Anda di halaman 1dari 32

Teori Dasar dan Aplikasi: Industri dan Organisasi

Topik: Performance Appraisal

KELOMPOK 13

Timothy 150116017

Try Putro Yudi Prawira 150116085

Rizka Sjamsidar R. 150116378

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
2017
Pendahuluan

Dalam melakukan pekerjaannya, kinerja pegawai terus-menerus dievaluasi,


baik secara formal maupun informal. Di satu sisi, evaluasi secara informal
mengakibatkan pengamatan, ingatan, pendengaran, dan intuisi terhadap pegawai
menjadi tidak teratur. Di samping itu, melalui sistem formal dan rasional, evaluasi
menjadi lebih akurat, adil, dan berguna bagi pihak yang bersangkutan. Rotchford
(2002) membedakan tiga konsep yang berhubungan dengan kinerja pegawai.
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses penilaian kinerja dalam
membuat keputusan, seperti perihal kenaikan gaji. Fokusnya ada pada penggunaan
informai secara administratif. Pengembangan kinerja (performance development)
mengacu pada penilaian kinerja dengan tujuan memberikan feedback untuk
memudahkan peningkatan kinerja. Fokusnya adalah menyediakan informasi yang
berguna bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepribadian, kesehatan, dan sebagainya. Manajemen kinerja
(performance management) adalah proses yang menggabungkan penilaian dan
umpan balik untuk membuat keputusan administratif berbasis kinerja dan
membantu pegawai untuk berkembang.

1. Pengertian penilaian kinerja (Performance appraisal)


Menurut Byras dan Rue (2006, p223) penilaian kinerja (performance
appraisal) adalah proses mengevaluasi dan mengomunikasikan cara pegawai
melakukan pekerjaan dan menyusun rencana pengembangan kepada para
pegawai itu sendiri. Saat dilakukan secara tepat, penilaian kinerja tidak hanya
memungkinkan pegawai mengetahui seberapa baik mereka berkinerja tetapi
juga memengaruhi tingkat usaha dan arahan tugas mereka di masa depan.
Dalam pemilihan pegawai, evaluasi kinerja mereka harus berkaitan dengan
keahliannya. Pegawai biasa dinilai melalui formulir dengan beberapa kategori
yang samar-samar seperti ketergantungan, pengetahuan dan inisiatif. Lebih
spesifik lagi, pekerjaan yang berhubungan dengan penilaian kinerja yang
akurat akan diterima lebih baik tidak oleh sesama pegawai saja, tapi oleh para
pencari pegawai juga (Werner & Bolino, 1977). Selain itu, bila diberikan dan
dimanfaatkan dengan benar, penilaian kinerja terkait pekerjaan dapat menjadi
sumber pelatihan dan konseling pegawai yang sangat baik.

Penilaian kinerja memungkinkan organisasi mengetahui, mengevaluasi,


mengukur dan menilai kinerja anggota-angotanya secara tepat dan akurat.
Kegiatan ini sangat terkait dan berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan
aktivitas-aktivitas sumberdaya manusia dalam perusahaan, seperti promosi,
kompensasi, pelatihan (training), pengembangan manajemen karir dan lain-
lain. Hal ini disebabkan karena fungsi penilaian kinerja dapat memberikan
informasi penting kepada perusahaan untuk memperbaiki keputusan dan
menyediakan umpan-balik kepada para pegawai tentang kinerja mereka yang
sesungguhnya. Penilaian kinerja dalam rangka pengembangan sumber daya
manusia (SDM) di dalam perusahaan sangat penting. Hal ini mengingatkan
bahwa dalam kehidupan organisasi setiap orang ingin mendapatkan
penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin perusahaan. Penilaian
kinerja juga dapat dipakai untuk mengetahui apakah hasil kinerja telah
tercapai sesuai dengan jadwal dan waktu yang ditentukan.

2. Mengapa performance appraisal dibutuhkan dalam perusahaan?


Murphy dan Cleveland (1995) yakin bahwa penilaian kinerja mampu
membantu organisasi dalam berbagai cara. Faktor-faktor inilah yang menjadi
alasan utama mengapa organisasi membutuhkan sistem penilaian kerja yang
formal. Pertama, mereka dapat meningkatkan kualitas dalam pengambilan
keputusan organisasi mulai dari kenaikan gaji, promosi, hingga pemecatan.
Tujuan dari adanya fungsi SDM di organisasi adalah untuk memaksimalkan
kontribusi pegawai terhadap pencapaian organisasi, dan penilaian kinerja
pegawai memiliki peran besar dalam menyelesaikan fungsi tersebut.

Kedua, penilaian kinerja mampu meningkatkan kualitas pengambilan


keputusan individu, mulai dari pemilihan karier sampai pengembangan diri di
masa mendatang. Feedback kinerja yang akurat adalah komponen penting
dalam kesuksesan pelatihan dan memberi masukan yang kritis untuk
membentuk penilaian diri yang nyata dalam lingkungan kerja. Feedback
tersebut juga kunci untuk mempertahankan motivasi kerja pegawai tetap
tinggi.

Ketiga, penilaian kinerja mampu mempengaruhi cara pandang pegawai


dan kecocokan dalam organisasi mereka. Suksesnya sistem penilaian kinerja
suatu organisasi dapat membangun komitmen dan kepuasan dari pegawainya.
Pegawai yang yakin jika pengambilan keputusan organisasi yang tidak
rasional atau tidak adil cenderung tidak memiliki perkembangan yang kuat
dalam komitmen untuk organisasi itu.

3. Tujuan penilaian kinerja


a) Tujuan strategis
Tujuan ini adalah menghubungkan aktivitas pegawai dengan tujuan
organisasi. Artinya, organisasi menilai apakah karakteristik, perilaku dan
hasil kerja yang ditampilkan pegawai mengarah pada pencapaian tujuan
yang ditetapkan organisasi. Hasil penilaian juga dapat digunakan untuk
mengabsahkan tes yang digunakan dalam seleksi pegawai sehingga
organisasi dapat memutuskan tes yang digunakan akan dipertahankan
atau tidak.

b) Tujuan keputusan administratif


Penilaian kinerja juga dilakukan untuk keputusan-keputusan
administratif, seperti peningkatan gaji, promosi, mutasi, pemutusan
hubungan kerja dan reward atas prestasi kerja.

c) Tujuan pengembangan pegawai


Dalam tujuan pengembangan ini, hasil penilaian kerja digunakan
untuk memberikan bimbingan konseling dan bimbingan serta merancang
program pelatihan dan pengembangan bagi pegawai yang dianggap
kurang berprestasi.
4. Manfaat penilaian kinerja
Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai
beberapa manfaat bagi organisasi dan pegawai yang dinilai, yaitu:
a. Peningkatan kinerja (Performance improvement). Memungkinkan
pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan
dengan peningkatan kinerja.
b. Pengaturan kompensasi (Compensation adjustment). Membantu para
pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak
menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
c. Penempatan (Placement decision). Menentukan promosi, transfer, dan
demotion.
d. Kebutuhan untuk pelatihan dan pengembangan (Training and
development needs). Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.
e. Perencanaan dan pengembangan karier (Career planning and
development). Memandu untuk menentukan jenis karier dan potensi
karier yang dapat dicapai.

f. Kekurangan dalam proses kepegawaian (Staffing process


deficiencies). Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
g. Informasi tidak akurat dan desain kerja yang salah (Informational
inaccuracies and job-design errors). Membantu menjelaskan apa saja
kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen SDM terutama di bidang
job-analysis, job-design, dan sistem informasi manajemen SDM.
h. Kesempatan yang sama dalam bekerja (Equal employment
opportunity). Menunjukkan bahwa penempatan (placement decision)
posisi pegawai tidak diskriminatif.
i. Tantangan dari luar (External challenges). Kadang-kadang kinerja
pegawai dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga, keuangan
pribadi, kesehatan, dan lain-lainnya.Biasanya faktor ini tidak terlalu
kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor
eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya
manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
j. Umpan balik (Feedback). Memberikan umpan balik bagi urusan
kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
5. Kriteria penilaian kinerja
Ada tiga hal yang dievaluasi dalam penilaian unjuk kerja yaitu: hasil kerja,
perilaku, dan karakteristik pribadi pegawai (Robbins, 2002).
a. Penilaian hasil kerja
Penilaian terhadap hasil kerja dilakukan jika yang diperhitungkan
adalah output yang dihasilkan pegawai. Misalnya jumlah rokok yang
dapat dilinting oleh pegawai pelinting rokok, atau volume penjualan
yang dihasilkan seorang sales.
b. Penilaian perilaku
Seringkali tidak mudah untuk melakukan penilaian hasil kerja jika
pegawai berada dalam posisi manajerial atau pegawai bekerja dalam
suatu kelompok. Dalam hal ini cara yang sering digunakan adalah
penilaian terhadap perilaku. Hal yang diukur dari seorang manajer
penjualan misalnya ketepatan waktu dalam menyerahkan laporan
penjualan atau gaya kepemimpinan yang dijalankannya. Salah satu
kelemahan penilaian perilaku adalah pegawai cenderung memusatkan
perhatian pada aspek tertentu dari perilaku dan mengabaikan perilaku
lain.
c. Penilaian terhadap karakteristik pribadi (Traits)
Penilaian lain dilakukan terhadap karakteristik pribadi yang
dimiliki pegawai. Bentuk penilaian ini merupakan penilaian yang
paling lemah karena seringkali karakteristik pribadi tidak berkaitan
langsung dengan unjuk kerja seseorang. Meskipun demikian, bentuk
penilaian ini merupakan bentuk yang paling sering dilakukan karena
dapat dengan mudah digunakan untuk jabatan yang berbeda atau
organisasi yang berbeda. Karakteristik pribadi yang sering
dipergunakan misalnya sikap yang baik, kepercayaan diri, kemampuan
bekerja sama, atau memiliki pengalaman.

6. Peranan psikologi dalam performance appraisal

- Penciptaan alat ukur yang obyektif (Human Errors Anticipation)

- Memotivasi pegawai untuk bekerja dengan optimal

- Konseling pekerjaan

- Observasi pekerjaan pegawai

- Mediator antara keinginan pegawai dengan keinginan perusahaan

7. Menilai kinerja pegawai (Evaluating employee performance)


Tahap-tahap dalam memproses performance appraisal:
a) Menjelaskan tujuan dari penilaian (Determine purpose of appraisal)
Tahap pertama dalam proses penilaian kinerja adalah menentukan
alasan mengapa organisasi mau mengevaluasi kinerja pegawainya.
Sayangnya kebanyakan organisasi tidak memiliki tujuan spesifik untuk
sistem penilaian kinerja mereka. Akibatnya, tidak mengherankan jika
beberapa survei nasional menemukan bahwa sebagian besar sistem
penilaian kinerja tidak berhasil (Coens & Jenkins, 2002).

i. Pelatihan dan masukan untuk pegawai


Peran terpenting dalam evaluasi kinerja adalah
meningkatkan performa pegawai dengan memberikan masukan
mengenai kinerja mereka yang baik dan buruk. Walaupun pelatihan
masih dalam proses, pertimbangan kinerja selama setengah tahun
adalah waktu yang baik dengan pegawai untuk mendiskusikan
kelebihan dan kekurangan mereka. Tapi yang lebih penting, itulah
saat yang tepat untuk mengetahui kelemahan pegawai yang bisa
diperbaiki.

ii. Kenaikan gaji


Pekerjaan yang layak ditentukan oleh banyak faktor,
termasuk tingkat tanggung jawab dan tingkat pendidikan yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan itu. Tapi perbedaan
kompensasi antara dua orang dalam pekerjaan yang sama adalah
fungsi penguasaan dan kinerja. Artinya, tidak adil jika membayar
gaji yang sama antara pegawai berkinerja buruk dengan pegawai
berkinerja sangat baik. Dengan demikian, satu alasan penting untuk
mengevaluasi kinerja pegawai adalah memberikan dasar yang adil
untuk menentukan kenaikan gaji pegawai. Jika hasil penilaian
kinerja digunakan untuk menentukan kenaikan gaji, diperlukan
format numerik daripada naratif.

iii. Keputusan untuk promosi


Meski kelihatannya adil untuk mempromosikan pegawai
yang terbaik, hal ini sering tidak terjadi. Misalnya, kebijakan di
beberapa organisasi adalah untuk mempromosikan pegawai dengan
senioritas tinggi, terutama organisasi yang pegawainya tergabung
dalam serikat pegawai. Meskipun mempromosikan pegawai
berdasarkan kinerja atau kepemilikan tampaknya adil, mungkin
tidak selalu cerdas. Mempromosikan pegawai terbaik atau paling
senior sering menghasilkan apa yang disebut Prinsip Peter yaitu
promosi pegawai sampai mereka mencapai tingkat
ketidakmampuan tertinggi mereka. Jika evaluasi kinerja digunakan
untuk mempromosikan pegawai, perhatian harus diberikan untuk
memastikan bahwa pegawai tersebut dievaluasi dengan baik pada
dimensi pekerjaan yang serupa dengan posisi baru.

iv. Keputusan untuk penghentian pegawai


Sayangnya, dalam pemberian masukan, konseling, dan
pelatihan pegawai tidak selalu meningkatkan kinerja atau
mengurangi masalah kedisiplinan. Bila teknik manajemen kinerja
tidak berhasil, hasil tinjauan kinerja mungkin menyarankan bahwa
tindakan terbaik adalah menghentikan pegawai.

v. Melakukan penelitian personalia


Untuk menentukan keefektifan, pengukuran kinerja yang
akurat harus tersedia untuk digunakan dalam menentukan apakah
kinerja meningkat sebagai hasil pelatihan. Meskipun bukan alasan
terpenting untuk mengevaluasi kinerja pegawai, penelitian
kepegawaian masih penting, terutama dalam organisasi dimana
kontrak serikat pegawai melarang penggunaan evaluasi kinerja
dalam keputusan kepegawaian. Dalam situasi tersebut, evaluasi
kinerja masih diperlukan untuk penelitian pegawai yang efektif.

b) Identifikasi batasan lingkungan dan budaya (Identify environmental


and cultural limitations)
Langkah kedua dalam proses penilaian kinerja adalah
mengidentifikasi faktor lingkungan dan budaya yang dapat mempengaruhi
sistem. Misalnya, jika supervisor terlalu banyak bekerja, sistem penilaian
kinerja yang rumit dan memakan waktu tidak akan berhasil. Dalam
lingkungan di mana tidak ada uang yang tersedia untuk pembayaran,
mengembangkan sistem numerik yang kompleks akan membuat frustasi,
dan hasil evaluasi mungkin tidak dianggap serius. Dalam lingkungan di
mana pegawai sangat kohesif, penggunaan peringkat sebaya bisa
mengurangi kekompakan.

c) Menentukan siapa yang akan mengevaluasi kinerja (Determine who


will evaluate performance)

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh siapapun yang mengetahui


dengan baikkinerja dari pegawai secara individual. Misalnya, metode
force-choice rating scale bagus untuk menentukan kompensasi pegawai
tapi buruk jika digunakan untuk proses pelatihan. Metode 360-degree
feedback bagus untuk meningkatkan kinerja pegawai tapi tidak pantas
untuk mempertimbangkan kenaikan gaji. Kemungkinannya adalah sebagai
berikut:
i. Pengawas (Supervisor)
Sejauh ini jenis penilaian kinerja yang paling umum adalah
penilaian supervisor. Faktanya, Bernardin dan Beatty (1984)
memperkirakan bahwa lebih dari 90% dari semua penilaian kinerja
dilakukan dengan menggunakan penilaian kinerja supervisor.
Meskipun supervisor mungkin tidak melihat setiap menit perilaku
pegawai, mereka melihat hasil akhirnya. Seorang supervisor
mungkin tidak benar-benar melihat seorang teller mendaftarkan
pelanggan untuk kartu visa namun akan meninjau total penjualan
harian. Demikian juga, seorang profesor tidak melihat seorang
siswa benar-benar meneliti dan menulis makalah namun
menyimpulkan tingkat perilaku ini dengan melihat hasil dari ujian
akhir.

ii. Rekan kerja (Peers)


Saat supervisor melihat hasil usaha seorang pegawai, rekan
kerja sering melihat perilaku sebenarnya dari rekan sebayanya.
Penilaian kinerja biasanya berasal dari pegawai yang bekerja
langsung dengan pegawai lain; teller bank bisa dinilai oleh teller
bank lain. Namun, pegawai lain di dalam organisasi, mereka yang
sering berhubungan dengan pegawai, juga bisa memberikan
informasi yang bermanfaat.
Penelitian menunjukkan bahwa penilaian rekan kerja cukup
dapat diandalkan hanya jika rekan yang membuat penilaian
mengenal baik jumlah pegawai (Mumford, 1983). Penilaian rekan
kerja telah berhasil memprediksi keberhasilan masa depan pegawai
yang dipromosikan, karena sangat berkorelasi tinggi dengan
peringkat pengawas (Cederbloom, 1989).
Penelitian menunjukkan bahwa pegawai tertentu lebih
lunak dalam penilaian sebayanya daripada pegawai lainnya.
Saavedra dan Kwun (1993) menemukan bahwa pegawai berkinerja
tinggi mengevaluasi rekan mereka lebih ketat daripada pegawai
berkinerja rendah. Perbedaan peringkat ini mungkin karena
pegawai membandingkan yang lain dengan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, rata-rata pegawai tidak tampil mengesankan
bagi mereka yang berkinerja tinggi namun dapat melakukannya
pada pegawai yang kurang produktif.

iii. Bawahan (Subordinates)


Penilaian bawahan bisa sulit didapat karena pegawai takut
akan reaksi balik jika mereka menilai pengawas mereka dengan
tidak baik, terutama bila atasan hanya memiliki satu atau dua
bawahan. Masukan bawahan dapat dipertimbangkan jika
supervisor terbuka terhadap komentar pegawai (Baumgartner,
1994); penilaian dibuat secara anonim (Antonioni, 1994); peringkat
digunakan untuk tujuan pembangunan (Avis & Kudisch, 2000); dan
pegawai merasa kompeten untuk membuat penilaian, merasa tidak
akan ada pembalasan untuk membuat penilaian jujur, dan mencari
keuntungan dengan memberikan penilaian jujur (Smith &
Fortunato, 2008).

Menariknya, penilaian bawahan berkorelasi sangat tinggi


dengan peringkat manajemen puncak kinerja supervisor (Furnham
& Stringfield, 1994; Riggio & Cole, 1992). Peningkatan kinerja
dapat ditingkatkan saat masukan diberikan dalam tempat kerja yang
dilakukan oleh fasilitator masukan dan bukan oleh supervisor
langsung (Seifert, Yukl, & McDonald, 2003). Meskipun kinerja
supervisor dapat meningkat dari masukan ke atas, masukan
semacam itu tidak memperbaiki keseluruhan kinerja atau nilai
saham suatu organisasi (Pfau & Kay, 2002a).
iv. Pelanggan (Costumers)
Meskipun tidak mungkin sebuah organisasi meminta
pelanggan untuk mengisi instrumen penilaian kinerja pada
pegawai, organisasi menghargai masukan pelanggan. Secara
informal, pelanggan memberikan masukan mengenai kinerja
pegawai dengan mengajukan keluhan atau memuji manajer tentang
salah satu pegawainya. Organisasi juga mencari masukan
pelanggan berupa pembeli rahasia--pelanggan saat ini yang telah
terdaftar oleh perusahaan untuk mengevaluasi layanan yang mereka
terima secara berkala. Sebagai imbalan atas peringkat mereka,
pembeli rahasia mendapatkan bayaran dan makanan gratis.

v. Penilaian diri (Self-appraisal)


Mengajak pegawai untuk mengevaluasi perilaku dan
kinerjanya sendiri adalah teknik yang digunakan oleh hanya
sebagian kecil organisasi (Atwater, 1998). Penilaian kinerja diri
tampak paling akurat saat penilaian diri tidak akan digunakan
untuk tujuan administratif seperti kenaikan gaji atau promosi
(Atwater, 1998). Mereka juga lebih akurat saat pegawai memahami
sistem penilaian kinerja (Williams & Levy, 1992) dan ketika
pegawai percaya bahwa rekaman objektif kinerja mereka tersedia
dengan siapa supervisor yang dapat membandingkan penilaian diri
(Farh&Werbel, 1986).

Terdapat metode lain selain 360 degree feedback dalam mengevaluasi


kinerja pegawai, yaitu 720 degree feedback method. Penilaian kinerja ini
merupakan metode terpadu dimana kinerja pegawai dievaluasi melalui 360
degree feedback dan feedback diberikan tepat waktu lalu kinerja dievaluasi
lagi berdasarkan target yang ditetapkan. Kebutuhan utama 720 degree
feedback adalah peningkatan kinerja orang-orang di pekerjaan mereka dan
untuk memastikan bahwa harapan dari pegawai dan pelanggan dapat
terpenuhi. Perbedaan 720 degree feedback method dengan metode
sebelumnya terletak pada adanya pre-feedback dan post-feedback. Pre-
feedback adalah tahap saat penilaian pertama yang dilakukan setelah
feedback dikumpulkan dari orang-orang yang berinteraksi dengan pegawai
tersebut. Pada tahap ini, kinerja dievaluasi, target ditetapkan dan umpan
balik atau pelatihan diselenggarakan untuk membantu pegawai mencapai
target. Pada post-feedback, kinerja dievaluasi berdasarkan target yang
ditetapkan dalam pre-feedback dan feedback yang telah diberikan.
Feedback dan panduan tepat waktu membantu membuat pegawai
memperbaiki kinerjanya. Beberapa kentungan dari 720 degree feedback
method antara lain membantu mengembangkan tim yang lebih baik dan
kooperatif, mengurangi hambatan penilaian seperti prasangka, bias dan
diskriminasi, dan mendorong transparansi dan perasaan diperlakukan
dengan adil.

d) Metode­metode penilaian

Pilih   kriteria   kinerja   dan   metode   penilaian   yang   akan   mencapai

tujuan. Kriteria adalah cara­cara untuk mendeskripsi pegawai yang sukses

itu seperti apa, contohnya dari kehadiran, kualitas kerja, dan keselamatan

adalah   tiga   kriteria   yang   paling   penting   untuk   seorang   pegawai   yang

sukses. Sekarang, bagaimana kita bisa mengukur kehadiran, kualitas, dan

keselamatan? Ada dua pilihan penting yang harus dibuat: pusat dimensi

penilaian kinerja dan penggunaan ranking atau rating.

i. Pusat dimensi penilaian

Kita harus mengetahui dimensi penilaian kinerja seseorang. Tanpa 

panjang kata, berikut penjelasan dimensi penilaian yang berupa sifat, 

kompetensi, jenis­jenis tugas, tujuannya, dan kinerja kontekstual.

 Dimensi kinerja trait­focused

Sistem  trait­focused  berfokus   pada   sifat   pegawai   seperti


ketergantungan, kejujuran, dan sopan santunnya. Walaupun sering

dipakai,   penilai   kinerja  trait­focused  bukanlah   ide   bagus   karena

mereka   memberikan   masukan   yang   buruk   dan   tidak   akan

menghasilkan   tumbuh   kembang   pegawai   yang   baik.   Contohnya

adalah ketika  supervisor  menilai pegawainya sebagai orang yang

tidak   bertanggungjawab   dan   ramah,   akibatnya   pegawai   tersebut

membantah   dan   meminta   alasan   yang   jelas,   lalu   saran   dari

supervisor  hanya sekedar “jadilah orang yang lebih bertanggung

jawab dan ramah”. Saran seperti itu tidak cukup untuk mengubah

perilakunya karena tidak cukup spesifik.

 Dimensi kinerja competency­focused

Dimensi  competency­focused  fokus   pada   pengetahuan

pegawai, kemampuan, dan keahlian. Contohnya, keahlian menulis,

public   speaking   skills,   dan   keahlian   menyetir.   Keuntungan

mengatur dimensi dalam kompetensi adalah mudah untuk memberi

masukan   dan   menyarankan   langkah­langkah   untuk   mengoreksi

kekurangan.   Contohnya,   bila   hasil   evaluasi   pegawai   tersebut

writing skill  nya buruk, maka pegawai tersebut harus mengambil

writing course.

 Dimensi kinerja task­focused 

Dimensi  task­focused  diatur   oleh   kesamaan   tugas­tugas

yang   dikerjakan.   Keuntungannya   adalah   para   supervisor

berkonsentrasi pada tugas­tugas yang muncul bersamaan dan bisa

juga membayangkan kinerja pegawai, biasanya lebih mudah untuk

mengevaluasi   kinerja   dengan   dimensi   yang   lain.   Kerugiannya


adalah   lebih   susah   untuk   menawarkan   saran   untuk   bagaimana

membenarkan kesalahannya jika skor seorang  pegawai lemah pada

sebuah dimensi.

 Dimensi kinerja goal­focused

Tipe   terakhir   ini   mengatur   penilaian   berdasarkan   tujuan

yang dicapai oleh pegawai. Keuntungannya pendekatan dimensi ini

membuat pegawai lebih mudah untuk mengerti mengapa perilaku

tertentu diharapkan. Jika dua hal yang mendasari tujuan tersebut,

akan menjadi penting dan jelas tujuan tersebut.

 Kinerja kontekstual (Contextual Performance) 

Beberapa   tahun   ini,   para   psikolog   mulai   mempelajari

contextual performance, yang adalah, usaha seorang pegawai bisa

bergaul   dengan   sesamanya,   meningkatkan   organisasi,   dan

mengerjakan tugas­tugas yang diperlukan tapi tidak selalu bagian

formal   deskripsi   pekerjaan   pegawai   tersebut.  Banyak   organisasi

yang ingin pegawai­pegawainya tidak hanya pegawai yang efektif

tapi dapat berorganisasi dengan baik juga.

ii. Menimbang dimensi

Ketika   dimensinya   sudah   ditentukan,   keputusan   berikutnya

adalah   apakah   kita   harus   menimbang   dimensi   tersebut.   Menimbang

dimensi­dimensi membuat rasa filosofis yang baik, beberapa dimensi

bisa   lebih   penting   untuk   sebuah   organisasi   daripada   yang   lain.

Keuntungannya   membedakan   penimbangan   dimensi   dapat

menurunkan   rasis   dan   bias   lainnya   (McFarland,   Wolf,   &   Nguyen,


2005). Walau demikian, banyak organisasi memilih untuk menimbang

semua dimensi secara sama agar lebih mudah untuk menghitung dan

menjelaskan kepada para pegawai secara administratif.

iii. Perbandingan   pegawai,   pengukuran   objektif   dan   peringkat

kinerja  (employee   comparisons,   objective   measures  dan  rating   of

performance)

Setelah   sudah   memutuskan   pilihan   dimensi   dan   menimbang­

nimbangnya,   maka   langkah   selanjutnya   adalah   penentuan

menggunakan employee comparisons, objective measures, atau rating.

Tiga hal tersebut dapat digunakan sesuai hasil yang diinginkan, berikut

penjelasan penggunaan hal­hal tersebut.

 Perbandingan pegawai (Employee comparisons)

Employee   comparisons  dalam   bahasa   Indonesia   berarti

perbandingan   pegawai.   Perbandingan   pegawai   berfungsi   untuk

membandingkan   dengan   satu   dan   lainnya   tanpa   dinilai   secara

individual dalam skala. Berikut penjelasan tiga sistem  employee

comparisons.

 Rank   order:   metode   ini   yang   paling   mudah   dan   sering

ditemukan.  Rank   order  me­ranking  pegawai   berdasarkan

kinerjanya   yang   ditentukan   pada   setiap   dimensi.   Me­ranking

yang paling atas dan bawah cukup mudah, tetapi memutuskan 2

dari   50   pegawai   yang   harus   ditempatkan   pada   urutan   ke­30

atau ke­31 akan lebih susah.
 Paired   comparison:  Metode   ini   mengaitkan   perbandingan

setiap   pasangan   pegawai   dan   memilih   salah   satu   pasangan

pegawai yang terbaik.

 Forced   distribution:  Metode   ini   menempatkan   setiap   lima


kategori   pada   persentase   pegawai   yang   sudah   ditetapkan.

Sistem  forced distribution  lebih mudah dipakai daripada dua

metode  yang   sudah   dijelaskan  sebelumnya,  namun   tetap   ada

kekurangannya.   Untuk   menggunakan   metode   tersebut,   kita

harus   mengasumsi   bahwa   kinerja   pegawai   ada   dasarnya

terbagi­bagi, maka ada persentase tertentu pegawai yang buruk,

rata­rata, dan bagus.

 Pengukuran objektif  (Objective measures)

Objective  measures  adalah   cara   kedua   untuk   mengevaluasi

kinerja. Berikut penjelasan empat sistem objective measures.

 Kuantitas  kerja (Quantity  of  work):  evaluasi kinerja pegawai

dalam kuantitas didapat dari menghitung jumlah perilaku kerja

yang sesuai di tempat.

 Kualitas kerja (Quality of work): kualitas biasanya diukur dari

kesalahan,   yang   didefinisikan   sebagai   penyimpangan   dari

standar.   Jadi,   untuk   memperoleh   pengukuran   kualitas,   harus

ada standar yang membandingkan pekerjaan pegawai.

 Kehadiran   (Attendance):   salah   satu   metode   umum   untuk

melihat kinerja pegawai adalah melihat kehadirannya.
 Keamanan (Safety): para pegawai yang mengikuti aturan, tidak

akan ada kecelakaan yang terjadi di ruang lingkup pekerjaan

 Peringkat kinerja (Ratings of performance)


Ratings   of  performance  adalah   opsi   yang   sering   dipilih

supervisor   dalam   mengevaluasi   kinerja   menilai   seberapa   baik

pekerjaan pegawai pada setiap dimensi. Berikut dua jenis  ratings

of performance:

 Graphic rating scale: skala yang sederhana, dari 5 sampai 10

dimensi ditambah kata­kata semacam “baik” dan “buruk” yang

mengikuti ujung skala. Keuntungannya adalah penggunaannya

mudah, tapi skala ini dikritik karena risiko kesalahannya cukup

besar.

 Behavioral checklists: metode ini terdiri dari daftar perilaku,

ekspektasi,   atau   hasil   setiap   dimensi.   Daftar   ini   biasanya

memaksa  supervisor  untuk   fokus   pada   perilaku   yang   sesuai

dimensi.   Masalah   pernyataan  result­focused  bahwa   pegawai

dapat melakukan yang disuruh oleh organisasi dan masih tidak

mendapatkan   hasil   yang   sesuai   karena   faktor­faktor   luar.

Faktor­faktor tersebut dinamai kontaminasi. 

e) Melatih penilai (Train raters)

Hanya   sedikit   organisasi   yang   melatih   penilai   secara   baik


meskipun pelatihan supervisor untuk mengevaluasi kinerja adalah hal yang

penting dalam sistem penilaian kinerja (Hauenstein, 1998). Ketika para

supervisor  sudah   dilatih,   maka  supervisor  tersebut   dapat   meningkatkan

akurasi   dan   meminimalkan   kesalahan,   meningkatkan   validitas   tes,   dan

meningkatkan kepuasan pegawai dengan penilaiannya. Pelatihan tersebut

disebut  frame­of­reference  training.  Frame­of­reference   training

mengedukasi penilai dengan informasi seputar pekerjaan, berlatih dalam

menilai, dan contoh  rating  yang dibuat oleh ahli sesuai dengan rasional

dilatarbelakangi bidang rating (Hauenstein & Foti, 1989). Tujuan frame­of

reference training adalah mengkomunikasi definisi kinerja organisasi yang

efektif   dan   mendapatkan   penilai   untuk   memikirkan   hanya   perilaku

pegawai yang relevan ketika evaluasi kinerja (Uggerslev & Sulsky, 2008).

f) Observasi dan dokumentasi

Langkah   selanjutnya   dalam   proses   penilaian   kinerja   adalah   para

supervisor mengobservasi perilaku pegawai dan mendokumentasi critical

incidents  saat kejadian.  Critical incidents  adalah contoh­contoh baik dan

buruk kinerja pegawai. Dokumentasi tersebut tertulis dalam buku catatan

critical   incident  yang   berisikan   kinerja   baik   dan   buruk   pegawai   yang

diobservasi oleh supervisor.

Hal­hal   yang  harus   diingat  supervisor  saat   melakukan   observasi

sebagai, berikut:

 Kesan pertama:  Penelitian psikologi mengindikasi bahwa kita

mengingat   kesan   pertama   kita   pada   seseorang   lebih   dari

kepribadiannya. Sadar pada kesan pertama itu penting karena
kinerja bisa berubah­ubah, yang artinya bahwa seseorang yang

performanya bagus pada tahun pertama bisa jadi performanya

tidak bagus selama beberapa tahun kemudian (Reb & Greguras,

2008).

 Perilaku   sekarang:  Para  supervisor  cenderung   mengingat

perilaku terkini selama periode evaluasi.

 Perilaku ekstrem atau tidak biasa:  Supervisor  juga mengingat

perilaku   yang   tidak   lazim   daripada   yang   biasa­biasa   saja.

Contohnya,   pegawai   yang   selalu   memberikan   ide­ide   brilian

dan kreatif dan mendapatkan promosi jabatan. 

 Konsistensi perilaku dengan opini supervisor:  Kita cenderung

mencari   perilaku   seseorang   untuk   dikonfirmasi   oleh   opini

tersebut.   Ketika   kamu   mendapatkan   sisi   buruk   seseorang,

sungguh susah untuk dilupakan. 

Alasan  mengapa  supervisor  harus   mendokumentasikan   observasi

adalah   dokumentasi   memaksa  supervisor  untuk   fokus   pada   perilaku

pegawainya daripada sifatnya, membantu supervisor mengingat perilaku­

perilaku ketika mengevaluasi   kinerja, dan memberikan contoh perilaku

saat me­review rating kinerja dengan pegawai­pegawai.

g) Evaluasi kinerja (Evaluate performance)


i. Mencatat dan meninjau data obyektif (Obtaining and reviewing
objective data)
Bila sudah saatnya menilai kinerja pegawai, seorang
supervisor harus terlebih dahulu mendapatkan dan meninjau data
obyektif yang relevan dengan perilaku pegawai.

ii. Membaca log peristiwa kritis (Reading critical-incident logs)


Setelah mendapatkan data obyektif, supervisor seharusnya
membaca kembali setiap insiden kritis yang dituliskan untuk
pegawai. Membaca insiden ini dapat mengurangi primacy error,
recency dan memperhatikan informasi yang tidak biasa.

iii. Melengkapi formulir penilaian (Completing the rating form)


Saat membuat penilaian, supervisor harus berhati-hati
untuk tidak membuat penilaian yang salah yang menyebabkan
distribution, halo, proximity dan contrast error.

 Distibution error
Kesalahan yang paling umum saat mengevaluasi
penilaian kinerja termasuk distribusi nilai di skala nilai, yang
dikenal sebagai distribution error. Distribution error terjadi
saat penilai hanya meggunakan satu bagian dari penilaian skala.
Contohnya, dari 5 skala nilai, supervisor mungkin menilai
semua pekerjaanya dari 4 atau 5.

Salah satu bagian dari distribution error disebut


leniency error, terjadi bila penilai memberikan nilai yang lebih
tinggi daripada keadaaan pegawai sebenarnya. Contohnya, dari
5 skala nilai kita, supervisor menilai semuanya dari 4 hingga 5.
Leniency error dapat dijelaskan dari rasa tidak senangnya
supervisor saat memberikan nilai rendah. Supervisor yang tidak
senang tentang bagaimana reaksi pegawai saat mendapatkan
nilai rendah lebih mengalami lenient daripada supervisor yang
lebih nyaman dengan reaksi negatif pegawai (Canali et al.,
2005).
Central tendecy error, terjadi saat saat hasil penilaian
supervisor dalam menilai setiap pegawai di tengah atau di
dalam sekitar skala pertengahan yang ada. Contohnya. Di 5
poin skala kita, supervisor menilai semua orang dengan 3. Di
error lainya, strictness error, nilai setiap pegawai ada di skala
yang rendah. Contohnya, di 5 poin skala kita, supervisor
menilai pegawai 1 atau 2.

 Halo error
Halo error terjadi saat penilai membolehkan atribut
tunggal atau kesan semuanya dari individu untuk
mempengaruhi nilai yang ia buat di setiap dimensi kerja yang
relevan. Contohnya, guru mungkin berpikir bahwa yang siswa
mempunyai kreativitas tinggi sebagai anak yang pintar,
faktanya, siswa tersebut mempunya nilai dibawah rata-rata.
Halo effect terjadi saat penilai mempunya pengetahuan
yang kurang tentang pekerjaan, dan tidak familiar dengan
orang yang akan dinilai (Kozlowski, Kirsch, & Cao ,
1986).Halo error juga terjadi saat penilaian kelompok daripada
supervisor menilai dari subordinates (Viswesvaran, Schmidt, &
Ones, 2005). Halo error mungkin atau tidak mungkin menjadi
masalah yang serius (Balzer & Sulsky, 1992). Hal ini dapat
dikurangi dengan mempunyai supervisor yang menilai tiap
trait at separate times. Oleh karena itu, supervisor mungkin
menilai pegawai di kehadirannya dalam satu hari dan kemudian
melihat selanjutnya.
 Proximity error
Proximity error yaitu kesalahan yang terjadi ketika
penilaian terhadap satu dimensi mempengaruhi penilaian
dimensi selanjutnya yang berdekatan atau memiliki kesamaan
lokasi. Contohnya, supervisor memberikan pegawai nilai 5 di
dimensi awal. Karena dimensi kedua secara fisik berada pada
form rating di samping yang pertama, ada kecenderungan
untuk memberikan rating yang sama pada dimensi pertama dan
kedua.
 Contrast error
Contrast error yaitu kesalahan penilaian pegawai akibat
evaluator terpengaruh oleh penilaian pegawai sebelumnya
(Bravo & Kravitz,1996). Sebagai contoh, manajer bank
mempunyai 6 pegawai yang dinilai dua kali dalam setahun tiap
5 Februari dan 5 Agustus. Manajer membuat evaluasi dalam
urutan abjad, dimulai dari Joan Carr kemudian Donna Chan.
Joan Carr adalah pegawai bank terbaik yang ada, dan ia
kemungkinan menerima nilai tertinggi di setiap dimensi.
Setelah menilai Carr, manajer akan menilai Chan. Saat
dibandingkan dengan Carr, Chan bukanlah pegawai yang baik.
Chan mungkin mendapat penilaian yang sangat rendah, diawah
nilai yang seharusnya diterima saat ia dinilai setelahnya Carr.

iv. Rendahnya reliabilitas penilai (Low reliability across raters)


Terdapat tiga penyebab rendahnya realibilitas, yaitu:
 Penilai sering melakukan kesalahan dalam penilaian, seperti
halo error dan leniency error.
 Penilai sering memiliki standar dan gagasan yang sangat
berbeda tentang idealnya pegawai.
 Dua penilai yang berbeda mungkin benar-benar melihat
perilaku yang sangat berbeda oleh pegawai yang sama.

v. Kesalahan sampling (Sampling problems)


 Recency effect
Penilaian kinerja biasanya dilakkan sati atau dua kali
dalam setahun. Evaluasi dirancang untuk mencakup semua
perilaku yang telah terjadi selama 6 bulan sebelumnya sampai
satu tahun. Penelitian telah menunjukkan, bagaimanapun,
bahwa perilaku baru-baru ini diberi bobot lebih dalam evaluasi
kinerja daripada perilaku yang terjadi selama beberapa bulan
pertama periode evaluasi.

Efek seperti itu menghukum pegawai yang tampil


dengan baik selama sebagian besar periode namun beringsut
mendekati akhir, dan memberi penghargaan kepada para
pegawai yang berhasil menyelamatkan pekerjaan terbaik
mereka sampai sebelum evaluasi.

 Infrequent observation
Kesalahan penilaian kinerja akibat supervisor tidak
memiliki kesempatan untuk mengamati langsung perilaku kerja
pegawainya. Infrequent observation terjadi karena 2 hal.
Pertama, para manager sering sibuk dengan pekerjaan mereka
sendiri sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk “walk
the floor” dan mengamati perilaku pegawainya. Karena itu,
mereka membuat kesimpulan berdasarkan pekerjaan yang telah
diselesaikan atau melalui kepribadian pegawai (Fieldman,
1981).

Pegawai sering bertindak berbeda di sekitar supervisor


daripada di sekitar pegawai lain, yang mana alasan kedua
adalah manajer biasanya tidak melakukan pengamatan yang
akurat. Bila supervisor tidak hadir, pegawai mungkin
melanggar peraturan, muncul terlambat, atau bekerja perlahan.
Tapi saat supervisor ada di sekitar, pegawai menjadi pegawai
yang serius. Di mata supervisor, pegawai tersebut melakukan
pekerjaan yang sangat baik; pegawai lain, bagaimanapun, tahu
lebih baik. Masalah ini bisa sedikit diatasi dengan beberapa
penilai mengevaluasi pegawai. Penilai lainnya bisa menjadi
supervisor lain, rekan kerja (peer ratings), dan bahkan
pelanggan.
Sayangnya, penilaian dari sumber ini sering mengalami
kesalahan lebih banyak daripada peringkat yang tidak
diinformasikan oleh supervisor. Misalnya, pelanggan mungkin
mengeluh tentang seorang pegawai meskipun dia mengikuti
kebijakan, dan mungkin seorang pegawai memberikan evaluasi
rendah pada rekan kerja agar dia mendapat kenaikan gaji yang
lebih tinggi. Bahkan dengan masalah ini, beberapa penilaian ini
tetap menjadi ide bagus.

vi. Proses kognitif dalam observasi perilaku (Cognitive processing


of observed behavior)
 Pengamatan perilaku (Observation of behavior)
Hanya karena perilaku pegawai diamati tidak menjamin
itu akan diingat atau diingat dengan benar selama review
penilaian kinerja. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa
penilai mengingat perilaku yang konsisten dengan kesan umum
mereka terhadap seorang pegawai dan semakin besar interval
waktu antara perilaku aktual dan penilaian kinerja, semakin
besar probabilitas bahwa kesalahan penilaian akan terjadi
(Murphy, Martin, & Garcia, 1982; Nathan & Lord, 1983).
Penurunan akurasi memori dari waktu ke waktu dapat dikurangi
jika beberapa penilai, bukan hanya satu penilai, digunakan
untuk mengevaluasi kinerja (Martell & Borg, 1993).

 Keadaan emosi (Emotional state)

Level stres supervisor berpengaruh pada performance


appraisal. Srinivas dan Motowidlo (1987) menemukan bahwa
penilai yang berada dalam situasi yang penuh tekanan
menghasilkan penilaian dengan lebih banyak kesalahan
daripada para penilai yang tidak mengalami tekanan.
 Bias
Penilai yang suka dengan pegawai akan diberikan nilai
bagus (Lefkowitz,2000; Varma, DeNisi, & Peters, 1996) dan
kurang akurat di penilaian mereka daripada penilai yang suka
atau tidak suka dengan pegawai mereka (Cardy & Dobbins,
1986). Tapi, ini tidak berarti oraang yang disukai akan sealu
mendapatkan nilai lebih tinggi daripada seseorang yang tidak
disukai. Penilai mungkin overcompensate dalam upaya untuk
bersikap "adil." Perasaan, atau pengaruh penilai terhadap
seorang pegawai dapat mengganggu pemrosesan kognitif dari
informasi kinerja aktual.

h) Menyampaikan hasil evaluasi kinerja kepada pegawai (Communicate


appraisal results to employees)
Langkah selanjutnya setelah dilakukan evaluasi penilaian adalah
mengkomunikasikan hasil penilaian kepada pegawai. Langkah ini
bermanfaat untuk memberikan umpan balik serta menilai kelemahan dan
kelebihan pegawai, sehingga dapat diberikan pelatihan lebih lanjut.
Umumnya pemberitahuan hasil penilaian kinerja pegawai
dilakukan 6 bulan sekali. Proses penyampaian hasil penilaian kinerja bagi
kebanyak pimpinan dan manajer adalah sesuatu yang kurang disukai
karena sifatnya yang normatif, sehingga banyak pimpinan yang berusaha
menyelesaikan proses ini secepat mungkin (Grensing-Pophal, 2001b).
Akhirnya, di pendekatan “tell and sell” terhadap interview
penilaian kinerja, supervisor akan “tells” memberitahu pegawai semua
pekerjaan yang ia lakukan dan kemudian “sells” dia pada cara pegawai
bisa memperbaiki.
Akhirnya, dalam pendekatan "kirim dan jual" ke wawancara
penilaian kinerja, seorang supervisor "memberi tahu" semua pekerjaan
yang dia lakukan dengan buruk dan kemudian "menjual" dengan cara dia
bisa memperbaiknyai. Metode ini, bagaimanapun, hanya sedikit
menyelesaikan.
Dalam merencanakan pelaksanaan penyampaian hasil penilaian
kinerja ada tigahal yang harus diperhatikan, yaitu: waktu, penjadwalan,
dan persiapan.
 Sebelum wawancara (Prior to the interview)
 Mengalokasikan waktu

Baik, supervisor dan pegawai harus mempunyai waktu


persiapan untuk review wawancara.

 Menjadwalkan wawancara (Scheduling the interview)

Lokasi wawancara harus berada di tempat netral yang


menjamin privasi dan memungkinkan supervisor dan pegawai
untuk saling berhadapan antara mereka dan tanpa meja sebagai
penghalang komunikasi. Wawancara review penilaian kinerja
seharusnya dijadwalkan setidaknya setiap bulan untuk sebagian
besar pegawai dan lebih sering pegawai baru. Review
wawancara biasanya dijadwalkan 6 bulan setelah pegawai
mulai bekerja untuk organisasi.

 Mempersiapkan wawancara (Preparing for the interview)


Sambil mempersiapkan wawancara, supervisor harus
meninjau kembali nilai yang ia milikikepada pegawai untuk
alasan penilaian tersebut. Langkah ini penting karena kualitas
umpan balik yang diberikan kepada pegawai akan
mempengaruhi kepuasan merekadengan seluruh proses
penilaian kinerja (Mount, 1983).

 Wawancara (Interview)
Karena pegawai dan supervisor sering merasa cemas
tentang review kinerja, ini ada, ide bagus untuk memulai
evaluasi dengan sedikitperbincangan (basa-basi) untuk
mengurangi ketegangan.

Ketika kondisi dirasa sudah nyaman, selanjutnya yang


harus dilakukan supervisor adalah menyampaikan:

 Maksud dan tujuan penilaian kinerja (menitikberatkan


tujuan bukan hanya untuk menaikkan gaji dan
memberhentikan pegawai)
 Bagaimana penilaian kinerja disusun
 Bagaimana proses evaluasi dilakukan
 Harapan agar proses penyampaian hasil berlangsung
interaktif
 Tujuan penilaian untuk memahami dan memperbaiki
kinerja
Sebaiknya diawali dengan pegawai menyampaikan hasil
penilaiannya sendiri. Berdasarkan studi, jika proses ini dilakukan di
awal akan meningkatkan kepuasan pegawai (Bacal, 2004).
Saat supervisor menyampaikan hasil sebaiknya dibatasi pada
masalah perilaku dan kinerja pegawai, bukan kepada sifat pegawai.
Umpan balik positif sebaiknya disampaikan terlebih dahulu dibanding
umpan balik negatif, dan diakhiri dengan lebih banyak umpan balik
positif (Stone, Gueutal, & McIntosh, 1984). Proses ini disebut
feedback sandwich, dimana umpan balik positif dianggap menutupi
negatif. Teknik ini berguna agar pegawai mau menerima umpan balik
negatif, dan mencegah atasan untuk bersikap subyektif terhadap
pegawai.
Langkah selanjutnya, supervisor sebaiknya menjelaskan alasan
kenapa penilaian kinerja yang pegawai baik, dianggap tidak baik oleh
perusahaan. Penilaian yang salah oleh pegawai bisa disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan pegawai akan penyelesaian pekerjaan,
pegawai terlalu sibuk, atau ada masalah lain yang mempengaruhi
kinerjanya.

i) Pemecatan pegawai (Terminate employee)


i. Doktrin ketenagakerjaan (Employment-at-will doctrine)
Di sektor privat, doktrin akan ketenagakerjaan di kebanyakan
negara memungkinkan kebebasan pengusaha untuk memecat
pegawai tanpa alasan dan sesuka hatinya. Di sektor publik, pegawai
hanya bisa dipecat apabila ada penyebabnya.

Ada beberapa batasan untuk menghentikan pegawai


(Falcone, 2002):
 Hukum negara. Negara bagian seperti California, Montana dan
New York mempunyai hukum bahwa pegawai dapat
diberhentikan karena adanya sebab. Contoh, melanggar
peraturan, menunjukkan ketampilan ketidakmampuan.

 Ketentuan hukum federal atau bagian hukum negara. Pegawai


tidak dapat dipecat karena alasan dilindungi oleh hukum federal
atau hukum negara. Misalnya, majikan tidak bisa memecat
pegawai karena dia perempuan, hamil, berkulit hitam atau di
atas usia 40.

 Kebijakam atau kepentingan umum. Pengusaha tidak dapat


menghentikan seprang pegawai untuk menjalankan tugas hukum
seperti tugas juri atau menolak melanggar hukum atau etika
profesional. Misalnya, sebuah lembaga besar simpan pinjam
memerintahkan salah satu penilai untuk menilai rumah lebih
tinggi dari nilai aktual mereka sehingga pelanggan bisa
memenuhi syarat untuk membiayai properti.

 Kontrak. Jika seorang pegawai memiliki pekerjaan yang


ditandatangani kontrak yang menetapkan periode kerja tertentu,
sebuah organisasi tidak bisa memecat pegawai tanpa sebab.
 Kontrak tersirat. Ketenagakerjaan akan dibatalkan jika
pengusaha menyiratkan bahwa seorang pegawai "memiliki
pekerjaan seumur hidup" atau dapat dipecat hanya karena alasan
tertentu.

 Konvenan itikad baik dan adil. Meskipun pengusaha umumnya


bebas untuk menyewa dan memberhentikan sesuka hati,
pengadilan memutuskan hal itu penguaha tetap harus bertindak
dengan itikad baik dan cukup adil terhadap seorang pegawai.

ii. Alasan legal dalam memberhentikan pegawai


- Masa percobaan
Dalam banyak pekerjaan, pegawai diberi masa percobaan dimana
untuk membuktikannya mereka bisa berkinerja baik. Meskipun
sebagian besar masa percobaan berlangsung 3 sampai 6 bulan.

- Pelanggaran aturan perusahaan


Faktor pertama adalah bahwa aturan terhadap perilaku tertentu
harus benar-benar ada. Meskipun ini mungkin tampak jelas, organisasi
sering memiliki peraturan "tidak tertulis" yang mengatur perilaku
pegawai.

Jika sebuah peraturan ada, perusahaan harus membuktikan


bahwa pegawai tersebut mengetahui peraturan tersebut.Aturan dapat
dikomunikasikan secara lisan selama orientasi pegawai,saat rapat
pegawai dan menulis di buku pegangan, surat berita, papan buletin.

Faktor ketiga adalah kemampuan atasan untuk membuktikan


bahwa seorang pegawai benar-benar melanggar peraturan Bukti
didapatkan melalui sarana seperti saksi, rekaman video.

Faktor keempat yang dipertimbangkan oleh pengadilan adalah


sejauh mana peraturan tersebut telah ditegakkan secara sama. Artinya,
jika pegawai lain melanggar peraturan tapi memang ada tidak
dihentikan, mengakhiri seorang pegawai untuk pelanggaran peraturan
tertentu tidak legal.

Faktor kelima dan terakhir adalah sejauh mana hukumannya


sesuai kejahatan. Pegawai di masa percobaan mereka (biasanya bulan
pertama mereka) dapat segera dipecat karena melanggar aturan.
Bagaimanapun, organisasi harus membuat alasan yang tepat untuk
engubah perilaku seserang melalui progressive discipline (Janoye,
2005).

PUSTAKA ACUAN

Aamodt, M. G. (2010). Industrial/organizational psychology: An applied


approach(6th ed.). Wadsworth, USA.

Anupama, Binu, M. & Dulababu, T. (2011). The need of ‘720 degree performance
appraisal’ in the new economy companies. ZENITH, 1(4), 39-50.
Byars, L. I. & Lelie W. R. (2006). Human resource management (8thed.).
McGraw-Hill, USA.

Mathis & Jackson. (2000). Human resource management. Prentice Hall


International, USA.

Murphy, K.R. & Cleveland, J. N. (1995).Understanding performance appraisal.


SAGE Publication, California.

Robbins, P. S. (2002). Prinsip-prinsip perlaku organisasi (edisi kelima). Penerbit


Erlangga, Jakarta.

Werther, W. B. & Davis, K. (1996). Human resources and personal management


(international edition). McGraw-Hill, USA.

Anda mungkin juga menyukai