Anda di halaman 1dari 70

0

PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA


TERHADAP AKHLAK ANAK DI SDN V PULE
KECAMATAN PULE KABUPATEN TRENGGALEK

SKRIPSI

Disusun Oleh:
Nama : TRI JARWANTI
NIM : 2009540121996
NIMKO : 2009.4.054.0001.1.01995

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


SUNAN GIRI TRENGGALEK
TAHUN AKADEMIK 2010/2011
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian...................................................................... 5
E. Penegasan Istilah............................................................................ 5
F. Hipotesis ....................................................................................... 7
G. Sistematika Pembahasan................................................................ 8

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pendidikan Agama Islam............................................................... 9
B. Keluarga......................................................................................... 16
C. Moral Anak.................................................................................... 27
D. Pengaruh Pendidikan Agama Keluarga terhadap Akhlak Anak..... 31

BAB III METODE PENELITIAN


A. Pola Penelitian............................................................................... 35
B. Populasi, Sampling dan Sampel..................................................... 35
C. Variabel Penelitian......................................................................... 37
D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data.................................... 37
E. Teknik Analisis Data...................................................................... 40
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Singkat Keadaan Obyek................................................ 43
B. Penyajian Data Penelitian.............................................................. 50
C. Deskripsi Data Penelitian............................................................... 52
D. Analisis Data ................................................................................. 54
E. Pembahasan .................................................................................. 58

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 62
B. Saran.............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang tua (keluarga) merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi anak-

anaknya, karena dari orang tualah anak mula-mula mendapatkan pendidikan. Jadi

bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua

sebagai pendidik pertama karena ia yang mula-mula memberikan pendidikan di

dalam keluarga adalah fondasinya (pendidikan anak tergantung dari orang tuanya).

Orang tua memegang peranan penting dalam pendidikan anak-anaknya sejak anak

dalam kandungan, setelah lahir, hingga dewasa masih perlu dibimbing. Menurut hasil

pengetahuan modern mengatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia

adalah lingkungan. Dan lingkungan pertama yang dialami anak adalah asuhan ibu dan

ayah. 1

Pada umumnya pendidikan dalam keluarga terwujud berkat adanya pergaulan

dan hubungan saling mempengaruhi (timbal balik) antara orng tua dan anak. Sejak

anak lahir ibunyalah yang selalu disampingnya. Tingkah laku seorang ibu akan ditiru

oleh anaknya dan apabila perlakuan ibu dengan anak baik disertai dengan kasih

sayang, maka ibu akan dapat mengambil hati anak untuk selama-lamanya. Pengaruh

ayah terhadap anak juga besar sekali. Di mata anak, ayah adalah orang yang terpandai

diantara orang-orang yang dikenalnya dan merupakan penolong utama dalam


1
 Munardji, Diklat Ilmu Pendidikan Islam, (STAIN Tulungagung: 2000), 118

1
2

melakukan aktivitas sehari-hari. Karena itu tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab

pendidikan secara mendasar terpikul kepada orang tua. Mereka tidak bisa mengelak

dari tanggung jawab itu karena merupakan amanah Allah SWT yang dibebankan

kepada mereka. Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya tidak bisa

dilakukan sendiri, akan tetapi memerlukan bantuan dari orang lain.2

Di dalam keluarga anak berinteraksi dengan orang tua dan segenap anggota

keluarga lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal berupa pembentukan

pembiasaan-pembiasaan seperti cara makan, tidur, sopan santun, dan sebagainya.

Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak membantu meletakkan dasar

pembentukan kepribadian anak. Misalnya sikap religius, disiplin, rapi/rajin, dan

sebagainya dapat tumbuh dan berkembang senada dan seirama dengan kebiasaan di

rumah.3

Dari sisi lain keluarga adalah cerminan suri tauladan yang ditiru oleh anak,

terutama jika anak dalam masa perkembangan dalam taraf usia pra sekolah sampai

mereka dapar berfikir secara kritis yang sejalan dengan masa perkembangan yang

dialaminya. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman

hidupnya sejak kecil (dalam keluarga, sekolah dan lingkungan). Setiap orang tua pasti

ingin membina anaknya agar menjadi orang yang baik dengan melalui pendidikan

formal (sekolah) maupun informal (keluarga).

 Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 35­39
2

 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan – Suatu Analisis Sosial tentang Berbagai Problem 
3

Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 57
3

Sikap dan cara hidup orag tua merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara

tidak langsung masuk ke dalam pribadi anak yang sedang berkembang. Apabila dasar

pembinaan anak terlaksana dengan baik maka pada usia remaja pembinaan pribadi

anak tidak akan mengalami kesukaran. Semakin banyak pengalaman yang bersifat

agama maka sikap, tindakan, kelakuan dan cara menghadapi hidup akan sesuai

dengan ajaran agama. Seorang anak yang pada usia 0-12 tahun tidak mendapat

pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti

setelah dewasa akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. Seharusnya

agama masuk ke dalam pribadi anak bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya,

yaitu sejak lahir atau bahkan lebih dari itu, sejak dalam kandungan. Pertumbuhan

agama pada anak tidak sama antara yang satu dengan yang lain, karena semua itu

tergantung pada orang tuanya sendiri. Untuk membina anak agar memiliki sifat-sifat

yang terpuji tidak mungkin hanya dengan penjelasan saja, akan tetapi perlu

membiasakannya untuk melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang

tercela sejak kecilnya.

Pendidik yang pertama adalah orang tua kemudian disempurnakan oleh guru

di sekolah. Jadi anak diasuh oleh keluarga maka apa yang mereka lihat dan mereka

rasakan dalam kehidupannya adalah merupakan fondasi kuat yang telah diajarkan

oleh orang tuanya dan merupakan unsur penting dalam pribadinya.4

Dari pendapat tersebut di atas jelaslah bahwa orang tua adalah orang yang

paling utama dan pertama dalam mewarnai kehidupan anaknya. Apabila anak sejak
4
 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 55­62 
4

lahir dibiasakan pada kebaikan, maka setelah dewasa akan cenderung kepada

perbuatan baik. Demikian pula sebaliknya apabila sejak kecil anak terbiasa pada

perbuatan jelek, maka setelah dewasa akan cenderung kepada perbuatan yang jelek.

Oleh karena itulah maka apabila orang tua menghendaki agar anaknya

menjadi anak yang sholeh, maka hendaknya membiasakan anak sejak kecil kepada

perbuatan yang baik/perbuatan sholih sesuai dengan ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan pokok permasalahan di atas, maka dapat penulis

rumuskan:

1) Bagaimana pendidikan agama keluarga anak di SDN V Pule Trenggalek?

2) Bagaimana akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek?

3) Bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap akhlak anak di

SDN V Pule Trenggalek?

C. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui pendidikan keluarga anak di SDN V Pule, Trenggalek.

2) Untuk mengetahui akhlak anak di anak di SDN V Pule Trenggalek.

3) Untuk mengetahui pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap akhlak anak

di SDN V Pule, Trenggalek.

D. Kegunaan Penelitian

1) Bagi Penulis
5

Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dalam usaha meningkatkan proses

belajar mengajar dan untuk memenuhi salah satu syarat bagi penulis dalam rangka

penyelesaian tugas proposal penelitian pada STIT Sunan Giri Trenggalek.

2) Bagi Pendidik

Sebagai bahan penelitian bagi guru-guru agama Islam dalam pelaksanaan

proses belajar mengajar dan mencari metode.

3) Bagi masyarakat

Sebagai bahan kajian keluarga untuk meningkatkan pelaksanaan pengalaman

ajaran-ajaran agama dan menumbuhkan kesadaran orang tua khususnya serta

masyarakat pada umumnya dalam mendidik anaknya.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menanggapi istilah-istilah yang

terkandung dalam judul skripsi ini, maka penulis jelaskan secara singkat pokok

istilahnya:
6

a. Penegasan secara Konseptual

1. Pengaruh

Pengaruh artinya daya yang ada/timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut

membentuk watak, kepercayaan/perbuatan seseorang.5 Dari pengertian tersebut maka

yang dimaksud dengan pengaruh ialah sesuatu yang timbul karena adanya perbuatan

yang mendahuluinya.

2. Pendidikan Agama

Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang/

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.6

Agama artinya: sistem/prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan

sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan itu.7

Dari pengertian di atas, yang dimaksud dengan pendidikan agama di sini

adalah pendidikan agama Islam yaitu suatu usaha untuk membina, membimbing dan

mengarahkan anak didik agar menjadi seorang yang berkepribadian muslim.

3. Keluarga

Keluarga artinya: ibu, bapak dengan anak-anaknya (seisi rumah) atau anak

saudara (kaum kerabat).8 Dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan

5
 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 747.
6
 Ibid, hal. 232
7
 Ibid, hal. 10
8
 Ibid, hal. 471
7

keluarga adalah sekelompok kecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu,

dan anak.

4. Akhlak anak

Akhlak artinya: ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,

sikap, kewajiban dan sebagainya (akhlak, budi pekerti, susila).9

Anak artinya keturunan yang kedua dari keluarga.10

Dari pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan moral anak

adalah perilaku dan tindakan anak akibat ajaran agama yang telah diterima oleh anak

dari orang tuanya dan akibat dari pelajaran yang diterimanya di pendidikan

formal/sekolah.

b. Penegasan Secara Operasional

Secara operasional yang dimaksud dengan judul “Pengaruh Pendidikan

Agama di Lingkungan Keluarga terhadap Akhlak Anak” adalah suatu pembahasan

yang menguraikan tentang pengajaran, bimbingan dan asuhan Pendidikan Agama

Islam serta pengaruhnya terhadap akhlak anak.

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ada pengaruh pendidikan agama di lingkungan keluarga terhadap akhlak anak

anak di SDN V Pule Trenggalek.

9
 Ibid, hal. 665
10
 Ibid, hal. 35
8

G. Sistematika Pembahasan

Judul skripsi ini adalah “Pengaruh Pendidikan Agama di Lingkungan

Keluarga terhadap Akhlak Anak di SD Negeri V Pule Trenggalek.”

Di dalam pembahasan ini terdiri dari lima bab sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, hipotesis,

sistematika pembahasan.

Bab II: Landasan Teori yang membahas tentang kajian secara teoritis yang

bersumber dari buku-buku/pustaka.

Bab III: Metodologi Penelitian yang terdiri dari (a) pola/jenis penelitian; (b)

populasi, sampling dan sampel penelitian; (c) sumber data, variabel, data dan

pengukurannya; (d) teknik dan instrumen pengumpulan data; (e) teknik analisis data;

(f) prosedur penelitian.

Bab IV: Laporan hasil penelitian, terdiri dari deskripsi singkat keadaan obyek,

penyajian dan analisa data, dan interpretasi.

Bab V: Penutup yaitu Kesimpulan dan Saran yang merupakan bagian terakhir

dari aktifitas penelitian baik kajian teoritis maupun empiris.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Untuk memahami pengertian pendidikan agama, penulis mengemukakan

beberapa pendapat tentang pendidikan agama yang sekiranya dapat memberikan

gambaran yang jelas diantaranya:

a. Pendidikan agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam

membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran islam.11

b. Pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap

anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan

mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan

hidup.12

c. Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan

pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan kepada generasi muda agar

kelak menjadi manusia muslim, bertaqwa kepada Allah, berbudi luhur dan

berkepribadian utuh yang memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran

agama Islam dalam kehidupannya.13


11
 Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel 
Malang, 1983), 27
12
 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 86
13
 Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada SD, (Jakarta: CV. 
Multiyasa & Co. 1989), 9

9
10

Pengertian Pendidikan Agama Islam menurut pedoman latihan peningkatan

wawasan kependidikan guru agama SLTP dan SLTA dinyatakan sebagai berikut:

“Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan cara melalui ajaran-


ajaran Agama Islam, berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat”
(1993:4).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam

merupakan pendidikan ajaran-ajaran Agama Islam melalui proses penyentuhan batin,

berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai yang perlu dihayati, diketahui, digali,

dipahami, diyakini kemudian diamalkan anak didik sehingga menjadi milik dan jiwa

kepribadian hidup sehari-hari. Upaya untuk itu adalah dengan cara mengajar atau

menyampaikan ilmu agama kepada anak didik melalui pembinaan pribadi, baik

mental maupun materialnya.

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama

Yang dimaksud dengan dasar di sini adalah pedoman yang menjadi alasan

dalam pelaksanaan pendidikan agama, sesuai dengan dasar Pendidikan Agama Islam

yang ada di Indonesia, yaitu:

a. Dasar Yuridis/hukum

Yaitu dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari Peraturan

Perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan


11

pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama, baik di sekolah-sekolah ataupun di

lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.

Adapun dasar yuridis ada 3 macam yaitu:

1) Dasar idiil

Yaitu dasar dari falsafah negara Pancasila, dimana sila yang pertama adalah

Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa

Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (harus beragama).

Untuk itu maka diperlukan adanya pendidikan agama pada anak-anak karena

tanpa adanya pendidikan agama maka akan sulit untuk mewujudkan sila

pertama dari Pancasila tersebut.

2) Dasar Struktural

Yaitu dasar UUD 1945 dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama

dan kepercayaan itu.

Dari bunyi UUD 1945 tersebut mengandung pengertian bahwa bangsa

Indonesia harus beragama dan negara menjamin kebebasan bagi warganya

untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing serta

bebas menjalankan ajaran agamanya.

3) Dasar operasional

Yang dimaksud dasar operasional ialah dasar yang secara langsung mengatur

pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia seperti


12

tercantum dalam TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN, yang pada

pokoknya dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung

dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai sekolah dasar

sampai dengan universitas-universitas negeri.

b. Dasar Religius

Yang dimaksud dasar religius adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran

agama Islam yaitu tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.14 Dasar-dasar

pokok yang bersumber dari Al-Qur’an antara lain:

Surat An Nahel ayat 125

      


          
       

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang

baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.15

Surat Ali Imron ayat 104

      


      
 

 Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, 21­24
14

 Departemen Agama RI, Al­Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta, 1983), 421
15
13

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf

dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang

yang beruntung.16

c. Dasar Sosial Phycologis

Adalah dasar yang memandang bahwa semua manusia dalam hidupnya selalu

membutuhkan adanya pegangan hidup yaitu agama. Mereka merasakan bahwa

dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya zat yang maha

kuasa, tempat mereka berlindung dan meminta pertolongan.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain untuk saling

emmbantu dan tolong menolong antara sesamanya.17

Hal-hal yang mendasari sosial psycologis ini sebagaimana dalam Al-Qur’an:

 Ibid hal 93
16

 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, 25
17
14

- Surat Ali Imron ayat 103:

....      


dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan

janganlah kamu bercerai berai….. (Q.S. Ali Imron: 103).18

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah meningkatkan ketaqwaan siswa

terhadap Tuhan YME, artinya menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam

kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial kemasyarakatan

serta menjadi warga negara yang baik dalam negara RI yang berdasarkan Pancasila.19

Tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah, menurut Tim Pengarah dan Tim

Materi latihan Peningkatan Wawasan Kependidikan Guru Agama di SD/MI, adalah:

“Pembangunan di sektor agama bertujuan untuk meningkatkan penghayatan dan

pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, berbangsa dan

bernegara yang selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila. Pendidikan

Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia

yang beriman dna bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos

kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani”

(1993:7). Tujuan tersebut merupakan usaha untuk mencapai dua amanat

pembangunan sekaligus yakni sektor agama dan sektor Pendidikan Nasional.

 Departemen Agama RI, Al­Qur’an dan Terjemahannya, 93.
18

 Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada SD, hal. 13, 18
19
15

Dengan demikian bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah

mempunyai tanggung jawab yang besar bagi kepentingan bangsa dan negara bila

dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam memegang fungsi yang sangat penting dalam

pendidikan di Indonesia, baik bagi peserta didik maupun pengaruhnya bagi bangsa

dan negara. Hal ini karena Pendidikan Agama memiliki kekuatan rohani yang

mengikat bagi pemeluknya.

Fungsi pendidikan agama menurut Tim pengarah dan Tim latihan Peningkatan

Wawasan Guru Agama SD adalah:

1) Dalam aspek kehidupan individual adalah untuk membentuk manusia Indonesia

yang percaya dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi warga

negara yang baik.

2) Dalam aspek kehidupan kemasyarakatan dan beragama adalah:

 Melestarikan pancasila dan melaksanakan ketentuan UUD 1945

 Melestarikan asas pembangunan nasional khusus asas perikehidupan dalam

keseimbangan

 Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni rohaniah dan mental

berupa kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


16

 Fungsi tersebut merupakan hal yang mendasar. Oleh karena itu apabila

dilaksanakan dengan baik, maka cita-cita nasional dan kondisi ideal yang

diharapkan oleh Negara Indonesia akan tercapai.

B. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut pandangan sosiologis, dalam arti luas keluarga meliputi semua pihak

yang mempunyai hubungan darah/keturunan. Sedangkan dalam arti sempit, keluarga

meliputi orang tua dengan anak-anaknya. Keluarga merupakan tempat berlindung.

Bertanya dan mengarahkan diri bagi anggotanya yang sifat hubungannya bisa

berubah dari waktu ke waktu.

Selain meliputi orang tua dan anak-anaknya, keluarga juga merupakan

persekutuan hidup berdasarkan perkawinan yang sah terdiri dari suami istri, juga

selaku orang tua dari anak-anak yang dilahirkannya. Dalam pembinaan keluarga

sejahtera, prinsip-prinsip akhlak perlu ditegakkan dengan melaksanakan kewajiban-

kewajibannya (kewajiban moral) yaitu kewajiban suami terhadap istrinya, kewajiban

istri terhadap suaminya, kewajiban orang tua kepada anaknya dan sebaliknya. Jika

semua kewajiban moral sepanjang ajaran Islam ini dilaksanakan dengan baik,

sementara masing-masing pihak menerima haknya dengan sempurna, maka di

sanalah akan terwujud keluarga yang bahagia dan sejahtera.20

 Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah, (Bandung: CV. Diponegoro, 1996), 
20

146.
17

Dalam bidang pendidikan, keluarga merupakan sumber pendidikan utama,

karena segala pengetahuan dan kecerdasan manusia pertama-tama diperoleh dari

orang tua dan anggota keluarganya sendiri. Keluarga merupakan produsen sekaligus

konsumen, dan harus mempersiapkan serta menyediakan segala kebutuhan sehari-hari

seperti sandang dan pangan. Setiap anggota keluarga dibutuhkan dan saling

membutuhkan antara yang satu dengan yang lain, supaya mereka dapat hidup lebih

senang dan tenang.21

Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat,

karena dalam keluargalah manusia dilahirkan dan berkembang menjadi dewasa.

Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu

mempengaruhi tumbuh kembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap

manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan digunakan oleh

anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan di sekolah. 22

2. Fungsi keluarga

Berdasarkan pendekatan budaya, keluarga sekurang-kurangnya mempunyai

tujuh fungsi sebagai berikut.

1) Fungsi biologis

Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi kebutuhan biologis

(seksual) dan untuk mendapatkan keturunan.

21
 Ny. Y. Singgih D. Gunarso & Singgih D. Gunarso, Psikologi untuk Keluarga, (jakarta: PT BPK 
Gunung Mulia, 1999), 1.
22
 Madyo Ekosusila dan Kasihadi, Dasar­dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar Publishing, 1993), 73.
18

2) Fungsi edukatif

Fungsi pendidikan mengharuskan orang tua untuk mengkondisikan kehidupan

keluarga menjadi situasi pendidikan sehingga terdapat proses saling belajar di

antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua menjadi pemegang peran

utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di saat mereka belum

dewasa.

3) Fungsi religius

Berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk mengenalkan, membimbing dan

memberi teladan pada anak serta anggota keluarga lainnya mengenai kaidah-

kaidah agama serta perilaku keagamaan.

4) Fungsi protektif/perlindungan

Fungsi protektif dalam keluarga adalah untuk menjaga dan memelihara anak serta

anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul, baik dari

dalam maupun dari luar kehidupan keluarga.

5) Fungsi sosialisasi anak

Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak untuk menjadi anggota

masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai

penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan dan norma-norma sosial

sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, dan pada saatnya

anak dapat berpikir serta berbuat positif dalam lingkungannya.


19

6) Fungsi rekreatif

Fungsi ini tidak harus membentuk kemewahan, serba ada dan pestapora,

melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan harmonis di

dalam keluarga.

7) Fungsi ekonomis

Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas

dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan suaah dan

perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya

keluarga.23

3. Tanggung Jawab Keluarga (Orang Tua) terhadap Anak

Anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah kepada orang tuanya. Mereka

bertanggung jawab terhadap anak itu di hadapan Allah. Jika amanat itu dipelihara

dengan memberi pendidikan yang baik pada anak asuhnya, maka pahalalah yang akan

diperolehnya. Tetapi sebaliknya jika mereka menelantarkan amanat itu sehingga

menyebabkan anak asuhnya tidak terurus pendidikan dan pengajaranya, maka

berdosalah orang tuanya itu sebagia pemegang amanat dari Tuhan.

Anak diciptakan oleh Tuhan dibekali dengan kekuatan pendorong alamiah

yang dapat diarahkan ke arah yang baik/ ke arah yang buruk. Maka kewajiban orang

tualah dalam memanfaatkan kekuatan alamiah itu dengan menyalurkan ke hal-hal

yang baik dan dengan mendidik anak asuhnya sejak kecil membiasakan diri dengan

 Rakhmad & Gandaatmaja, keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, 20­22
23
kelakuan dan adat istiadat yang baik agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi

manusia yang berguna bagi dirinya dan bagi pergaulan hidup di sekelilingnya.24

Orang tua adalah termasuk pendidik utama, karena dengan kendaraan yang

mendalam serta didasari rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam pula orang tua

mengasuh/mendidik anaknya dengan penuh tanggung jawab dan kesabaran. Selain itu

sebagian besar waktu anak-anak adalah bersama dengan orang tuanya.

Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan

anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan

keterampilan dan pendidikan kesosialan, seperti tolong menolong, bersama-sama

menjaga kebersihan rumah, menjaga kesehatan dan ketentraman rumah tangga dan

sebagainya.25

Pembinaan akhlak pada mulanya merupakan tanggungjawab orang tua anak

tersebut. Sebab anak adalah merupakan rahmat dan amanat dari Allah kepada orang

tuanya yang harus disyukuri dan dipelihara. Setelah anak itu menjadi dewasa maka ia

sendiri yang harus mengemban tanggung jawab tersebut dan kalau ia sudah berumah

tangga, maka tanggung jawab berada di pundaknya sendiri. Bahkan ia sudah harus

pula mengemban tanggung jawab terhadap istri dan anaknya/suami dan anaknya.26

Budi yang baik adalah suatu kebaikan. Hal ini baru dapat terjadi kalau sudah

terbiasa berbuat baik sejak kecil sehingga menjadi kepribadiannya (diberikan latihan-

latihan ketrampilan yang baik oleh orang tuanya sejak kecil).


24
 Sayid Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani – Moral Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 247.
25
 Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 47.
26
 Syahminan Zaini, Arti Anak bagi Seorang Muslim, (Surabaya: Al­Ikhlas, tt), 133.

20
21

Ada enam perbuatan yang mendasari perbuatan-perbuatan baik lainnya, yaitu:

a. Segala perbuatan baik hendaklah dimulai dengan membaca basmalah

b. Setiap selesai mengerjakan sesuatu yang baik, hendaklah mengucapkan

hamdallah

c. Mengucapkan salam

d. Berkata benar

e. Berkata lemah lembut

f. Berkata yang baik/dengan baik, dengan bahasa yang mudah dimengerti.

Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita, bahwa keenam hal tersebut

merupakan budi pekerti yagn mendasar, baik dalam hubungan dengan Allah maupun

dalam hubungan dengan manusia. Apabila hubungan dengan Allah sudah didasari

dengan baik, begitu pula hubungan dengan manusia maka berarti kehidupan ini sudah

ditumbuhkan di atas dasar yang baik pula.27

Islam menghendaki anak-anak yang berakhlak mulia. Karena dengan akhlak

yang mulia itulah manusia akan tetap baik dan mulia serta dipandang keislamannya

dengan baik. Tetapi apabila manusia terjerumus ke dalam akhlak yang buruk, maka

Islam tidak akan menyukainya bahkan mencelanya.28

Kalau orang tua ingin membina akhlak anaknya yang mulia/baik, maka

materinya hanyalah ditemukan dalam agama Islam. Karena itu orang tua pastilah

membina anaknya dengan akhlak Islam, yaitu dengan melakukan pembiasaan-

 Ibid hal 155­159
27

 Ibid hal 174
28
22

pembiasaan tanpa meninggalkan ajaran Islam. Kalau pada suatu hari anak

melanggarnya, maka naka harus diberi hukuman, sehingga ia sadar dengan

pelanggarannya dan tidak akan mengulanginya lagi. Jadi kalau orang tua

menginginkan anaknya mempunyai akhlak Islam ia haruslah membiasakan anaknya

dengan semua ketentuan Islam dalam segala kehidupannya.29

Menurut ajaran Islam, keluarga mempunyai tiga macam tanggung jawab,

yaitu:

a. Tanggung jawab kepada Allah SWT, karena keluarga dan fungsi-fungsinya itu

merupakan pelaksanaan amanat Allah SWT yaitu amanat ibadah dan amanat

khilafah.

b. Tanggung jawab ke dalam keluarga itu sendiri, terutama tanggung jawab

orang tua sebagai pemimpin dalam keluarga untuk senantiasa membina dan

mengembangkan kondisi kehidupan keluarga ke taraf yang lebih baik.

c. Tanggung jawab keluarga ialah bahwa keluarga, sebagai unit kecil dan bagian

dari masyarakat menunjukkan penampilan yang positif terhadap keluarga lain,

masyarakat, bahkan terhadap bangsa dan negaranya.30

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kewajiban dan tanggungjawab

orang tua melaksanakan pendidikan dalam kehidupan keluarga itu pada dasarnya

merupakan ibadah dalam arti luas untuk membina dan mengembangkan kemampuan

 Ibid hal 179­180
29

 Rakhmat & Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, 22
30
23

serta kepribadian anak sebagai generasi penerus keluarga, sehingga siap dan mampu

menunaikan tugas hidupnya sebagai hama dan kholifah Allah SWT.

Selain itu tanggung jawab orang tua yaitu:

a. Melarang putra-putrinya musyrik, musyrik dalam arti menyembah patung,

menyembah pohon besar, menyembah gambar dan lain-lain.31

b. Orang tua wajib mengajarkan sholat

Surat Luqman ayat 17

      


         
 

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)

mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari

perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang

menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk

hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman: 17)32

c. Memelihara diri dan keluarga dari api neraka

Surat At-Tahriim ayat 6

.....       


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka ….. (Q.S. At-Tahriim:6)33

31
 Ibid hal 70­72
32
 Departemen Agama RI, Al­Qur’an dan Terjemahannya, 655
33
 Ibid hal 951
24

Pemeliharaan diri dan keluarga dari api neraka, adalah dengan jalan memberi

pelajaran dan pendidikan yang baik, menunjukkan kepada mereka jalan yang

membawa manfaat dan keuntungan dunia dan akhirat bagi mereka.34

4. Peranan Keluarga (Orang Tua) dalam Pendidikan Agama

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang dialami anak.

Pendidikan dalam keluarga sangat penting, sebab apa yang terjadi di dalam

lingkungan tersebut akan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap anak, baik

di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Di lingkungan keluarga, pemeliharaan dan pembiasaan memegang peranan

yang sangat penting. Kasih sayang dari orang tua mempunyai pengaruh yang cukup

kuat terhadap kelancaran proses pendidikan yang hasilnya diamati dari kemampuan

anak untuk berdiri sendiri, berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan

masyarakat.35

Pengaruh yang diterimanya waktu kecil, jauh lebih besar dan lebih

menentukan dalam kehidupannya di kemudian hari. Karena pengalamannya waktu

kecil akan ikut membentuk kepribadianya. Apa yang dilihat, didengar dan

dirasakannya dalam kehidupan waktu kecil, masuk terjalin ke dalam pembinaan

kepribadiannya. Apakah ia sering menyaksikan/mendengarkan hal-hal yang kurang

serasi dalam keluarganya, maka anak yang baru tumbuh itu akan mengalami jiwa

yang goncang, karena seringnya takut dan merasa cemas.36


34
 Sabiq, Islam Dipandang dari Segi Rohani – Moral Sosial, 248
35
 Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, 76­77
36
 Daradjat, Pengantar Ilmu & Metodologi Pendidikan Islam, 76­77
25

Peranan sebagai pendidik merupakan kemampuan penting dalam satuan

pendidikan keluarga. Orang tua berperan sebagai pendidik dengan mengasuh,

membimbing, memberi teladan dan memberi pelajaran pada anak. Tujuan pendidikan

kehidupan keluarga mengacu pada pembentukan anggota keluarga yang beriman,

bertaqwa dan bersyukur kepada Allah SWT.37

Orang tua adalah orang yang menjadi panutan bagi anaknya. Setiap anak

mula-mula mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah laku orang tua akan ditiru

oleh anaknya. Karena itu peneladanan sangat perlu, ketika akan makan misalnya,

ayah membaca basmalah dan anak-anak menirukan hal itu. Ketika orang tuanya

sholat, anak diajak sholat, sekalipun mereka belum mengetahui cara dan bacaannya.

Ketika puasa ramadhan, orang tuanya mengajak anak untuk makan sahur, meskipun

pada pukul sembilan mereka sudah berbuka. Dan ketika ayah datang dari

bepergian/akan meninggalkan rumah ucapkanlah salam. Begitulah kita lakukan pada

ajaran-ajaran yang lain, pokoknya anak itu dilatih dengan cara meneladankan dan

membiasakan diri.38

Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan tempat meletakkan dasar-

dasar pengalaman anak. Unsur utama yang dijadikan landasan pokok dalam

pendidikan di lingkungan keluarga adalah adanya rasa kasih sayang dan

terselenggaranya kehidupan beragama yang mewarnai kehidupan pribadi/keluarga.

Keserasian antara kedua orang tua harus terbina, karena kedua orang tua merupakan

 Rakhmat & Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, 23
37

 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), 7.
38
26

unsur yang saling melengkapi dan saling mengisi dalam membentuk keserasian dan

keseimbangan dalam kehidupan keluarga.39

Dasar kepribadian seseorang terbentuk sebagai hasil perpaduan antara warisan

sifat-sifat, bakat-bakat orang tua dan lingkungan dimana ia berada dan berkembang.

Sikap, pandangan dan pendapat orang tua/anggota keluarga lainnya dijadikan model

oleh si anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.40

Pembinaan mental seseorang dimulai sejak dalam kandungan walaupun secara

tidak langsung. Maka jika kita menginginkan agar generasi yang akan datang

mempunyai jiwa yang sehat, beragama dan selalu menjalankan agama dalam

kehidupannya, maka hendaklah pembinaan jiwanya yang dimulai dari dalam

kandungan itu cukup mengandung unsur-unsur agama.

Calon Ibu dan Bapak hendaklah kuat beragama, hidup tenang dan bahagia

serta penuh kasih sayang. Keadaan keluarga yang baik dan bahagialah yang dapat

menjadi tempat yang baik untuk pembinaan anak yang lahir dan dibesarkan dalam

keluarga itu.

 Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 67
39

 DY Gunarso & D. Gunarso, Psikologi untuk Keluarga, 5
40
27

C. Moral Anak

1. Pengertian Moral

Perkataan moral berasal dari bahasa Latin Mores. Mores berasal dari kata mos

yang berarti kesusilaan, tabiat/kelakuan. Dengan demikian moral dapat diartikan

ajaran kesusilaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari WJS Poerwadarminto

terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan

kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan asas-asas akhlak (moral).41

Moral juga merupakan kesusilaan, kebiasaan yaitu seluruh kaidah kesusilaan

dankebiasaan yang berlaku pada suatu kelompok tertentu. Dengan pengertian ini,

maka moral itu bersifat relatif, tidak mutlak. Sebab sesuatu yang baik bagi suatu

kelompok belum tentu baik pula bagi kelompok yang lain.

Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti susila. Yang

dimaksud dengan moral ialah sesuai dengna ide-ide yang umum diterima tentang

tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran

tindakan yang diterima oleh umum yang meliputi kesatuan sosial/lingkungan tertentu.

Dengan demikian jelaslah persamaan antara etika dan moral. Namun ada pula

perbedaannya yaitu etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak

bersifat praktis.

Moral dalam agama Islam lebih dikenal dengan istilah akhlak yang berasal

dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang menurut lughat diartikan budi pekerti,

 Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola dasar Filsafat Moral, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 2
41
28

perangai, tingkah laku/tabiat, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai

manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:

a. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulangkali dalam bentuk yang sama,

sehingga menjadi kebiasaan.

b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya,

bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan

dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan/bujukan dengan harapan

yang indah-indah dan sebagainya.42

2. Pentingnya Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental/Moral Anak

Menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk religius.

Anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan

anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri. Selain

itu ada pula yang berpendapat sebaliknya bahwa anak dilahirkan telah membawa

fitrah keagamaan dan baru berfungsi di kemudian hari melalui bimbingan dan latihan

setelah mencapai tahap kematangan.43

Pendidikan agama harus dimulai dari rumah tangga, sejak anak masih kecil.

Pendidikan agama tidak hanya berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak

yang belum mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan

tetapi yang paling pokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan,
42
 Moh. Amin, Peranan Pendidikan Agama Islam dalalm Pembinaan Moral Remaja, (Pasuruan: PT. 
Garoeda Buana Indah, 1992), 3­4.
43
 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 41
29

membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan

oleh ajaran agama. Menurut pendapat para ahli ilmu jiwa, bahwa yang

mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya.

Dan kepribadian itu terbentuk dan tumbuh dari pengalaman-pengalaman yang

dilaluinya sejak kecil. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada

pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada

umumnya. Kalau kita menginginkan supaya kelakuan si anak selau baik, perlunya

kita membentuk dan menumbuhkan kepribadian anak itu ke arah yang sehat dan kuat,

yaitu dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang

tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahirnya.

Pengalaman-pengalaman itu semua akan menjadi bahan dalam pembinaan

kepribadiannya. Kebiasaan orang tua yang baik akan menyebabkan anak menirunya

dengan senang hati, karena ia merasa lega terhadap perlakuan orang tuanya.

Jadi apabila kepribadian si anak terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang

baik, kepercayaan kepada Tuhan, sifat-sifat dan kelakuan-kelakuan yang baik, maka

dengan sendirinya nilai-nilai dan kaidah-kaidah moral agama itulah yang akan

menjadi sendi-sendi dalam pertumbuhan kepribadianya, yang selanjutnya kepribadian

itu dapat mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak baik/yang bertentangan

dengan kepentingan orang lain. 44

Kita tidak bisa mengatakan seorang anak yang baru lahir itu bermoral/tidak

bermoral. Karena moral itu tumbuh dan berkembang dari pengalaman-pengalaman

 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gita Karya, 1975), 128.
44
30

yang dilalui oleh anak sejak lahir. Pertumbuhannya baru dapat dikatakan mencapai

kematangan pada usia remaja, ketika kecerdasannya sudah tumbuh. Moralitas itu

tidak dapat terjadi, hanya melalui pengertian-pengertian tanpa latihan-latihan,

pembiasaan dan contoh-contoh yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam

dengan berangsur-angsur sesuai dengan pertumbuhan kecerdasannya, sesudah itu

barulah si anak diberi pengertian-pengertian tentang moral.

Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting,

karena nilai-nilai moral yang datang dari agama tetap, tidak berubah-ubah karena

waktu dan tempat. Jika kita mengambil nilai-nilai moral yang ditentukan oleh agama,

maka tidak akan ada perbedaan dari suatu masyarakat ke masyarakat lain. Misalnya

dalam agama Islam berzina dan mendekati zina itu terlarang, apakah di Indonesia, di

Arab/di Amerika, namun perbuatan tersebut tetap tercela dan dilarang keras

melakukannya. Karena itu, agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian

moral seseorang. Tapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama tidak otomatis

sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, akan tetapi

moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama

sekali, akan tetapi moralnya cukup baik.45

Selain itu, keimanan sangat diperlukan oleh anak-anak kita untuk menjadi

landasan bagi akhlak mulia. Keimanan diperlukan agar akhlak anak tidak merosot.

Jadi pendidikan agama di dalam keluarga sangatlah perlu, untuk menjadikan generasi

muda yang beriman dan bertaqwa. Keimanan dan ketaqwaan itulah yang akan

 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), 84­85
45
31

menjadi landasan hidup mereka, menunjukkan tujuan hidup mereka, serta menjadi

filter dalam menilai mana yang baik dan mana yang buruk.46

D. Pengaruh Pendidikan Agama Keluarga terhadap Akhlak Anak

Dalam keberhasilan mendidik anak, kiranya kita perlu memperhatikan tiga

lembaga yang berpengaruh yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga dan

masyarakat merupakan lembaga yang bersifat non formal, sedangkan sekolah

merupakan lembaga formal. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama yang

dikenal oleh anak, kemudian diteruskan kepada pendidikan formal (sekolah). Ketiga

lembaga tersebut sangat mendukung dan saling berpengaruh terhadap perkembangan/

pertumbuhan anak.47

Pendidikan agama pada kanak-kanak, seharusnya dilakukan oleh orang tuanya

yaitu dengan jalan membiasakannya pada tingkah laku dan akhlak yang diajarkan

oleh agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil

dan sebagainya, orang tua harus memberikan contoh, karena anak pada usia ini belum

mengerti tapi mereka baru dapat meniru. Apabila si anak telah terbiasa menerima

perlakuan adil dan dibiasakan pula berbuat adil, maka akan tertanamlah rasa keadilan

itu kepada jiwanya dan menjadi salah satu unsur dari kepribadiannya. Demikian pula

dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit

harus masuk dalam pembinaan mental si anak. Karena sangat pentingnya pendidikan

 Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, 8.
46

 Samsul Nizar, Pengantar Dasar­dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 
47

2001), 125­131
32

agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, maka pendidikan agama harus

dilanjutkan di sekolah, tidak cukup orang tua saja.48

Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama, karena

nilai-nilai moral yang dapat dipenuhi dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan

dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Keyakinan itu harus ditanamkan sejak

kecil, sehingga menjadi bagian dari kepribadian si anak. Karena itu pendidikan moral

tidak lepas dari pendidikan agama. Penanaman jiwa agama itu harus dilaksanakan

sejak si anak lahir. Dalam agama Islam misalnya, setiap bayi lahir segera diadzankan.

Ini berarti bahwa pengalaman pertama yang diterimanya diharapkan kalimah-kalimah

suci dari Tuhan. Pendidikan yang diterima oleh si anak dari orang tuanya, baik dalam

pergaulan hidup maupun dalam cara mereka berbicara, bertindak, dan sebagainya

dapat menjadi teladan/pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Tentunya orang

tua harus menjalankan agama dalam hidupnya, sehingga pendidikan agama dapat

dilaksanakan di rumah tangga. Dan orang tua harus betul-betul memperhatikan

pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya, karena pendidikan yang diterima

anak dari orang tuanyalah yang akan menjadi dasar pembinaan moral selanjutnya.49

Pembinaan ketaatan beribadah pada anak, juga dimulai dari dalam keluarga,

anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang

mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang agama belum dipahaminya. Karena

itu ajaran agama yang bersifat abstrak tidak menarik baginya. Anak-anak suka

 Daradjat, Kesehatan Mental, 135­136
48

 Daradjat, Peranan Agama dalan Kesehatan Mental, 71.
49
33

melakukan sholat, meniru orang tuanya walaupun ia tidak mengerti apa yang

dilakukannya itu. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan

kepribadian seseorang maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan

dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan

pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.50

Para pendidik terutama ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab sangat besar

dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral. Dalam bidang

moral ini, tanggung jawab mereka sangat komplek, berhubungan dengan segala hal

yang menyangkut masalah perbaikan jiwa mereka, meluruskan kepincangan mereka,

mengangkat mereka dari seluruh kehinaan dan pergaulannya yang lebih baik dengan

orang lain. Mereka bertanggung jawab untuk mendidik anak sejak kecil untuk berkata

benar, dapat dipercaya, menolong orang yang membutuhkan bantuan, menghargai

orang yang lebih besar, menghormati tamu dan lain-lain.51

Agama Islam memesankan kepada pemeluknya supaya menanamkan tabiat

suka berbicara yang benar terhadap anak-anak sebagai salah satu pekerti luhur, agar

mereka tumbuh dengan kebiasaan berkata benar dalam segala hal.

Jadi berdasarkan uraian di atas jelas nampak begitu besar bahwa peranan

orang tua (keluarga) terhadap anaknya. Sehingga keluarga/orang tua harus benar-

benar mampu memberikan pelajaran yang baik kepada anaknya, dalam hal ini

termasuk di dalamnya adalah moral dan ajaran agama.

 Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, 71
50

 Kaelany, Islam dan Apsk­aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 249
51
34

Dan orang tua merupakan tokoh idola bagi si anak, sehingga apapun yang

diperbuat oleh orang tua akan diikuti oleh anaknya. Maka orang tua harus

memberikan contoh yang baik bagi si anak dan membiasakan anak pada perbuatan

yang baik pula. Karena keluarga merupakan tonggak awal keberhasilan proses

pendidikan selanjutnya, baik formal maupun non formal.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pola Penelitian

Penelitian ini menggunakan pola deskriptif yaitu penelitian yang dimaksud

untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-

kejadian.52 Sesuai dengan metode ini peneliti berusaha menggambarkan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan pada obyek tertentu secara jelas dan sistematis. Selain

itu peneliti juga melaporkan kepada obyek/subyek yang diteliti sesuai dengan apa

adanya.53 Atau mendiskripsikan (menjelaskan) peristiwa-peristiwa dan kejadian yang

ada pada masa sekarang, terutama yang berkaitan dengan pengaruh pendidikan agama

keluarga terhadap moral anak.

B. Populasi, Sampling dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sutrisno Hadi Populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang

dimaksudkan untuk diselidiki.54 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto populasi

adalah keseluruhan subyek penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua elemen

52
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 76.
53
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2003), 14
54
 Sutrisno Hadi, Statistik, (Yogyakarta: Andi, 2000), 220.

35
yang ada dalam wilayah penelitian maka penelitiannya merupakan penelitian

populasi.55

Berdasarkan pengertian di atas, populasi adalah keseluruhan objek/wilayah

yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun populasi dalam penelitian yang dimaksud di

sini adalah murid SDN V Pule yaitu kelas IV sampai dengan kelas VI.

2. Sampling

Menurut Sutrisno Hadi sampling adalah cara yang digunakan untuk

mengambil sampel.56

Dalam pengambilan sampel untuk penelitian ini sampling sangat diperlukan

karena penulis anggap bahwa sampel dapat mewakili dalam memperoleh kekuatan

data yang diperlukan hingga tidak menyulitkan penelitian. Jadi untuk menentukan

sampel dari penelitian ini dipakai teknik random sampling yaitu: “Pengambilan

sampel secara random/tatap tanpa pandang bulu”.

3. Sampel

Menurut Sutrisno Hadi sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah

penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi.57

55
 Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltiian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 
108.
56
 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), 75.
57
 Sutrisno Hadi, Statistik 21

36
37

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Sampel adalah sebagian/wakil

populasi yang diteliti. 58

Berdasarkan pengertian di atas, sampel adalah sebagian obyek yang dianggap

mewakili populasi secara keseluruhan. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka

sampelnya adalah sebagian dari murid SDN V Pule yaitu kelas IV sampai dengan

kelas VI dan masing-masing kelas diambil 10 siswa, sehingga jumlah seluruh sampel

ada 30 siswa.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian/apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian.59 Variabel dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu:

1. Variabel bebas: pendidikan agama di lingkungan keluarga

2. Variabel terikat: pembentukan moral anak

D. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode yang dapat

digunakan untuk mengumpulkan data-data yang erat kaitannya dengan masalah yang

diteliti oleh penulis, yaitu sebagai berikut.

58
 Suharsimi Arikunto, Prosedur Peneltiian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 
108.
59
 Ibid hal 96.
38

a. Metode observasi

Metode observasi adalah suatu teknik untuk memperoleh data dengan

menggunakan pengamatan (gejala-gejala) yang diselidiki.60

Berdasarkan pendapat-pendapat dapat dikemukakan bahwa Observasi adalah

merupakan teknik atau metode untuk mengadakan peneltiian dengan cara

mengamati langsung terhadap kejadian, baik di sekolah maupun di luar sekolah

dan hasilnya dicatat secara sempurna.

Dengan metode ini peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap

obyek penelitian, dalam hal ini yang diamati adalah lokasi atau letak penelitian.

Dari sana dapat diketahui beberapa data yang dibutuhkan dalam kegiatan

penelitian ini.

b. Metode angket

Angket atau kuesioner menurut Suharsimi Arikunto adalah, “sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”61

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang disebut angket adalah

seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden untuk memperoelh

data yang diperlukan. Data yang dimaksud adalah data kuantitatif.

60
Ibid, hal. 36
61
Suharsimi, Arikunto, Op. Cit. hal. 104
39

c. Metode Interview

Metode ini disebut juga dengan wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan

oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.62

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara yang bersifat tidak

langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan siswa kelas IV, V, dan VI

Sekolah Dasar Negeri 5 Pule Kecamatan Pule Kabupaten Trenggalek.

d. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan transkrip, agenda dan sebagainya.63

Peneliti menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh data tentang siswa

kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar Negeri 5 Pule Kecamatan Pule Kabupaten

Trenggalek.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya  lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah.64

Berdasarkan prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka

instrumen penelitiannya berupa: interview (wawancara), pedoman dokumentasi, dan

pedoman kuisioner/angket. 
62
Suharsimi Arikunto, Op.Cit. 144
63
Suharsimi Arikunto, Op.Cit. 198
64
 Ibid, hlm. 160
40

Peneliti   menggunakan   instrumen   angket   tentang   pendidikan   agama   di

lingkungan   keluarga   dan   angket   tentang   akhlak   anak.   Alat   ukur   yang   digunakan

dalam penelitian  ini berupa  angket  yang berisi pernyataan  yang diberikan kepada

anak dan orang tua dengan masing­masing angket berisi 15 item pernyataan. 

Adapun standar penilaian angket adalah sebagai berikut:

- Baik  : apabila dalam angekt memilih alternatif jawaban a

- Sedang  : apabila dalam angket memilih alternatif jawaban b

- Kurang  : apabila dalam angket memilih alternatif jawaban c

Sedangkan klasifikasi penilaian dapat dikelompokkan menjadi:

- Baik  : angka 3

- Sedang  : angka 2

- Kurang  : angka 1

E. Teknik Analisis Data

Setelah   data   diperoleh   dari   lokasi   penelitian   dan   sudah   terkumpul,   maka

langkah   selanjutnya   adalah   menganalisis   data   tersebut.   Analisis   data   merupakan

proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
41

uraian dasar. Data yang diperoleh dari hasil angket dan interview dituangkan dalam

bentuk statistik, namun  menggunakan teknik statistik deskriptif dan analisis regresi

sederhana. 

Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data

yang telah diperoleh adalah sebagai berikut:65

1. Statistik Deskriptif

Statistik   deskriptif   adalah   statistik   yang   menggambarkan   kegiatan   berupa

pengumpulan   data,   penyusunan   data,   pengolahan   data,   dan   penyajian   data   dalam

bentuk   tabel,   grafik,   atupun   diagram   agar   memberikan   gambaran   yang   teratur,

ringkas,   dan   jelas   mengenai   suatu   keadaan   atau   peristiwa.66  Maka   sesuai   dengan

pengertian   diatas   data   akan   dikelompokkan     dan   dikumpulkan   dalam   distribusi

frekuensi. 

skor tertinggi - skor terendah


Panjang kelas interval :  Banyaknya kelas interval

Setelah   ditentukan   panjang   interval,   total   nilai   butir   dimasukkan   ke   kelas

interval   sehingga   didapatkan   frekwensi   tiap   kategori.   Dari   kategori   tersebut

dipersentasikan. 

 Ibid, hlm. 290­295
65

 Subana, Statistik Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 12
66
42

F
Persentasi : P =   100%
N

Keterangan: 

P : angka persentase 

F : frekwensi 

N : jumlah frekwensi 

Metode statistik adalah suatu cara mengumpulkan, mengolah, menganalisa

dan menyajikan data yang bersifat kuantitatif secara teratur, ringkas dan jelas dengan

tujuan dapat memberikan gambaran tentang keadaan data yang dimaksud.

2. Analisis Chi Kuadrat

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan agama di lingkungan keluarga

terhadap akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik korelasi kontingensi dengan menggunakan rumus chi kuadrat:

X2 
 fo  fh  2
fh

Keterangan :

X2    : Chi kuadrat.

fo : frekuensi yang diperoleh

fh  : frekuensi yang diharapkan67

 Sutrisno Hadi, Statistik, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), h. 317
67
BAB IV

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Singkat Keadaan Obyek

1. Keadaan Daerah Obyek Penelitian

Desa Pule adalah salah satu desa yang ada di wilayah Kecamatan Pule dan

terletak di tengah kota kecamatan. Desa tersebut merupakan ibukota kecamatan Pule.

Desa Pule terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Gugur, Dusun Depok,

Dusun Bangunsari dan Dusun Tirisan. Sebelah utara desa Pule berbatasan dengan

Desa Jombok, sebelah timur berbatasan dengan desa wilayah Kecamatan Suruh,

sebelah selatan berbatasan dengan desa Pakel dan sebelah barat berbatasan dengan

Desa Puyung.

Kelembagaan sekolah di Desa Pule ada 8 Sekolah Dasar yang tersebar di 5

(lima) dusun, dengan rincian sebagai berikut:

1. SD Negeri 1 Pule terletak di Dusun Krajan

2. SD Negeri 2 Pule terletak di Dusun Tirisan

3. SD Negeri 3 Pule terletak di Dusun Bangunsari

4. SD Negeri 4 Pule terletak di Dusun Gugur

5. SD Negeri 5 Pule terletak di Dusun Bangunsari

6. SD Negeri 6 Pule terletak di Dusun Tirisan

7. SD Negeri 7 Pule terletak di Dusun Depok

8. SD Negeri 8 Pule terletak di Dusun Tirisan

43
44

SD Negeri V Pule terletak sekitar 2 km dari kecamatan Pule, tepatnya berada

di RT 45 RW 22 dusun Bangunsari desa Pule kecamatan Pule kabupaten Trenggalek.

SD Negeri V Pule merupakan salah satu SD dari 2 SD yang berada di dusun

Bangunsari desa Pule kecamatan Pule.

Mayoritas penduduk desa Pule adalah begarama Islam. Mata pencaharian

penduduk adalah petani sawah, ladang, gogo, dan sebagian lainnya adalah pedagang

dan pegawan negeri. Dalam bidang keagamaan, di setiap RW dan RT ada tempat

ibadah yaitu masjid/musholla. Adapun kegiatan keagamaan yang lain selain sholat

berjama’ah, juga Jama’ah Yasin baik bapak ataupun ibu dan juga remaja putra/puti.

Selain itu di beberapa dusun didirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) untuk

anak-anak usia Sekolah Dasar.

2. Sejarah Berdirinya SD Negeri V Pule

Asal usul SD Negeri V Pule adalah dari sekolah dasar impres 3/1997 yang

berdiri tanggal 1 Januari 1977 yang dulu dengan nama SD Sengunglung Jaya yang

terdiri dari 1 kelas. Setelah 7 tahun kemudian SD Sengunglung Jaya diganti menjadi

SD Negeri Pule V yang kemudian mempunyai 6 kelas yaitu kelas I sampai dengan

kelas VI dan merupakan lanjutan dari SD Sengungung Jaya tersebut.

Perkembangan zaman semakin banyak perubahan dan menurut penelitian

dimungkinkan masih belum sesuai, maka nama lembaga sekolah diubah lagi. Untuk

Sekolah Dasar yang dulunya SD Negeri Pule V diganti atau diubah menjadi SD

Negeri V Pule sampai sekarang, termasuk keberadaan SD-SD di desa lain.


45

3. Keadaan Lokasi Penelitian

SD Negeri V Pule Kecamatan Pule Kabupaten Trenggalek, merupakan

Sekolah Dasar (SR) yang berdiri di bawah naungan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, semua siswanya masuk pagi dan sudah menempati gedung milik

sendiri.

Keadaan lokasi (gedung) pada waktu penelitian ini baik, jumlah ruang kelas

sebanyak 6 ruang, kemudian ada ruang lain lagi yaitu 1 ruang untuk guru, dan

komputer, 1 ruang untuk perpustakaan (tempat untuk meletakkan buku-buku/

peralatan sekolah).

4. Struktur Organisasi Sekolah

Sebagaimana diterangkan di atas maka kalau melihat struktur organisasi

sekolah ditata dengan rapi. Secara transparan antara Kepala Sekolah, guru dan komite

sekolah. Ada satu garis koordinasi yang baik dan berkesinambungan artinya antara

yang satu dengan lainnya saling bekerjasama dan saling membantu.


46

Adapun struktur organisasi sekolah adalah sebagaimana tersebut di bawah ini:

TABEL 1
STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH

Kepala Desa Kepala Sekolah Komite Sekolah

Guru Kelas Guru Kelas Guru Agama Guru OR Penjaga

Murid­murid

- Pembagian tugas guru dalam proses belajar mengajar

Karena di sekolah tersebut tidak dilakukan sistem vak, maka kegiatan proses

belajar mengajar berdaasrkan sistem guru kelas, kecuali guru bidang studi tertentu

yaitu guru agama, guru olahraga, guru muatan lokal atau mulok. Adapun

selengkapnya pembagian tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai

berikut:
47

TABEL II

PEMBAGIAN TUGAS GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

SDN V PULE TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Pangkat/ Jabatan di
No Nama/NIP Pendidikan
Golongan Sekolah
1. Suwarto, S.Pd Pembina IV/a Guru Mulok S1 STKIP
195907071981121003
2. Sri Umi Asiyah, S.Pd Pembina IV/a Guru kelas I S1 UKM
195502181978032002
3. Sri Redjeki, S.Pd Pembina IV/a Guru kelas III S1 UT
195908281980102005
4. Sutarno, S.Pd Pembina IV/a Guru kelas VI S1 UKM
195607061980102002
5. Sunyoto, A.Ma Pembina IV/a Guru Agama D2 STIT
195112311979121011 kelas I – VI
6. Supinah, S.Pd Pembina IV/a Guru kelas II S1 STKIP
196005061982012010
7. Jarmiati, S.Pd Penata Tk. I III/c Guru kelas IV S1 UT
196408061990052001
8. Sujiono Penata Muda III/a Guru kelas V S1 IKIP PGRI
197506031999111002
9. Mariyani Pembina IV/a Guru olahraga
196408061990052001 kelas I – VI
48

TABEL III
PEMBAGIAN TUGAS GURU DALAM MEMBIMBING KEGIATAN
EKSTRAKURIKULER SD NEGERI V PULE TAHUN PELAJARAN 2010/2011
No Nama Penugasan dalam Sasaran bimbingan
membimbing
1 Sri Redjeki Kepramukaan Siswa
2 Mariani UKS Siswa
3 Jarmiati Kesenian Siswa
4 Sujiono Komputer Siswa

5. Keadaan Guru

TABEL IV
KEADAAN GURU
No Nama/NIP Jabatan
1. Suwarto, S.Pd Kepala Sekolah
2. Sri Umi Asiyah, S.Pd Guru Kelas
3. Sri Redjeki, S.Pd Guru Kelas
4. Sutarno, S.Pd Guru Kelas
5. Sunyoto, A.Ma Guru Agama
6. Supinah, S.Pd Guru Kelas
7. Jarmiati, S.Pd Guru Kelas
8. Sujiono Guru Kelas
9. Mariyani Guru Olahraga
10. Muryanto Penjaga Sekolah
49

6. Keadaan Siswa

TABEL V
KEADAAN SISWA SDN V PULE TRENGGALEK
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Jenis Kelamin
No Kelas Jumlah
L P
1 I 10 10 20
2 II 10 7 17
3 III 6 6 12
4 IV 3 8 11
5 V 7 4 11
6 VI 5 5 10
JUMLAH 41 40 81

7. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di SD Negeri V Pule karena merupakan SD yang berada

di pedesaan tentu tidak selengkap dengan SD yang lain diantaranya:

1) Lapangan olahraga, meliputi: tenes meja, lompat jauh, lompat tinggi, dan

volly ball

2) 2 toilet untuk guru dan murid

3) Gudang penyimpanan barang

4) Ruang perpustakaan
50

B. Penyajian Data Penelitian

Dalam rangka menyelesaikan permasalahan penelitian ini, penulis

mengadakan studi di lapangan dengan menyebarkan angket. Secara kasar hasil angket

dari lapangan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL VI
TENTANG JAWABAN ANGKET DARI SISWA
No Nilai Perolehan
Sby. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Skor Kategori
1 3 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 40 Baik
2 2 3 2 1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 36 Baik
3 3 1 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 1 3 39 Baik
4 3 1 3 3 1 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 38 Baik
5 3 1 2 3 1 2 3 1 3 2 3 3 2 1 3 33 Sedang
6 3 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 40 Baik
7 3 1 2 3 1 1 3 1 2 2 3 3 2 2 3 32 Sedang
8 2 2 2 3 1 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 32 Sedang
9 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 41 Baik
10 3 1 3 3 1 1 3 3 3 2 3 3 2 3 3 37 Baik
11 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 40 Baik
12 3 1 3 3 1 1 3 2 3 2 2 3 2 3 3 35 Sedang
13 3 1 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 1 2 39 Baik
14 3 1 3 3 1 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 39 Baik
15 3 1 3 1 1 1 2 3 1 2 3 3 2 3 2 31 Sedang
16 3 1 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 1 3 39 Baik
17 3 1 2 3 1 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 37 Baik
18 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 39 Baik
19 3 1 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 39 Baik
20 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 41 Baik
21 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 38 Baik
22 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 37 Baik
23 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 40 Baik
24 3 1 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 38 Baik
25 3 1 1 1 1 2 3 1 1 2 3 3 2 3 3 30 Sedang
26 3 1 3 3 1 1 3 2 1 3 2 3 2 3 3 34 Sedang
27 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 38 Baik
28 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 29 Sedang
29 3 1 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 40 Baik
51

No Nilai Perolehan
Sby. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Skor Kategori
30 3 1 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 37 Baik

TABEL VII
TENTANG HASIL ANGKET ORANG TUA SISWA
No Nilai Perolehan
Sby. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Skor Kategori
1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 43 Baik
2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 38 Baik
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 44 Baik
4 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 42 Baik
5 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 26 Sedang
6 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 37 Baik
7 3 3 3 3 1 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 38 Baik
8 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 39 Baik
9 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 41 Baik
10 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 2 1 3 3 39 Baik
11 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 1 2 3 39 Baik
12 3 3 3 3 1 3 2 3 1 3 3 2 3 2 1 36 Baik
13 3 3 3 3 1 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 39 Baik
14 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 41 Baik
15 3 1 1 1 2 2 3 1 1 2 1 3 2 1 3 27 Sedang
16 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 42 Baik
17 1 1 3 3 1 3 1 3 3 3 3 3 1 3 2 34 Sedang
18 3 3 3 3 1 3 3 2 2 3 3 2 1 2 3 37 Baik
19 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 1 2 3 35 Sedang
20 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 2 1 2 3 38 Baik
21 3 1 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 1 3 1 33 Sedang
22 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 1 2 4 39 Baik
23 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 2 1 3 2 37 Baik
24 3 3 3 3 1 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 36 Baik
25 3 1 3 3 2 3 1 1 2 3 3 2 3 3 2 35 Sedang
26 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 3 2 1 2 3 33 Sedang
27 3 3 3 3 2 2 3 1 2 2 3 2 1 3 3 36 Baik
28 3 2 1 1 1 2 1 3 2 3 3 2 1 3 3 31 Sedang
29 3 3 3 3 1 3 2 1 3 2 3 2 3 3 4 39 Baik
30 3 3 3 3 2 2 1 2 2 1 2 2 1 3 3 33 Sedang
52

C. Deskripsi Data Penelitian

Data hasil penelitian tersebut di atas masih merupakan data yang masih kasar

dan sulit untuk dipahami. Agar mudah dipahami data tersebut masih harus diadakan

pengolahan dengan cara menggolongkan data-data tersebut ke dalam kategori

tertentu. Hal ini diperlukan untuk mengetahui mengetahui bagaimana deskripsi dari

masing-masing data penelitian yang akan digunakan untuk analisis data selanjutnya.

Deskripsi dari masing-masing data penelitian tersebut akan disajikan sebagai berikut:

1. Pendidikan agama di lingkungan keluarga

Berdasarkan data penelitian yang telah disajikan di atas diperoleh deskripsi

dari pendidikan agama di lingkungan keluarga. Deskripsi pendidikan agama di

lingkungan keluarga tersebut dijabarkan dalam tabel distribusi frekuensi sebagai

berikut:

TABEL VIII

DISTRIBUSI FREKUENSI PENDIDIKAN AGAMA

DI LINGKUNGAN KELUARGA

No Skor Kategori Frekuensi Pernsentase


1 36­45 Baik 21 70%
2 26­35 Sedang 9 30%
3 15­25 Kurang 0 0%

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebanyak 21 orang (70%)

responden menyatakan bahwa pendidikan agama di lingkungan keluarga baik.

Responden yang menyatakan bahwa pendidikan agama di lingkungan keluarga


53

sedang sebanyak 9 orang responden atau 30%, dan tidak ada yang menyatakan bahwa

pendidikan agama di lingkungan keluarga kurang. Dari hasil perhitungan tersebut

dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama di lingkungan keluarga termasuk baik.

2. Moral anak

Berdasarkan data penelitian yang telah disajikan di atas diperoleh deskripsi

tentang moral anak. Deskripsi moral anak tersebut dijabarkan dalam tabel sebagai

berikut:

TABEL IX

DISTRIBUSI FREKUENSI AKHLAK ANAK

No Skor Kategori Frekuensi Pernsentase


1 32­45 Baik 22 73,3%
2 18­31 Sedang 8 36,7%
3 3­17 Kurang 0 0%

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden atau

sebanyak 22 orang (73,3%) responden menyatakan bahwa moral anak baik.

Responden yang menyatakan bahwa moral anak sedang sebanyak 8 orang responden

atau 36,7%, dan tidak ada yang menyatakan bahwa moral anak kurang. Dari hasil

perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa moral anak termasuk baik.

D. Analisis Data

Berdasarkan deskripsi data yang telah disajikan di atas, maka kemudian data

tersebut dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan agama di


54

lingkungan keluarga terhadap akhlak anak. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan teknik-teknik “korelasi kontingensi”. Hasil analisa

data tersebut akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:

TABEL X

FREKUENSI YANG DIPEROLEH DARI PENDIDIKAN AGAMA

KELUARGA DAN MORAL ANAK

Pendidikan Agama Moral Anak Total


Baik Sedang Kurang
Keluarga
Baik 18 4 - 22
Sedang 3 5 - 8
Kurang - - - -
Total 21 9 - 30

TABEL XI

FREKUENSI YANG DIHARAPKAN DARI PENDIDIKAN AGAMA

KELUARGA DAN MORAL ANAK

Pendidikan Agama Moral Anak Total


Baik Sedang Kurang
Keluarga
Baik 15,4 6,6 - 22
Sedang 5,6 2,4 - 8
Kurang - - - -
Total 21 9 - 30
55

TABEL XII

HITUNGAN x2 TENTANG PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DI

LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP AKHLAK ANAK

No Fo Fh Fo-Fh (Fo-Fh)2  Fo - Fh  2
Fh
1 18 15,4 2,6 6,76 0,44
2 4 6,6 -2,6 6,76 1,02
3 - - - - -
4 3 5,6 -2,6 6,76 1,21
5 5 2,4 2,6 6,76 2,82
6 - - - - -
7 - - - - -
8 - - - - -
9 - - - - -
X2 = 5,49

Dari tabel di atas diperoleh data harga X 2 = 5,49. Setelah kita ketahui harga

tersebut maka disubstitusikan ke dalam rumus “koefisien kontingensi” yaitu:

X2
C=
X2 N

5,49
=
5,49  30

5,49
=
35,49

= 0,155

= 0,393

Interpretasi:
56

Ha = “Ada pengaruh yang positif dan signifikan pendidikan agama di lingkungan

keluarga terhadap akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek”

Ho = “Tidak ada pengaruh yang posifit dan signifikan pendidikan agama di

lingkungan keluarga terhadap pembinaan akhlak anak di SDN V Pule

Trenggalek”

Untuk mengambil kesimpulan interpretasi tersebut maka harga KK diubah

menjadi harga phi () dengan rumus:

c
=
1 c2

0,393
=
1  0,393 2

0,393
= 1  0,155

0,393
= 0,845

0,393
= 0,919

= 0,427

Selanjutnya harga Phi yang sudah kita peroleh itu kita konsultasikan para tabel

nilai “r” product moment dengan mencari terlebih dahulu df atau dbnya, yaitu df = N

– nr = 30 – 2 = 28. Dengan df = 28 dan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai “r”

product moment adalah sebesar 0,374.


57

Setelah kita bandingkan ternyata harga phi yang berasal dari KK c itu ternyata

lebih besar dari pada nilai “r” product moment, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Ha diterima, yang berarti bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan pendidikan

agama di lingkungan keluarga terhadap akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek.

E. Pembahasan

Dalam keberhasilan mendidik anak, kiranya kita perlu memperhatikan tiga

lembaga yang berpengaruh yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga dan

masyarakat merupakan lembaga yang bersifat non formal, sedangkan sekolah

merupakan lembaga formal. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama yang

dikenal oleh anak, kemudian diteruskan kepada pendidikan formal (sekolah). Ketiga

lembaga tersebut sangat mendukung dan saling berpengaruh terhadap perkembangan/

pertumbuhan anak.68

Pendidikan agama pada kanak-kanak, seharusnya dilakukan oleh orang tuanya

yaitu dengan jalan membiasakannya pada tingkah laku dan akhlak yang diajarkan

oleh agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil

dan sebagainya, orang tua harus memberikan contoh, karena anak pada usia ini belum

mengerti tapi mereka baru dapat meniru. Apabila si anak telah terbiasa menerima

perlakuan adil dan dibiasakan pula berbuat adil, maka akan tertanamlah rasa keadilan

itu kepada jiwanya dan menjadi salah satu unsur dari kepribadiannya. Demikian pula

 Samsul Nizar, Pengantar Dasar­dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 
68

2001), 125­131
58

dengan nilai-nilai agama dan kaidah-kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit

harus masuk dalam pembinaan mental si anak. Karena sangat pentingnya pendidikan

agama bagi pembinaan mental dan akhlak anak-anak, maka pendidikan agama harus

dilanjutkan di sekolah, tidak cukup orang tua saja.69

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti di SDN V Pule diketahui terdapat

pengaruh yang positif dan siginifikan dari pendidikan agama di lingkungan keluarga

terhadap akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek. Hasil penelitian ini sejalan dengan

pendapat Daradjat yang menyatakan bahwa pendidikan moral yang paling baik

sebenarnya terdapat dalam agama, karena nilai-nilai moral yang dapat dipenuhi

dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan

beragama. Keyakinan itu harus ditanamkan sejak kecil, sehingga menjadi bagian dari

kepribadian si anak. Karena itu pendidikan moral tidak lepas dari pendidikan agama.

Penanaman jiwa agama itu harus dilaksanakan sejak si anak lahir. Dalam agama

Islam misalnya, setiap bayi lahir segera diadzankan. Ini berarti bahwa pengalaman

pertama yang diterimanya diharapkan kalimah-kalimah suci dari Tuhan. Pendidikan

yang diterima oleh si anak dari orang tuanya, baik dalam pergaulan hidup maupun

dalam cara mereka berbicara, bertindak, dan sebagainya dapat menjadi

teladan/pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya. Tentunya orang tua harus

menjalankan agama dalam hidupnya, sehingga pendidikan agama dapat dilaksanakan

di rumah tangga. Dan orang tua harus betul-betul memperhatikan pendidikan moral

 Daradjat, Kesehatan Mental, 135­136
69
serta tingkah laku anak-anaknya, karena pendidikan yang diterima anak dari orang

tuanyalah yang akan menjadi dasar pembinaan moral selanjutnya.70

Pembinaan ketaatan beribadah pada anak, juga dimulai dari dalam keluarga,

anak yang masih kecil, kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang

mengandung gerak, sedangkan pengertian tentang agama belum dipahaminya. Karena

itu ajaran agama yang bersifat abstrak tidak menarik baginya. Anak-anak suka

melakukan sholat, meniru orang tuanya walaupun ia tidak mengerti apa yang

dilakukannya itu. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan

kepribadian seseorang maka tingkah laku orang tersebut akan banyak diarahkan dan

dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan

pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.71

Para pendidik terutama ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab sangat besar

dalam mendidik anak-anak dengan kebaikan dan dasar-dasar moral. Dalam bidang

moral ini, tanggung jawab mereka sangat komplek, berhubungan dengan segala hal

yang menyangkut masalah perbaikan jiwa mereka, meluruskan kepincangan mereka,

mengangkat mereka dari seluruh kehinaan dan pergaulannya yang lebih baik dengan

orang lain. Mereka bertanggung jawab untuk mendidik anak sejak kecil untuk berkata

benar, dapat dipercaya, menolong orang yang membutuhkan bantuan, menghargai

orang yang lebih besar, menghormati tamu dan lain-lain.72

70
 Daradjat, Peranan Agama dalan Kesehatan Mental, 71.
71
 Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, 71
72
 Kaelany, Islam dan Apsk­aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), 249

59
60

Agama Islam memesankan kepada pemeluknya supaya menanamkan tabiat

suka berbicara yang benar terhadap anak-anak sebagai salah satu pekerti luhur, agar

mereka tumbuh dengan kebiasaan berkata benar dalam segala hal.

Jadi berdasarkan uraian di atas jelas nampak begitu besar bahwa peranan

orang tua (keluarga) terhadap anaknya. Sehingga keluarga/orang tua harus benar-

benar mampu memberikan pelajaran yang baik kepada anaknya, dalam hal ini

termasuk di dalamnya adalah moral dan ajaran agama.

Dan orang tua merupakan tokoh idola bagi si anak, sehingga apapun yang

diperbuat oleh orang tua akan diikuti oleh anaknya. Maka orang tua harus

memberikan contoh yang baik bagi si anak dan membiasakan anak pada perbuatan

yang baik pula. Karena keluarga merupakan tonggak awal keberhasilan proses

pendidikan selanjutnya, baik formal maupun non formal.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat penulis kemukakan   beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan teoritis

a. Pendidikan   Agama   Islam   adalah   bimbingan   dan   asuhan   yang   diberikan

kepada anak dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat

dewasa sesuai dengan ajaran agama Islam.

b. Dasar­dasar pendidikan agama adalah pedoman yang menjadi alasan dalam

pelaksanaan pendidikan agama, sesuai dengan dasar pendidikan agama Islam

yang ada di Indonesia, yaitu dasar yuridis/hukum, dasar religius, dasar sosial

psikologis. 

c. Tujuan Pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan manusia diciptakan yaitu

untuk   berbakti   kepada   Allah/untuk   membentuk   manusia   bertaqwa   yang

berbudi luhur serta memahami dan mengamalkan ajaran­ajaran agama Islam. 

61
62

d. Keluarga   merupakan   persekutuan   hidup   berdasarkan   perkawinan   yang   sah

terdiri   dari   suami,   istri   dan   anak­anaknya.   Keluarga   sebagai   sumber

pendidikan   utama   dan   pertama   karena   segala   pengetahuan   dan   kecerdasan

manusia   pertama­tama   diperoleh   dari   orang   tua   dan   anggota   keluarganya

sendiri.

e. Fungsi   keluarga   meliputi   fungsi   biologis,   fungsi   edukatif,   fungsi   religius,

fungsi protektif, fungsi sosialisasi anak, dan fungsi rekreatif.

f. Orang tua bertanggung jawab terhadap anak di hadapan Alloh, karena anak

merupakan amanat yang diberikan oleh Alloh kepada orang tuanya. Orang tua

hendaknya membimbing anak sejak lahir ke arah hidup sesuai dengan ajaran

agama Islam, sehingga anak terbiasa hidup sesuai dengan nilai­nilai akhlak

yang telah diajarkan/sesuai dengan ajaran agama Islam. 

g. Peranan keluarga (orang tua) dalam pendidikan agama

Orangtua berperan sebagai pendidik dalam keluarga yaitu dengan mengasuh,

membimbing, memberi teladan dan memberi pelajaran yang baik. Orangtua

adalah   orang   yang   menjadi   panutan   bagi   anaknya,   maka   orangtua   harus

memberikan   contoh/teladan   yang   baik   bagi   anaknya.   Karena   teladan   yang

baik akan terbawa sampai ia dewasa nanti. 
63

h. Moral  adalah  sesuai  dengan  ide­ide  yang  umum  diterima  tentang  tindakan

manusia,mana yang baik dan wajar.

i. Pendidikan Agama  sangat penting dalam pembinaan  moral  anak. Bila kita

menginginkan anak kita menjadi anak yang baik, maka kita perlu memberikan

pengalaman­pengalaman   yang   baik,   nilai­nilai   moral   yang   tinggi   serta

kebiasaan­kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahirnya. Dengan

pendidikan agama yang diperolehnya tersebut, maka anak dapat membedakan

mana yang baik dan mana yang buruk. 

j. Peranan   orangtua   terhadap   anaknya   sangat   besar   sekali   terhadap   anak,

sehingga   orang   tua   harus   benar­benar   mampu   memberikan   pelajaran   yang

baik kepada anaknya termasuk moral dan ajaran agama. Keluarga merupakan

tonggak   awal   keberhasilan   proses   pendidikan   selanjutnya,   baik   formal

maupun non formal. 

2. Kesimpulan Empiris

Dari hasil interpretasi, dapat diambil kesimpulan bahwa

a. Pendidikan agama di lingkungan keluarga siswa di SDN V Pule Trenggalek

adalah baik. Hal ini didapat dari hasil observasi terhadap lingkungan.
64

b. Akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek secara umum adalah baik, karena

menurut   pengamatan   penulis   selama   mengadakan   penelitian   rata­rata   anak

memiliki sikap yang sopan dan santun.

c. Ada   pengaruh   yang   signifikan   pendidikan   agama   di   lingkungan   keluarga

terhadap akhlak anak di SDN V Pule Trenggalek.

B. Saran­saran

1. Kepala   sekolah   hendaknya   menyediakan   sarana   dan   prasarana   yang   cukup

memadai   untuk   kegiatan   praktek   keagamaan   dalam   rangka   menunjang

pelaksanaan   praktek   keagamaan   di   sekolah,   misalnya:   peralatan   sholat,

juz’amma, Al­Qur’an, tempat sholat dan wudlu yang cukup memadai, dan

sebagainya.

2. Bagi para guru agama hendaknya meningkatkan kegaitan­kegiatan keagamaan

secara  periodik,  misalnya:  Hari  Besar Islam,  Kegiatan  di  bulan  Ramadhan

selalu ditandai dengan kegiatan­kegiatan yang bernafaskan islami, sehingga

dengan cara ini diharapkan bisa menambah peningkatan kemampuan siswa

dalam pelaksanaan ibadah sehari­hari. Hal ini bisa dilakukan dengan diadakan
65

berbagai   perlombaan­perlombaan,   misalnya:   lomba   sholat,   lomba   adzan,

lomba membaca Al­Qur’an dan sebagainya.

3. Kepada orangtua yang telah menjalankan kegiatan keagamaan secara baik,

hendaknya   lebih   ditingkatkan   lagi,   kemudian   kepada   para   orangtua   yang

sementara ini kegiatannya dalam bidang agam amasih kurang, agar supaya

tidak   segan­segan   senantiasa   selalu   meningkatkan   aktifitasnya,   baik   dalam

ibadah   maupun   penanaman   akhlak   yang   baik   kepada   anaknya.   Karena

orangtua adalah suri tauladan bagi anaknya nantinya akan berpengaruh kepada

anaknya. 

4. Kepada para siswa harus selalu meningkatkan aktifitas keagamaan maupun

pengetahuannya di bidang agama, karena agama adalah salah satu benteng

yang dapat mencegah seseorang untuk berbuat hal yang tidak baik (negatif)

yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kepada anak­anak haruslah

aktif   untuk   mengikuti   kegiatan­kegiatan   keagamaan   baik   diadakan   oleh

lembaga sekolah atau oleh kelompok masyarakat yang lain. 
DAFTAR PUSTAKA

A.M Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2001.

Arifin, Drs. HM, Hubungan Timbal Balik Pendidikan di Lingkungan Sekolah


Keluarga, Jakarta, Bulan Bintang, 1977.

, Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan Penyuluhan Agama, Jakarta, Bulan


Bintang, 1979.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, Jakarta, 1999.

Drajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1979.

Gunarso, D. Singgih, Pengantar Psikologi, Jakarta, Mutiara, 1978.

Hadi Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta, Andi Offset, 1989.

, Metodologi Research II, Yogyakarta, Yasbit, Fakultas Psikologi UGM, 1980.

Latipun, Psikologi Konseling, Malang, UMM Press, 2001.

Mahmud Dimyati, Psikologi Suatu Pengantar, Jakarta, P2LPTK, 1989.

Nasution Amir Hamzah, Jiwa dan Alam Kanak-kanak, Jakarta, Gunung Agung, 1954.

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Reka Sarasen, 1999.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bagian Tarjih, Himpunan Putusan Tarjih,


Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Cetakan ke-3, 1962.

Poerwadarminto WJS, Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai


Pustaka, 1987.

Purwanto Ngalim, M, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1992.

Siahaan Henry, Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung, Angkasa, 1991.

Simanjuntak B dan Pasaribu, Proses Belajar Mengajar, Bandung, Sinar Baru, 1989.
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK
DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH DASAR NEGERI V PULE
Jln. Raya Bangunsari Pule Trenggalek
KECAMATAN PULE 66362

SURAT KETERANGAN
423.6/088/406.055.580/2011

Kepala Sekolah Dasar Negeri V Pule, Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek


menerangkan bahwa:
Nama : TRI JARWANTI
NIM : 2009540121996
Semester : VIII (Delapan)
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
benar-benar telah mengadakan penelitian di SDN V Pule mulai tanggal 1 sampai
dengan 18 Juni 2011 sebagai bahan Penyusunan Skripsi dengan judul “Pengaruh
Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga terhadap Akhlak Anak di SDN V Pule
Trenggalek”.
Demikian semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pule, 18 Juni 2011


Kepala SD Negeri V Pule

SUWARTO, S.Pd
NIP. 195907071981121003

Anda mungkin juga menyukai