Proposal Bab II
Proposal Bab II
Kajian pustaka dipakai sebagai acuan terkait dengan penelitian berjudul “Pengaruh
Variasi Temperatur Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan Sambungan Difusi Logam Tak
Sejenis Antara Alumunium AL6061 dan Baja Karbon SS400”. Dalam hal ini, ada beberapa studi
yang dianggap relevan dan dijadikan acuan dalam kajian penelitian ini. Studi-studi tersebut
Agus Hadi Hariyanto (2015) dalam Tesis yang berjudul “ Pengaruh Temperatur Lapisan
Intermetalik Terhadap Sifat Fisik Mekanik pada Sambungan Difusi Logam Tak Sejenis Antara
SS400 dengan AL6061, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur lapisan intermetalik terhadap sifat fisik
mekanik sambungan difusi logam tak sejenis antara SS400 dengan Al6061. Proses sambungan
difusi menggunakan furnace induksi dengan parameter variasi temperatur dan komposisi variasi
filler. Variasi temperatur yang digunakan 850°C, 875°C, 900°C dengan waktu tahan 1800 detik.
Filler yang digunakan serbuk ferro (Fe) dan copper (Cu), dengan komposisi variasi filler Fe :
70%, 75%, 80% dari volume tempat filler. Hasil penelitian menunjukan adanya pembentukan
lapisan intermetalik pada semua temperatur. Hasil Scanning Electron Microscop ( SEM ) daerah
interface terjadi ikatan antara baja dengan aluminium. Ikatan interface akan membentuk lapisan
intermetalik. Lapisan intermetalik yang terbentuk FeAl dan Fe3Al. Hasil distribusi kekerasan
yang paling keras terjadi pada temperatur 900⁰C dengan komposisi variasi filler ferro 75%. Hasil
pengujian geser tarik, nilai tegangan yang tinggi terjadi pada temperatur 900⁰C dengan komposisi
Relevansi pada penelitian yang dilakukan oleh Agus Hadi Hariyanto terletak pada (1)
Material yang digunakan pada penelitian ini menggunakan 2 senyawa berbeda sebagai bahan
uji yaitu SS400 dengan AL6061. (2) Uji pada sifat Material dalam penelitian ini menjadikan 2
sifat antara dasar material mekanik yaitu sifat kekuatan Tarik dan kekerasan sebagai 2 sifat
pengaruh variasi temperature yang diujikan dalam memperoleh hasil pada sambungan logam 2
Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada metode yang dilakukan pada saat difusi.
Pada penelitian ini menggunakan Metode Resistance Spot Welding (RSW) sebagai proses dalam
melakukan sambungan difusi antara SS400 dengan AL6061. Sedangkan dalam penelitian yang
peneliti lakukan menggunakan Metode Diffusi Bonding sebagai proses dalam melakukan
Jon Affi (2014) dengan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Temperatur Pemanasan
terhadap Kekuatan Geser Sambungan Diffusi Baja Aisi 1045 dengan Tembaga C10100
Menggunakan Tungku Perlakuan Panas, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas Padang”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi temperatur pemanasan terhadap kekuatan
geser sambungan antara baja AISI 1045 dengan tembaga C10100 menggunakan metode
dan 860ºC menggunakan furnace perlakuan panas non-vakum, dengan holding time pemanasan
60 menit tanpa gas argon. Karakteristik sambungan diteliti dengan pengujian mekanik yaitu uji
geser dan pengamatan struktur mikro. Uji geser dilakukan menggunakan Universal Testing
Machine mini. Pengamatan struktur mikro pada sambungan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope(SEM). Dari hasil penelitian diperoleh
kekuatan geser sambungan baja AISI 1045 dengan tembaga C10100 yang tertinggi yaitu 95 MPa,
dengan temperatur pemanasan penyambungan 810ºC atau 75% dari temperatur leleh tembaga
C10100, dengan tebal area difusi pada satu titik pengamatan yaitu sekitar 1,1 µm.
Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Jon Affi terletak pada Metode yang digunakan
dalam menyambungkan 2 senyawa berbeda yaitu dengan metode diffusion bonding sebagai
Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada (1) Bahan senyawa yang ujikan, dalam
penelitian ini menggunakan Baja Aisi 1045 dengan Tembaga C10100 sedangkan untuk
penelitian yang peniliti lakukan menggunakan antara SS400 dengan AL606. (2) sifat material
yang diujikan dalam penelitian ini hanya mengujikan sifat material Kekuatan geser yang menjadi
acuan pengaruh pada sambungan 2 senyawa berbeda tersebut. Sedangkan, untuk penelitian yang
peneliti lakukan menjadikan 2 sifat antara dasar material mekanik yaitu sifat kekuatan Tarik dan
kekerasan sebagai 2 sifat pengaruh variasi temperature yang diujikan dalam memperoleh hasil
Gunawan Dwi Haryadi (2006) dengan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Suhu Tempering
Terhadap Kekerasan, Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro Pada BAJA K-460, Jurusan Teknik
Mesin, Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
kekerasan logam yaitu baja k-460. Baja k-460 mempunyai kekerasan yang tinggi dan diharapkan
mempunyai keuletan. Dengan tempering baja akan menambah sifat sifatnya, seperti kekerasan,
keuletan dan tegangan tariknya. Hasil pengujian yang telah dilakukan setelah proses tempering
dengan variasi suhu telah merubah kekerasannya. Kekerasan baja setelah pemanasan menurun
ketika suhu tempering dinaikkan. Perubahan suhu tempering juga mempengaruhi nilai kekuatan
tarik. Pada suhu 100oC kekuatan tarik maksimumnya 2014,8 Mpa, dan pada suhu 200oC, 300oC,
dan 400oC masing-masing kekuatan tarik maksimumnya adalah 1671,1 Mpa, 1444,6 MPa dan
1023,3 MPa.Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekerasan, kekuatan tarik dan
struktur mikro dipengaruhi oleh suhu tempering. Ketika suhu tempering dinaikkan kekerasan
Relevansi penelitian yang dilakukan oleh Gunawan Dwi Haryadi terletak pada sifat
material yag diujikan dalam mendapatkan variasi temperature dalam senyawa tersebut.
Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini terletak pada Jumlah senyawa yang diujikan dalam
penelitian ini hanya mengujikan satu senyawa yaitu: Baja k-460 sedangkan dalam penelitian
yang peneliti lakukan menggunakan 2 senyawa sambungan untuk diujikan tingkat pengaruh
Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan
Mengelas menurut Wiryosumarto (2008) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian
benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya
sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa
bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.
penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa
menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas.
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.
Menurut (Wiryosutomo dan Okimura: 2004) Penggolongan jenis las dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu:
1. Pengelasan cair (fusion welding) adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan
sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang terbakar. Yang
termasuk dalam fusion welding diantaranya las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) , las
2. Pengelasan padat (solid state welding) merupakan kondisi pengelasan dimana logam yang
dilas tidak sampai mencair. Yang termasuk dalam Solid State Welding diantaranya
Menurut Wiryosutomo dan Okumura (2004) Daerah pengelasan adalah daerah yang
terkena pengaruh panas pada saat pengelasan. Pengaruh panas tersebut menyebabkan perubahan
struktur mikro, sifat mekanik pada daerah daerah tertentu. Daerah pengelasan dibagi menjadi 4
yaitu: logam lasan, garis gabungan, daerah HAZ, dan logam induk.
Menurut Wiryosutomo dan Okumura ( 2004) Daerah lasan terdiri dari empat bagian:
1. Logam lasan (weld metal), yaitu daerah endapan las (weld deposit) logam disaat
melakukan pengelasan mencair dan kemudian membeku. Endapan las (weld deposit) ini
2. Garis gabungan (fusion line), merupakan garis diantara logam lasan dan daerah yang
terkena panas (HAZ) yang bisa dilihat dengan mengetsa hasil penampang las. Daerah ini
merupakan daerah batas bagian cair dan padat dari sambungan lasan.
3. HAZ (Heat Affected Zone), yaitu merupakan daerah yang terkena pengaruh panas yang
4. Logam induk (parent metal), adalah bagian logam lasan yang tidak terkena pengaruh
panas karena proses pengelasan dan temperatur yang disebabkan saat pengelasan tidak
menimbulkan terjadinya perubahan struktur dan sifat dari logam induk tersebut. Hal ini
disebabkan karena temperatur yang terjadi pada logam induk belum mencapai temperatur
kritis.
dalam proses solid state welding yaitu proses penyambungan yang dilakukan dengan tekanan
dan memanfaatkan peristiwa berpindahnya atom-atom antar material yang disambungkan, akibat
panas yang diberikan pada material. Pada saat pemanasan, atom-atom akan bergetar aktif dan
cenderung berpindah dari posisi awalnya sehingga, menimbulkan adanya kekosongan pada
posisi awal atom tersebut. Kekosongan ini akan diisi oleh atom lain yang juga berpindah dari
posisi awalnya mencari ruangan baru akibat panas yang diberikan. Pada sambungan akan
terbentuk ikatan atom baru pada daerah kontak sambungan, akibat perpindahan atom-atom
tersebut. Temperatur pemanasan untuk diffusion bonding adalah sekitar 50-80% dari
dua material dengan cara pemanasan dan penekanan, tanpa pencairan pada materialnya.
memberikan kontak dalam jarak interatomik sehingga difusi atom antara material dapat terjadi
lebih mudah.
Dari definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa diffusion Welding (bonding) adalah suatu
proses penyambungan dua material atau lebih yang dapat dilakukan dengan atau tanpa tekanan,
dengan memanaskan bagian yang akan disambungkan hingga mendekati ataupun mencapai titik
leleh dari material, agar terjadi ikatan atom baru dan setelah sambungan didinginkan, maka dua
Menurut Dunkerton (1995) dalam bukunya yang berjudul Dunkerton (1995) dalam
bukumnya yang berjudul Procedure Development and Practice Consideration for Diffusion
1). Sambungan terjadi pada temperatur dibawah titik cair material yaitu 0,5 –0,8 Tm.
2) Penyatuan antar permukaan kontak dihasilkan dengan memberikan beban yang kecil
3). Lapisan antar dapat diberikan untuk membantu meningkatkan aktivitas pembentukan
Menurut ( Ashby M: 2007) Parameter yang berpengaruh pada diffusion bonding adalah
kondisi lingkungan proses, kekasaran permukaan material, tekanan, temperatur pemanasan, dan
lamanya pemanasan. Diffusion bonding dapat dilakukan pada lingkungan yang dilindungi
dengan suatu gas pelindung seperti gas argon. Gas Argon berfungsi mengurangi terjadinya
oksidasi pada saat proses diffusion bonding berlangsung. Lebih baik lagi apabila diffusion
bonding dapat dilakukan pada kondis ilingkungan vakum yang bertekanan 10-1sampai 10-
3Pa.(Wiryosutomo dan Okimura: 2004) Mekanisme diffusion bonding dapat dibagi menjadi 4
tahap.
Gambar 2.1 Mekanisme diffusion bonding (modifikasi)
a). Pada tahap pertama, faktor kekasaran permukaan dan tekanan mempunyai peranan yang
penting. Permukaan benda kerja yang sebenarnya tidak pernah betul-betul halus dan rata.
Sehingga pada daerah kontak antar permukaan logam akan membentuk rongga-rongga akan
berkurang karena pada ujung kekasarannya terdeformasi. Secara ideal tahap pertama berjalan
penuh, bila menghasilkan hilangnya puncak kekasaran dan penyebaran void yang merata pada
daerah kontak
b). Pada tahap kedua, diffusion bonding terjadi pengurangan rongga-rongga pada permukaan
kontak. Pengurangan rongga-rongga ini dikarenakan adanya proses perpindahan masa menuju
rongga yang mengakibatkan ukuran rongga berubah mengecil. Dalam diffusion bonding proses
perpindahan masa berlangsung secara bersamaan berupa aliran plastis, difusi dari interface
Gambar 2.2 Skema bagian dari transfer material selama proses diffusion bonding (Hantoro,Tiwan,2005)
c). Lebih jelasnya bagian dari transfer massa dapat dilihat pad gambar.2 yang meliputi:
peluluhan plastis yang mendeformasi ujung kontak permukaan, difusi surface dari permukaan
menuju leher, difusi volume dari permukaan ke leher, penguapan dari permukaan mengembun
pada leher, difusi grain boundary dari antar muka menuju leher, difusi volume dari antar muka
menuju leher, power law creep Pada tahap ketiga, bagian difusi yang dominan adalah difusi
volume.
d). Pada tahap keempat seperti, pada Gambar 3 pergerakan atom dihentikan.Atom yang telah
berdifusi tersebut akan saling mengikat dan tidak dapat kembali ke material awalnya sehingga
terbentuk ikatan atom baru pada permukaan kontak. Dua material tersambung setelah kedua
Adapun kelebihan diffusion bonding adalah sambungan memiliki sifat-sifat yang sama
dengan logam induknya, lebih rapi, presisi, tidak terjadi perubahan dimensi yang berlebihan,
dapat menyambung dua material yang berbeda jenis yang tidak dapat disambung dengan proses
pengelasan biasa, serta minim cacat. Kekurangannya yaitu biaya peralatan yang mahal,
permukaan yang disambung memerlukan persiapan yang lebih rumit, serta kebutuhan penerapan
panas dan gaya tekan yang tinggi secara serentak dalam lingkungan vakum merupakan masalah
Menurut ( Hantoro, 2005) Pada fase padat atom akan bergetar disekitar posisinya karena
adanya energi termal. Energi termal ini muncul karena kenaikan tempertur. Getaran atom akan
meningkat dengan meningkatnya temperatur. Pada suatu saat akibat getaran yang hebat, akan
menmghasilkan lompatan atom. Sedangkan frekuensi lompatan ini berhubungan erat dengan
koefisien difusi. Atom intertisi pada posisi diam yaitu pada posisi energi potensial minimum.
Agar gerakan atom intertisi mampu mendorong atom sekitarnya maka kerja yang dilakukan
harus sebesar usaha yang menyebabkan naiknya energi bebas pada sistem sebesar ΔGm. Dimana
ΔGm dikenal sebagai energi aktivasi untuk pergerakan atom intertisi. Jika atom intertisi
bervibrasi dengan frekuensi rata υ dalam arah x, itu berarti usaha perdetiknya untuk menuju
2.3 MATERIAL
Baja jenis ini mempunyai kadar karbon kurang dari 0,30 %. Baja ini bersifat ulet dan tangguh
serta mempunyai mampu mesin (machineability), mampu bentuk (formability) dan mampu las
(weldability) yang lebih baik bila dibandingkan baja karbon sedang dan baja karbon tinggi. Baja
karbon rendah mempunyai kepekaan yang rendah terhadap retak las dibandingkan dengan baja
Baja karbon rendah yang juga disebut baja lunak banyak sekali digunakan untuk konstruksi
umum, dengan ditambahkan sedikit unsur-unsur paduan. Penambahan unsur ini dapat meningkatkan
kekuatan baja tanpa mengurangi keuletannya. Plat baja SS400 merupakan baja karbon rendah dengan
kadar karbon kurang dari 0,30% dan dengan sedikit kandungan silikon. Beberapa hasil penelitian
menemukan bahwa kandungan silikonnya antara 0.06 dan 0.037%. Karakteristik baja SS400 dapat
dilihat pada Tabel 2.2. Baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara pengelasan yang ada di
dalam praktek dan hasilnya akan baik bila persiapannnya sempurna dan persyaratannya dipenuhi
Plat baja SS 400 / Japanese Industrial Standard JIS G 3101 – ‘Rolled steel for general
structure’ merupakan baja carbon rendah (low carbon) yang paling umum digunakan di dunia
industry. Material jenis ini terdapat banyak ketersediaanya di pasar sebagai pelat, lembaran, flat,
bar, bagian dll. Baja SS 400 lebih sering di gunakan di industry karena kemampuanan mesinnya
Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan
hantaran listrik yang baik. Adanya unsur tambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan sebagainya pada
magnesium – silikon termasuk kedalam jenis yang bisa diperlakukan panas dan memiliki sifat
mampu potong, mampu las, dan tahan karat yang cukup baik (Wiryosumarto, 2000). Apabila
magnesium dan silikon dipadukan dengan aluminium, maka terbentuklah magnesium silikat
dibutuhkan untuk mendapatkan efek pengerasan dari Mg2Si. Tetapi sifat paduan ini akan
menjadi getas, sehingga untuk mengurangi hal tersebut, penambahan dibatasi antara 0,03% -
0,1%. Paduan logam murni dan coran yang diperlukan panas mempunyai beberapa fase yang
terlarut sehingga muncul dalam jumlah dan lokasi yang bervariasi didalam mikrostruktur yang
bergantung pada temperatur spesimen. Pada jenis paduan 6xxx, fase intermetalik yang umum
adalah Mg2Si. Aluminium paduan seri 6061 memiliki ketahanan korosi yang tinggi dikarenakan
terbentuknya lapisan oksida pada permukaannya. Logam ini sangat reaksif. Sehingga jika
bersentuhan dengan udara lapisan oksida terkelupas maka akan terbentuk lapisan yang baru. AA
6061 memiliki titik cair (melting point) 660°C, kekuatan tarik 12,6 kgf/mm², dan berat jenis
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian
tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las
mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw
materials.Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa
nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah
pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada
Kurva tegangan-regangan rekayasa diperoleh dari hasil pengukuran benda uji tarik.
Tegangan yang diperlukan pada kurva diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal.
𝑃
S= (Sastranegara,2009)
𝐴0
Dimana :
P = Beban, kg atau KN
Regangan yang dipergunakan pada kurva diperoleh dengan cara membagi perpanjangan
(Sastranegara,2009)
Dimana :
en = Regangan, %perpanjangan
Kekuatan tarik (Tensile strength) Kekuatan tarik maksimum (Ultimate tensile strength)
adalah beban maksimum dibagi luas penampang awal benda uji, persamaannya adalah :
Dimana :
Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Harga kekerasan bahan tersebut dapat
dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima
pembebanan.
Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan,
penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka
kekerasan yaitu penekanan. Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers,
dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara mikro Vickers dengan menggunakan penekan
berbentuk piramida intan. Besar sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan 136º.
Pada pengujian ini bahan ditekan dengan gaya tertentu dan terjadi cetakan pada bahan uji dari
intan. Pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan, karena menggunakan bentuk
piramida intan. Nilai kekerasannya disebut dengan Tegangan luluh Batas elastis Tegangan luluh
0,2% Regangan Tegangan kekerasan HV atau VHN (Vickers Hardness Number), didefinisikan
membuat suatu barang yang tidak mungkin dilakukan dengan teknik lain,
las. Pengelasan logam merupakan pilihan yang cukup tepat. Pengelasan tidak membutuhkan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam
dengan menggunakan energi panas Pengelasan dapat dibedakanmenjadi dua jenis, yaitu Solid
State Welding dan Liquid State Welding. Solid StateWelding adalah proses
pengelasan dimana benda dalam keadaan padat dan biasanya dengan menggunakan tekanan
sehingga sering juga disebut dengan Pressure Welding. Yang termasuk dalam Solid State
Dengan diinginkannya kualitas sambungan material berbeda jenis yang lebih presisi,
teliti, minim cacat, serta mampu mempertahankan sifat mekanik material yang disambung,
maka metode penyambungan yang hasilnya sesuai salah satunya adalah diffusion bonding.
Diffusion bonding adalah proses penyambungan dengan cara menekan dua material dan
pemberian perlakuan panas secara serentak, sehingga terjadi suatu ikatan secara atomic akibat
Penyambungan dua material yang berbeda yaitu antara Alumunium 6160 dengan Baja
karbon ss400 bertujuan untuk mendapatkan dua sifat material dalam satu komponen. Maka
perlu perlu dilakukan penelitian untuk proses penyambungan dengan menggunakan metode
diffusion bonding antara Alumunium 6160 dengan Baja karbon ss400. Terdapat beberapa
parameter penting dalam proses diffusion bonding, namun temperature pemanasan menjadi
memiliki temperature leleh yang berbeda. Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh temperature pada mekanik Tarik dan kekerasan sambungan difusi antara
Alumunium 6160 dengan Baja karbon ss400 dengan menggunakan metode diffusion bonding.
Alumunium
6061
Diffusion welding
(bonding)
material
Variasi
Pengelasan 2 Temperatur
senyawa tak sejenis
Baja Karbon
SS400
penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Adapun hipotesis dalam penelitian
ini adalah ada pengaruh variasi temperatur terhadap kekuatan tarik dan kekerasan difusi
Daftar pustaka: