simvastatin dianggap sudah rasional.
Pada tanggal 18 Maret 2017, dilakukan debridement untuk penangan ulkus
pada telapak kaki pasien. Tindakan debridement merupakan salah satu terapi
penting pada kasus kaki diabetika. Debridement dapat didefinisikan sebagai upaya
pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan
sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga
yang memungkinkan kuman berkembang. Tujuan debridement yaitu untuk
mengevakuasi jaringan yang terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik
sehingga dapat mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta
mengurangi risiko infeksi lokal. Debridemen yang teratur dan dilakukan secara
terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merangsang terbentuknya
jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.
(33,34).
Penggunaan antiplatelet dalam hal ini Aspilet 80 mg untuk mencegah
terjadinya vaskulopati dan memperlancar aliran darah ke seluruh bagian tubuh.
Pemberian Aspilet 80 dianggap sudah rasional. Antiplatelet, yaitu obat-obat yang
menghambat adanya agregasi platelet dan pembentukan thrombus dalam tubuh.
Agregasi platelet dirangsang oleh ADP, tromboksan, dan α2 rseptor – aktivasi
tetapi dihambat oleh produk-produk inflamasi lainnya seperti PGI2 dan PGD2.
Pada kasus ulkus diabetic terapi antiplatelet digunakan untuk mencegah
komplikasi aterosklerosis, meskipun tidak memiliki manfaat langsung dalam
penyembuhan ulkus kaki diabetik, agen antiplatelet menghambat fungsi platelet
dengan mengambat siklooksigenase dan agregasi trombosit berikutnya. Aspilet
55
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
1. Pentingnya pendekatan kepada pasien agar bisa memberikan informasi yang
lengkap tentang penyakit dan riwayat penyakitnya agar pengobatan bisa lebih
optimal.
57
58
DAFTAR PUSTAKA
6. Singh N AD, Lipsky BA. 2005. Preventing Foot Ulcers in Patient with
Diabetes. American Medical Association.
8. Triplitt, C.L., Reasner, C.A., dan Isley, W.L. 2008. Diabetes Melitus dalam
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey,
L.M. Pharmacotheraphy – A Pathophysiological Approach 7th Edition. The
McGraw-Hill companies. New York. 1205-1241
10. Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2002. Farmakologi Dasar dan
Klinik, Edisi 8. Salemba Medika. Jakarta. 773-987
12. Sukandar, E.Y., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
58
59
14. Gunawan SG, Nafrialdi RS dan Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi
edisi V. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta
15. Mycek MJ. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar; Widya Medika. Jakarta.
16. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care
untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta
18. Scobie, Ian. 2007. Atlas of Diabetes Mellitus. Third edition. Informa
Healthacer. UK
19. Holt and Kumar. 2010. ABC of Diabetes. Sixth edition. Wiley-Blackwell. UK
20. Frykberg, R.G., Zgonis T., Amstrong, D.G, Driver, V.R., Giurini, J.M.,
Kravitz S.R. 2006. Diabetic Foot Disorders : A Clinical Practice Guideline
revision, J Foot Ankle Surg, 45, 20-28.
21. Kalla, T.B. 2006. Complications: Footcare and The Trouble with Ulcers,
http://www.diabetes.ca/Section_About/feet.asp, diakses pada 3 April 2017.
26. Lipsky, B.A., Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G.,
Armstrong, D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W.,
Pinzur, M.S., Senneville, E. 2012. Infectious Diseases Society of America
Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot
Infections. IDSA Guidelines.
27. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2016. ISO Indonesia Volume 50. PT. ISFI
Penerbitan. Jakarta.
60
28. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2015. MIMS Referensi Obat. PT. Lapi
Laboratories. Serang : Indonesia.
31. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2011. Pedoman
Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
32. BNF. 2009. British National Formulary, 57th edition. British Medical
Association Royal Pharmacetical of Great Britain. England
33. Munro N, Rich N, McIntosh C, Foster AVM, Edmonds ME. 2003. Infections
in the diabetic foot: a practical management guide to foot care. British
Journal of Diabetes & Vascular Disease. 3:132- 6
34. Cavanagh PR, Lipsky BA, Bradbury AW, Botek G. 2005. Treatment for
diabetic foot ulcers. Lancet. 366: 1725-33
61
LAMPIRAN
61
62
PLT Plateleates
R Rasional
RBC Red Blood Cell
RDW Red Blood Distribution Width
RM Rekam medis
SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
Tab Tablet
TD Tekanan Darah
TG Trigliserida
TPM Tetes per menit
WBC White Blood Cell
63