SKENARIO C BLOK 27
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………….………………………… 3
KEGIATAN TUTORIAL..……………………………….…….4
1. SKENARIO ………………………………............................. 5
2. KLARIFIKASI ISTILAH ……….………………………….. 5
3. IDENTIFIKASI MASALAH……….……………………….. 5
4. ANALISIS MASALAH ..…………………………………… 6
5. TEMPLATE………………………………………………….. 15
6. HIPOTESIS ………………………………………………….. 25
7. SINTESIS ……………...………………………………..…… 25
8. KERANGKA KONSEP ………………….……………..…… 44
9. KESIMPULAN ……………………………………………… 45
10. DAFTAR PUSTAKA ……..……………………………….. 46
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan
tugas kompetensi kelompok “Laporan Tutorial Skenario C Blok 27”. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
umatnya hingga akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat
bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan
terimakasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Anita Masidin, Sp.OK selaku tutor kelompok 6,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan atas segala amal yang diberikan kepada semua
pihak yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 6
3
KEGIATAN TUTORIAL
4
1. SKENARIO
Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas.
Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek. Pemeriksaan fisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah,
anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak
biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali
anak menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37,6°C di axilla.
Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-).
Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.
Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1 Bibir tampak biru : (oral sianosis)diskolorisasi kebiruan dari kulit dan membran mukosa
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi yang berlebihan dalam darah yang terlihat pada
bibir.
2.2 Suara mengorok : Snoring; suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui
sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang hidung dan mulut karena tertutup
oleh lidah atau akibat kegagalan otot-otot dilator saluran pernafasan.
2.3 Nafas cuping hidung : keadaan dimana cuping hidung ikut bergerak saat bernafas.
2.4 Ronkhi : bunyi gaduh dalam yang terdengar selama ekspirasi yang disebabkan oleh
gerakan udara melewati jalan nafas yang menyempit akibat obstruksi jalan nafas.
2.5 Retraksi : usaha yang dilakukan otot-otot dinding dada untuk meningkatkan ventilasi.
2.6 Vesikuler : suara nafas normal yang terdengar melalui ausklutasi
2.7 Capillary refill time : tes yg dilakukan cepat pada dasar kuku untuk memonitor
dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).
3. IDENTIFIKASI MASALAH
3.1 Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan
bernafas.
3.2 Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.
3.3 Pemeriksaan fisik: Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa,
anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris.
Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan
terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang
badan 86 cm, temperatur 37,6°C di axilla.
3.4 Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-).
3.5 Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.
3.6 Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
5
4. ANALISIS MASALAH
4.1 Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami
kesulitan bernafas.
4.1.1 Apa etiologi kesulitan bernafas pada kasus ini?
Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :
- Kelainan pada jalan nafas
- Kelainan pada jantung
- Kelainan pada paru-paru
- Kelainan lain seperti neuromuscular, psikogenik, metabolic, medikasi, nyeri yang
parah
Pada kasus ini kesulitan bernapas disebabkan oleh obstruksi jalan napas akibat
croup. Infeksi virus pada croup dimulai dari nasofarings dan menyebar ke epitel
respiratorius larings dan trakea. Inflamasi difus, eritema, dan udem berkembang di
larings dan dinding trakea, sehingga gerakan pita suara terganggu. Daerah subglotis
merupakan bagian yang paling sempit pada saluran nafas anak. Area subglotis ini
dikelilingi oleh kartilago, dan setiap pembengkakan di daerah tersebut akan
berpengaruh terhadap jalan nafas dan menyebabkan pengurangan aliran udara secara
bermakna.
Dengan berlanjutnya penyakit, lumen trakea menjadi tersumbat oleh sekret yang
semula encer lalu kental, dan menjadi krusta, sehingga penderita menjadi lebih sulit
bernafas.
6
nafas cuping hidung, dan pernapasannya mungkin akan menghasilkan suara yang
berisik (grunting, wheezing, stridor).
Obstruksi jalan nafas akan berlangsung lebih cepat pada anak-anak karena ukuran
saluran pernapasan mereka yang lebih kecil dan elastisitas relatif dari jaringan
pendukung. Ketika seorang anak dengan respiratory distress dan peningkatan kerja
pernapasan berkembang / penampilannya menjadi berubah (lebih tenang/kurang
gelisah/mengantuk) dan respiratory rate nya menjadi normal atau melambat, perlu
dipertimbangkan bahwa pasien mulai mengalami respiratory failure. Perubahan ini
disebabkan oleh hipoksia dan atau hiperkarbia.
b. Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan kompensasi secara
cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi menjadi tidak adekuat dan anak jatuh
dalam keadaan hipoksia. Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan
setelah periode peningkatan pernapasan yang lama.
Tanda respiratory failure: penampilan yang abnormal (awalnya agitasi, lesu dan
penurunan tingkat kesadaran, pucat dan sianosis sebagai tanda progresifitas gagal nafas)
RR dan usaha nafas awalnya meningkat, namun akan menurun ketika kondisi anak
semakin bertambah berat. Sering dikaitkan dengan tanda yang jelas berupa bradikardi.
Suatu gambaran yang abnormal (agitasi yang berat atau letargi) atau
sianosis pada anak dengan peningkatan usaha nafas dapat mengindikasikan
kemungkinan gagal nafas.
c. Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang efektif pada anak.
Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling sering dari cardiac arrest.
Kesimpulan : pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory Distress yang karena
kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat, dan tanda-tanda respiratory distress
lainnya, yang kemungkinan sedang masuk ke tahap respiratory failure karena adanya tanda
sianosis.
4.2 Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.
4.2.1 Apa etiologi dan mekanisme panas tidak tinggi?
Demam tidak tinggi bisa disebabkan oleh:
7
a. Infeksi bakteri : difteri
b. Infeksi virus : croup (parainfluenza, H.influenzae)
Mekanisme:
Infeksi (virus)
di saluran nafas
atas
Kemudian virus mengeluarkan eksogen yang masuk kedalam tubuh. Dari dalam tubuh
akan mengahasilkan makrofag yang menghasilkan pirogen endogen tujuannya adalah
untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan eksogen yang masuk kedalam tubuh
pada saat fagositosis IL – 1 dihasilkan kemudian memicu hypothalamus untuk
mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi as.arakidonat yang
memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan memicu kenaikan suhu (demam
tidak tinggi). Demam bertujuan agar mikroorgsanisme yang masuk tdak beriplikasi.
Demam tidak terlalu tinggi diartikan sebagai demam subfebris dengan suhu 37,5 – 38,5
oc . Hipertermia >400c, hipotermia < 36,50c, normotermia 36,5 – 37,50c, febris 38,5 –
400C.
8
Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan
epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat
reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke saluran
pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi
pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase
iritasi.Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin.
Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor,
kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan
kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada
abdominal.Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga
merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase
ini disebut fase Inspirasi.Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan
menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak
naik sampai 300cmH20.Fase ini disebut fase kompresi.
Pilek :
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells
(APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan
membentuk IgE.IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua
sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE.Sel eosinofil, makrofag
dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila
orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama,
alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan
mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan
terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang
menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang
pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul
(preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler &
permeabilitas, sekresi mukus.Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan
pilek
4.2.3 Apa makna klinis adanya panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari
sebelumnya?
Kesulitan bernapas yang di alami oleh Awi merupakan manifestasi klinis berat
dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis). Panas tidak tinggi dan batuk pileh
merupakan gejala awal dari penyakit croup. Penyakit croup paling banyak disebabkan
oleh virus, dan di tandai dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek merupakan
kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan dan menyebabkan
9
peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk guna mengeluarkan sekresi mukus
yang berlebihan. Gejala penyakit croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek
dan demam tidak tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.
4.3 Pemeriksaan fisik: Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak
diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas
bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat
dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak
menarik nafas. Berat badan Awi 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37,6°C di
axilla. Paru: RR 48x/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris
kiri dan kanan, retraksi supra sternal dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi
(-). Jantung: tidak ada kelainan. HR: 145x/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis
kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.
4.3.1 Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?
kasus Nilai normal interpretasi
Kesadaran Anak sadar, agitasi, anak tampak
sewaktu hendak gelisah atau tidak
diperiksa ia langsung nyaman, agitasi
menangis memeluk adalah salah satu
ibunya tanda terjadinya
hipoksia
Wajah Bibir dan muka tidak Bibir dan muka Normal
sianosis, tidak pucat tidak sianosis, tidak
pucat
Pernapasan Napas terlihat cepat Tidak ada stridor peningkatan usaha
dengan peningkatan dan napas regular nafas dan stridor
usaha napas dan tanpa peningkatan inspirasi.
terdengar mengorok usaha napas
setiap kali anak menarik
napas
Respiratory 45 x/menit 24-40 x/menit Takipneu
rate
Nafas cuping (+) (-) Kompensasi tubuh
hidung
Gerakan simetris Simetris Normal
dinding dada
kiri dan kanan
Retraksi supra (+) (-) Kompensasi tubuh
sterna dan sela
iga
auskulatasi Ventrikuler, ronkhi (-) Ventrikuler, ronkhi Normal
(-)
10
Jantung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal
HR 135 x/menit 90-150 x/menit Normal
Nadi Brachialis dan radialis Brachialis dan Normal
kuat radialis kuat
Kulit Berwarna merah muda, Berwarna merah Normal
hangat muda, hangat (menunjukkan
tidak terjadi
gangguan sirkulasi)
Capillary refill <2 detik < 2 detik Normal
time
BB 12 kg Normal, berada di
TB 86 cm antara 2 – (-2) SD.
Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap
kali anak menarik nafas.
Interpretasi : peningkatan usaha nafas dan stridor inspirasi.
Mekanisme : infeksi → inflamasi → edema pada dinding saluran pernafasan → obstruksi
→ peningkatan kecepatan dan turbulensi udara yang lewat → stridor inspirasi.
infeksi virus memicu terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea,
sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling
sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan
edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas, sehingga meningkatkan kecepatan
dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan
arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar
stridor
12
Weight
for length:
normal
4.3.3 Apa makna klinis bibir tampak biru namun kulit merah muda?
Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan
paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah.
Terjadi peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan
O2). Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada
tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya
penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi tanpa hiperventilasi alveoler
kompensatif yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen alveoler. Kondisi
ini juga akan menyebabkan timbulnya kompensasi untuk peningkatan usaha
bernapas.
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang bersifat
diffuse (menyebar ke epitel laring dan trakea) inflamasi, eritema, edem di dinding
13
laring dan trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan napas
saturasi oksigen menurun penurunan perfusi oksigen ke selaput lendir (penerima
darah dalam jumlah besar) sianosis bibir.
14
5. TEMPLATE
5.1 Pendekatan Diagnosis
Initial Triage:
- Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang dan dahulu
pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik) dan kontak dengan
orang sakit.
- Periksa status imunisasi: Haemophilus influenza tipe B (HiB), pneumokokkus, tetanus.
Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau bacterial croup.
- Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk dan onset
dan durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup (rhinorrhea, sakit tenggorokan,
demam ringan dan batuk) dan penetuan adanya obstruksi pada saluran nafas atas. (suara
serak (hoarseness), batuk yang mengaung (barking cough), stridor yang terdengar) dan
keterlibatan subglottic (aphonia)
- Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat, stenosis subglottic
kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal webs, penyempitan choanal atau
atresia, micrognathia, macroglossia
- Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan dosis)
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit
meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan
tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress,
disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah
Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam
praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat
15
kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk
setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.
Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score setiap 30-90
menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.
Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk dalam severe croup.
Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara
serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini menyajikan dengan
mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.
Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada
indrawing.
Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan. Batuk
menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.
85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah
sangat jarang (<1%).
a. Croup
- Biasanya Anak usia 2-4 tahun
- Biasanya penyebab virus
- Low grade fever 380C- 390C
- Batuk, stridor
- Onset perlahan
- Pernafasan memburuk pada malam hari
b. Epiglotitis
- Infeksi bakteri
- Biasanya anak usia 4-6 tahun
- Demam tinggi 390C- 400C
17
- Kesulitan menelan
- Stridor saat istirahat
- Onset cepat
c. Bacterial tracheitis
- Infeksi bakteri
- Demam tinggi
- Snoring
- Batuk produktif
5.4 Epidemiologi
Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada usia 1-2
tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15
tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih
sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2. Angka
kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-negara sub-
tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi pada
musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup
merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke
dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan
pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas.
Faktor Risiko:
1) Berat badan lahir rendah (BBLR)
2) Faktor usia: anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah terserang croup
dikarenakan imunisasi yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif
sempit.
3) Anak dengan defisiensi vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan balita
dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan.
4) Faktor gizi: malnutrisi
5) Faktor pendidikan ibu rendah
6) Status sosioekonomi rendah
7) Polusi udara
Faktor Risiko:
1) Berat badan lahir rendah (BBLR)
2) Faktor usia: anak berumur kurang dari 2 tahun lebih mudah terserang croup
dikarenakan imunisasi yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif
sempit.
18
3) Anak dengan defisiensi vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan balita
dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan.
4) Faktor gizi: malnutrisi
5) Faktor pendidikan ibu rendah
6) Status sosioekonomi rendah
7) Polusi udara
5.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi antara lain:
Respiratory failure
Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain seperti telinga
tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru
Pneumonia
Tracheitis bacterial
5.7 Penatalaksanaan
T = Tonus
Suara nafas abnormal
I = Interactiveness
Posisi abnormal
C = Consolability
L = Look/Gaze Retraksi
S = Speech/Cry Napas cuping hidung
Pucat
Mottled
Sianosis
1) Appearance
2) Breathing
19
Pergerakan yang dapat dilihat pada abdomen atau dinding dada. Pada bayi dan
anak-anak, pergerakan terlihat di abdomen.
Upaya bernapas yang meningkat atau menurun
Element Explanation
Abnormal airway Altered speech, stridor, wheezing or grunting
sounds
Abnormal Head bobbing, tripoding
positioning
Retractions Supraclavicular, intercostal or substernal retractions
of the chest wall
Flaring Nasal flaring
3) Circulation
Penilaian status sirkulasi dengan melihat warna kulit (sianosis atau normal)
Penilaian Penjelasan
Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood
flow
Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,
due to vascular instability or cold
Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus membranes
Penilaian PAT
Primary Survey
1. Airway
Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara?
Stridor : indikasi sumbatan parsial.
Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.
2. Breathing
Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions, wheezing, grunting, stridor)
20
Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk proses inflamasi dan epinefrin
adrenelin rasemik untuk mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi sehingga
mengurangi edem.
3. Circulation
Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung. Capillary refill time, pulse quality.
4. Disability
Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain, Unresponsive)
GCS
Postur
Pupil
21
masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan jantung seperti Tetralogy
Fallot.
Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme
antiinflamasi. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien
laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral
dibandingkan dengan plasebo.
Deksametason CROUP
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu
kali, dan dapat diulang dalam 6-24Diagnosis jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah
banding
pengobatan.
Obstruksi jalanTidak ada penelitian yang Aspirasi
napas yang menyokong keuntungan penambahan dosis.
benda asing
Keuntungan
mengancam jiwa Abnormalitas kongenital
pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:
Sianosis rata-rata tindakan intubasi Epiglotitis
Mengurangi
Penurunan kesadaran
Mengurangi rata-rata lama rawat inap
O 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi
Menurunkan hari perawatan dan derajat2 penyakit.
adrenalin (5ml) 1:1000
Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2
TIDAKInf
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang
eksi (virus,(E4). Berdasarkan
mg/kgBB YA dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian
bakteri) berpengalaman
kortikosteroid sistemik, dengan pemberian
Hubungi kortikosteroid 6 dan 12
pusat rujukan pelayanan jam, tetapi
kesehatan tidak sampai
anakpilek
24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.
RAWAT RS
Membaik Tidakmembaik
Dipulangkan bila tidak ada Evaluasiulang
stridor saat istirahat Rawat
Perbaikan
Edukasi orang tua pasien Hubungikonsulen
Evaluasi diagnosis
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian Nebulisasi adrenalin (dosis
kortikosteroid oral/12 jam sama) dan kortikosteroid
Edukasi ortu pasien Sebagian sistemik (dosis sama)
22
Sediakan penjelasan tertulis Persiapkan pelayanan untuk
untuk dokter umum yang tindakan darurat
akan follow up Pertimbangkan intubasi
Evaluasi diagnosis
Pediatric Assessment Triangle
PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang dapat
digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara cepat untuk
menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of
Breathing, Circulation.
1. Appearance
Element Yang dinilai
Tonus Otot Gerakan ekstremitasà bergerak spontan atau tidak,
lemah atau tidak
Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian
untuk sekitarnya
Consolability Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi
dan menangis
Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan
menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang,
atau apakah tatapan matanya kosong
Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau
serak?
2. Work of breathing
Element Yang dinilai
Suara jalan napas abnormal Altered speech, stridor, wheezing atau grunting
Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing
Retraksi Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,
intercostals atau substernal
Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)
3. Circulation
Element Yang dinilai
Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood
Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,
due to vascular instability
Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus
5.9 Prognosis
-Meskipun sebagian besar anak-anak dengan croup membaik setelah 48 jam, namun ada
beberapa kasus yang membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan. Penatalaksanaan
di rumah sakit untuk pengebotan yang lebih intensif ditemukan pada beberapa kasus dengan
jumlah yang sedikit. Hanya sekitar 1-2% akan menjadi cukup parah sehingga membutuhkan
tabung pernapasan dengan ventilasi mekanis atau perawatan intensif pediatrik.
-Prognosis :
Ad vitam : Dubia at Bonam.
Ad functionam : Dubia at Bonam.
5.10 KDU
24
6. HIPOTESIS
Awi, laki-laki, 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat et causa obstruksi saluran napas dan
et causa croup.
7. SINTESIS
7.1 TRIAS ASSESSMENT KEGAWATDARURATAN ANAK
T = Tonus
Suara nafas abnormal
I = Interactiveness
Posisi abnormal
C = Consolability
L = Look/Gaze Retraksi
S = Speech/Cry Napas cuping hidung
Pucat
Mottled
Appearance Sianosis
Breathing
Pergerakan yang dapat dilihat pada abdomen atau dinding dada. Pada bayi dan
anak-anak, pergerakan terlihat di abdomen.
Upaya bernapas yang meningkat atau menurun
Element Explanation
Abnormal airway Altered speech, stridor, wheezing or grunting
sounds
Abnormal Head bobbing, tripoding
positioning
25
Retractions Supraclavicular, intercostal or substernal retractions
of the chest wall
Flaring Nasal flaring
Circulation
Penilaian status sirkulasi dengan melihat warna kulit (sianosis atau normal)
Penilaian Penjelasan
Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood
flow
Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,
due to vascular instability or cold
Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus membranes
Penilaian PAT
Primary Survey
Airway
Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara?
Stridor : indikasi sumbatan parsial.
Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.
Breathing
Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions, wheezing, grunting,
stridor)
Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk proses inflamasi dan
epinefrin adrenelin rasemik untuk mendinginkan mukosa sehingga terjadi
vasokontriksi sehingga mengurangi edem.
Circulation
Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung. Capillary refill time, pulse
quality.
Disability
Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain, Unresponsive)
GCS
Postur
Pupil
Etiologi
Perubahan Volume Frekuensi Temuan Lain
Fisiologis Tidal Pernapasan
Hipoksemia, ↑ Sedikit ↑ -
asidemia, demam,
peningkatan
metabolism
Penyakit restriktif ↓ ↑ Mendengkur, pernapasan
paksa pada inspirasi
Penyakit obstruktif Normal ↓ Inspirasi memanjang,
jalan nafas atas pernapasan paksa pada
inspirasi
Penyakit obstruktif Normal Bervariasi Ekspirasi memanjang,
jalan nafas bawah atau ↓ pernapasan paksa pada
ekspirasi dan sering pada
inspirasi
Penyakit ↓ ↑ Mungkin ada tanda
neuromuscular kelemahan otot lain
Gangguan Normal ↓ Tanpa tanda distress
pengendalian atau ↓
Diagnosis
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring,
laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia
Hidung
Ketika masuk rongga hidung udara disaring, dihangarkan, dan dilembabkan. Ketiga
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorax
bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang
dieksresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh ranbum-
rambut yang terdapat di hidung, dan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Faring
Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus
memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya
akan menyuplai panas ke udara inspirasi.
Larynx
Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot – otot, dan pita suara. Cartilago thyroidea
adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang biasanya dikenal sebagai
28
‘jakun’. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea yang mana terhubung dengan cartilago
thyroidea oleh sebuah jaringan ikat, membrane cricotyroidea.
Laring berfungsi sebagai fonasi dan sebagai organ pelindung. Dengan kata lain, fungsi
laring adalah mengatur udara masuk ke dalam dan ke luar paru serta memproduksi suara, dan
mempertahankan terbukanya jalur udara. Selama ekspirasi, pita suara bergetar untuk produksi
suara tinggi dan rendah. Ketika suara tinggi glottis akan lebih tertutup dan berkontraksi
sedangkan jika suara rendah glottis akan lebih terbuka dan berelaksasi. Jika terjadi hambatan
pada area glottis dapat menyebabkan akibat yang fatal. Fungsi dari epiglottis ini adalah untuk
mencegah makanan masuk ke laring.
Ukuran laring bayi sama pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi lebih kecil
perbandingannya dengan ukuran tubuh daripada laring dewasa. Pada bayi, kerangka tulang
rawang laring lebih lunak, dan ligamen yang menyangganya lebih longgar, membuat laring
lebih mudah mengempis jika mendapat tekanan negatif di bagian dalam.
Trachea
Trachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5 cm. Trachea
mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok – balok rawan hialin berbentuk
huruf U yang mempertahankan trachea tetap terbuka. Trachea berasal dari leher di bawah
cartilage cricoidea larynx setinggi corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea
terdapat dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan
membelah menjadi bronchus kanan dan kiri
29
Beberapa struktur laring mempunyai perbedaan bentuk pada bayi. Epiglotis cendrung
berbentuk huruf omega, maka akan cendrung lebih besar untuk menutup vestibulum bila
terjadi edema. Tepi epiglotis yang berbentuk huruf omega kurang menopang plika
ariepiglotik dibandingkan tepi epiglotis yang rata pada orang dewasa yang dapat
membantumenahan plikaariepiglotik tersebut pada posisi lateral.
Bronchus
Bronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis kanan lebih
besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus principalis kiri. Bronchus
kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk ke hillus paru – paru kanan, bronchus
principalis mempercabangkan bronchus lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia
membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus
principalis kiri lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus
principalis kanan dan panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan
di depan esophagus. Waktu masuk ke hillus paru – paru kiri, ia bercabang menjadi bronchus
lobaris superior dan inferior.
30
Pernapasan anak dominant menggunakan abdomen. Otot yang paling berperan
adalah otot diafragma yang lebih mudah lelah.
Dinding dada : dinding dada pada bayi dan anak masih lunak di sertai insersi tulang
iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostal yang
belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas. Oleh sebab itu diafragma
memegang peranan terpenting dalam pernafasan
Saluran pernapasan: pada anak yang berusia lebih muda diameter saluran nafasnya
lebih kecil.
Alveoli: jaringan elastik pada septum alveoli merupakan “elastic recoil” untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah
kolaps.dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan
menambah ‘elsatic recoil’
Pada paru-paru, proses alveolisasi yang sudah terjadi masih terus berlangsung.
Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi sekitar 300 juta pada usia
8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus dengan luas permukaan alveoli dari
sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2 pada umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan
alveoli akan menjadi sekitar 75m2.
Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lambert’s canal masih belum
berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini menyebabkan atelektasis
cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding pada orang dewasa.
Dinding dada pada anak dan dewasa memiliki perbedaan struktur yang nyata. Pada
anak, tulang-tulang costae memiliki orientasi yang horizonal, sementara pada dewasa,
31
orientasi tulang costae-nya cenderung melenceng kearah bawah. Selain itu pada anak masih
terjadi proses osifikasi dan kalsifikasi tulang-tulang dinding dada dan perkembangan dari
otot-otot pernafasan. Dinding dada anak yang belum sempurna terutama pada bayi
berimplikasi pada compliance yang berlebihan pada dinding dada anak, sehingga kerja
pernafasan anak lebih berat dibanding dewasa pada volume tidal yang sama. Selain itu pada
distress pernafasan, sebagian energi yang dihasilkan dari kontraksi diafragmatik terbuang
percuma secara signifikan melalui distorsi kerangka iga.
Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti yang
digambarkan. Posisi laring pada anak terletak sejajar dengan sela vertebrae C3-4, lebih
tinggi dibanding laring dewasa yang terletak sejajar dengan sela vertebrae C4-5.
Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga mulut anak lebih besar dibanding pada dewasa.
Bagian saluran nafas atas tersempit pada anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan
dengan dewasa.
Jalan nafas
Jalan nafas bayi dan anak
sangat berbeda dengan dewasa.
Perbedaan paling dramatis terlihat
pada waktu bayi dan mungkin
berkurang dimasa anak seiring
dengan pertumbuhan dan
perkembangannya. Jalan nafas
anak usia 8 tahun secara
karakteristik sudah menyerupai
dewasa. Perbedaan paling
mencolok adalah dalam hal ukuran
diameter karena saluran nafas
anak jelas lebih kecil. Selain lebih
sempit, jalan nafas mulai dari
rongga hidung mudah sekali
tersumbat oleh sekret, edema, darah, bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang
menyebabkan peninggian usaha nafas (work of breathing).
32
Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas berbanding lurus
dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang jalan nafas, viskositas udara
ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan mereduksi aliran udara laminar. Perubahan
ukuran diameter jalan nafas paling berpengaruh sehingga adanya edema jaringan saja akan
menyebabkan pengurangan secara nyata kaliber jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk
terowongan seperti corong dengan ujung yang menyempit/funnel-shape, berbeda dengan
dewasa yang berbentuk silinder. Bagian paling sempit pada jalan nafas bayi dan anak
terletak pada area dibawah level pita suara dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada
dewasa setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang menjadi dasar penggunaan
tube trakeal tanpa balon pengembang (uncuffed tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan
anak. Jalan nafas subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose
connective tissue) yang dapat dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan
edema (terutama pada infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara
dramatis akan mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran
pipa endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang atau
cuff .
Otot pernafasan
Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena
pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga menyebabkan
posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga kurang mengembang
sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma merupakan otot pernafasan paling
penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan otot pernafasan paling
penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan pernafasan apabila
fungsi diafragma terganggu oleh berbagai sebab diantaranya proses pembedahan,distensi
abdomen, atau hiperinflasi paru.
Parenkim paru
Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli
memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil elastisitasnya.
Pada hari pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi kolaps. Dengan bertambahnya
usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli ini akan bertambah lentur dan elastis.
Faktor imaturitas menjadi penyebab utama defisiensi surfaktan yang menyebabkan
kurangnya kemampuan alveoli untuk mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan
agar alveoli tidak mengempis. Konsekuensinya akan terjadi penurunan elastisitas rekoilnya,
paru menjadi kolaps dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia 3
tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan hiperkapnia
akibat obstruksi jalan nafas.
33
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.
2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan
seluler.
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra
alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara
-1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat
mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan
oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra
pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru.
Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil
akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses
ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg
(Alsagaff, 2002).
Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah
menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk
mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan
tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan
masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.
Tatalaksana Umum
Evaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi ditujukan
untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan identifikasi serta tatalaksana
34
etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi penyebab gawat nafas, tatalaksana agresif
harus segera dilakukan untuk memulihkan oksigenasi dan ventilasi. Jalan nafas harus
dipastikan adekuat. Jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation)
harus dioptimalkan dan dipertahankan.
1. Berikan Oksigen
Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku orang tuanya
saat pemberian O2
Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.
Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang tidak responsif
atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak responsif terhadap oksigen.
1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.
35
Pemasangan NGT pada anak
- Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan endotrakeal intubasi
jika respon klinis tidak cepat terlihat.
- Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi obat dilakukan.
Penyebab yang mendasari juga harus ditentukan dan ditatalaksana. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk yang memungkinkan untuk menentukan
lokalisasi gangguan dengan cepat.
Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme
antiinflamasi. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien
laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral
dibandingkan dengan plasebo.
Deksametason
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu
kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah
pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis.
Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:
Mengurangi rata-rata tindakan intubasi
Mengurangi rata-rata lama rawat inap
Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.
Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2
mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian
kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai
24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.
Budesonid
Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2
bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui
nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid
terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.
Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala
muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat
37
digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik
daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan
TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam
jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi
Candida albicans.
7.5 CROUP
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang
mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah
batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya
obstruksi jalan napas2.
Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh
infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam
tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain itu juga terjadi suatu
pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara umum pada bayi dan anak-
anak dan dapat memiliki berbagai penyebab
Klasifikasi
Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)
Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi saluran
pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia ± 6 tahun. Stridor (+), Batuk (sepanjang
waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari, Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh
asma (-).
B. Spasmodic Croup
Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak tiba-
tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum
menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.
Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat keparahan
batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori:
1. Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang muncul,
Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada
kegiatan dan teradapat retraksi dada ringan.
2. Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas, retraksi dinding
dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory
distress).
3. Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul, Inspirasi
stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat, akan tetapi, lebih
terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor
ekspirasi, retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan.
4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif (kadang
sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan kesadaran (letargi), dan
kelesuan.
38
Patofisiologi
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari
sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel masuk
melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis, laryngotrakeobronkitis dan
laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari nasofaring atau oropharynx yang
turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8 hari. Diffuse peradangan yang
menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah
bagian tersempit saluran pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk
terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan mengakibatkan
perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan menyebabkan
penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan 75% pada bayi. Edema
mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan mobilitas pita suara. Edema pada
daerah subglottis juga dapat menyebabkan gejala sesak napas.
Airway karena turbulensi udara menyebabkan peradangan yang menyebabkan
penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama inspirasi). Di
daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis mengandung infiltrat selular di
lamina propria, submukosa dan advensisia. Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma,
dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur menyebabkan
pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi
gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor
inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam kondisi yang
sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi
saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk
menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai
7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu,
takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat
ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat
anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi
gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari 1. Anak
akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau
digendong.
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang
sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang
diderita.
39
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan
tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress,
disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah
Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam
praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat
kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk
setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 .
Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan
suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan dengan
mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.
Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada
indrawing.
Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan .
Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.
85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah
sangat jarang (<1%).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu
dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup
sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan.
Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada
foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral,
serta peumonia bilateral.
Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas
lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan
konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita
suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari
kolom udara trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.
40
Gambaran normal foto anterior-posterior
41
bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada
gambaran radiologis dicurigai adanya massa.
Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan
pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal
jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak
adekuat.
Prognosis
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.
42
8. KERANGKA KONSEP
↑ set point di
hipotlamus Penyempitan jalan
nafas
Nasal flaring
agitasi Turbulensi udara
saat masuk Retraksi (+)
(menggetarkan plika
vokalis
Stridor inspirasi
43
Awi, anak usia 2 tahun
Terinfeksi virus
Proses inflamasi
Nasal flaring
Agitasi
Stridor pada saat inspirasi
44
9. KESIMPULAN
Awi, laki-laki, 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat et causa obstruksi saluran napas dan
et causa croup.
45
DAFTAR PUSTAKA
Bresler, Jay M., Sternbach, G. L. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit E/6 Vol.1. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed V. Jakarta: Interna
Publishing.
Bresler, Jay M., Sternbach, G. L. 2007. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Terjemahan oleh:
Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk. Jakarta: EGC.
46