Anda di halaman 1dari 60

KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA

FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN


PERAIRAN TELUK JAKARTA

RIZQI RAHMAN

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA


FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

RIZQI RAHMAN
C54070058
RINGKASAN

RIZQI RAHMAN. Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi
Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Dibimbing
oleh TRI PRARTONO.

Penelitian dengan topik fraksinasi logam berat dalam sedimen ini bertujuan
untuk mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Perairan Teluk
Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan fraksi labil agar dapat
menganalisa ketersediaan logam berat terhadap biota.
Penelitian meliputi pengambilan contoh di lapangan dan analisis di
Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Sedimen diambil pada
tanggal 21-22 April 2011 dan analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli
2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di muara sungai yang
mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk Jakarta.
Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksi labil logam
berat Cu dan Zn pada sedimen yaitu prosedur ekstraksi aquaregia dan HCl test.
Metode pipet digunakan untuk analisis komposisi butiran sedimen dan %LOI
(Loss on Ignition) untuk mengukur kandungan bahan organik total dalam
sedimen.
Kedalaman perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar 0.93-3.2
meter, dimana stasiun terdangkal yaitu Stasiun 3 dan terdalam yaitu Stasiun 2.
Nilai kualitas perairan pada stasiun pengamatan yaitu suhu perairan berkisar 27.6-
31.2 0C dan salinitas perairan berkisar 2-25. Tipe sedimen perairan Teluk Jakarta
pada stasiun pengamatan secara umum didominasi oleh lanau dengan persentasi
antara 6,7%-72.4% dengan persentasi terkecil pada Stasiun 9 dan persentasi
terbesar pada Stasiun 5. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai nilai LOI
berkisar 3.85%-8.95% dengan nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada
Stasiun 4. Konsentrasi logam Cu dan Zn dalam fraksi total berkisar pada rentang
21.04 μg/g-373.97 μg/g dan 141.59 μg/g-2483.78 μg/g. Konsentrasi Cu fraksi labil
berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g dan konsentrasi Zn labil berkisar pada
116.80-597.25 µg/g. Konsentrasi total dan labil Cu dan Zn, terendah pada Stasiun
9 dan tertinggi pada Stasiun 4. Persentase fraksi labil mendominasi logam Cu
pada kisaran 47.07%-68.23% pada semua stasiun kecuali Stasiun 9. Persentase
fraksi labil logam Zn pada kisaran 24.05%-82.49% pada stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7,
dan 9 sedangkan fraksi non labil logam Zn berkisar 17.51%-75.95% pada Stasiun
4 dan 8. Persentase logam berat Cu dan Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang
mudah diserap oleh biota bentik memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu
sebesar 61.56% dan Zn sebesar 55.17%. Berdasarkan nilai persentase tersebut
dapat disimpulkan bahwa keberadaan logam sudah tidak lagi dalam kondisi yang
alami dan berhubungan erat dengan masukan antropogenik sehingga berbahaya
bagi biota.
© Hak cipta milik Rizqi Rahman, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA
FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA

RIZQI RAHMAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
SKRIPSI

Judul Skripsi : KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN (Zn) PADA


FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM
SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA

Nama Mahasiswa : Rizqi Rahman

Nomor Pokok : C54070058

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc


NIP. 19600727 198601 1 006

Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc


NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal ujian: 20 Desember 2011


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga
skripsi dengan judul “Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi
Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta” dapat
terselesaikan.
Pengukuran konsentrasi logam berat total dalam sedimen kurang menjelaskan
efek logam berat tersebut terhadap biota. Pengukuran konsentrasi labil dan non
labil logam berat dalam sedimen perlu dilakukan untuk memperkirakan
konsentrasi logam berat yang dapat diserap oleh biota dan menghitung fraksi
sedimen mana yang mendominasi suatu lingkungan. Skripsi ini memberikan
pengetahuan mengenai seberapa besar keberadaan bahan pencemar logam berat di
Perairan Teluk Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil
penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam
sedimen.

Bogor, Januari 2012

Rizqi Rahman
UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menghadapi segala

permasalahan yang dihadapi.

2. Ayah dan Ibu beserta Kakak penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya.

3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan

dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Lestari, S.Si M.Si, Abdul

Rozak, A.Md, M. Taufik Kaisupy, dan Fitri Budyanto, S.T atas bimbingan dan

bantuan yang diberikan kepada penulis.

5. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry

M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK FPIK IPB.

6. Teluk Jakarta Team (Ani, Risna, dan Randi) dan Denny atas kerjasamanya

dalam proses analisis dan pengolahan data, serta seluruh teman-teman di

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor angkatan

44.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
1. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................. 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4


2.1. Kondisi geografis Teluk Jakarta ...................................................... 4
2.2. Karakteristik logam berat ................................................................ 4
2.3. Pencemaran Teluk Jakarta ............................................................... 6
2.4. Tembaga (Cu) ................................................................................. 7
2.5. Seng (Zn) ........................................................................................ 8
2.6. Logam berat dalam sedimen ............................................................ 8
2.7. Fraksi logam berat dalam sedimen................................................... 9
2.8. HCl test ........................................................................................... 10

3. METODE PENELITIAN........................................................................12
3.1. Lokasi dan waktu penelitian ........................................................... 12
3.2. Alat dan bahan ............................................................................... 13
3.3. Teknik pengambilan data................................................................ 13
3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan ............................................. 13
3.3.2. Pengambilan data di lapangan .............................................. 14
3.3.3. Pengambilan contoh sedimen ............................................... 14
3.4. Pengolahan data ............................................................................. 15
3.4.1. Persiapan analisis sedimen ................................................... 15
3.4.2. Analisis komposisi tekstur sedimen ..................................... 15
3.4.3. Analisis bahan organik total ................................................. 16
3.4.4. Analisis logam dalam sedimen ............................................. 16
3.4.5. Analisis fraksi labil logam berat........................................... 17
3.4.7. Analisis Biplot ..................................................................... 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 19


4.1. Kualitas perairan Teluk Jakarta ...................................................... 19
4.1. Ukuran butiran sedimen (grain size) ............................................... 21
4.2. Kandungan bahan organik total dalam sedimen .............................. 22
4.3. Konsentrasi total Cu dan Zn dalam sedimen ................................... 24
4.4. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen ................................... 26
4.5. Hubungan parameter fisik dan kimia sedimen ................................ 32
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 36
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 36
5.2. Saran ............................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37


LAMPIRAN ............................................................................................... 40
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta lokasi peneltian dan titik pengambilan contoh sedimen di wilayah


Pesisir Teluk Jakarta ................................................................................ 12
2. Tipe tekstur sedimen berdasarkan Diagram Shepard (Shepard, 1954) ...... 16
3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan………………………..19
4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan……………………………...20
5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan……………………………….21
6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ............................................................................................. 21
7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut
stasiun pengamatan .................................................................................. 23
8. Konsentrasi total Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ............................................................................................. 25
9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ............................................................................................. 27
10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut
stasiun pengamatan .................................................................................. 28
11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut
stasiun pengamatan .................................................................................. 29
12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008) ............ 31
13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen
(Arman et al., 2009) ................................................................................ 32
14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel
menurut stasiun pengamatan .................................................................... 33
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun


penelitian .................................................................................................. 22
2. Konsentrasi logam berat total (μg/g) dalam sedimen Teluk Jakarta
Tahun 2003-2008 ...................................................................................... 26
3. Persentase labil dan non-labil Cu dan Zn pada stasiun penelitian ............... 29
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Data kualitas perairan................................................................................ 40
2. Prosedur analisis logam dalam sedimen dengan USEPA method
3050B (APHA, 1992) ............................................................................... 40
3. Perhitungan konsentrasi logam berat total Cu dan Zn ................................ 41
4. Perhitungan konsentrasi fraksi labil Cu dan Zn…………………………….43
5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Sudjadi et al., 1971 in
Eviati dan Sulaeman, 2009)………………………………………………...44
6. Perhitungan kandungan bahan organik total……………………………….45
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat

dengan berbagai aktivitas manusia. Aktivitas pada daerah tersebut di antaranya

yaitu areal pertambakan, PLTU, daerah wisata dan rekreasi, pelabuhan,

pemukiman, dan jalur transportasi. Perairan ini merupakan tempat akhir yang

menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah yang ada

di Jakarta dan sekitarnya yang membuang limbahnya secara langsung

maupun tidak langsung melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta

(Rochyatun dan Rozak, 2007). Limbah-limbah tersebut menghasilkan pencemaran

yang tidak baik bagi lingkungan. Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di

antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis

logam berat. Apabila materi masuk ke ekosistem pesisir, logam berat dapat

menimbulkan dampak yang berbahaya, baik bagi biota perairan maupun manusia

yang ada di wilayah tersebut. Hasil evaluasi Bapedal menjelaskan bahwa 50 %

industri di Jabotabek masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai

(Mulyono, 2000 in Sarjono, 2009).

Penelitian mengenai pencemaran di Teluk Jakarta telah banyak dilakukan,

salah satunya yaitu pada penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) dan menjelaskan

bahwa konsentrasi logam berat di daerah barat Teluk Jakarta lebih tinggi

dibandingkan pada daerah tengah dan timur. Logam berat mempunyai pengaruh

ekologi yang signifikan terkait dengan toksisitas melalui proses akumulasi dalam

sedimen dan biota. Sumber logam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

masukan alami (natural) dan berasal dari buangan antropogenik (Blackmore, 1998
in El Nemr et al., 2006a). Logam pada aliran sungai berasal dari pelepasan kimia

batuan, aliran air, buangan masyarakat kota dan limbah cair industri (El Nemr et

al., 2006b).

Sedimen adalah komponen penting bagi ekosistem yang mengakumulasi racun

melalui mekanisme fisika kompleks dan adsorpsi kimia yang tergantung pada

kekayaan dari campuran serapan dan kandungan alami sedimen (Leivouri, 1998 in

El Nemr et al., 2006b). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan

beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares

et al., 2003).

Logam berat dalam sedimen berada dalam berbagai fase geokimia seperti

resisten dan non-resisten (Campbell et al., 1988 in Situmorang, 2008). Logam

berat fase resisten ialah logam yang masuk secara alami ke pesisir dari sungai

dalam bentuk materi partikel dan fase ini tidak tersedia bagi biota. Logam berat

dalam fase non-resisten adalah logam berat yang berasosiasi dengan komponen

besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen. Logam ini

bersifat labil dan dapat diabsorpsi oleh biota (bioavailable). Fase non-resisten

berhubungan erat dengan masukan antropogenik (Yap et al., 2003). Penelitian

ini menggunakan metode single extraction HCl test untuk menganalisa fase

geokimia logam berat. HCl test telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk

memisahkan konsentrasi total logam ke dalam fase non-residual dan residual.


1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn

dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan

fraksi labil agar dapat memberikan keterangan mengenai ketersediaan logam berat

terhadap biota.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56’15” LS-6º55’30”

LS dan 106º43’00” BT-106º59’30” BT dan terletak di sebelah utara ibukota

Jakarta. Teluk Jakarta berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah barat dan

Tanjung Karawang di sebelah timur yang membentang dari timur ke barat

sepanjang ±40 km dan luas 490 km2 (Riani dan Sutjahjo, 2004 in Sarjono, 2009).

Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat

dengan berbagai aktivitas manusia Perairan ini merupakan muara akhir yang

menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah domestik

yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Limbah tersebut dibuang secara langsung

maupun tidak langsung yaitu melalui 13 sungai dengan 4 sungai besar dan 9

sungai sedang yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007).

2.2. Karakteristik Logam Berat

Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat

dihancurkan secara alami dan cenderung terakumulasi dalam rantai makanan

melalui proses biomagnifikasi. Kandungan kelompok anorganik logam di

perairan alami sangat rendah (trace element). Kelompok ini terdiri dari logam

berat yang bersifat esensial (Cr, Ni, Cu, Zn) dan yang bersifat nonesensial (As,

Cd, Pb, Hg). Elemen yang bersifat esensial adalah elemen yang dibutuhkan dalam

proses kehidupan biota akuatik. Kelompok elemen esensial maupun non-esensial

dapat bersifat racun bagi kehidupan biota perairan, terutama apabila terjadi
peningkatan kadar dalam perairan (Sanusi, 2006). Karakteristik logam berat

menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm3)

2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan aktanida.

3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organisme hidup.

Menurut Connel dan Miller (1995), sumber-sumber logam berat di laut

dibagi menjadi dua, yaitu:

A. Logam masuk secara alami

1. Masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan hasil

abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.

2. Masukan dari laut dalam meliputi logam-logam yang dibebaskan oleh

aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari

pertikel atau sedimen dari proses kimiawi.

3. Masukan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam-logam dari

atmosfer sebagai partikel-partikel debu.

B. Sumber buatan manusia

1. Limbah dan buangan industri

2. Limbah cair perkotaan

3. Limbah rumah tangga

4. Aktivitas perkapalan

5. Aktivitas pertanian

6. Aktivitas pertambangan

Pencemaran logam berat menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya

yaitu berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),
berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang, berbahaya bagi kesehatan

manusia, dan menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Biota air yang hidup

dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat

tersebut dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam

perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi

dalam tubuh hewan tersebut.

2.3. Pencemaran Teluk Jakarta

Komposisi sampah yang mencemari Teluk Jakarta adalah sampah domestic

yang mengandung 62.27% bahan organik, dan 37.73% bahan anorganik. Sampah

yang berasal dari komersial mengandung 9.84% bahan organik dan 90.16% bahan

anorganik. Sampah yang berasal dari pasar mengandung 83.69% bahan organik

dan 16.31% bahan anorganik (Firmansyah, 2007). Beberapa limbah yang

dihasilkan oleh industri di antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Kadar logam berat dalam air di

Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti Muara

Angke, kadar logam beratnya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan

jumlah industri di Jakarta. Pencemaran yang berasal dari

kegiatan manusia memiliki kontribusi besar dibandingkan dengan pencemaran

yang berasal dari kegiatan alam. Hal ini dapat disebabkan oleh

meningkatnya kepadatan penduduk, meningkatnya limbah domestik dan

limbah industri yang mengandung logam berat (Kristanto, 2002 in Sarjono, 2009

; Mulyono, 2000 in Sarjono, 2009).


2.4. Tembaga (Cu)

Tembaga atau copper (Cu) umumnya berbentuk kristal dan memiliki warna

kemerahan. Dalam tabel periodik unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom

(NA) 29 dan memiliki bobot atau berat atom (BA) 63,546. Keberadaan unsur

tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak

ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk

mineral (Palar, 2004). Tembaga (Cu) di perairan alami terdapat dalam bentuk

partikulat, koloid, dan terlarut. Ikatan kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen

laut adalah yang paling stabil (Moore dan Ramamoorthy, 1984 in Sanusi, 2006).

Secara alamiah Cu dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai

akibat dari berbagai peristiwa alam, unsur ini dapat bersumber dari peristiwa

erosi dari batuan mineral. Sumber lain adalah debu-debu atau pertikulat-partikulat

Cu yang ada dalam lapisan udara, yang dibawa turun oleh air hujan. Jalur dari

aktivitas manusia untuk memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada beberapa

macam, sebagai contoh adalah buangan industri yang memakai Cu dalam proses

produksinya yaitu industri galangan kapal, industri kayu, buangan rumah tangga

(Palar, 2004). Logam Cu digunakan dalam industri elektronik, logam campuran

(alloy) anti-fouling paint, dan pengawet kayu. Logam Cu di Teluk Jakarta

bersumber dari industri elektronik dan manufaktur. Logam Cu sangat mudah

terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Pencemaran perairan oleh

Cu umumnya bersifat lokal yaitu pada daerah pantai, teluk, estuari, dan tempat

pembuangan limbah.
2.5. Seng (Zn)

Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan

polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi

batuan yang mengandung Zn di sungai dan lumpur lahar. Zn merupakan unsur

logam berat yang kurang beracun bila dibandingkan unsur logam berat lainya

(Connel dan Miller, 1995). Sifat Zn yang sangat dekat dengan Cu menjadikannya

mudah terakumulasi dalam tubuh biota. Sifat pencemaran Zn hanya berdampak

lokal di pantai, teluk, estuari dan saluran pembuangan limbah. Limbah yang

banyak mengandung Zn umumnya berasal dari limbah industri baterai, campuran

logam galvanisir, karet, atau limbah pertambangan (Mukhtasor, 2007). Pada

aktivitas sekitar Teluk Jakarta, logam Zn sebagai campuran pada cat pada perahu,

selain itu digunakan sebagai pencampur logam lain sebagai aloi (KKPL DKI

Jakarta, 1997).

2.6. Logam Berat Dalam Sedimen

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang

hidup di perairan tersebut. Menurut Greaney (2005), mekanisme logam masuk

dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi yaitu dengan proses adsorpsi

fisika- kimia dari kolom perairan dan proses uptake oleh bahan organik atau

organisme.

Adsorpsi fisika-kimia secara langsung dari kolom perairan terjadi melalui

berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan partikulat

secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Logam berat
mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya

mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam

berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom

perairan (Harahap, 1991).

2.7. Fraksi Logam Berat Dalam Sedimen

Sedimen merupakan campuran kompleks hasil dari pelapukan dan erosi

seperti alumosilikat dan besi, alumunium oksihidroksida dan sulfida, dan

substansi yang dihasilkan oleh aktivitas biologi baik organik (mikroorganisme,

detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat)

(Tessier, 1992 in Afriansyah, 2009). Sedimen akuatik disusun oleh beberapa fase

geokimia yang berbeda dan menjadi sumber potensial logam berat pada sistem

estuari. Fase ini meliputi tanah liat, lumpur, pasir, bahan organik, oksida besi,

mangan, aluminium dan silikat, karbonat, dan sulfide kompleks. Dari komponen

tersebut, oksida besi dan mangan serta bahan organik merupakan komponen yang

paling penting dalam mengontrol pengikatan logam-logam berat dari sedimen

estuari. (Bendell-Young dan Thomas, 1998). Ketersediaan logam berat

dipengaruhi oleh hubungan logam-logam berat dengan satu atau lebih dari

komponen sedimen ini, karenanya konsentrasi logam berat total memberikan

sedikit informasi tentang interaksi yang mungkin terjadi antara lingkungan abiotik

dengan biotik. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pembagian logam-logam

utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan magnesium dan

bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi secara lebih baik terhadap

ketersediaan logam-logam berat.


Menurut John dan Leventhal (1995), pada fase solid (tanah, sedimen, dan

partikel pada air permukaan) logam berat dibagi ke dalam 6 fraksi yaitu:

1. Fraksi terlarut (dissolved): Fraksi ini terdiri dari kompleks karbonat, yang

konsentrasinya meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan logam

berat dalam larutan

2. Fraksi exchangeable: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang terikat pada

partikel koloid atau partikel suspense.

3. Fraksi carbonate: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang beraosisai

dengan mineral karbonat dalam sedimen

4. Fraksi iron-manganese oxide: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang

diadsorbsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida, perubahan dalam kondisi

redoks menyebabkan logam berat terlepas, tetapi beberapa logam berat

mengendap jika mineral sulfide hadir dalam bentuk dapat dilarutkan.

5. Fraksi organik: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang berikatan dengan

berbagai bentuk bahan organik.

6. Fraksi crystalline: Fraksi ini terdiri dari logam yang terdapat dalam

struktur Kristal mineral dan pada umumnya tidak tersedia secara biologis

pada biota.

2.8. HCl test

Konsentrasi total logam berat dianggap tidak cukup untuk menyediakan

informasi fraksi bioavailable dan fraksi yang dipengaruhi aktivitas antropogenik.

Hal ini disebabkan logam berat berada dalam fraksi-fraksi geokimia yaitu fraksi

resistan dan non resistan (non labil dan labil). Analisis fraksi labil logam berat
menggunakan metode single extraction HCl test. Ekstraksi HCl yang telah

dilemahkan direkomendasikan untuk menunjukkan kualitas sedimen (McCready

et al. 2003), dengan dasar bahwa ekstraksi ini dapat membedakan lebih baik

logam yang tersedia bagi biota (bioavailable) daripada reaktan dengan konsentrasi

asam yang lebih kuat. Pelemahan yang optimal pada ekstraksi HCl akan

menyediakan perbedaan yang besar antara logam yang berasal dari antropogenik

dan alami dengan memaksimalkan keseimbangan ekstraksi pada logam

antropogenik alami dan meminimalkan ekstraksi elemen geogenik (Agemian dan

Chau, 1977 in Devesa-Rey et al., 2010). Pada penelitian Kashem et al.(2007)

menjelaskan bahwa HCl test memiliki fungsi yang berbeda pada unsur Cu dan Zn

dalam melarutkan fraksi labil logam berat. Pada unsur Cu, HCl test dapat

melarutkan fraksi soluble, exchangeable, karbonat, oxide-bound, organik, dan

sebagian residual. Pada unsur Zn, HCl test dapat melarutkan fraksi soluble,

exchangeable, karbonat, dan oxide-bound.


3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan program penelitian tentang logam berat di Teluk

Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi

pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di

Laboratorium. Pengambilan sedimen dilakukan di Perairan Teluk Jakarta, pada

tanggal 21-22 April 2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di

muara sungai dengan mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk

Jakarta (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011 di

Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Gambar berikut merupakan

lokasi penelitian.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan titik pengambilan contoh sedimen di wilayah pesisir
Teluk Jakarta
3.2. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian dibagi menjadi dua,

yaitu alat dan bahan pada pengambilan sampel di lapangan dan analisis logam

berat di laboratorium. Alat yang digunakan ketika sampling yaitu GPS garmin

untuk menentukan titik lokasi, Ekman Grab untuk mengambil contoh sedimen,

kotak es, dan tempat contoh sedimen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu

akuades. Alat yang digunakan ketika analisis di laboratorium yaitu cawan porselin

dan alu, oven memert UFB 500, tabung sentrifus 50 ml Falcon, timbangan analitik

sartorius tipe BP 210 S, alat pengocok digital Kikalabortechnik HS 501,

sentrifuge biofuge Haraeus separatech biofuge 15 R, kertas saring whatman 41

diameter 0.45 µm, tanur, alat refluks, dan AAS Varian Spectraa AA 20 plus.

Bahan yang digunakan yaitu contoh sedimen, HCl 1 N, larutan HNO3 (1:1),

larutan HNO3 pekat, larutan H2O2 30%, larutan HCl pekat dan akuades.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan

Stasiun pengambilan contoh dilakukan melalui perencanaan titik stasiun untuk

sampling. Pemilihan lokasi di muara karena bagian muara dan pesisir merupakan

daerah yang sangat terpengaruh oleh masukan unsur-unsur dari aktivitas manusia

(Villares et al., 2003). Pada pengambilan sampel di lapangan, target perencanaan

stasiun dilakukan dengan penentuan geografis stasiun pengambilan contoh

menggunakan Global Positioning System (GPS) yang kemudian diplotkan ke

dalam peta sebanyak 9 stasiun pada muara sungai besar Teluk Jakarta yang

mewakili tiga area yaitu barat yang diwakili oleh stasiun 4 (muara Sungai Dadap),
3 (muara Sungai Kamal), 2 (laut), dan1(Muara Angke) ; tengah diwakili oleh

stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja); dan timur diwakili

oleh stasiun 6 (muara Sungai Blencong), 7 (muara Terusan Sunter), dan 9 (muara

Kali Baru).

3.3.2. Pengambilan data di lapangan

Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan

Teluk Jakarta. Pengukuran data di lapangan meliputi kedalaman perairan, suhu air

laut (0C) dan salinitas. Pengukuran kedalaman menggunakan batu yang diikatkan

ke tali panjang, suhu perairan diukur menggunakan thermometer dan pengukuran

salinitas menggunakan refraktometer. Data disajikan dalam Lampiran 1.

3.3.3. Pengambilan contoh sedimen

Contoh sedimen diambil pada saat perairan mulai surut dengan menggunakan

Ekman Grab yang terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen.

Sedimen diambil pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan oksik sedimen

pada kedalaman 0-5 cm. Contoh sedimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung

kecil yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air

leding kemudian dilakukan perendaman dalam HNO3 1:1 selama semalam dan

dibilas tiga kali dengan air suling bebas ion. Wadah polietilen yang telah terisi

contoh sedimen kemudian dibungkus dengan kantong plastik strep dan disimpan

ke dalam kotak es.


3.4. Pengolahan Data

3.4.1. Persiapan analisis sedimen

Sebelum melakukan analisis logam dalam sedimen, maka sedimen terlebih

dahulu perlu disiapkan. Pertama-tama contoh sedimen basah dimasukkan ke

dalam cawan poreselen dan dikeringkan dengan menggunkan oven selama 24 jam

dengan suhu 1050C. Setelah sedimen kering kemudian sedimen dihaluskan secara

perlahan dengan menggunakan alu dan ditempatkan ke dalam wadah tabung

plastik.

3.4.2. Analisis komposisi tekstur sedimen

Analisis komposisi tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Balai

Penelitian Tanah, Bogor menggunakan metode pipet berdasarkan Sudjadi et al.

(1971) in Eviati dan Sulaeman (2009) dan memisahkan tekstur menjadi tiga fraksi

yaitu pasir, lempung, dan lanau. Tekstur ditetapkan berdasarkan pengoksidasian

bahan organik dengan H2O2 dan garam-garam yang mudah larut dihilangkan dari

tanah dengan menggunakan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah

mineral yang terdiri atas pasir, lempung, dan lanau. Fraksi lempung dan lanau

dapat dipisahkan dengan cara pengendapan yang didasarkan pada Hukum Stoke.

Selanjutnya dilakukan perhitungan penentuan besarnya persentase pasir, lanau,

lempung. Setelah data tersebut diproyeksikan ke dalam diagram Shepard (Gambar

2.) untuk menentukan tipe substrat. Penjelasan mengenai cara kerja menggunakan

metode pipet dijelaskan pada Lampiran 5.


Gambar 2. Tipe tekstur sedimen berdasarkan diagram Shepard (Shepard, 1954)

3.4.3. Analisis bahan organik total

Analisis bahan organik total pada sedimen diilakukan di laboratorium P2O-

LIPI, Jakarta. Kandungan bahan organik total dinyatakan dengan persentase lost

on ignition (%LOI) berdasarkan APHA (1992) (Lampiran 6). Analisa ini diawali

dengan penyiapan cawan kosong yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu

1050C dengan menggunakan oven. Pemanasan dilakukan kembali selama 30

menit pada suhu 550 0 C dengan menggunakan tanur kemudian ditimbang. Setelah

itu, sebanyak ±1 gram sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan sebagai berat

basah. Sampel basah kemudian dikeringkan dengan menggunakan suhu 1050C

selama 24 jam, setelah itu sampel kering dibakar dengan suhu 5500 C selama 1

jam sebagai berat kering.

3.4.4. Analisis logam dalam sedimen

Pengukuran logam berat dilakukan di Laboratorium P2O-LIPI, Jakarta.

Pengukuran logam berat total menggunakan metode Aquregia dengan

menggunakan campuran HCl pekat dan HNO3 dengan perbandingan 3:1 sesuai
dengan United State Environmental Protection Agency (USEPA) method 3050B

APHA (1992) (Lampiran 2). Pada tahap pengerjaan awal, sedimen kering yang

halus ditimbang sebanyak kurang lebih 1 gram menggunakan timbangan analitik

sebagai berat kering kemudian memasukkannya ke dalam gelas erlenmeyer 250

ml. Sampel kemudian ditambahkan pereaksi secara bertahap dan disertai dengan

pemanasan seperti HNO3, H2O2, dan HCl. Tahap akhir yang dilakukan adalah

analisa logam berat dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer

(AAS) tipe Varian AA Spectraa. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan

µg/g berat kering (Lampiran 3).

3.4.5. Analisis fraksi labil logam berat

Analisis fraksi labil logam berat dilakukan di laboratorium P2O LIPI, Jakarta.

Analisis fraksi labil dilakukan berdasarkan Villares et al., (2002). Sebanyak 1

gram sedimen kering dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditimbang

dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah ditimbang, sampel sedimen

dicampurkan dengan HCl 1 N sebanyak 20 ml dan didiamkan selama kurang lebih

12 jam. Proses pendiaman ini berguna untuk menghilangkan busa akibat

karbonasi. Setelah proses pendiaman, sampel dikocok dengan kecepatan rendah

selama 1 jam dengan alat pengocok digital berkecepatan 115 rpm. Setelah

dikocok dengan kecepatan rendah, sampel dikocok kembali dengan kecepatan

tinggi menggunakan sentrifus berkecepatan 5000 rpm selama 5 menit, agar

sedimen dan larutan terpisah secara sempurna. Setelah proses pemisahan

dilakukan, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring berdiameter

lubang 20 µm dan volume ditepatkan menjadi 20 ml, setelah itu kadar logam berat
sampel siap diukur dengan menggunakan AAS. Data yang dihasilkan disajikan

dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 4). Penggunaan HCl yang telah

dilemahkan untuk analisis fraksi labil karena menurut ARZECC dan ARMCANZ

(2000), 1 N HCl tidak menyerang matriks silikat yang tidak dapat diserap

organisme.

3.4.6. Analisis biplot

Analisis biplot memberikan informasi yang mencakup objek (stasiun

penelitian) dan peubah (fraksi total, labil, LOI dan ukuran sedimen) dalam satu

gambar. Analisis biplot data hasil penelitian menggunakan software Minitab 16

Statistical Software. Hasil analisis biplot yang didapatkan pada penelitian ini

yaitu:

1. Kedekatan antar objek: informasi ini dapat dijadikan panduan mengenai

suatu objek yang memiliki kesamaan karakteristik dengan objek tertentu

2. Korelasi antar peubah : Informasi yang digunakan untuk menilai pengaruh

suatu peubah terhadap peubah yang lain. Dua peubah yang memiliki

korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan

arah yang sama atau membentuk sudut yang sempit. Dua peubah yang

memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis

dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut yang lebar (tumpul).

Dua peubah yang tidak berkorelasi digambarkan dalam bentuk dua garis

dengan sudut mendekati 90 0 (siku-siku).


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kualitas Perairan Teluk Jakarta

Kedalaman Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara

0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2

(Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter.

Kedalaman perairan mempengaruhi waktu pengendapan partikel-partikel yang

ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat

pengendapan (solidifikasi), semakin dangkal perairan maka waktu pengendapan

relatif lebih cepat.

Gambar 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan

Suhu Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 27.6-

31.2 0C dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6

(Gambar 4). Temperatur memiliki pengaruh yang besar terhadap spesiasi logam

karena perubahan temperatur dapat mempengaruhi tingkat sensitifitas reaksi


kimia. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba

dalam mengurai bahan organik. Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat

menyebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut di perairan yang akan

mempengaruhi reaksi reduksi dan oksidasi. Temperatur dapat mempengaruhi

kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi

akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0C (Luoma,1983

in John dan Leventhal, 1995).

Gambar 4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan

Salinitas Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 2-25,

dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 5).

Salinitas rata-rata stasiun pengamatan yaitu sebesar 9.22. Tinggi dan rendahnya

nilai salinitas pada daerah estuari dipengaruhi oleh pencampuran air laut dan air

sungai. Semakin tinggi nilai salinitas maka semakin besar pengaruh air laut,

sedangkan semakin rendah nilai salinitas maka pengaruh air laut semakin kecil.
Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan

4.2. Ukuran Butiran Sedimen (Grain Size)

Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran

yang berbeda karena perbedaan proses pembentukannya. Tipe sedimen secara

umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada

pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 5 (Gambar 6).

Gambar 6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun
pengamatan
Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun
Pengamatan
Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%)
Tipe Sedimen
Pasir Lanau Lempung
1 Muara Angke 0.6 39.5 59.9 Lempung berlanau
2 Laut 1.8 65.6 32.6 Lanau berlempung
3 Sungai Dadap 0.5 52.9 46.6 Lanau berlempung
4 Sungai Kamal 0.2 71.3 28.5 Lanau berlempung
5 Sungai Ancol 1.2 72.4 26.4 Lanau berlempung
6 S. Blencong 18.1 36.4 45.5 Lempung berlanau
7 Trs. Sunter 0.1 51.9 48 Lanau berlempung
8 Kali Koja 13.1 57.6 29.3 Lanau berlempung
9 Kali Baru 90.4 6.7 2.9 Pasir

Berdasarkan tabel di atas, lanau (2-50 µm) mendominasi komposisi sedimen

pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µm)

yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µm-2

mm) dengan persentasi sebesar 90.4% . Perbedaan dominasi tekstur sedimen

mencirikan proses pengendapan atau pembentukan sedimen yang disebabkan oleh

perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu

mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif

besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif

kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut

memberikan peran penting dan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya

perbedaan komposisi tekstur yang ada di wilayah penelitian.

4.3. Kandungan Bahan Organik Total Dalam Sedimen

Persentase Loss on Ignition (%LOI) mewakili persentase banyaknya bahan

organik yang berada dalam sedimen. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai
nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan

tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 7).

Gambar 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut


stasiun pengamatan

Perbedaan kandungan LOI dapat mencerminkan hubungan kondisi lingkungan

saat pembentukan sedimen selain faktor fisika seperti arus dan gelombang seperti

penjelasan sebelumnya. Deposisi bahan organik dipengaruhi oleh input atau

masukan sumber bahan organik. Stasiun 1, 4, 7, dan 8 meliputi daerah Muara

Sungai Dadap, Muara Angke, Muara Terusan Sunter dan Muara Kali Koja, yang

merupakan muara dari aliran sungai/kali yang melalui daerah dengan aktivitas

manusia yang cukup tinggi. Aliran Sungai Dadap melewati kawasan perumahan,

persawahan, dan pergudangan. Aliran Kali Angke melewati derah pendaratan dan

pengolahan ikan, peternakan, perumahan, dan hutan lindung. Aliran Kali Sunter

melewati daerah perumahan dan industri. Aliran Kali koja melewati kawasan

Pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan perumahan, industri, persawahan, peternakan,

dan pelabuhan merupakan kawasan yang menghasilkan limbah domestik berupa


limbah cair dan limbah padat yang menghasilkan senyawa organik. Limbah cair

domestik biasanya mengandung senyawa organik berupa protein, karbohidrat,

lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal, 2000 in Mukhtasor, 2007). Kawasan

perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan

buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa

makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari

balas kapal, sedangkan kawasan persawahan, peternakan, dan pengolahan ikan

menyumbang limbah organik berupa pestisida, kotoran hewan, dan buangan

perikanan.

4.4. Konsentrasi Total Cu dan Zn Dalam Sedimen

Konsentrasi logam Cu total berkisar antara 21.04 μg/g-373.97 μg/g dengan

konsentrasi terendah pada Stasiun 9 yaitu di titik muara Kali Baru dan tertinggi

pada Stasiun 4 yaitu titik muara Sungai Dadap. Konsentrasi logam Zn total

berkisar pada rentang 141.59 μg/g-2483.78 μg/g dengan konsentrasi terendah

terdapat pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 8). Jika ditinjau dari

komposisi tekstur sedimennya, rendahnya konsentrasi pada Stasiun 9 karena

stasiun ini didominasi oleh tekstur pasir. Semakin kecil/halus tekstur maka

semakin mudah mengikat logam berat, sedangkan semakin besar tekstur maka

akan semakin sulit mengikat logam berat. Konsentrasi Cu dan Zn pada sedimen

stasiun pengamatan telah melewati batas konsentrasi alami. Konsentrasi alami

logam berat Cu dan Zn pada sedimen menurut Canadian Environmental Quality

Guidelines (2002) adalah sebesar 18.7 μg/g dan 124 μg/g.


Gambar 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (µg/g) pada sampel menurut stasiun
pengamatan

Tingginya konsentrasi Cu dan Zn diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan

sekitar daerah penelitian yang banyak terdapat berbagai aktivitas/daerah aktif.

Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara

Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung)

dan 8 (muara Kali Koja) mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi.

Umumnya muara-muara tersebut berasal dari aliran sungai yang merupakan

daerah aktif seperti kawasan industri, pergudangan, perumahan dan

perkampungan yang padat, serta persawahan. Di samping itu, terdapat Pelabuhan

Tanjung Priok, kawasan industri Ancol Barat, dan tempat rekreasi. Semakin

banyak limbah yang dibuang ke lingkungan maka akan dapat meningkatkan

kadar/konsentrasi logam berat.


Tabel 2. Konsentrasi Logam Berat Total (μg/g) dalam Sedimen Teluk Jakarta
Tahun 2003-2008
No Lokasi/waktu Cu (µg/g) Zn (µg/g) Sumber
1 Bagian Barat/ 13.81-193.75 82.18-533.59 Razak, 2004
2003
2 Bagian Barat/ 7.41-72.27 115.71-256.85 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
3 Bagian Tengah/ 3.36-50.65 71.13-230.54 Razak, 2004
2003
4 Bagian Tengah/ 1.19-40.60 53.87-233.32 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
5 Barat dan Tengah 7.64-118.33 261.31-1826.98 Fadhlina,2008
(Muara)/ 2008

Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu

Fadhlina (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi logam total Zn lebih tinggi

daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31

μg/g-1826.98 μg/g, sedangkan logam Cu memiliki konsentrasi total berkisar

antara 7. 64 μg/g-118.33 μg/g. Apabila dibandingkan dengan data penelitian dapat

diketahui bahwa konsentrasi logam Cu dan Zn terdapat indikasi peningkatan

selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini

kemungkinan disebabkan oleh kontinuitas masukan limbah seperti limbah

industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam

berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah

logam berat tidak diatasi dengan baik.

4.5. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen

Konsentrasi total logam berat terdiri dari fase resisten (residu) dan non

resisten yang pada penelitian ini dijelaskan dari kandungan fraksi non labil dan

labil. Pengukuran berdasarkan fraksi dapat membantu menjelaskan efektivitas


toksisitas logam berat di sedimen terhadap organisme dibandingkan dengan

konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap

oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90

µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali

Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn

fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan

konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9).

Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai

Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali

Koja).

Gambar 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun


pengamatan

Fadhlina (2008) menjelaskan bahwa pada stasiun daerah muara di Perairan

Teluk Jakarta memiliki konsentrasi Cu dan Zn labil yang tinggi. Konsentrasi Cu

labil berkisar antara 5.258 µg/g-74.664 µg/g sedangkan konsentrasi Zn labil

berkisar antara 492.363 µg/g-1544.345 µg/g. Berdasarkan data tersebut dapat


dilihat bahwa konsentrasi Cu labil pada penelitian ini lebih tinggi dari pada

penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada

pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh

perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis

seperti keadaan arus, dan pasang surut.

Fraksi labil logam Cu berkisar antara 47.07%-68.23%, dengan persentase

terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil

Cu berkisar antara 31.77%-52.93% dengan persentase terendah pada Stasiun 1

dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun

penelitian kecuali Stasiun 9 dengan persentase rata-rata sebesar 61.56%,

sedangkan rata-rata fraksi non labil yaitu sebesar 38.44%.

Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun
pengamatan

Fraksi labil logam Zn berkisar antara 24.05%-82.49%, dengan persentase

terendah pada Stasiun 4 dan tertinggi pada Stasiun 9, sedangkan fraksi non-labil

Zn berkisar antara 17.51%-75.95% dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan


tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 11). Fraksi labil mendominasi hampir semua

stasiun penelitian yaitu Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 9 dengan persentase rata-rata

sebesar 55.17%, sedangkan fraksi non-labil mendominasi stasiun 4 dan 8 dengan

persentase rata-rata fraksi non-labil sebesar 44.83%.

Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun
Pengamatan

Tabel 3. Persentase Labil dan Non-Labil Cu dan Zn Pada Stasiun Penelitian


Cu (%) Zn (%)
Stasiun
Labil Non-labil Labil Non-labil
1 68.23 31.77 57.60 42.40
2 57.47 42.53 69.67 30.33
3 64.69 35.31 50.39 49.61
4 59.09 40.91 24.05 75.95
5 66.79 33.21 50.08 49.92
6 57.25 42.75 67.38 32.62
7 67.88 32.12 62.63 37.37
8 65.57 34.43 32.20 67.80
9 47.07 52.93 82.49 17.51
Rata-rata 61.56 38.44 55.17 44.83
Pada Tabel di atas persentase rata-rata logam Cu fraksi labil lebih tinggi

dibandingkan logam Zn, hal ini menggambarkan bahwa logam Cu lebih

bioavailabel dibandingkan dengan logam Zn. Logam Cu sangat mudah

terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan

fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan

komplek organik di dalam sedimen sehingga dapat diabsorpsi oleh biota

(bioavailable) (Bendell-Young dan Thomas, 1998), sedangkan fraksi non labil

tidak biovailable karena berikatan kuat dengan molekul-molekul sedimen. Pada

perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien

diadsorpsi oleh mineral karbonat dan mineral Fe-Mn oksida. Dominasi fraksi labil

pada perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa sumber logam berat Cu dan Zn

dominan berasal dari limbah antropogenik dan berbahaya bagi biota perairan.

Persentase Zn lebih fluktuatif dibandingkan dengan persentase Cu yang lebih

stabil pada perairan Teluk Jakarta, hal ini disebabkan oleh ikatan kompleks Cu

lebih stabil dibandingkan ikatan kompleks Zn. Cu juga mempuyai mobilitas yang

lebih rendah dari pada Zn (Prusty et al., 1994 in John dan Leventhal, 1995).

Fadhlina (2008) juga menjelaskan bahwa pada daerah muara fraksi labil Cu dan

Zn lebih dominan daripada fraksi non labil (Gambar 12). Persentase fraksi labil

Cu dan Zn mendominasi semua stasiun pelitian, dengan persentase yang lebih

besar dari penelitian ini dengan persentase labil Cu berkisar antara 62.33%-

96.99% dan persentase labil Zn berkisar 56.09%-93.84%. Pada gambar 12 dapat

dilihat bahwa persentase Cu lebih stabil dibandingkan Zn yang lebih fluktuatif.


Gambar 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008)

Selain melalui analisis fraksi labil, analisis pengaruh aktivitas antropogenik

yang mendominasi Perairan Teluk Jakarta dapat dikuatkan dari tingkat

sedimentasi di perairan tersebut. Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan

konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju

sedimentasi dan geokronologi polutan Cu dan Zn dengan menggunakan alat

sampling gravity core (Gambar 13).

Pada usia sedimen sekitar tahun 1865-1930, konsentrasi Cu dan Zn relatif

konstan yaitu berkisar 40 ppm dan 70 ppm. Konsentrasi yang konstan tersebut

dapat diduga bahwa sekitar tahun 1825-1905 logam Cu dan Zn masih bersumber

secara alami. Setelah tahun 1930 sampai 2005 terjadi peningkatan konsentrasi Cu

dan Zn secara signifikan yang dapat diduga bahwa logam Cu dan Zn tidak hanya

bersumber secara alami, tetapi juga telah bersumber dari aktivitas antropogenik.
Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia
sedimen (Arman et al., 2009)

Peningkatan aktivitas antropogenik diantaranya yaitu peningkatan buangan

limbah logam berat akibat peningkatan populasi jumlah penduduk dan

peningkatan industri di daerah Jakarta dan sekitarnya.

4.6. Hubungan Parameter Fisika dan Kimia Sedimen

Analisis hubungan parameter fisika dan kimia sedimen menggunakan analisis

biplot. Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa sebagian besar parameter yang

diukur memberikan korelasi yang positif seperti logam berat total, logam berat

fraksi labil, persentase LOI, dan lanau (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 13 bahwa parameter tersebut berada pada sudut yang cukup dekat antara

satu parameter dengan parameter lain.


1

7
6
2 3

8
4

Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel
menurut stasiun pengamatan

Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil,

persentase LOI dan lanau menunjukkan bahwa keempat parameter saling

berkaitan, penambahan nilai satu parameter diikuti dengan penambahan parameter

lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti

dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti

dengan peningkatan LOI. Gaw (1997) in Perera (2004) menemukan hubungan

yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat

dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang

mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari.

Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan

logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan

organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat

dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang

mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang
jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar.

Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau

memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan

bahwa parameter lempung berkorelasi negatif terhadap keempat parameter

tersebut. Korelasi yang negatif diduga disebabkan oleh keberadaan parameter

lempung tidak mempengaruhi keempat parameter tadi, tingginya nilai lempung

tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki

sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan

bahwa parameter pasir cenderung tidak memiliki korelasi terhadap parameter

logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir

yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak

mempunyai pengaruh terhadap parameter lainnya. Pada Gambar 12, semakin ke

arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter

logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas

garis semakin tinggi nilai parameter lempung pada stasiun.

Analisis biplot juga menunjukkan bahwa terdapat empat kelompok stasiun

yang terbentuk pada Gambar 13, yaitu kelompok pertama diwakili oleh Stasiun

4,5, dan 8. Kelompok kedua meliputi Stasiun 1 ,3 dan 7. Kelompok ketiga

meliputi Stasiun 2 dan 6 dan kelompok terakhir yaitu Stasiun 9. Kelompok

pertama yaitu Muara Sungai Dadap, Sungai Ciliwung, dan Muara Kali Koja

memiliki karakteristik yang sama yaitu stasiun-stasiun dengan konsentrasi logam

berat Cu dan Zn pada fraksi total dan labil yang lebih tinggi daripada stasiun

lainnya. Stasiun-stasiun tersebut juga merupakan muara sungai dengan daerah

aliran sungai yang padat dengan aktivitas manusia. Kelompok kedua yaitu stasiun
Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik

yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen

lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada

titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun

laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk

berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua

stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang

merupakan satu-satunya stasiun dengan dominasi pasir pada sedimen.


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Keberadaan logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Peraira Teluk Jakarta

tidak lagi hanya bersumber dari alam tetapi juga bersumber dari aktivitas

antropogenik. Sumber logam berat dari aktivitas antropogenik dapat diketahui dari

tingginya konsentrasi logam fraksi total dan labil. Persentase logam berat Cu dan

Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang mudah diserap oleh biota bentik

memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu sebesar 61.56% dan Zn sebesar

55.17%. Tingginya konsentrasi logam total dan dominasi persentase labil

menujukkan bahwa keberadaan logam berbahaya bagi biota.

5.2. Saran

Saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Penelitian sebaiknya menggunakan titik stasiun pengamatan sampai ke

laut lepas agar sebaran konsentrasi logam berat dapat diketahui dengan

lebih lengkap.

2. Data laju sedimentasi Perairan Teluk Jakarta terkini diperlukan untuk

melihat seberapa besar pengaruh aktivitas antropogenik bagi peningkatan

konsentrasi logam berat dalam sedimen.


DAFTAR PUSTAKA

[ANZECC] dan [ARMCANZ]. 2000. Australian and New Zealand Guidelines for
Fresh and Marine Water Quality. Australian and New Zealand
Environment and Conservation Council dan Agriculture and Resource
Management Council of Autralia and New Zealand, Canberra.

Afriansyah, A. 2009. Konsentrasi Cadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) Dalam Air,
Seston, Kerang dan Fraksinasinya Dalam Sedimen Di Perairan Delta
Berau, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

APHA. 1992. Standar Method For The Examination of Water and Waste Water.
18th Edition. Washington, D.C. American Public Health Association.

Arman, A., Yulizon, M., dan Barokah, A. 2009. Estimasi Laju Sedimentasi dan
Geokronologi Polutan Daerah Teluk Jakarta. Prosiding Seminar Nasional
Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan V tanggal 14 Oktober 2009.
Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta.

Bendell-Young, L.I.,dan Thomas, C.A.. 1998. Linking The Sediment


Geochemistry of An Intertidal Region to Metal Avaibility in The Deposit
Feeder Macoma balthica. Mar. Eco. Prog. Ser. 173:197-213.

Campbell, P.G.C., Lewis, A.G., Chapman, P.M., Crowder, A.A., Fletcher, W.K.,
Imber, Luoma, S.N., Stokes, P.M., dan M. Winfrey. 1988. Biologically
Avaibility in Sediments. NRCC/CNRC. Ottawa, Canada.

Canadian Environmental Quality Guidelines .2002. Summary of Existing


Canadian Environmental Quality Guidelines. Canadian Environmental
Quality Guidelines. Winnipeg.

Connel, D.W, dan Miller, G.J.. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.

Devesa-Rey, R., Diaz-Fierros, F., Barral, M.T. 2010. Trace metals in river bed
sediments: An Assesment of their partitioning and bioavaibility by using
multivariate exploration analysis. J. Environ. Man. 91 : 2471-2477.

El Nemr, A., Khaled, A., dan El Sikaily, A. 2006 (a). Distribution and Statistical
Analysis of Leacheable and Total Heavy Metals in The Sediments of The
Suez Gulf. Environ. Man. Asses., 118 : 89-112.
El Nemr, A., Khaled, A., dan El Sikaily, A. 2006 (b). Total and Leacheable Heavy
Metals in Muddy and Sandy Sediments of Egyptian Coast along
Mediterranean Sea. Environ. Man. Asses., 129 : 151-168.

Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Fadhlina, D. 2008. Geokimia Logam Berat Pb, Cd, Cu, dan Zn Pada Sedimen di
Perairan Teluk Jakarta [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Firmansyah, I. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Laut Untuk Meningkatkan


Daya Dukung Lingkungan Teluk Jakarta [Thesis]. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Greaney, K.M. 2005. An Assesment of Heavy Metal Contamination in The


Marine Sediments of Las Perlas Archipelago. Master of Science in Marine
Resource Development and Protection. School of Life Sciences. Heriot –
Watt University, Edinburgh.

Harahap, S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat Fisika
Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan
Benthos Makro. [Thesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Hutagalung, H.P. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota Buku
kedua. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pertanian Indonesia.
Jakarta.

John, D. A dan Leventhal, J.S.. 1995. Bioavaibility of Metals. In Edward A. du


Bray (Ed.), Preliminary Compilation of Descriptive geoenvironmental
Mineral Deposit models. U. S. Department of Interior, U. S. Geological
Denver, Colorado.

Kashem, M.A., Singh, B.R., Kondo, T., Imamul Huq, S.M., dan Kawai, S. 2007.
Comparison of Extractability of Cd, Cu, Pb, and Zn with Sequential
Extraction in Contaminated and Non-Contaminated Soils. Environ. Sci.
Tech., 4(2) : 169-176.

KPPL DKI Jakarta. 1997. Laporan Tahunan Prokasih Pemda DKI Jakarta. Kantor
Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan. Jakarta.

McCready, S., Birch, G.F., dan Taylor, S.E. 2003. Extraction of heavy metals in
Sidney Harbour sediments using 1M HCl and 0.05M EDTA and
implications for sediment - quality guidelines. Australian J. Earth Sci., 50:
249-255.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut Cetakan Pertama. Pradnya
Paramita. Jakarta

Palar, H. 2004. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Perera, P. 2004. Heavy Metal Concentrations in The Pasific Oyster; Cassostrea


gigas. Tesis. Auckland University of Technology. Auckland.

Razak,H. 2004. Laporan Akhir Penelitian Kondisi Lingkungan Perairan Teluk


Jakarta dan Sekitarnya. Proyek Penelitian IPTEK Kelautan. Pusat
Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Rochyatun dan A. Rozak. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Sedimen
di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains, 11:28-36

Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sarjono, A. 2009. Analisa Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg Pada Air dan
Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. [Skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shepard, F.P. 1954. Nomenclature Based on Sand-Silt-Clay Ratios: Journal of


Sedimentary petrology. Vol.24:151-158

Situmorang, S.P. 2008. Geokimia Pb, Cr, Cu Dalam Sedimen dan Ketersediannya
Pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. [Skripsi].
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Villares, R., Puente,X., dan Carballeira, A. 2003. Heavy Metals in Sandy


Sediments of The Rias Baixas (NW Spain). Environ. Mon. Asses., 83 :
129-144.

Yap, C.K., Ismail, A., dan Tan, S.G. 2003. Concentration, Distribution and
Geochemical Speciation of Copper in Surface Sediment of The Strait of
Malacca. Pak. J. Bio. Sci., 6 (12) : 1021-1026.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kualitas Perairan

Koordinat Kedalaman Temperatur


St. Lokasi Salinitas
Bujur Lintang (m) (0C)
1 Muara Angke 106.7675 -6.1035 3.1 27.6 2
2 Laut 106.744 -6.0939 3.2 29.7 10
3 Sungai Kamal 106.7198 -6.0877 0.93 30.8 9
4 Sungai Dadap 106.7258 -6.0919 0.97 30.4 15
5 Sungai Ciliwung 106.8296 -6.125 2.97 30.7 6
6 S. Blencong 106.9555 -6.0997 2.84 31.2 25
7 Trs. Sunter 106.9068 -6.1083 1.75 29.6 5
8 Kali Koja 106.8658 -6.1194 1.68 29.4 6
9 Kalibaru 106.9401 -6.0993 1.73 29.8 5

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode


USEPA 3050B (APHA, 1992)

1. Timbang ± 1 gram contoh sedimen kering

2. Tambahkan 10 ml HNO3 (1:1) dan kocok secara perlahan, panaskan dengan alat

pemanas pada suhu 950 C dan refluks selama 10 sampai 15 menit.

3. Sebanyak 5 ml HNO3 pekat ditambahkan ke dalam sampel dan panaskan kembali

pada suhu 950 C ± 50 C kemudian refluks selama 30 menit.

4. Tambahkan kembali 5 ml HNO3 pekatkemudian dinginkan pada suhu ruang.

5. Panaskan kembali sampel pada suhu 950C ± 50C dan refluks selama 2 jam, setelah

itu dinginkan kembali pada suhu ruang.

6. Tambahkan 2 ml air suling dan 3 ml H2O2 30% setetes demi setetes ke dalam sampel

dan panaskan sampai gelembung-gelembung yang muncul berkurang.

7. Tambahkan H2O2 30% kemudian dipanaskan kembali pada suhu 950C ± 50C dan

refluks selama 2 jam.

8. Tambahkan 10 ml HCl pekat, panaskan, dan refluks selama 15 menit, dan setelah itu

dinginkan kembali pada suhu ruang.


9. Setelah tahap destruksi selesai dilakukan, sampel disaring dengan menggunakan

kertas saring Whatman No.41 dan memasukkan hasil saringan ke dalam labu ukur 50

ml.

10. Tepatkan volume menjadi 100 ml dengan menggunakan akuades.

11. Sampel yang telah disaring dan ditepatkan kemudian diukur dengan menggunakan

FAAS.

12. Perhitungan konsentrasi logam berat pada fraksi total menggunakan

perhitungan menurut Hutagalung (1997) sebagai berikut:

Keterangan:
A = Konsentrasi AAS (µg/ml)
B = Volume penepatan (ml)
C = Berat sedimen (g)
D = Volume pengenceran (ml)

Lampiran 3. Perhitungan konsentrasi logam berat total Cu dan Zn

Zn total Cu Total
Berat Konsentrasi Berat Konsentrasi
Stasiun AAS AAS
(g) (µg/g) (g) (µg/g)
0.653 1.3269 492.260 1.248 1.3269 94.044
1 0.659 1.3269 496.616 1.265 1.3269 95.332
0.653 1.3269 492.260 1.265 1.3269 95.332
Rata-rata 493.712 94.902
SD 2.515 0.744
0.413 1.3136 314.628 0.932 1.3136 70.921
2 0.413 1.3136 314.628 0.949 1.3136 72.223
0.413 1.3136 314.628 0.915 1.3136 69.620
Rata-rata 314.628 70.921
SD 0.000 1.301
1.150 1.3199 871.497 1.769 1.3199 134.043
3 1.142 1.3199 864.928 1.803 1.3199 136.633
1.139 1.3199 862.738 1.812 1.3199 137.281
Rata-rata 866.388 135.985
SD 4.558 1.713
3.309 1.337 2475.130 4.974 1.337 372.054
4
3.332 1.337 2492.423 5.026 1.337 375.889
Rata-rata 2483.777 373.972
SD 12.228 2.712
1.130 1.343 841.443 2.803 1.343 208.743
5 1.145 1.343 852.203 2.752 1.343 204.925
1.150 1.343 856.507 2.709 1.343 201.742
Rata-rata 850.051 205.137
SD 7.759 3.505
0.408 1.3053 312.200 0.615 1.3053 47.145
6 0.396 1.3053 303.343 0.607 1.3053 46.490
0.408 1.3053 312.200 0.615 1.3053 47.145
Rata-rata 309.248 46.927
SD 5.113 0.378
0.624 1.355 460.721 1.444 1.355 106.601
7 0.618 1.355 456.455 1.496 1.355 110.386
0.624 1.355 460.721 1.521 1.355 112.278
Rata-rata 459.299 109.755
SD 2.463 2.891
1.980 1.3213 1498.349 3.701 1.3213 280.092
8 1.971 1.3213 1491.787 3.530 1.3213 267.155
1.983 1.3213 1500.537 3.581 1.3213 271.036
Rata-rata 1496.891 272.761
SD 4.553 6.639
0.202 1.3676 147.932 0.291 1.3676 21.249
9 0.191 1.3676 139.479 0.291 1.3676 21.249
0.188 1.3676 137.366 0.282 1.3676 20.624
Rata-rata 141.592 21.040
SD 5.591 0.361

Keterangan:
Volume penepatan = 100 ml
Volume pengenceran (Zn) = 10 ml
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi fraksi labil Cu dan Zn

Zn Labil Cu Labil
Stasiun Berat Kadar Berat Kadar
AAS AAS
(g) (µg/g) (g) (µg/g)
1.596 1.1201 284.985 3.621 1.1201 64.649
1 1.584 1.1201 282.786 3.629 1.1201 64.803
1.599 1.1201 285.425 3.629 1.1201 64.803
Rata-rata 284.399 64.752
SD 1.414 0.089
1.202 1.1041 217.729 2.250 1.1041 40.757
2 1.224 1.1041 221.744 2.241 1.1041 40.601
1.204 1.1041 218.175 2.259 1.1041 40.913
Rata-rata 219.216 40.757
SD 2.201 0.156
2.411 1.1028 437.310 4.871 1.1028 88.333
3 2.404 1.1028 435.970 4.853 1.1028 88.020
2.406 1.1028 436.417 4.828 1.1028 87.551
Rata-rata 436.566 87.968
SD 0.682 0.393
3.337 1.1176 597.251 12.319 1.1176 220.454
4 3.337 1.1176 597.251 12.362 1.1176 221.225
3.337 1.1176 597.251 12.362 1.1176 221.225
Rata-rata 597.251 220.968
SD 0.000 0.445
2.372 1.1108 427.065 7.621 1.1108 137.211
5 2.360 1.1108 424.848 7.681 1.1108 138.297
2.362 1.1108 425.291 7.526 1.1108 135.503
Rata-rata 425.735 137.004
SD 1.173 1.408
1.204 1.1466 210.088 1.534 1.1466 26.766
6 1.190 1.1466 207.510 1.543 1.1466 26.916
1.190 1.1466 207.510 1.543 1.1466 26.916
Rata-rata 208.369 26.866
SD 1.488 0.087
1.611 1.1239 286.651 4.181 1.1239 74.402
7 1.633 1.1239 290.596 4.190 1.1239 74.556
1.606 1.1239 285.775 4.190 1.1239 74.556
Rata-rata 287.674 74.505
SD 2.568 0.089
2.672 1.1076 482.559 9.914 1.1076 179.014
8 2.667 1.1076 481.670 9.879 1.1076 178.391
2.667 1.1076 481.670 9.922 1.1076 179.170
Rata-
rata 481.966 178.858
SD 0.514 0.412
0.665 1.1317 117.527 0.560 1.1317 9.903
9 0.660 1.1317 116.656 0.560 1.1317 9.903
0.658 1.1317 116.221 0.560 1.1317 9.903
Rata-
rata 116.801 9.903
SD 0.665 0.000
Keterangan:
Volume penepatan = 20 ml
Volume pengenceran (Zn) = 10 ml

Lampiran 5. Prosedur Analisis Ukuran Butiran Sedimen (Sudjadi et al., 1971


in Eviati dan Sulaeman, 2009)

1. Timbang 10 gr contoh tanah < 2mm, masukkan ke dalam gelas piala 800 ml dan

tambahkan 50 ml H2O2 10% kemudian biarkan semalam.

2. Tambahkan 25 ml H2 O2 30% dan panaskan hingga tidak berbusa.

3. Tambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2 N, didihkan selama ± 10 menit dan

diamkan sampai dingin kembali.

4. Encerkan dengan air bebas ion menjadi 700 ml.

5. Cuci dengan air bebaas ion menggunakan penyaring Berkefield atau diendap

tuangkan sampai bebas asam, kemudian tambahkan 10 ml larutan peptisator Na4P2O7

4 %.

6. Pada pemisahan pasir, tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50

mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Setelah itu filtrat ditampung dalam

silinder 500 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan

dikeringkan pada suhu 1050 C dan timbang (berat pasir = A g).

7. Pada pemisahan debu dan liat, filtrate dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml,

aduk selama 1 menit dan segera pipet sebanyak 20 ml ke dalam pinggan aluminium.
Keringkan filtrat pada suhu 1050 C dan timbang (berat debu + liat + peptisator = B

gr).

8. Pada pemisahan liat, aduk lagi filtrate selama 1 menit dan biarkan selama 3 jam 30

menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm

dari permukaan cairan dan masukkan ke dalam pinggan aluminium. Keringkan pada

suhu 1050 C dan timbang (berat liat + peptisator = C gr).

9. Bobot peptisator pada pemipetan 20 ml adalah 0.0095 g. Angka 25 adalah factor yang

dikonversikan dalam 500 ml dari pemipetan 20 ml.

Lampiran 6. Perhitungan Kandungan Bahan Organik Total

Berat Cawan Berat Cawan Berat


kosong (g) kosong (g) cawan + Berat cawan+
Stasiun
Pemanasan Pemanasan Sampel Sampel
105 C 600 C basah kering 105C
1 17.3466 17.3464 18.57 17.8021
2 18.524 18.5238 19.6383 18.9178
3 17.889 17.8888 19.0673 18.2003
4 17.4499 17.4498 18.8985 17.8931
5 16.0502 16.05 17.3295 16.3478
6 25.9421 25.9385 27.472 26.4729
7 26.4377 26.4372 27.69 26.8216
8 27.6593 27.659 28.8498 27.9406
9 26.446 26.4449 27.8856 27.3782

Sedimen Sedimen
Berat cawan+ Kering Kering
%LOI
1050 C/ 6000 C/
Sampel kering 600C 24 jam 1jam
17.7189 0.4555 0.3725 8.30%
18.8664 0.3938 0.3426 5.12%
18.146 0.3113 0.2572 5.41%
17.8035 0.4432 0.3537 8.95%
16.2812 0.2976 0.2312 6.64%
26.408 0.5308 0.4695 6.13%
26.7382 0.3839 0.301 8.29%
27.8588 0.2813 0.1998 8.15%
27.3386 0.9322 0.8937 3.85%
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26

Oktober 1989 dari pasangan Bapak Khairman dan

Ibu Rahmah. Penulis merupakan putra kedua dari

dua bersaudara.

Pendidikan formal ditempuh di SDN Keagungan 05 Jakarta, SLTPN 54

Jakarta dan SMAN 2 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk

Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata

Kuliah Iktiologi dan Pendidikan Agama Islam serta aktif sebagai Ketua Badan

Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2010.

Penyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis

melaksanakan penelitian yang berjudul “Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng

(Zn) pada Fraksi Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta ”.

Anda mungkin juga menyukai