Disusun Oleh:
Herlia Angelita Ludwina
NIM: 14.I1.0115
2017
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
penyertaan-Nya penulis telah menyelesaikan penulisan Laporan Kerja Praktek yang
berjudul Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan pada Minuman Beralkohol oleh
Balai Besar POM Semarang. Laporan kerja praktek ini daitulis untuk memenuhi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian di
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Penulisan laporan kerja praktek ini tidak luput dari banyak hambatan dan kesulitan.
Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini penulis banyak menerima dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr. V. Kristina Ananingsih, ST, Msc. sebagai Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
2. Ibu Inneke Hantoro, STP. MSc. sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk mengarahkan dan membimbing penulis.
3. Ibu Meiliana S.Gz., M.S. sebagai Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
4. Dra. E. Rukmini, Msi, Apt. sebagai Kepala Bidang Pengujian Pangan dan Bahan
Berbahaya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Semarang.
5. Ibu Dra. Rosyidah, Apt. sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak memberi
pengarahan, bantuan dan saran kepada penulis selama menyelesaikan laporan ini.
6. Semua staf, Ibu Sri Hartati, Ibu Any, Ibu Nency, Ibu Ririn, Ibu Fina, Ibu Ema, Ibu
Asty, Ibu Dyas, Ibu Noni, Ibu Atika, Ibu Suci, Bapak Winarto dan Bapak Rangga
yang telah banyak membantu dan mendampingi membimbing serta mengajari kami
selama di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Semarang.
7. Orang tua dan keluarga yang banyak memberikan doa, masukan pengetahuan,
semangat dan motivasi kepada penulis selama kerja praktek hingga penyusunan
laporan kerja praktek.
8. Bernadette Ventie yang merupakan teman seperjuangan saat kerja praktek periode
Januari-Februari 2017 dan telah banyak membantu, memberikan masukan, dan
iii
mendukung penulis selama kerja praktek serta dalam penyusunan laporan kerja
praktek.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kerja
praktek ini jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan yang penulis miliki. Oleh
karena itu dengan senang hati penulis bersedia menerima segala kritik maupun saran
yang brsifat membangun untuk kesempurnaan penyusunan laporan kerja praktek ini.
Penulis juga memiliki harapan supaya laporan kerja praktek ini dapat berguna bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................. vi
1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................... 1
1.3 Metode dan Kegiatan Kerja Praktek ..................................................................... 2
1.4 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan ............................................................................ 2
4. PEMBAHASAN.......................................................................................................... 19
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 25
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 25
5.2 Saran ................................................................................................................... 25
iv
v
7. LAMPIRAN ........................................................................................................................... 27
7.1 Standar Mutu Minuman Beralkohol ................................................................... 27
7.2 Perhitungan Kadar Etanol pada Sampel Peraturan Kepala Badan POM-RI nomor
14 tahun 2016 ..................................................................................................... 35
7.2.1 Perhitungan Kadar Etanol pada Sampel Kode 8 ............................................ 35
7.2.2 Perhitungan Kadar Etanol pada Sampel Kode 09/M/R/17 ............................ 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Logo BPOM.................................................................................................. ..7
Gambar 2.Linearitas Baku Metanol-Isopropanol ........................................................... 17
Gambar 3. Linearitas Baku etanol-Isopropanol .............................................................. 17
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Linieritas baku metanol-isopropanol.................................................................16
Tabel 2. Linieritas baku etanol-isopropanol....................................................................17
Tabel 3. Kadar etanol pada sampel..................................................................................18
vii
viii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata membekali
mahasiswanya dengan ilmu dan pengetahuan mengenai teknologi pangan yang saat ini
tengah berkembang di masyarakat. Ilmu yang diberikan berupa cara pengolahan pangan,
cara mengidentifikasi bahan pangan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dan cara
untuk menciptakan suatu produk pangan yang sesuai dengan era globalisasi saat ini.
Mahasiswa banyak mendapatkan pelajaran teori serta praktik di laboratorium yang
dapat diterapkan ke dalam dunia pangan. Penulis merasa ilmu yang didapat selama jam
perkuliahan dan praktikum belum cukup untuk mengetahui hal-hal dibidang pangan
secara nyata. Oleh sebab itu Kerja Praktek (KP) diperlukan untuk dapat mengetahui
situasi lapangan secara langsung dan mendapat banyak pengetahuan di bidang industry
pangan.
Penulis memilih Balai Besar Pengwas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang sebagai
tempat kerja praktek penulis. Hal ini disebabkan karena lembaga ini bekerjasama
dengan pemerintahan guna mengawasi serta memastikan produk pangan dan obat dalam
pengawasan mutu dan keamanan pangan. Pada saat penulis melakukan kerja praktek,
penulis tertarik untuk fokus mengenai pengawasan mutu dan keamanan pangan pada
minuman beralkohol sebagai bahan bahasan laporan kerja praktek.
1.2 Tujuan
Kerja Praktek ini mempunyai tujuan untuk :
Menerapkan dan mepratekan ilmu dan wawasan yang sudah didapat selama proses
perkuliahan
Memperbanyak ilmu pengetahuan yang belum diberikan pada saat proses perkuliahan
Mengetahui sistem dan dunia kerja yang sesungguhnya dengan standar operasional
yang ditetapkan perusahaan
Mengetahui masalah-masalah yang terjadi di dalam dunia pangan.
1
2
Solusi dari itu semua yaitu Indonesia harus memiliki sistem pengawasan obat dan
makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan, dan
kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negri. Untuk itu telah dibentuk
Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan
penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
3
4
Sekretariat Utama
Melaksanakan koordinasi perendanaan strategis dan organisasi pengembangan pegawai,
pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan masyaratakat dan
kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap Badan POM, melalui Unit
Layanan Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti bergabagai
pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan. Pembinaan administrative juga
5
dilakukan di beberapa pusat yang ada di lingkunagn Badan POM dan unit-unit
pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia.
2.5.2 Misi
Badan Pengawas Obat dan Makanan Semarang berpegang teguh pada misi perusahaan
yaitu:
Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat.
Mendorong Kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat
dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan Badan POM.
2.5.3 Nilai-nilai
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan diamalkan oleh
seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Adapun nilai-nilai yang
diamalkan oleh Badan POM yaitu ;
Profesional, menegakan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan,
dan komitmen yang tinggi
8
Integritas, konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan
Kredibilitas, dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan
internasional
Kerjasama tim, mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang
baik
Inovatif, mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi
terkini
Responsif/cepat tanggap, antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah
2.7 Laboratorium
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) untuk dapat melaksanan tugasnya
dengan baik, perlu didukung oleh fasilitas yang memadai. Untuk itu BBPOM dilengkapi
dengan 5 laboratotium yaitu :
Laboratorium Mikrobiologi
Menguji dan memeriksa produk obat, makanan dan minuman dan obat tradisional.
Pengujian meliputi antara lain: Angka Lempeng Total (ALT), potensi sterilisasi, angka
kapang, identifikasi bakteri patogen, angka koefisien fenol dan lain-lain.
Jenis sampel yang masuk terdiri dari sampel DIPA, sampel pihak ketiga, sampel dinas
kasus, sampel dinas antar instansi, sampel proyek khusus. Sampel yang masuk atau
11
dikirim ke Badan POM tidak langsung dapat dianalisis oleh laboratorium, tetapi sampel
ini sebelumnya melalui tahap-tahap proses sebelum dianalisis di laboratorium yang
sesuai. Sampel yang masuk terlebih dahulu dikirim ke bagian tata usaha atau biasa
disebut bagian administrasi. Di bagian ini sampel akan mengalami pendataan terlebih
dahulu.
Sampel yang telah didata kemudian dikirim ke laboratorium yang sesuai dengan jenis
sampel yang dianalisis. Di laboratorium, sampel dianalisis sesuai dengan permintaan
dan parameter analisis yang diinginkan. Hadil dari analisis ini disusun sebagai laporan.
Hasil uji dari produk yang tidak memenuhi syarat dilaporkan ke Badan POM untuk
ditindak lanjuti, untuk produk PIRT dilaporkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan
Kota. Tidak lanjut bisa berupa peringatan atau penarikan dari peredaran produk yang
tidak memenuhi syarat tersebut.
3. PENGAWASAN MUTUPRODUK MINUMAN BERALKOHOL
Minuman beralkohol merupakan produk pangan yang termasuk dalam kategori barang
dalam pengawasan sehingga pengadaan dan peredaran serta penjualannya secara ketat
diatur serta diawasi oleh pemerintah. Produksi dan peredaran minuman beralkohol
secara jelas diatur oleh Peraturan Presiden No.74 tahun 2013 tentang pengendalian dan
pengawasan minuman beralkohol. Minuman berlakohol memiliki beberapa golongan
yaitu A, B dan C. Minuman beralkohol dikelompokkan dalam golongan sebagai berikut:
Golongan A adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5% (lima persen);
Golongan B adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh
persen);
Golongan C adalah minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55%
(lima puluh lima persen).
Khusus untuk minuman beralkohol dengan golongan B dan C hanya boleh diedarkan di
hotel, restoran, bar, dan toko bebas bea yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ijin peredaran minuman beralkohol untuk semua
golongan juga melalui beberapa tahap yaitu penyeleksian keamanan pangan dan
pengawasan mutu oleh Badan POM RI. Sistem pengawasan minuman beralkohol di
Indonesia dipantau sejak dari sisi pengadaan hingga sistem peredaran dan penjualannya.
Dari sisi pengadaan, pelaku usaha harus memiliki izin dari pemerintah baik pembuatan
minuamn beralkohol tradisional hingga minuman beralkohol impor yang hanya di
impor ke luar negri. Perizinan pengadaan ini akan dikeluarkan oleh Menteri
Perdagangan. Dari sisi peredaran dan penjualan minuman beralkohol hanya dapat
beredar jika sudah melalui proses evaluasi keamanan pangan serta nomor izin edar dari
kepala Badan POM RI.
12
13
Penjaminan mutu dan keamanan pangan pada minuman beralkohol dilakukan oleh
Badan POM. Penjaminan mutu ini meliputi sistem inspeksi dari setiap proses produksi
mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan hingga distribusi.
Bahan baku minuman beralkohol harus sesuai dengan ketentuan pemerintah sesuai
dengan PerKa BPOM-RI nomor 14 tahun 2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu
Minuman Beralkohol yang mengatakan bahwa minuman beralkohol dibuat dari proses
fermentasi hasil pertanian yang memiliki kandungan karbohidrat. Proses pembuatan
minuman beralkohol juga harus sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No.
71/M-Ind/PER/7/2012 yang membahas tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri
Minuman Beralkohol serta berisi tentang bahan baku yang sesuai dengan jenis
minuman, cara pengolahan dan alat produksi minuman beralkohol yang tepat dan sesuai
dengan masing-masing golongan. Standar mutu dari minuman beralkohol berbeda beda
tergantung dari jenis minuman beralkohol tersebut. Standar mutu ini itu sendiri meliputi
kandungan etanol dan metanol pada produk dan proses pengolahan produk itu sendiri.
Standar mutu minuman beralkohol berdasarakan PerKa BPOM-RI nomor 14 tahun
2016 tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol pada setiap jenis dapat
dilihat pada lampiran 3.
Pengawasan mutu yang terlaksana dengan baik akan menghasilkan produk dengan
kualitas yang baik. Pelabelan pada kemasan produk perlu diadakan hal ini bertujuan
untuk memberi informasi pada konsumen mengenai kandungan dari produk, golongan
14
minuman dan info larangan konsumsi. Setelah proses tersebut BPOM bertugas menguji
produk tersebut terkait keamanan pangan dalam produk. Pengujian ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti kasus keracunan dan lain-lain.
Pengujian ini dilakukan dengan melihat isi label dan melakukan pengujian di
laboratorium terkait bahan-bahan yang terkandung pada produk apakah sudah sesuai
dengan label dan standar itu sendiri. Standar keamanan pangan pada minuman
beralkohol menurut Peraturan Kepala Badan POM-RI nomor 14 tahun 2016 meliputi
batas maksimum metanol, cemaran mikroba, cemaran kimia dan bahan tambahan
pangan. Apabila kandungan produk minuman beralkohol tidak sesuai dengan standar
mutu dan label maka akan memberikan surat peringatan kepada pihak produsen jika
tidak ada tanggapan maka akanada peringatan keras kedua selanjutnya akan ditindak
lanjuti pemberhentian kegiatan produksi dan sanksi administratif. Produk yang tidak
sesuai tersebut juga penarikan produk dan pencabutan izin edar serta sanksi
administratif.
lebih dari 20%). Masing-masing sampel diberi kode sendiri. Pengkodean ini bertujuan
untuk mempermudah dalam pengujian sampel yang banyak dan mempermudah proses
pengolahan data. Pada laporan kali ini penulis hanya membahas dua sampel minuman
beralkohol dengan golongan A yang merupakan jenis bir dengan kadar alkohol 5%yang
diberi kode 8 dan 9/M/R/17.
Setelah sampel masuk ke dalam botol vial maka larutan baku dibuat. Dibuat larutan seri
campuran baku etanol dan metanol dalam air dengan kadar masing-masingnya 0,05;
0,1; 0,2; 0,5 dan 1%, menggunakan baku internal isopropanol yang ditambahkan pada
masing-masing larutan baku seri diatas sehingga didapat 0,2% isopropanol dalam
masing-masing larutan baku. Dimasukan ke dalam botol vial masing-masing dua botol
vial untuk pengulangan dua kali. Vial yang berisi dengan sampel dan larutan baku
masing-masing disuntikkan secara terpisah dan dilakukan penetapan secara
kromatografi gas sebagai berikut:
Kolom : Kolom Kapiler HP-Plot Q
(panjang kolom 30 meter diameter dalam 0.32 mm)
Gas Pembawa : Nitrogen UHP
Tekanan kolom : 100 kPa
16
Kadar etanol dan metanol akan terdeteksi dengan alat kromatografi gas dengan melihat
peak dari hasil penyuntikan, serta dihitung menggunakan persamaan garis regresi linier
Y=bx+a. Jumlah peak menyatakan banyaknya komponen zat yang terdapat pada sampel
sedangkan luas dari peak menyatakan kosentrasi zat pada sampel yang diuji. Fungsi dari
mencari persamaan linier ini adalah untuk mengetahui apakah dua variable memiliki
hubungan yang signifikan. Persamaan linier ini juga berfungsi untuk mengetahui kadar
dari etanol dan methanol pada sampel.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio yang didapat dari perbandingan baku
metanol-isopropanol untuk konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,5 dan 1%secara berturut turut
adalah 0,1597; 0,3124; 0,6370; 1,5097 dan 3,0955 dengan waktu retensi yang hampir
sama yaitu berkisar antara 3,863 sampai 3,871. Dari hasil tersebut maka didapatkan
grafik linieritas yang ditunjukan pada Gambar 2.
17
3,5000
metanol-isopropanol 3,0955
rasio perbandingan
3,0000 y = 3,0788x + 0,0037
2,5000 R² = 0,9997
2,0000
1,5000 1,5097
1,0000
0,5000 0,6370
0,3124
0,1597
0,0000
0,000 0,500 1,000 1,500
konsentrasi
Dapat dilihat pada Gambar 2, bahwa persamaan linieritas yang didapat pada baku
metanol-isopropanol dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan rasio perbandingan
metanol dan isopropanol sbagai sumbu y adalah y=3,078823x + 0,003703. Dari
persamaan linieritas tersebut kita bisa menghitung kadar metanol yang terkandung
dalam sampel yang diuji.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rasio yang didapat dari perbandingan baku
metanol-isopropanol untuk konsentrasi 0,05; 0,1; 0,2; 0,5 dan 1%secara berturut turut
adalah 0,22690; 0,44464; 0,90164; 2,14659 dan 4,42160 dengan waktu retensi yang
hampir sama yaitu berkisar antara 4,742 sampai 4,752. Dari perhitungan yang ada
dalam tabel tersebut maka didapat persamaan regresi linier pada Gambar 3.
18
5,00000
y = 4,399232x + 0,000558 4,42160
rasio perbandingan
etanol-isopropanol
4,00000 R² = 0,999678
3,00000
2,00000 2,14659
1,00000 0,90164
0,44464
0,22690
0,00000
0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200
konsentrasi
Dapat dilihat pada Gambar 3, bahwa persamaan linieritas yang didapat pada baku
etanol-isopropanol dengan konsentrasi sebagai sumbu x dan rasio perbandingan etanol
dan isopropanol sbagai sumbu y adalah y=4,399227x + 0,000558.
Dari kedua persamaan linieritas yang sudah ada akan digunakan untuk menghitung
kadar etanol dan metanol dalam ke dua sampel. Data perhitungan kadar etanol dan
metanol dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kadar etanol pada sampel
PENGU PERBANDINGA
KODE AREA KADAR RATA-
- N ETANOL
NO
ETANOL RATA
SAMPEL LANGAN ETANOL ISOPROPANOL ISOPROPANOL
(%) (%)
1 8 1 88571 44580 1,9868 4,5150
4,4974
2 88475 44880 1,9714 4,4799
2 09/M/R/17 1 99974 47109 2,1222 4,8227
4,6926
2 91299 45474 2,0077 4,5625
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel dengan kode 8 memiliki kadar etanol
dengan rata-rata 4,4974 dan pada sampel dengan kode 09/M/R/17 memiliki kadar etanol
dengan rata-rata 4,6926. Pada pengujian kedua sampel tidak terdeteksi adanya
kandungan metanol sehingga tidak ditulis pada tabel.
4. PEMBAHASAN
Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, keamanan pangan adalah suatu kondisi
dan upaya yang dilakukan untuk mencegah pangan dari cemaran biologis, kimia dan
benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan manusia. Masalah dan
dampak penyimpangan mutu serta kualitas pada pangan merupakan tanggung jawab
bersama yaitu antara pemerintah, industri serta konsumen. Salah satu sasaran
keberhasilan pemerintah dalam melidungi masyarakat pada bidang kamanan pangan
dicirikan dengan terbebasnya masyarakat dari jenis makanan, minuman dan obat-
obatan yang berbahaya bagi kesehatan. Pada kenyataan terdapat beberapa makanan dan
minuman yang tidak layak edar baik dari komposisi dan label tertera yang tidak sesuai
dengan standar. Pengendalian mutu dan keamanan pangan tidak hanya dilakukan
setelah produk jadi tetapi pengendalian ini perlu dilakukan pada tahap awal mulai dari
bahan baku, produksi hingga pengemasan dan pengiriman. Salah satu badan pemerintah
yang menangani kasus keamanan pangan dan pengawasan mutu adalah Balai Besar
POM. Pengawasan mutu serta keamanan pangan di Balai Besar POM dilakukan dengan
menguji produk pangan dan minuman yang ada apakah sesuai dengan komposisi pada
label dan standar mutu ijin beredar.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dengan cara fermentasi distilasi atau hanya fermentasi dari
produk pertanian yang mengandung karbohidrat. Definisi tersebut mengatakan dengan
jelas bahwa minuman beralkohol yang boleh dikonsumsi adalah minuman beralkohol
yang mengandung etanol saja. Keterangan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri
Perindustrian No. 71/M-Ind/ PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan
Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah 55%.
Alkohol atau sebutan dari senyawa yang memiliki efek menguntungkan maupun
merugikan jika dikonsumsi oleh manusia. Pada kadar rendah, etanol memiliki efek
sebagai stimulan pada tubuh, dalam kadar sedang etanol mamiliki efek protektif pada
penyakit jantung iskemik sedangkan dengan kadar yang tinggi etanol dapat
menyebabkan kerusakan otak, paru-paru dan organ tubuh lainnya (Rachtan 2002).
Alkohol dapat dikonsumsi oleh manusia melalui minuman beralkohol. Etanol dapat
dikonsumsi karena diperoleh atau diproses dari bahan hasil pertanian melalui fermentasi
19
20
gula menjadi etanol yang merupakan salah satu reaksi organik (Logan et al, 2014). Jika
menggunakan bahan baku pati/karbohidrat, seperti beras/ketan/tape/singkong, maka pati
diubah lebih dahulu jadi gula oleh amilase untuk kemudian diubah menjadi etanol.
Selama proses mengikuti ketentuan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB),
memenuhi persyaratan keamanan dan mutu serta tidak melebihi kadar maksimum etanol
yang telah ditetapkan, maka minuman beralkohol tidak berpotensi menimbulkan
keracunan (Kruse 1990).
Pada tahap awal langkah pertama yang harus dilakukan adalah preparasi sampel.
Sampel yang digunakan pada pengujian kali ini adalah minuman beralkohol yang
mempunyai kadar etanol tidak lebih dari 5% yang termasuk dalam golongan A
minuman beralkohol dengan kode 8 dan 09/M/R/17. Preparasi sampel ini berfungsi
untuk memurnikan alkohol dengan proses distilasi. Distilasi alkohol dilakukan untuk
memisahkan suatu cairan yang diingiknkan dari cairan lainnya. Prinsip distilasi itu
sendiri adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap tersebut pada suhu titik
didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan
atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut destilat. Distilat akan ditampung ke
dalam labu takar 52 ml yang sudah diberi 2 ml aquabidest yang ditujukan supaya
destilat etanol yang dihasilkan akanlangsung ditangkap oleh aquabidest. Destilat yang
tertampung kemudian akan ditambahkan dengan aquabidest hingga tanda tera.
Pembuatan larutan baku dilakukan. Larutan baku dibuat dengan berbagai konsentrasi
yaitu 0,05; 0,1; 0,2; 0,5 dan 1%, menggunakan baku internal isopropanol yang
ditambahkan pada masing-masing larutan baku seri diatas sehingga didapat 0,2%
isopropanol dalam masing-masing larutan baku kemudian dimasukan kedalam botol
vial. Pembuatan larutan baku ini bertujuan untuk mendapatkan linearitas baku yang
nanti persamaannya akan digunakan untuk menghitung kadar etanol pada sampel. Baku
internal yang digunakan adalah senyawa yang sama dengan senyawa yang akan
dihitung kadarnya yaitu baku etanol dan metanol, larutan baku internal ini akan
memiliki puncak kurva yang mendekati namun tidak menyatu dengan puncak kurva zat
yang akan dideteksi. Pada tahap awal, uji kesesuaian sistem perlu dilakukan sebelum
menggunakan alat gas chromatography. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat
itu masih berfungsi dengan baik. Alat akan dikatakan berfungsi dengan baik jika
perbandingan etanol dengan metanol pada larutan baku tidak besar, jika perbandingan
menghasilkan hasil yang besar maka alat tersebut tidak dapat digukan untuk pengujian
sampel.
Vial yang sudah berisi larutan baku dan sampel akan disuntikan secara terpisah dan
dilakukan penetapan secara kromatografi gas. Penyuntikan akan dilakukan sebanyak
1µL. Volume ini dipengaruhi oleh jenis kolom dan gas pembawa, biasanya volum
penyuntikan sebesar 0,1-3,0 μL. Suhu penyuntikan yang ditetapkan adalah 2200C. Suhu
ini lebih tinggi dari suhu kolom, hal ini sesuai dengan peryataan dari
Chromatograph(1976) yang mengatakan bahwa suhu injektor harus lebih tinggi dari
suhu kolom.
Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler HP-Plot Q (panjang kolom 30 meter
diameter dalam 0,32 mm). Kolomipada GC sering disebut sebagai kolom pemisah yang
bearti cairan yang mudah menguap akan bermigrasi melalui kolom yang mengandung
fase diam degan kecepatan tertentu yang tergantung pada rasio distribusnya. Suhu
kolom sendiri diatur pada suhu 1700C hal ini sesuai dengan teori Bonelli (1988) yang
mengatakan bahwa suhu kolom pada kromatografi gas berkisar antara 50-2500C.
22
Kromatografi gas memiliki 2 fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak berfungsi
sebagai fase yang akan membawa senyawa ke dalam kolom. Fase gerak biasanya
berupa gas dengan persyaratan tertentu yaitu tidak reaktif, murni atau kering, dapat
disimpan dalam tangki bertekanan tinggi. Fase gerak yang biasa digunakan adalah
helium, nitrogen, hidrogen atau campuran argon dan metana, namun pada alat ini kami
menggunakan gas nitrogen UHP (Ultra High Purity). Nitrogen UHP biasanya
digunakan pada alat kromatografi gas yang memiliki detektor FID (Flame Ionization
Detector), FPD (Flame Photometric Detector) dan ECD (Electron Capture Detector).
Pada alat ini yang digunakan adalah detektor yang paling umum digunakan yaitu FID.
Detektor ini sendiri berfungsi sebagai alat pendeteksi dari gas yang dihasilkan dari
proses pemanasan. Fase diam kromatografi gas-cair, biasanya digunakan cairan bertitik
didih tinggi dan proses serapannya lebih banyak berupa partisi. Misalnya ester seperti
ftalil dodesilsulfat yang diadsorbsi di permukaan alumina teraktivasi, silika gel atau
penyaring molekular.
Dari hasil yang didapat pada kedua sampel yang diuji tidak ada yang mengandung
metanol. Hal ini sesuai dengan label yang tertera pada kedua sampel yang hanya
menuliskan kadar kandungan etanol. Sedangkan hasil perbandingan etanol/isopropanol
yang didapatkan dari sampel minuman beralkohol dengan kode 8 pada penyuntikan
pertama adalah 1,9868 dan pada penyuntikan kedua adalah 1,9714. Kadar etanol di
hitung menggunakan linieritas baku etanol-isopropanol sehingga didapatkan rata-rata
kadar 4,4974%. Pada sampel minuman beralkohol dengan kode 9/M/R/17 hasil
perbandingan yang didapat pada penyuntikan pertama adalah 2,1222 dan pada
penyuntikan kedua adalah 2,0077 dengan rata-rata kadar etanol yang didapat adalah
4,6926%. Dari data tersebut kita dpat melihat bahwa sampel yang diuji memenuhi
syarat ijin beredar. Hal ini sesuai dengan standar mutu minuman beralkohol yang
tercantum pada Peraturan Kepala Badan POM-RI nomor 14 tahun 2016 tentang Standar
Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol yang menuliskan standar mutu pada bir
yaitu kadar etanol berkisar antara 0,5%-8% dan kadar metanol tidak lebih 0,01%. Selain
sesuai dengan standar mutu, hasil yang didapat juga sesuai dengan label yang tertera
pada kemasan yaitu mengandung alkohol sekitar 5% yang termasuk pada minuman
23
beralkohol golongan A dan bias beredar atau dijual di supermarket atau toko-toko yang
memiliki ijin.
Minuman berlakohol memiliki efek yang tidak baik dalam tubuh jika dikonsumsi secara
berlebihan. Dewasa ini kita melihat banyak sekali minuman beralkohol yang dioplos.
Minuman oplosan ini dapat membahayakan kesehatan bahkan mengancam nyawa
manusia. Penyebab utama dari bahaya minuman beralkohol adalah metanol zat ini
merupakan bagian paling sederhana dari alkohol yang berupa cairan ringan, tidak
berwarna, mudah menguap, dan mudah sekali terbakar. Metanol juga memiliki bau yang
khas dan sangat beracun. Ketika metanol masuk ke dalam tubuh zat ini akan mudah
terserap ke dalam cairan tubuh dan akan dimetabolisme oleh enzim alcohol
dehidrogenase (DHA) menjadi formaldehid, lalu diubah lagi menjadi asam formiat.
Kedua zat yang dihasilkan ini sangat berbahaya bagi tubuh terutama asam formiat.
Metabolit ini dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolic, kebutaan permanen
dan juga kematian bila melewati periode laten 6-30 jam. Pengkonsumsian metanol
dengan kadar 15%-40% dapat menyebabkan kematian. Pengoksidasian asam formiat
untuk diubah menjadi karbondioksida dan air cukup lama, yaitu memerlukan waktu
sekitar 20 jam dengan bantuan enzim 10-formyl tetrahydrofolate synthetase (F-THF-S).
Hal ini mengindikasikan adanya korelasi antara konsentrasi asam formiat dengan
keracunan akibat metanol (Kruse 1990).
Dari penjelasan tersebut maka BPOM menjadi badan atau lembaga yang bertugas untuk
mengatur dan mengawasi minuman beralkohol yang beredar di lingkungan, ada pula
cara-cara BPOM dalam mencegah dan menangkal minuman beralkohol oplosan yaitu
dengan cara meneliti dan menguji mutu serta keamanan serta mengatur perizinan
minuman beralkohol yang beredar di masyarakat. Minuman beralkohol yang tidak lolos
dalam pengujian yaitu kadar tidak sesuai dengan standar mutu serta label pada kemasan
atau mengandung zat berbahaya seperti metanol, maka minuman tersebut tidak akan
mendapatkan surat ijin layak edar. Selain pengujian berkala terhadap minuman
beralkohol Badan POM juga gencar memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang
bahaya mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman oplosan. Penyuluhan tersebut
dapat dilakukan dengan mengadakan seminar dan dengan membuat artikel mengenai
24
5.1 Kesimpulan
Pengujian kadar alkohol pada minuman beralkohol rutin dilakukan oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Semarang.
Hasil pengujian sampel jenis bir termasuk pada golongan A dan sesuai dengan standar
mutu yaitu dengan kandungan etanol berkisar 0,1% - 5% dan kandungan metanol
tidak lebih dari 0,1%
Sampel dalam pengujian memiliki kandungan etanol dan metanol yang sesuai dengan
standar mutu dan label kemasan sehingga layak untuk dikonsumsi dan dipasarkan.
5.2 Saran
Sebaiknya konsumen lebih berhati-hati dan cermat dalam mengkonsumsi minuman
beralkohol karena minuman beralkohol akan memberikan dampak yang buruk apabila
dikonsumsi berlebihan.
25
6. DAFTAR PUSTAKA
Badan POM. (2001). Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Kepala
Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.14 tahun 2016
tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol.
Bonelli, Mc. Nair & E.J. 1988. Dasar Kromatigrafi Gas. Bandung: ITB Bandung.
Kruse, J. A. 1990. “Intensive Care Medicine 9.” Intensive Care Medicine: 165–67.
Logan, Barry Kerr et al. 2014. “Alcohol Content of Beer and Malt Beverages Alcohol
Content of Beer and Malt Beverages : Forensic Considerations.
Rachtan, Jadwiga. 2002. “Alcoholic Beverages Consumption and Lung Cancer Cell
Types among Women in Poland.” Lung Cancer 35(2): 119–27.
26
7. LAMPIRAN
7.1. Standar Mutu Minuman Beralkohol Peraturan Kepala Badan POM-RI nomor
14 tahun 2016
27
28
29
30
31
32
33
34
35
1,9713−0,000558 50
Kadar Etanol Pengulangan 1 = 𝑥 % = 4,4799 %
4,399227 5,0
4,5150%+4,4799%
Rata-rata Kadar Etanol pada Sampel Kode 8 = = 4,4974%
2