1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
terjadi akibat obstruksi saluran empedu, terutama koledokolitiasis, dan penyebab
jarang seperti tumor, kateter, indwelling stents, pancreatitis akut, dan striktur
ringan. Bakteri (E. coli, klebsiella, clostridium, bacteroides, enterobacter,
streptococcus grup D) kemungkinan besar masuk ke sfingter oddi. Sebagian pula,
kolangitis parasit, misal, fasciola hepatica, skistosomiasis, dll
Pada kolangitis sklerotik primer, pembentukan jaringan parut akan mempersempit
dan akhirnya menyumbat saluran, menyebabkan sirosis.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi tampaknya berhubungan dengan kelainan
sistem kekebalan
4. KLASIFIKASI
5. PATOFISIOLOGI
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu
dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman
yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi,
dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut (Nurman,
1999).Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai
adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus faecalis dan bakteri
anaerob. Bakteri seperti Proteus,Pseudomonas dan Enterobacter enterococci juga tidak jarang
ditemukan (Malet, 1996).Kolangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya hambatan dari
aliran cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan proliferasi bakteri.
Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan
kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan sepsis
(Nurman, 1999). Selain itu, beberapa dari efek serius kolangitis dapatdisebabkan oleh
endotoksemia yangdihasilkan oleh produk pemecahan bakterigram negatif. Endotoksin
diserap di ususlebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu
yangbiasanya mengeluarkan endotoksin sehinggamencegah penyerapannya.
Selanjutnyakegagalan garam empedu mencapaiintestin dapat menyebabkan perubahan flora
usus. Selain itu fungsi sel-sel Kupferyang jelek dapat menghambat kemampuanhati untuk
mengekstraksi endotoksin daridarah portal.Bilamana kolangitis tidak diobati, dapattimbul
bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses hati (Malet, 1996).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu
yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
Gambar CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang menggunakan
lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal. Endoscope
Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat menentukan
penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati penyebab
obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.
5. Skintigraf
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati dan
kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan spesifitas
sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat duktus
empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat mengidentifikasi
batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi sesuai dengan letak
anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi adalah derivat
99m
asam iminodiasetik dengan label Tc.
6. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang
lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.
Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di
ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.
7. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan
patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif.
8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identitas
Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain
yang menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia misal setelah prosedur ERCP, 1-3%
pasien mengalami cholangitis.
b. Keluhan utama pada penderita cholangitis, klien mengeluh demam, ikterus dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula
kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan.
c. Riwayat penyakit
1. Riwayat penyakit dahulu
2. Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu, contohnya riwayat dari keadaan berikut
dapat meningkatkan resiko cholangitis
Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
Pasca cholecystectomy
Manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram
Riwayat cholangitis sebelumnya
Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki ciri edema
bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
3. Riwayat penyakit sekarang
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejala klasik
tersebut. Sebagian besar pasien mengeluh nyeri abdomen kuadran lateral atas. Gejala
lain yang dapat terjadi meliputi: jaundice, demam, menggigil dan kekakuan.
4. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apabila klien mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus,
hipertensi, anemia.
d. Pemeriksaan fisik
Sistem pernafasan
Inspeksi : pergerakan dinging dada simetris, pernafasan dangkal, klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
Sistem kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
Sistem neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
Sistem pencernaan
Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas, nyeri tekan
epigastrium
Sistem eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
Sistem integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
Sistem musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis cairan empedu
2. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung empedu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, nyeri abdomen dan kurang minat pada makanan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan kehilangan
cairan aktif
10. INTERVENSI
N Diagnosa NIC NOC
o
1. resiko infeksi Tujuan : setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda dan gejala
berhubung dengan keperawatan selama 1x24 jam nyeri infeksi
supresi respon 2. Kaji factor yang dapat
inflamasi dan statis berkurang
meningkatkan kerentanan
cairan empedu Kriteria hasil :
terhadap infeksi
Tanda dan gejala infeksi
3. Pantau hasil laboratorium
berkurang/tidak ada 4. Amati penampilan praktek
Memperlihatkan personal hygiene personal untuk
hygiene yang adekuat perlindungan terhadap
infeksi
5. Jelaskan pada pasien dan
keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
6. Instruksikan untuk menjaga
personal hygiene
7. Ajarkan pasien dan keluarga
tehnik mencuci tangan yang
benar
8. Ajarkan kepada pengunjung
untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
9. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi factor
dilingkungan mereka, gaya
hidup atau praktik kesehatan
yang meningkatkan risiko
infeksi
10. Ajarkan keluarga bagaimana
membuang balutan luka yang
kotor dan sampah biologis
lainnya
2. Nyeri berhubungan Tujuan : setalah dilakukan asuhan 1. BHSP
2. Observasi, catat lokasi dan
dengan distensi keperawatan selama 1x24jam nyeri
skala nyeri dan karakter
kandung empedu berkurang
nyeri
Kriteria hasil :
3. Anjurkan pasien dalam
Keadaan umum normal
posisi nyaman
pasien tampak nyaman 4. Anjurkan managemen nyeri
Nyeri berkurang pasien distraksi relaksasi nafas
tampak rileks ditunjukkan dalam
5. Kolaborasi dengan tim
dengan skala nyeri 1-3
medis dalam pemberian
Pasien melakukan analgesic
6. Observasi tanda tanda vital
managemen nyeri saat nyeri 7. Kaji respon pasien
kembali dating
TTV dalam batas normal