Fraksi Sedimen
Fraksi Sedimen
RIZQI RAHMAN
SKRIPSI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir Skripsi ini.
RIZQI RAHMAN
C54070058
RINGKASAN
RIZQI RAHMAN. Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi
Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Dibimbing
oleh TRI PRARTONO.
Penelitian dengan topik fraksinasi logam berat dalam sedimen ini bertujuan
untuk mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Perairan Teluk
Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan fraksi labil agar dapat
menganalisa ketersediaan logam berat terhadap biota.
Penelitian meliputi pengambilan contoh di lapangan dan analisis di
Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Sedimen diambil pada
tanggal 21-22 April 2011 dan analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli
2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di muara sungai yang
mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk Jakarta.
Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksi labil logam
berat Cu dan Zn pada sedimen yaitu prosedur ekstraksi aquaregia dan HCl test.
Metode pipet digunakan untuk analisis komposisi butiran sedimen dan %LOI
(Loss on Ignition) untuk mengukur kandungan bahan organik total dalam
sedimen.
Kedalaman perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar 0.93-3.2
meter, dimana stasiun terdangkal yaitu Stasiun 3 dan terdalam yaitu Stasiun 2.
Nilai kualitas perairan pada stasiun pengamatan yaitu suhu perairan berkisar 27.6-
31.2 0C dan salinitas perairan berkisar 2-25. Tipe sedimen perairan Teluk Jakarta
pada stasiun pengamatan secara umum didominasi oleh lanau dengan persentasi
antara 6,7%-72.4% dengan persentasi terkecil pada Stasiun 9 dan persentasi
terbesar pada Stasiun 5. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai nilai LOI
berkisar 3.85%-8.95% dengan nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada
Stasiun 4. Konsentrasi logam Cu dan Zn dalam fraksi total berkisar pada rentang
21.04 μg/g-373.97 μg/g dan 141.59 μg/g-2483.78 μg/g. Konsentrasi Cu fraksi labil
berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g dan konsentrasi Zn labil berkisar pada
116.80-597.25 µg/g. Konsentrasi total dan labil Cu dan Zn, terendah pada Stasiun
9 dan tertinggi pada Stasiun 4. Persentase fraksi labil mendominasi logam Cu
pada kisaran 47.07%-68.23% pada semua stasiun kecuali Stasiun 9. Persentase
fraksi labil logam Zn pada kisaran 24.05%-82.49% pada stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7,
dan 9 sedangkan fraksi non labil logam Zn berkisar 17.51%-75.95% pada Stasiun
4 dan 8. Persentase logam berat Cu dan Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang
mudah diserap oleh biota bentik memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu
sebesar 61.56% dan Zn sebesar 55.17%. Berdasarkan nilai persentase tersebut
dapat disimpulkan bahwa keberadaan logam sudah tidak lagi dalam kondisi yang
alami dan berhubungan erat dengan masukan antropogenik sehingga berbahaya
bagi biota.
© Hak cipta milik Rizqi Rahman, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA
FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA
RIZQI RAHMAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga
skripsi dengan judul “Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi
Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta” dapat
terselesaikan.
Pengukuran konsentrasi logam berat total dalam sedimen kurang menjelaskan
efek logam berat tersebut terhadap biota. Pengukuran konsentrasi labil dan non
labil logam berat dalam sedimen perlu dilakukan untuk memperkirakan
konsentrasi logam berat yang dapat diserap oleh biota dan menghitung fraksi
sedimen mana yang mendominasi suatu lingkungan. Skripsi ini memberikan
pengetahuan mengenai seberapa besar keberadaan bahan pencemar logam berat di
Perairan Teluk Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil
penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam
sedimen.
Rizqi Rahman
UCAPAN TERIMA KASIH
2. Ayah dan Ibu beserta Kakak penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya.
3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan
Rozak, A.Md, M. Taufik Kaisupy, dan Fitri Budyanto, S.T atas bimbingan dan
5. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry
6. Teluk Jakarta Team (Ani, Risna, dan Randi) dan Denny atas kerjasamanya
44.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
1. PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan............................................................................................. 3
3. METODE PENELITIAN........................................................................12
3.1. Lokasi dan waktu penelitian ........................................................... 12
3.2. Alat dan bahan ............................................................................... 13
3.3. Teknik pengambilan data................................................................ 13
3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan ............................................. 13
3.3.2. Pengambilan data di lapangan .............................................. 14
3.3.3. Pengambilan contoh sedimen ............................................... 14
3.4. Pengolahan data ............................................................................. 15
3.4.1. Persiapan analisis sedimen ................................................... 15
3.4.2. Analisis komposisi tekstur sedimen ..................................... 15
3.4.3. Analisis bahan organik total ................................................. 16
3.4.4. Analisis logam dalam sedimen ............................................. 16
3.4.5. Analisis fraksi labil logam berat........................................... 17
3.4.7. Analisis Biplot ..................................................................... 18
Halaman
Halaman
Halaman
1. Data kualitas perairan................................................................................ 40
2. Prosedur analisis logam dalam sedimen dengan USEPA method
3050B (APHA, 1992) ............................................................................... 40
3. Perhitungan konsentrasi logam berat total Cu dan Zn ................................ 41
4. Perhitungan konsentrasi fraksi labil Cu dan Zn…………………………….43
5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Sudjadi et al., 1971 in
Eviati dan Sulaeman, 2009)………………………………………………...44
6. Perhitungan kandungan bahan organik total……………………………….45
1. PENDAHULUAN
Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat
pemukiman, dan jalur transportasi. Perairan ini merupakan tempat akhir yang
yang tidak baik bagi lingkungan. Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di
antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis
logam berat. Apabila materi masuk ke ekosistem pesisir, logam berat dapat
menimbulkan dampak yang berbahaya, baik bagi biota perairan maupun manusia
salah satunya yaitu pada penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) dan menjelaskan
bahwa konsentrasi logam berat di daerah barat Teluk Jakarta lebih tinggi
dibandingkan pada daerah tengah dan timur. Logam berat mempunyai pengaruh
ekologi yang signifikan terkait dengan toksisitas melalui proses akumulasi dalam
sedimen dan biota. Sumber logam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
masukan alami (natural) dan berasal dari buangan antropogenik (Blackmore, 1998
in El Nemr et al., 2006a). Logam pada aliran sungai berasal dari pelepasan kimia
batuan, aliran air, buangan masyarakat kota dan limbah cair industri (El Nemr et
al., 2006b).
melalui mekanisme fisika kompleks dan adsorpsi kimia yang tergantung pada
kekayaan dari campuran serapan dan kandungan alami sedimen (Leivouri, 1998 in
El Nemr et al., 2006b). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares
et al., 2003).
Logam berat dalam sedimen berada dalam berbagai fase geokimia seperti
berat fase resisten ialah logam yang masuk secara alami ke pesisir dari sungai
dalam bentuk materi partikel dan fase ini tidak tersedia bagi biota. Logam berat
dalam fase non-resisten adalah logam berat yang berasosiasi dengan komponen
besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen. Logam ini
bersifat labil dan dapat diabsorpsi oleh biota (bioavailable). Fase non-resisten
ini menggunakan metode single extraction HCl test untuk menganalisa fase
geokimia logam berat. HCl test telah dikembangkan dan dapat digunakan untuk
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn
dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan
fraksi labil agar dapat memberikan keterangan mengenai ketersediaan logam berat
terhadap biota.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Jakarta. Teluk Jakarta berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah barat dan
sepanjang ±40 km dan luas 490 km2 (Riani dan Sutjahjo, 2004 in Sarjono, 2009).
Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat
dengan berbagai aktivitas manusia Perairan ini merupakan muara akhir yang
yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Limbah tersebut dibuang secara langsung
maupun tidak langsung yaitu melalui 13 sungai dengan 4 sungai besar dan 9
sungai sedang yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007).
Menurut Darmono (1995) sifat logam berat sangat unik, tidak dapat
perairan alami sangat rendah (trace element). Kelompok ini terdiri dari logam
berat yang bersifat esensial (Cr, Ni, Cu, Zn) dan yang bersifat nonesensial (As,
Cd, Pb, Hg). Elemen yang bersifat esensial adalah elemen yang dibutuhkan dalam
dapat bersifat racun bagi kehidupan biota perairan, terutama apabila terjadi
peningkatan kadar dalam perairan (Sanusi, 2006). Karakteristik logam berat
2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan aktanida.
1. Masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan hasil
4. Aktivitas perkapalan
5. Aktivitas pertanian
6. Aktivitas pertambangan
yaitu berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),
berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang, berbahaya bagi kesehatan
manusia, dan menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Biota air yang hidup
perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi
yang mengandung 62.27% bahan organik, dan 37.73% bahan anorganik. Sampah
yang berasal dari komersial mengandung 9.84% bahan organik dan 90.16% bahan
anorganik. Sampah yang berasal dari pasar mengandung 83.69% bahan organik
Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Kadar logam berat dalam air di
Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti Muara
yang berasal dari kegiatan alam. Hal ini dapat disebabkan oleh
limbah industri yang mengandung logam berat (Kristanto, 2002 in Sarjono, 2009
Tembaga atau copper (Cu) umumnya berbentuk kristal dan memiliki warna
kemerahan. Dalam tabel periodik unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom
(NA) 29 dan memiliki bobot atau berat atom (BA) 63,546. Keberadaan unsur
tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak
ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk
mineral (Palar, 2004). Tembaga (Cu) di perairan alami terdapat dalam bentuk
partikulat, koloid, dan terlarut. Ikatan kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen
laut adalah yang paling stabil (Moore dan Ramamoorthy, 1984 in Sanusi, 2006).
akibat dari berbagai peristiwa alam, unsur ini dapat bersumber dari peristiwa
erosi dari batuan mineral. Sumber lain adalah debu-debu atau pertikulat-partikulat
Cu yang ada dalam lapisan udara, yang dibawa turun oleh air hujan. Jalur dari
macam, sebagai contoh adalah buangan industri yang memakai Cu dalam proses
produksinya yaitu industri galangan kapal, industri kayu, buangan rumah tangga
terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Pencemaran perairan oleh
Cu umumnya bersifat lokal yaitu pada daerah pantai, teluk, estuari, dan tempat
pembuangan limbah.
2.5. Seng (Zn)
Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan
polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi
logam berat yang kurang beracun bila dibandingkan unsur logam berat lainya
(Connel dan Miller, 1995). Sifat Zn yang sangat dekat dengan Cu menjadikannya
lokal di pantai, teluk, estuari dan saluran pembuangan limbah. Limbah yang
aktivitas sekitar Teluk Jakarta, logam Zn sebagai campuran pada cat pada perahu,
selain itu digunakan sebagai pencampur logam lain sebagai aloi (KKPL DKI
Jakarta, 1997).
dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi yaitu dengan proses adsorpsi
fisika- kimia dari kolom perairan dan proses uptake oleh bahan organik atau
organisme.
berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan partikulat
secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Logam berat
mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya
mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam
detritus dan substansi humus) maupun inorganik (karbonat, fosfat, dan silikat)
(Tessier, 1992 in Afriansyah, 2009). Sedimen akuatik disusun oleh beberapa fase
geokimia yang berbeda dan menjadi sumber potensial logam berat pada sistem
estuari. Fase ini meliputi tanah liat, lumpur, pasir, bahan organik, oksida besi,
mangan, aluminium dan silikat, karbonat, dan sulfide kompleks. Dari komponen
tersebut, oksida besi dan mangan serta bahan organik merupakan komponen yang
dipengaruhi oleh hubungan logam-logam berat dengan satu atau lebih dari
sedikit informasi tentang interaksi yang mungkin terjadi antara lingkungan abiotik
utama diantara tiga komponen sedimen ini (hasil oksida besi dan magnesium dan
bahan organik) sangat penting untuk mengestimasi secara lebih baik terhadap
partikel pada air permukaan) logam berat dibagi ke dalam 6 fraksi yaitu:
1. Fraksi terlarut (dissolved): Fraksi ini terdiri dari kompleks karbonat, yang
2. Fraksi exchangeable: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang terikat pada
3. Fraksi carbonate: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang beraosisai
4. Fraksi iron-manganese oxide: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang
5. Fraksi organik: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang berikatan dengan
6. Fraksi crystalline: Fraksi ini terdiri dari logam yang terdapat dalam
struktur Kristal mineral dan pada umumnya tidak tersedia secara biologis
pada biota.
Hal ini disebabkan logam berat berada dalam fraksi-fraksi geokimia yaitu fraksi
resistan dan non resistan (non labil dan labil). Analisis fraksi labil logam berat
menggunakan metode single extraction HCl test. Ekstraksi HCl yang telah
et al. 2003), dengan dasar bahwa ekstraksi ini dapat membedakan lebih baik
logam yang tersedia bagi biota (bioavailable) daripada reaktan dengan konsentrasi
asam yang lebih kuat. Pelemahan yang optimal pada ekstraksi HCl akan
menyediakan perbedaan yang besar antara logam yang berasal dari antropogenik
menjelaskan bahwa HCl test memiliki fungsi yang berbeda pada unsur Cu dan Zn
dalam melarutkan fraksi labil logam berat. Pada unsur Cu, HCl test dapat
sebagian residual. Pada unsur Zn, HCl test dapat melarutkan fraksi soluble,
Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi
tanggal 21-22 April 2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di
muara sungai dengan mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk
Jakarta (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011 di
lokasi penelitian.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan titik pengambilan contoh sedimen di wilayah pesisir
Teluk Jakarta
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian dibagi menjadi dua,
yaitu alat dan bahan pada pengambilan sampel di lapangan dan analisis logam
berat di laboratorium. Alat yang digunakan ketika sampling yaitu GPS garmin
untuk menentukan titik lokasi, Ekman Grab untuk mengambil contoh sedimen,
kotak es, dan tempat contoh sedimen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu
akuades. Alat yang digunakan ketika analisis di laboratorium yaitu cawan porselin
dan alu, oven memert UFB 500, tabung sentrifus 50 ml Falcon, timbangan analitik
diameter 0.45 µm, tanur, alat refluks, dan AAS Varian Spectraa AA 20 plus.
Bahan yang digunakan yaitu contoh sedimen, HCl 1 N, larutan HNO3 (1:1),
larutan HNO3 pekat, larutan H2O2 30%, larutan HCl pekat dan akuades.
sampling. Pemilihan lokasi di muara karena bagian muara dan pesisir merupakan
daerah yang sangat terpengaruh oleh masukan unsur-unsur dari aktivitas manusia
dalam peta sebanyak 9 stasiun pada muara sungai besar Teluk Jakarta yang
mewakili tiga area yaitu barat yang diwakili oleh stasiun 4 (muara Sungai Dadap),
3 (muara Sungai Kamal), 2 (laut), dan1(Muara Angke) ; tengah diwakili oleh
stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja); dan timur diwakili
oleh stasiun 6 (muara Sungai Blencong), 7 (muara Terusan Sunter), dan 9 (muara
Kali Baru).
Teluk Jakarta. Pengukuran data di lapangan meliputi kedalaman perairan, suhu air
laut (0C) dan salinitas. Pengukuran kedalaman menggunakan batu yang diikatkan
Contoh sedimen diambil pada saat perairan mulai surut dengan menggunakan
Ekman Grab yang terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen.
Sedimen diambil pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan oksik sedimen
pada kedalaman 0-5 cm. Contoh sedimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung
kecil yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air
leding kemudian dilakukan perendaman dalam HNO3 1:1 selama semalam dan
dibilas tiga kali dengan air suling bebas ion. Wadah polietilen yang telah terisi
contoh sedimen kemudian dibungkus dengan kantong plastik strep dan disimpan
dalam cawan poreselen dan dikeringkan dengan menggunkan oven selama 24 jam
dengan suhu 1050C. Setelah sedimen kering kemudian sedimen dihaluskan secara
plastik.
(1971) in Eviati dan Sulaeman (2009) dan memisahkan tekstur menjadi tiga fraksi
bahan organik dengan H2O2 dan garam-garam yang mudah larut dihilangkan dari
tanah dengan menggunakan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah
mineral yang terdiri atas pasir, lempung, dan lanau. Fraksi lempung dan lanau
dapat dipisahkan dengan cara pengendapan yang didasarkan pada Hukum Stoke.
2.) untuk menentukan tipe substrat. Penjelasan mengenai cara kerja menggunakan
LIPI, Jakarta. Kandungan bahan organik total dinyatakan dengan persentase lost
on ignition (%LOI) berdasarkan APHA (1992) (Lampiran 6). Analisa ini diawali
dengan penyiapan cawan kosong yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu
menit pada suhu 550 0 C dengan menggunakan tanur kemudian ditimbang. Setelah
itu, sebanyak ±1 gram sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan sebagai berat
selama 24 jam, setelah itu sampel kering dibakar dengan suhu 5500 C selama 1
menggunakan campuran HCl pekat dan HNO3 dengan perbandingan 3:1 sesuai
dengan United State Environmental Protection Agency (USEPA) method 3050B
APHA (1992) (Lampiran 2). Pada tahap pengerjaan awal, sedimen kering yang
ml. Sampel kemudian ditambahkan pereaksi secara bertahap dan disertai dengan
pemanasan seperti HNO3, H2O2, dan HCl. Tahap akhir yang dilakukan adalah
(AAS) tipe Varian AA Spectraa. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan
Analisis fraksi labil logam berat dilakukan di laboratorium P2O LIPI, Jakarta.
selama 1 jam dengan alat pengocok digital berkecepatan 115 rpm. Setelah
lubang 20 µm dan volume ditepatkan menjadi 20 ml, setelah itu kadar logam berat
sampel siap diukur dengan menggunakan AAS. Data yang dihasilkan disajikan
dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 4). Penggunaan HCl yang telah
dilemahkan untuk analisis fraksi labil karena menurut ARZECC dan ARMCANZ
(2000), 1 N HCl tidak menyerang matriks silikat yang tidak dapat diserap
organisme.
penelitian) dan peubah (fraksi total, labil, LOI dan ukuran sedimen) dalam satu
Statistical Software. Hasil analisis biplot yang didapatkan pada penelitian ini
yaitu:
suatu peubah terhadap peubah yang lain. Dua peubah yang memiliki
korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan
arah yang sama atau membentuk sudut yang sempit. Dua peubah yang
memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis
dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut yang lebar (tumpul).
Dua peubah yang tidak berkorelasi digambarkan dalam bentuk dua garis
0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2
(Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter.
ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat
Suhu Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 27.6-
31.2 0C dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6
(Gambar 4). Temperatur memiliki pengaruh yang besar terhadap spesiasi logam
kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi
akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0C (Luoma,1983
Salinitas Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 2-25,
dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 5).
Salinitas rata-rata stasiun pengamatan yaitu sebesar 9.22. Tinggi dan rendahnya
nilai salinitas pada daerah estuari dipengaruhi oleh pencampuran air laut dan air
sungai. Semakin tinggi nilai salinitas maka semakin besar pengaruh air laut,
sedangkan semakin rendah nilai salinitas maka pengaruh air laut semakin kecil.
Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan
Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran
umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada
Gambar 6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun
pengamatan
Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun
Pengamatan
Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%)
Tipe Sedimen
Pasir Lanau Lempung
1 Muara Angke 0.6 39.5 59.9 Lempung berlanau
2 Laut 1.8 65.6 32.6 Lanau berlempung
3 Sungai Dadap 0.5 52.9 46.6 Lanau berlempung
4 Sungai Kamal 0.2 71.3 28.5 Lanau berlempung
5 Sungai Ancol 1.2 72.4 26.4 Lanau berlempung
6 S. Blencong 18.1 36.4 45.5 Lempung berlanau
7 Trs. Sunter 0.1 51.9 48 Lanau berlempung
8 Kali Koja 13.1 57.6 29.3 Lanau berlempung
9 Kali Baru 90.4 6.7 2.9 Pasir
pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µm)
yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µm-2
perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu
mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif
besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif
kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut
organik yang berada dalam sedimen. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai
nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan
saat pembentukan sedimen selain faktor fisika seperti arus dan gelombang seperti
Sungai Dadap, Muara Angke, Muara Terusan Sunter dan Muara Kali Koja, yang
merupakan muara dari aliran sungai/kali yang melalui daerah dengan aktivitas
manusia yang cukup tinggi. Aliran Sungai Dadap melewati kawasan perumahan,
persawahan, dan pergudangan. Aliran Kali Angke melewati derah pendaratan dan
pengolahan ikan, peternakan, perumahan, dan hutan lindung. Aliran Kali Sunter
melewati daerah perumahan dan industri. Aliran Kali koja melewati kawasan
perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan
buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa
makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari
perikanan.
konsentrasi terendah pada Stasiun 9 yaitu di titik muara Kali Baru dan tertinggi
pada Stasiun 4 yaitu titik muara Sungai Dadap. Konsentrasi logam Zn total
terdapat pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 8). Jika ditinjau dari
stasiun ini didominasi oleh tekstur pasir. Semakin kecil/halus tekstur maka
semakin mudah mengikat logam berat, sedangkan semakin besar tekstur maka
akan semakin sulit mengikat logam berat. Konsentrasi Cu dan Zn pada sedimen
Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara
Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung)
Tanjung Priok, kawasan industri Ancol Barat, dan tempat rekreasi. Semakin
Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu
daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31
selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini
industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam
berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah
Konsentrasi total logam berat terdiri dari fase resisten (residu) dan non
resisten yang pada penelitian ini dijelaskan dari kandungan fraksi non labil dan
konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap
oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90
µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali
Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn
fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan
konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9).
Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai
Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali
Koja).
penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada
pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh
perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis
terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil
dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun
Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun
pengamatan
terendah pada Stasiun 4 dan tertinggi pada Stasiun 9, sedangkan fraksi non-labil
Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun
Pengamatan
terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan
fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan
perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien
diadsorpsi oleh mineral karbonat dan mineral Fe-Mn oksida. Dominasi fraksi labil
pada perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa sumber logam berat Cu dan Zn
dominan berasal dari limbah antropogenik dan berbahaya bagi biota perairan.
stabil pada perairan Teluk Jakarta, hal ini disebabkan oleh ikatan kompleks Cu
lebih stabil dibandingkan ikatan kompleks Zn. Cu juga mempuyai mobilitas yang
lebih rendah dari pada Zn (Prusty et al., 1994 in John dan Leventhal, 1995).
Fadhlina (2008) juga menjelaskan bahwa pada daerah muara fraksi labil Cu dan
Zn lebih dominan daripada fraksi non labil (Gambar 12). Persentase fraksi labil
besar dari penelitian ini dengan persentase labil Cu berkisar antara 62.33%-
konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju
konstan yaitu berkisar 40 ppm dan 70 ppm. Konsentrasi yang konstan tersebut
dapat diduga bahwa sekitar tahun 1825-1905 logam Cu dan Zn masih bersumber
secara alami. Setelah tahun 1930 sampai 2005 terjadi peningkatan konsentrasi Cu
dan Zn secara signifikan yang dapat diduga bahwa logam Cu dan Zn tidak hanya
bersumber secara alami, tetapi juga telah bersumber dari aktivitas antropogenik.
Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia
sedimen (Arman et al., 2009)
biplot. Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa sebagian besar parameter yang
diukur memberikan korelasi yang positif seperti logam berat total, logam berat
fraksi labil, persentase LOI, dan lanau (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 13 bahwa parameter tersebut berada pada sudut yang cukup dekat antara
7
6
2 3
8
4
Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel
menurut stasiun pengamatan
Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil,
lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti
dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti
yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat
dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang
Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan
logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan
dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang
mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang
jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar.
Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau
memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan
tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki
sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan
logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir
yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak
arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter
logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas
yang terbentuk pada Gambar 13, yaitu kelompok pertama diwakili oleh Stasiun
pertama yaitu Muara Sungai Dadap, Sungai Ciliwung, dan Muara Kali Koja
berat Cu dan Zn pada fraksi total dan labil yang lebih tinggi daripada stasiun
aliran sungai yang padat dengan aktivitas manusia. Kelompok kedua yaitu stasiun
Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik
yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen
lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada
titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun
laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk
berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua
stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang
5.1. Kesimpulan
tidak lagi hanya bersumber dari alam tetapi juga bersumber dari aktivitas
antropogenik. Sumber logam berat dari aktivitas antropogenik dapat diketahui dari
tingginya konsentrasi logam fraksi total dan labil. Persentase logam berat Cu dan
Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang mudah diserap oleh biota bentik
memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu sebesar 61.56% dan Zn sebesar
5.2. Saran
laut lepas agar sebaran konsentrasi logam berat dapat diketahui dengan
lebih lengkap.
[ANZECC] dan [ARMCANZ]. 2000. Australian and New Zealand Guidelines for
Fresh and Marine Water Quality. Australian and New Zealand
Environment and Conservation Council dan Agriculture and Resource
Management Council of Autralia and New Zealand, Canberra.
Afriansyah, A. 2009. Konsentrasi Cadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) Dalam Air,
Seston, Kerang dan Fraksinasinya Dalam Sedimen Di Perairan Delta
Berau, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
APHA. 1992. Standar Method For The Examination of Water and Waste Water.
18th Edition. Washington, D.C. American Public Health Association.
Arman, A., Yulizon, M., dan Barokah, A. 2009. Estimasi Laju Sedimentasi dan
Geokronologi Polutan Daerah Teluk Jakarta. Prosiding Seminar Nasional
Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan V tanggal 14 Oktober 2009.
Badan Tenaga Atom Nasional. Jakarta.
Campbell, P.G.C., Lewis, A.G., Chapman, P.M., Crowder, A.A., Fletcher, W.K.,
Imber, Luoma, S.N., Stokes, P.M., dan M. Winfrey. 1988. Biologically
Avaibility in Sediments. NRCC/CNRC. Ottawa, Canada.
Connel, D.W, dan Miller, G.J.. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Devesa-Rey, R., Diaz-Fierros, F., Barral, M.T. 2010. Trace metals in river bed
sediments: An Assesment of their partitioning and bioavaibility by using
multivariate exploration analysis. J. Environ. Man. 91 : 2471-2477.
El Nemr, A., Khaled, A., dan El Sikaily, A. 2006 (a). Distribution and Statistical
Analysis of Leacheable and Total Heavy Metals in The Sediments of The
Suez Gulf. Environ. Man. Asses., 118 : 89-112.
El Nemr, A., Khaled, A., dan El Sikaily, A. 2006 (b). Total and Leacheable Heavy
Metals in Muddy and Sandy Sediments of Egyptian Coast along
Mediterranean Sea. Environ. Man. Asses., 129 : 151-168.
Eviati dan Sulaeman. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Fadhlina, D. 2008. Geokimia Logam Berat Pb, Cd, Cu, dan Zn Pada Sedimen di
Perairan Teluk Jakarta [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Harahap, S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat Fisika
Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan
Benthos Makro. [Thesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hutagalung, H.P. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota Buku
kedua. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pertanian Indonesia.
Jakarta.
Kashem, M.A., Singh, B.R., Kondo, T., Imamul Huq, S.M., dan Kawai, S. 2007.
Comparison of Extractability of Cd, Cu, Pb, and Zn with Sequential
Extraction in Contaminated and Non-Contaminated Soils. Environ. Sci.
Tech., 4(2) : 169-176.
KPPL DKI Jakarta. 1997. Laporan Tahunan Prokasih Pemda DKI Jakarta. Kantor
Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan. Jakarta.
McCready, S., Birch, G.F., dan Taylor, S.E. 2003. Extraction of heavy metals in
Sidney Harbour sediments using 1M HCl and 0.05M EDTA and
implications for sediment - quality guidelines. Australian J. Earth Sci., 50:
249-255.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut Cetakan Pertama. Pradnya
Paramita. Jakarta
Palar, H. 2004. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Rochyatun dan A. Rozak. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Sedimen
di Perairan Teluk Jakarta. Makara Sains, 11:28-36
Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sarjono, A. 2009. Analisa Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg Pada Air dan
Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. [Skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Situmorang, S.P. 2008. Geokimia Pb, Cr, Cu Dalam Sedimen dan Ketersediannya
Pada Biota Bentik di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. [Skripsi].
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yap, C.K., Ismail, A., dan Tan, S.G. 2003. Concentration, Distribution and
Geochemical Speciation of Copper in Surface Sediment of The Strait of
Malacca. Pak. J. Bio. Sci., 6 (12) : 1021-1026.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Kualitas Perairan
2. Tambahkan 10 ml HNO3 (1:1) dan kocok secara perlahan, panaskan dengan alat
5. Panaskan kembali sampel pada suhu 950C ± 50C dan refluks selama 2 jam, setelah
6. Tambahkan 2 ml air suling dan 3 ml H2O2 30% setetes demi setetes ke dalam sampel
7. Tambahkan H2O2 30% kemudian dipanaskan kembali pada suhu 950C ± 50C dan
8. Tambahkan 10 ml HCl pekat, panaskan, dan refluks selama 15 menit, dan setelah itu
kertas saring Whatman No.41 dan memasukkan hasil saringan ke dalam labu ukur 50
ml.
11. Sampel yang telah disaring dan ditepatkan kemudian diukur dengan menggunakan
FAAS.
Keterangan:
A = Konsentrasi AAS (µg/ml)
B = Volume penepatan (ml)
C = Berat sedimen (g)
D = Volume pengenceran (ml)
Zn total Cu Total
Berat Konsentrasi Berat Konsentrasi
Stasiun AAS AAS
(g) (µg/g) (g) (µg/g)
0.653 1.3269 492.260 1.248 1.3269 94.044
1 0.659 1.3269 496.616 1.265 1.3269 95.332
0.653 1.3269 492.260 1.265 1.3269 95.332
Rata-rata 493.712 94.902
SD 2.515 0.744
0.413 1.3136 314.628 0.932 1.3136 70.921
2 0.413 1.3136 314.628 0.949 1.3136 72.223
0.413 1.3136 314.628 0.915 1.3136 69.620
Rata-rata 314.628 70.921
SD 0.000 1.301
1.150 1.3199 871.497 1.769 1.3199 134.043
3 1.142 1.3199 864.928 1.803 1.3199 136.633
1.139 1.3199 862.738 1.812 1.3199 137.281
Rata-rata 866.388 135.985
SD 4.558 1.713
3.309 1.337 2475.130 4.974 1.337 372.054
4
3.332 1.337 2492.423 5.026 1.337 375.889
Rata-rata 2483.777 373.972
SD 12.228 2.712
1.130 1.343 841.443 2.803 1.343 208.743
5 1.145 1.343 852.203 2.752 1.343 204.925
1.150 1.343 856.507 2.709 1.343 201.742
Rata-rata 850.051 205.137
SD 7.759 3.505
0.408 1.3053 312.200 0.615 1.3053 47.145
6 0.396 1.3053 303.343 0.607 1.3053 46.490
0.408 1.3053 312.200 0.615 1.3053 47.145
Rata-rata 309.248 46.927
SD 5.113 0.378
0.624 1.355 460.721 1.444 1.355 106.601
7 0.618 1.355 456.455 1.496 1.355 110.386
0.624 1.355 460.721 1.521 1.355 112.278
Rata-rata 459.299 109.755
SD 2.463 2.891
1.980 1.3213 1498.349 3.701 1.3213 280.092
8 1.971 1.3213 1491.787 3.530 1.3213 267.155
1.983 1.3213 1500.537 3.581 1.3213 271.036
Rata-rata 1496.891 272.761
SD 4.553 6.639
0.202 1.3676 147.932 0.291 1.3676 21.249
9 0.191 1.3676 139.479 0.291 1.3676 21.249
0.188 1.3676 137.366 0.282 1.3676 20.624
Rata-rata 141.592 21.040
SD 5.591 0.361
Keterangan:
Volume penepatan = 100 ml
Volume pengenceran (Zn) = 10 ml
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi fraksi labil Cu dan Zn
Zn Labil Cu Labil
Stasiun Berat Kadar Berat Kadar
AAS AAS
(g) (µg/g) (g) (µg/g)
1.596 1.1201 284.985 3.621 1.1201 64.649
1 1.584 1.1201 282.786 3.629 1.1201 64.803
1.599 1.1201 285.425 3.629 1.1201 64.803
Rata-rata 284.399 64.752
SD 1.414 0.089
1.202 1.1041 217.729 2.250 1.1041 40.757
2 1.224 1.1041 221.744 2.241 1.1041 40.601
1.204 1.1041 218.175 2.259 1.1041 40.913
Rata-rata 219.216 40.757
SD 2.201 0.156
2.411 1.1028 437.310 4.871 1.1028 88.333
3 2.404 1.1028 435.970 4.853 1.1028 88.020
2.406 1.1028 436.417 4.828 1.1028 87.551
Rata-rata 436.566 87.968
SD 0.682 0.393
3.337 1.1176 597.251 12.319 1.1176 220.454
4 3.337 1.1176 597.251 12.362 1.1176 221.225
3.337 1.1176 597.251 12.362 1.1176 221.225
Rata-rata 597.251 220.968
SD 0.000 0.445
2.372 1.1108 427.065 7.621 1.1108 137.211
5 2.360 1.1108 424.848 7.681 1.1108 138.297
2.362 1.1108 425.291 7.526 1.1108 135.503
Rata-rata 425.735 137.004
SD 1.173 1.408
1.204 1.1466 210.088 1.534 1.1466 26.766
6 1.190 1.1466 207.510 1.543 1.1466 26.916
1.190 1.1466 207.510 1.543 1.1466 26.916
Rata-rata 208.369 26.866
SD 1.488 0.087
1.611 1.1239 286.651 4.181 1.1239 74.402
7 1.633 1.1239 290.596 4.190 1.1239 74.556
1.606 1.1239 285.775 4.190 1.1239 74.556
Rata-rata 287.674 74.505
SD 2.568 0.089
2.672 1.1076 482.559 9.914 1.1076 179.014
8 2.667 1.1076 481.670 9.879 1.1076 178.391
2.667 1.1076 481.670 9.922 1.1076 179.170
Rata-
rata 481.966 178.858
SD 0.514 0.412
0.665 1.1317 117.527 0.560 1.1317 9.903
9 0.660 1.1317 116.656 0.560 1.1317 9.903
0.658 1.1317 116.221 0.560 1.1317 9.903
Rata-
rata 116.801 9.903
SD 0.665 0.000
Keterangan:
Volume penepatan = 20 ml
Volume pengenceran (Zn) = 10 ml
1. Timbang 10 gr contoh tanah < 2mm, masukkan ke dalam gelas piala 800 ml dan
3. Tambahkan 180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2 N, didihkan selama ± 10 menit dan
5. Cuci dengan air bebaas ion menggunakan penyaring Berkefield atau diendap
4 %.
6. Pada pemisahan pasir, tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50
mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Setelah itu filtrat ditampung dalam
silinder 500 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan
7. Pada pemisahan debu dan liat, filtrate dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml,
aduk selama 1 menit dan segera pipet sebanyak 20 ml ke dalam pinggan aluminium.
Keringkan filtrat pada suhu 1050 C dan timbang (berat debu + liat + peptisator = B
gr).
8. Pada pemisahan liat, aduk lagi filtrate selama 1 menit dan biarkan selama 3 jam 30
menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman 5,2 cm
dari permukaan cairan dan masukkan ke dalam pinggan aluminium. Keringkan pada
9. Bobot peptisator pada pemipetan 20 ml adalah 0.0095 g. Angka 25 adalah factor yang
Sedimen Sedimen
Berat cawan+ Kering Kering
%LOI
1050 C/ 6000 C/
Sampel kering 600C 24 jam 1jam
17.7189 0.4555 0.3725 8.30%
18.8664 0.3938 0.3426 5.12%
18.146 0.3113 0.2572 5.41%
17.8035 0.4432 0.3537 8.95%
16.2812 0.2976 0.2312 6.64%
26.408 0.5308 0.4695 6.13%
26.7382 0.3839 0.301 8.29%
27.8588 0.2813 0.1998 8.15%
27.3386 0.9322 0.8937 3.85%
RIWAYAT HIDUP
dua bersaudara.
Jakarta dan SMAN 2 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Ilmu dan Teknologi
Kuliah Iktiologi dan Pendidikan Agama Islam serta aktif sebagai Ketua Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2010.
(Zn) pada Fraksi Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta ”.