Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini sangat pesat, hal ini disebabkan oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat sehingga informasi dengan
cepat dapat diakses oleh semua orang sehingga informasi dengan cepat diketahui oleh
masyarakat. Perkembangan era globalisasi yang menyebabkan keperawatan di Indonesia harus
menyesuaikan dengan perkembangan keperawatan di negara yang telah berkembang, sosial
ekonomi masyarakat semakin meningkat sehingga masyarakat menuntut pelayanan kesehatan
yang berkualitas tinggi, tapi di lain pihak bagi masyarakat ekonomi lemah mereka ingin
pelayanan kesehatan yang murah dan terjangkau. Sehingga memerlukan perawatan lebih lama
di rumah sakit.

Lama perawatan di rumah sakit telah menurun secara dramatis dalam era peningkatan
biaya keperawatan kesehatan, potongan anggaran yang besar, managed care, perkembangan
teknologi yang cepat, dan pemberian pelayanan yang maju, karena penyebab langsung, atau
efek langsung dari variabel ini, industri perawatan di rumah menjadi alat untuk menurunkan
biaya dan lama perawatan. Akibatnya, industri perawatan di rumah berkembang menjadi
masalah yang kompleks dan harus diatasi dengan perhatian yang besar bila salah satu
tujuannya adalah memberi hasil yang terbaik bagi setiap individu.

Home care adalah pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, individu dan
keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan disediakan, oleh pemberi pelayanan, yang
diorganisir untuk memberi pelayanani rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan
perjanjian kerja atau kontrak (Warola, 1980 Dalam Perkembangan Modal Praktek Mandiri
Keperawatan Di Rumah Yang Disusun Oleh PPNI dan DEPKES).

Hasil kajian Depkes RI tahun 2000 diperoleh hasil : 97,7 % menyatakan perlu
dikembangkan pelayanan kesehatan di rumah, 87,3 % mengatakan bahwa perlu standarisasi
tenaga, sarana dan pelayanan, serta 91,9 % menyatakan pengelola keperawatan kesehatan di
rumah memerlukan izin operasional. Berbagai faktor yang mendorong perkembangan
pelayanan keperawatan kesehatan dirumah antara lain: Kebutuhan masyarakat, perkembangan
IPTEK bidang kesehatan, tersedianya SDM kesehatan yang mampu memberi pelayanan
kesehatan di rumah.
1
Tuberculosis merupakan penyakit yang dikenal manusia sudah lama dan juga sangat
diperhitungkan, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman tuberculosis (Somantri,
2012, p. 67). Kuman tuberculosis dapat menyerang seluruh bagian tubuh manusia, dan yang
biasa terkena adalah paru-paru, infeksi terjadi melalui udara (air borne) yaitu melalui kuman
yang terdapat dalam droplet yang berasal dari orang yang terkena infeksi (Wahid & Suprapto,
2013, p. 159). Seseorang yang mengalami tuberculosis biasanya batuk berdahak lebih dari 3
minggu dan akan terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan keperawatan


telah memiliki banyak kemajuan. Kebutuhan akan layanan keperawatan yang lebih fleksibel
tanpa harus menjadi peserta perawatan intensif di rumah sakit juga menjadi salah satu perhatian
dalam dunia keperawatan. Kebutuhan masyarakat akan layanan tersebut dapat terfasilitasi
dengan danya layanan home care yang baik dan professional dari perawat sebagai pelaku utama
dalam layanan kesehatan ini.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melakukan perawatan homecare pada pasein yang mengalami tuberculosis paru di


Desa Cijujung Bogor.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menjelaskan definisi TB Paru

b. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta


patofisiologinya dalam tubuh.

c. Untuk menjelaskan apa saja obat-obatan untuk pasien TB paru.

d. Untuk mengetahui tindak lanjut intervensi keperawatan pada klien TBC.

e. Untuk menjelaskan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan


utamanya terhadap penderita TB Paru

2
C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat jadikan sebagai sumber informasi dan bahan masukan untuk
menambah wawasan pengetahuan tentang homecare pada pasien yang mengalami
masalah Tuberkulosis Paru.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi yang digunakan sebagai acuan


pembelajaran dalam pengembangan dan mutu pendidikan dimasa yang akan datang
bagi institusi pendidikan.

3. Bagi Klien

Dapat meningkatkan pengetahuan klien serta pemahaman tentang penyakit


Tuberkulosis Paru yaitu dengan cara pencegahan terjadinya penyakit dan cara
pengobatan yang lebih efektif agar tidak memperparah kondisi pasien.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J.
Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen
atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun
dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

4
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan
bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal
ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar
akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh
karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik
terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuat

5
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan

C. Tanda dan Gejala


Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul
demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh
darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

6
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi
kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
 Takikardia
(Amin, 2007)

D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:

Kelas Tipe Keterangan

0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.


Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif

3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila

7
dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal
atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
(Price, 2005)

E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi


10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak
secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien
yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan
atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan


paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel

8
raksasa menunjukkan nekrosis.

 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. b.
Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan
TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol
ke atas.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah


penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

F. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan

9
cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru- paru
atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit
atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian
paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyebab ini disebut
10
limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b.
Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :

11
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2
fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

12
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

 Efek Samping OAT :


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek
samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
 Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
 Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau
ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus.
2. Rifampisin
 Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam, menggigil
dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
 Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

13
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat
dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang
sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan
pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien
dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang

14
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba- tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka
dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

15
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan putus
harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang, daerah
di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota
keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota keluarga
banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka sehingga sinar
matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara
kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.

16
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas,
mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas
(nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat pada
malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, sedangkan
dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan
pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita
menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges,
2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan

17
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada malam
hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila
mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.

18
 Palpasi

19
badan teraba hangat (demam)

c. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HOMECARE

A. PENGKAJIAN

1) Identitas Umum

Nama Klien : Tn. S


Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Diagnosa Medis : TB Paru
Tgl Pengkajian : 18 Juni 2019
Keluhan : Sesak

1. Komposisi keluarga yang tinggal serumah

No Nama Jenis Umur Hub Pendidikan Pekerjaan


kelamin keluarga
1. Tn. E L 37 thn Suami SMP Karyawan
Swasta
2. An. N L 9 thn Anak SD -
3. An. G L 3 thn Anak - -

2. Status kesehatan keluarga yang tinggal serumah

No Nama BB TB Status Status Riwayat


(kg) (cm) Imunisasi kesehatan penyakit /
saat ini alergi
1 Tn. E 50 kg 155 cm pasien Sehat Lemah
tidak tau jantung
2 An. N 35 132 cm Lengkap Sehat Lemah
jantung
3 An. G 23 104 cm Lengkap Sehat -

21
3. Genogram

Ket :
: Perempuan
: Laki-Laki
: Laki-laki meninggal

4. Data pengkajian klien

a. Sistem pernafasan
Pergerakan dada tida k teratur, sesak saat berbicara dan pada saat ditempat ramai
orang. Pola pernafasan irregular, RR : 28x/menit
Bunyi nafas ronchi +/+ ,wheezing -/-
b. Sistem pencernaan
BAB 1x/hari, warna kuning, bau khas feses, tidak ada masalah bising usus
10x/menit, tidak ada nyeri tekan
c. Sistem kardiovaskuler
suara jantung S1 dan S2 tunggal,tidak terdapat palpitasi, mur-mur
d. Sistem persyarafan
Kesadaran composmentis G 4 C 5 S 6 , pemeriksaan nervus I – nervus XII tidak
ada kelainan
e. Sistem musculoskeletal
Ekstremitas simestris, tidak ada oedema, nyeri sendi (+) ,
tonus otot 5 5
5 5

22
f. Sistem Integument
Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi, turgor kulit kering, suka keluar keringat
dingin pada siang hari, suhu kulit normal (360C),
g. Sistem Endokrin
tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma) dan pembesaran kelenjar
getah bening.
h. Sistem perkemihan dan pengeluaran
BAK 7-8 x/hari, warna kuning, bau khas urin, tidak ada masalah.

i. Sistem penginderaan

Mata Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak,


penglihatan jelas
Telinga Simetris, keadaan bersih,Fungsi pendengaran baik
Hidung Simetris,keadaan bersih,Tidak ada kelainan yang
ditemukan
Mulut Mukosa mulut lembab, keadaan bersih,Tidak ada
kelainan

j. Sistem reproduksi
Pasien memiliki anak 2 orang anak laki-laki yang besar sudah sekolah, haid
teratur.

2) Hasil Pemeriksaan penunjang


(Terlampir)

3) Dimensi Psikologis
 Status emosional
Ny.A termasuk orang yang jarang marah, Ny.A mengatakan masalah
tidak akan selesai dengan marah-marah.

 Strategi koping
Ny. A mengatakan antar anggota saling support dan jika ada masalah

di bicarakan bersama- sama dalam pemecahan masalah keluarga.

 Penyesuaian diri

23
Ny.A sangat ramah dan sangat kooperatif ketika bercerita tentang
keluhan penyakitnya dan keluarganya. Ny. A cepat bersosialisasi
dengan siapapun termasuk dengan tetangga di lingkungan rumahnya.
 Kecemasan
Ny.A terkadang cemas memikirkan tentang penyakitnya dan tentang
kelanjutan pekerjaanya. Ny. A takut bila tertular pada suami dan anak-
anaknya nanti. Ny.A ingin cepat tuntas pengobatannya dan bisa
kembali bekerja seperti biasa.
 Konsep Diri
Ny.A menyadari dan menerima tentang penyakitnya dan berusaha
untuk sembuh dengan minum obat secara teratur
 Harga Diri
Semenjak Ny.A menderita sakit, Ny.A diberikan istirahat oleh dokter
selama 4 bulan dan jarang sekali pergi kemana-mana karena
menyadari bahwa dirinya sedang sakit yang menular. Ny. A lebih
banyak berdiam diri di rumah dengan keluarganya.
 Peran
Ny.A adalah ibu rumah tangga sekaligus karyawan swasta yang
sedang istirahat dokter karena kerjaannya menuntut untuk pulih dulu
baru kembali bekerja. Tn.E sebagai kepala rumah tangga dan
karyawan swasta yang tempat pekerjaannya sama dengan tempat
kerjaan istrinya.
 Riwayat Sakit Mental
Pasien dan keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit mental.
 Stressor
Stresor Jangka Pendek dan panjang :
Kondisi suami dan anak-anaknya yang harus dijaga agar tidak tertular
olehnya. Ny.A mengatakan kepikiran tentang ibunya yang baru
menikah lagi, bapak tirinya termasuk yang selalu perintah-perintah
ibunya.

4) Dimensi fisik

24
a. Lingkungan dalam rumah
Jenis bangunan rumah permanen dengan luas 70 m. Bangunan depan ada
teras, ruang tv dilanjut dengan kamar, agak kesamping ada 1 kamar lagi
dan dibelakang dapur dan kamar mandi. Lantai rumah terbuat dari semen
yang diratakan, kamar depan memiliki jendelan, namun kamar belakang
tidak ada jendelanya. Sirkulasi udara cukup, pencahayaan kurang terutama
di kamar belakang dan dapur. Keadaan rumah sederhana namun kurang
bersih dan tidak tertata rapi.

Dapur R. makan kamar tidur buat tamu

kamar mandi

Ruangan tamu tv dan ruang berkumpul


keluarga
kamar utama

Teras

25
b. Lingkungan luar rumah

Sumber air adalah air tanah atau sumur. Sedangkan untuk pembuangan
saluran air dibuatkan pipa menuju belakang rumah yang berdekatan
dengan septitank kira-kira 10 m dari jarak belakang rumah. Rumah
termasuk di lingkungan padat penduduk antar rumah tetangga saling
berdekatan dan mempunyai halaman rumah baik di depan, untuk
pembuangan sampah Ny,A selalu membakarnya.

5) Dimensi Sosial Budaya

 Pendapatan
Ny. A sedang menjalani istirahat dokter namun tetap menerima upah
kerja dari perusahaan tempat kerjanya. Tn. A juga berpenghasilan
sesuai UMR yang menerima upah rutin setiap bulannya.
 Hubungan sosial / interaksi sosial
Keluarga Ny. A tergolong anggota masyarakat yang kurang aktif
dalam kegiatan yang diadakan di masyarakat karena penyakit yang
dideritanya, namun dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan
rumahnya.
 Sistem dalam keluarga
Selama Ny.A sakit, Ny.A teteap menjalankan perannya sebagai ibu
rumah tangga tidak ada yang berubah dalam keluarga hanya saja
pekerjaan rumah tangga yang berat dikerjakan oleh Tn.E dan Tn.E
membantu mengurus anak saja bila sudah pulang kerja. Ny.A
merupakan orang yang peduli terhadap kesehatannya dan kesehatan
keluarganya apabila ada yang sakit keluarga Ny.A langsung berobat
ke fasilitas kesehatan terdekat.
 Bahasa yang digunakan
Sehari – hari Ny.A dan keluarga, mereka menggunakan bahasa
Indonesia untuk berkomunikasi.
 Hubungan dengan anggota rumah dan tetangga
Keluarga Ny.A dan Tn.E melakukan komunikasi secara terbuka,
masalah-masalah yang mereka hadapi dibahas secara musyawarah.

26
Hubungan dengan keluarga dan sanak saudara lainnya sangat baik
dan harmonis. Walaupun terkadang ada masalah mereka dapat
menyelesaikannya dengan baik.

Keluarga Ny.A bertetangga dengan beberapa keluarga dengan latar


belakang yang berbeda beda. Mayoritas tetangga Ny.A beragama
islam dan bersuku sunda meskipun berasal dari berbagai daerah tetapi
mereka dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan cukup baik.

6) Dimensi Perilaku
 Pola diet
Keluarga Ny, A tidak mempunyai pantangan makanan, Ny.A belum
mengetahui diit apa yang baik untuk dirinya dan keluarganya dirumah
untuk tetap menjaga daya tahan tubuhnya.
 Perilaku kesehatan
Ny. A selalu rutin minum obat dan kontrol ke RS karena merasa perlu
akan kesehatan dirinya. Ny.A dipegang oleh dokter spesialis penyakit
dalam.
 Perilaku aktifitas dan istirahat
Ny. A dan Tn. S melakukan aktifitas seperti biasa secara normal.
Setiap hari mereka tidur 6-8 jam.
 Perilaku seksualitas
Ny.A mengatakan semenjak sakit ini belum pernah melakukan
hubungan lagi dengan suaminya, dan ada yang berubah dalam
komunikasi mereka yang biasanya mereka menghabiskan ngobrol
depan TV sebelum tidur sekarang tidak lagi.
7) Dimensi Sistem Kesehatan
 Pelayanan Kesehatan
Keluarga Ny.A mampu memanfaatkan layanan kesehatan. Keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan dengan datang ke klinik yang
jaraknya tidak jauh dari rumahnya dengan. Mereka menggunakan
BPJS untuk berobat.

27
 Hambatan memanfaatkan fasilitas kesehatan
Selama ini Ny.A berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan tidak
pernah dirujuk ke dokter spesialis paru, jadi yang mengobati sakit
parunya adalah dokter spesialis penyakit dalam. Ny.A belum bisa
memanfaatkan fasilitas kesehatan terdekat (puskesmas) karena
rujukan pertama ke klinik swasta.

28
B. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


DS: Kurang
 Tn. S mengatakan sesak Mycrobacterium pengetahuan
tuberkolosis
sudah 2 tahun yang lalu,
tetapi tidak mengetahui dari
Dihirup individu rentan
mana asalnya sakit tersebut.
 Tn . S mengatakan
kurang paham tentang Menderita TB
penyakitnya dan
penanganannya agar
Keterbatasan kognitif
lingkungan sekitar tidak
tertular.
Kurang informasi
DO:
 Tn..S tampak bingung
ketika ditanya tentang
penyakitnya
 Tn. S bekerja di pabrik
sebagai satpam

DS : Reaksi inflamasi Risti penyebaran


 Tn. S mengatakan tidak infeksi pada orang
menegerti tentang Penumpukan eksudat lain
penularan TB paru dalam alveoli
DO:
 Tn. S tampak bingung Produksi secret berlebih
ketika ditanya bagaimana
ketika batuk/bersin Bersin
 Rumah Tn. S tampak
kurang rapi, jendela Mengeluarkan droplet
ketutup lemari
 Ventilasi udara kurang

29
DS : Mycrobacterium tuberkolosa Risiko Nutrisi
 Tn. S mengatakan kurang dari
kurang paham tentang Reaksi inflamasi kebutuhan tubuh
makanan apa yang
harusnya dikonsumsi Penumpukan eksudat
pada penderita TB paru
DO : Tuberkel meluas
 Tn. S tampak bingung
ketika ditanya mengenai Penyebararan hematogen
nutrisi pada pasien TB dan limfogen
paru
Peritoneum dan difusi O2

Asam lambung meningkat

Mual, anoreksia
DS : Reaksi inflamasi Cemas
 Tn.S mengatakan cemas
dengan suami dan anak- Penumpukan eksudat
anaknya takut tertular dalam alveoli
DO :
 Tn.S tampak cemas Produksi secret berlebih
ketika ditanya akan
kesehatan suami dan Bersin
anak-anaknya
Mengeluarkan droplet

Risti penyebaran infeksi

30
C. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya
2. Risti penyebaran infeksi pada orang lain
3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Cemas

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
defisiensi pengetahuan teratasi.
b. Kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat
c. Intervensi ( NIC ) :
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat Rasional: agar keluarga
mengetahui jalan terjadinya penyakit
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit Rasional:
keluarga mampu mengetahui tanda gejala penyakitnya
- Gambarkan proses penyakit
Rasional: keluarga mampu mengetahui proses penyakitnya
- Identifikasi kemungkinan penyebab
Rasional: keluarga mengetahui penyebab penyakitnya
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya Raional: agar pasien
mengetahui kodisinya saat ini

31
2.) Resiko penyebaran infeksi orang lain berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
a. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jan diharapkan tidak
terjadi penyebaran infeksi.
b. Kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan infeksi, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulmya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
c. Intervensi ( NIC ) :
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Rasional: mengetahui tindakan yang akan dilakukan
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
Rasional: mencegah terjadinya penyebaran infeksi
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
Rasional: menghindari kuman yang menyebar lewat udara
- Pertahankan teknik isolasi

Rasional: mencegah penyebaran bakteri oleh penderita


- Dorong masukan nutrisi yang cukup
Rasional: menurunkan risiko infeksi akibat mal nutrisi
- Instruksikan pasien untuk meminum antibiotik sesuai resep
Rasional: dengan minum antibiotik rutin, membuat TB menjadi tidak
menular dalam waktu > 2 bulan
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional: keluarga mengetahui tanda dan gejala infeksi

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nutrisi pada pasien terpenuhi.

32
b. Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
- Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
c. Intervensi ( NIC ) :
- Kaji adanya alergi makanan
Rasional: mengetahui jenis makanan yang cocok untuk pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Rasional: memberikan diit yang tepat

- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi Rasional: agar


tubuh pasien tidak lemah
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Rasional:
agar tubuh pasien tidak lemah
- Berikan substansi gula
Rasional: sebagai pemenuhan energi tubuh
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional: memantau adekuatnya asupan nutrisi pada pasien

4. Cemas berhubungan dengan proses penyakitnya


a. Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan Ansietas dapat
diminimalkan sampai dengan diatasi
b. Kriteria Hasil :
- klien tampak tenang
- klien menerima tentang penyakitnya
- gangguan tidur hilang
- pola berkemih normal
c. Intervensi Keperawatan
- Bina hubungan saling percaya antara perawat-pasien
Rasional : Hubungan saling percaya adalah dasar hubungan terpadu yang
mendukung klien dalam mengatasi perasaan cemas

33
- Pahami rasa takut/ ansietas pasien
Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka
sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya
- Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebab bila mungkin
Rasional : Dukungan yang terus menerus mungkin membantu pasien
mengurangi ansietas/ rasa takut ke tingkat yang dapat diatasi.
- Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien sesuai indikasi.
Rasional : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi
berikutnya
- Kaji ulang keadaan umum pasien dan TTV
Rasional : Agar pasien merasa diterima
- Berikan waktu pasien untuk mengungkapkan masalahnya dan dorongan
ekspresi yang bebas, misalnya rasa marah, takut, ragu
Rasional : Dapat mengurangi rasa cemas pasien akan penyakitnya
- Berikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya.
Rasional : Ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman dapat menyebabkan
timbulnya ansietas
- Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
Rasional : Mengurangi kecemasan pasien
- Diskusikan perilaku koping alternatif dan tehnik pemecahan masalah
Rasional : Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan
individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis.

34
E. IMPLEMENTASI
Tgl / Jam / Implementasi Nama dan Ttd Nama dan Ttd
No.Dx Perawat Keluarga
21-06-2019 Kunjungan 1
Dx : 1,2,3,4 1. Membina rasa percaya pada klien
Hasil : Klien kooperatif
2. Melakukan pengkajian dan menggali masalah
Hasil : Klien mengungkapkan perasaaan dan
masalahnya
25-06-2019 Kunjungan 2
Dx : 1 dan 1. Memberikan informasi tentang penyakitnya
2 Hasil : Klien dapat mengerti tentang penyakitnya
2. Memberikan informasi etika batuk dan bersin
dalam mengurangi penularan
Hasil : Klien mengerti
28-06-2019 Kunjungan 3
Dx : 2,3,4 1. Memberikan informasi tentang PHBS
Hasil : Klien mengerti
2. Memberikan informasi tentang Nutrisi pada
pasien TB, HT, DM
Hasil : Klien mengerti
3. Memberikan informasi tentang jajanan sehat
untuk anaknya
Hasil : Klien mengerti
02-07-2019 Kunjungan 4
Dx : 1,4 Mempraktekkan terapi komplementer
Hasil : Klien bersedia mengkonsumsi jus bawang
putih tunggal
03-07-2019 Kunjungan 5
Dx : 1,4 Evaluasi klien terapi komplementer
Hasil : Klien merasa enakan

35
F. EVALUASI

No Diagnosa Evaluasi Ttd, tgl, nama


1. Kurang pengetahuan tentang S : Klien mengatakan lebih
penyakitnya paham tentang penyakitnya
sekarang ini
O : Klien dapat menyebutkan
kembali pengertian TB,
etiologi, tanda dan gejala, cara
penularan, pengobatan TB
A : Masalah kurang
pengetahuan teratasi
P : Intervensi dihentikan
2. Risti penyebaran infeksi S : Klien mengatakan
pada orang lain mengerti cara mencegah
penuaran penyakitnya pada
orang lain
O : Klien dapat menyebutkan
kembali cara pencegahan
penularan TB,DM, Hipertensi
dan dapat menyebutkan
kembali etika batuk dan
bersin
A : Masalah Risti penyebaran
infeksi pada orang lain
teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Risiko nutrisi kurang dari S : Klien mengatakan
kebutuhan tubuh mengerti tentang makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
O : Klien dapat menyebutkan
kembali tentang pengertian
makanan tinggi kalori dan
tinggi protein serta menyusun
menu makanan sehari
A : Masalah risiko nutrisi
kuran dari kebutuhan tubuh
teratasi
P : Intervensi dihentikan
4. Cemas S : Klien mengatakan cemas
berkurang karena sudah lebih
paham tentang penyakitnya
O : Klien tampak lebih tenang
ketika dikunjungi dan
kooperatif
A : Masalah cemas teratasi

36
P : Intervensi dihentikan

37
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Aspek Pengkajian

Pada saat pengkajian ditemukan data bahwa Ny.A memiliki penyakit TB yang sudah
diderita 4 bulan. Tanda dan gejala yang dialami demam, malaise, keringat dimalam
hari dan sesak hal ini sesuai dengan buku Price (2005). Pada pemeriksaan fisik semua
tanda dan gejala mendukung ke arah TB, ini didukung dengan pemeriksaaan
diagnostic yang sudah dilakukan yaitu rongent dan cek sputum yang hasilnya positif.
Pengobatan sudah dilakukan berjalan 4 bulan, tetapi klien masih berobat ke dokter
spesialis penyakit dalam bukan ke dokter spesialis paru. Klien sangat kooperatif dan
mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap penyakitnya.

B. Aspek Masalah Keperawatan


Hasil dari pengkajian di atas di dapatkan empat masalah keperawatan pada Ny.A yaitu
kurang pengetahuan, risti penyebaran infeksi pada orang lain, risti nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dan cemas akan penyakitnya. Masalah utama yang diangkat adalah
kurangnya pengetahuan Ny.A tentang mengenal penyakitnya, dan cara pencegahan
penularan terhadap orang lain.

C. Aspek Implementasi
Implementasi yang dilakukan yaitu dengan memberikan edukasi tentang pengertian
TB paru, penyebabnya, tanda dan gejala, cara penularannya, pencegahan penularan,
etika batuk dan bersin, nutrisi yang dibutuhkan penderita penyakit TB paru, cara
menentukan jajanan sehat bagi anaknya, PHBS, motivasi klien untuk rutin berobat
dan menjelaskan kepada klien mengapa harus memilih dokter yang tepat untuk
mengobati penyakitnya. Klien sangat kooperatif dalam menerima edukasi dan dapat
menjelaskan kembali apa yang telah diberikan kepada klien. Klien juga sangat
menerima terapi komplementer yang diberikan dan berterima kasih karena sudah
memberikan tambahan ilmu bagi klien.

38
D. Aspek Evaluasi
Setelah dilakukan 5 kali kunjungan selama 30 menit dan diberikan edukasi tentang
penyakitnya, Ny.A dapat menyebutkan kembali apa yang telah diberikan. Perubahan
yang sangat terasa adalah posisi penempatan barang-barang dirumah klien yang diatur
ulang sedemikian rupa sehingga pencahayaan lebih terang, sirkulasi udara lebih terasa
dan klien mengganti alas lantai yang sudah lama dengan yang baru sehingga rumah
klien tampak lebih rapi dan bersih.

E. Rencana Tindak Lanjut


Memantau pengobatan klien dan mengevaluasi hasil konsul dengan dokter spesialis
paru, ini akan bekerja sama dengan kader sekitar dan puskesmas terdekat agar ada
kesinambungan perawatan yang telah dilakukan.

39
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa home care merupakan bagian
integral dari pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu individu,
keluarga dan masyarakat mencapai kemandirian dalam menyelesaikan masalah kesehatan
yang mereka hadapi.

Home care merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat
kepada pasien dan keluarga secara langsung di tempat tinggal mereka dengan upaya
preventif dan promotif. Melalui pelayanan home, pasien dapat dirawat dirumahnya sendiri
dengan ditemani oleh anggota keluarga yang lain sehingga kecemasan pasien dapat
diminimalkan. Perawatan di rumah selain dapat mengurangi kecemasan juga dapat
menghemat biaya dari beberapa segi misal biaya kamar, biaya transpor dan biaya lain-lain
yang terkait dengan penjaga yang sakit.Tetapi perlu diingat bahwa pasien yang dapat layanan
home care adalah pasien yang secara medis dinyatakan aman untuk dirawat di rumah dengan
kondisi rumah yang memadai.

Pada kasus penyakit TB paru kebanyakan pasien dirawat di rumah. Penderita TB


paru memerlukan orang yang mengawasi klien minum obat. Oleh karena itu pelayanan home
care diharapkan dapat merencanakan, mengkoordinasikan dan mengorganisir perawatan
pasien dirumahnya melalui keterlibatan keluarga guna mencapai kemandirian dan mendapat
dukungan dalam menyelesaikan masalah kesehatan mereka dan meninimalkan dampak dari
penyakit TB paru.

40
Saran

a. Bagi perawat

Perawat yang melakukan home care diharapkan harus terjalin komunikasi terapeutik
dengan baik sehingga pasien dan keluarga percaya dan terbuka dengan perawat.

b. Bagi pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga hendaknya dapat bersifat terbuka terhadap perawat sehingga
dapat terjalin kerjasama yang baik sehingga membantu dalam proses tindakan keperawatan
yang diberikan dan dapat bersifat kooperatif dalam menerima informasi dari perawat.

41
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012


jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/

Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia. diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan), Bandung

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.scribd.com /doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media


Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi


2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :


EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.

42

Anda mungkin juga menyukai