Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH PENDIDIKAN KEAGAMAAN TERHADAP SOSIAL PENDIDIKAN

Abstrak: penulis pengangkat seberapa pengaruh pentingnya pendidikan keagamaan


terhadap sosial pendidikan di MTs NU Raudlatul Muallimin Wedung kelas IXD, Penelitian
ini merupakan diskriptif kualitatif, di era serba modernt saat ini hal ini sangat menarik untuk
di teliti karena banyak siswa yang mulai acuh dengan lingkungannya. Karya ini menganalisa
tentang prilaku sosial dalam proses pembelajaran. Data yang dikumpulkan dalam karya ini
melalui literatur lain, peneliti juga mengintervew kepala madrasah, Guru mapel Akidah
Ahlak dan siswa satu kelas sebanyak 36 siswa serta melakukan pengamatan di madrasah
tersebut. Berdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat diketahui tingkat pentingnya
pendidikan keagamaan terhadap sosial pendidikan. Adapun dampak positif pendidikan
keagamaan terhadap sosial pendidikan, membentuk suasana kelas yang religius,
menanamkan sikap etika sopan santun dan mengamalkan prilaku pentingnya pendidikan
keagamaan terhadap sosial pendidikan.
Kata kunci: Pendidikan agama, Prilaku Sosial, Pendidikan era Globalisasi

I. PENDAHULUAN
Saat ini, perkembangan teknologi dan era globalisasi sudah sedemikian rupa.
Dampaknya dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.
Perkembangan tersebut di dirasa sangat mempengarugi prilaku dan tumbuh kembang siswa.
Hampir setiap saat, kita menyaksikan tayangan yang berhubungan dengan tindakan anarkis
yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Sungguh kita sangat merindukan masyarakat yang
memiliki karakter ramah, santun, dan toleran, sebagaimana diajarkan oleh para leluhur bangsa
ini.1
Junyati Njuk. dalam bukunya, mengungkapkan bahwa pada usia 10-12 tahun, anak
sudah dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari suatu
peraturan. Anak sudah mampu membedakan macam-macam nilai moral atau macam-macam
situasi dimana nilai-nilai moral itu dapat dikenakan. Anak sudah mengenal konsep-konsep
moralitas seperti: kejujuran, hak milik, keadilan, dan kehormatan. Pada masa ini, pada anak
juga terdapat dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh
orang lain.2

1
Fahmi Gunawan, Pendidikan Karakter, Hipotesis Saphir-Whorf dan Bahasa Intelek di Media Sosial, Jurnal
Al-Ta’dib, Vol. 7 No. 1 Januari-Juni, 2014, hal. 2
2
Junyati Njuk, Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Perubahan Perilaku Siswa di SDN 005 Pujungan,
Skripsi, S.Pd.K, Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar, 2016, hal. 4
Era modern mampu merubah adat-istiadat lokal dapat ditransformasi ke dalam
globalisasi. Masyarakat bisa dengan mudah memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan
orang banyak tanpa perlu memikirkan hambatan dalam hal biaya, jarak dan waktu. Namun
dari kemudahan yang ditawarkan media tersebut, terdapat sisi lain yang dapat merugikan
penggunanya dan orang-orang disekitarnya.2 Tidak ketinggalan siswa- siawa yang menjadi
hiperaktif di era globalisasi ini, tayangan internet, media sosial dan youtube, menampilkan
tontonan yang setiap hari dikonsumsi oleh iswa, Internet menyediakan berbagai informasi,
berbagai konten menarik dapat kita akses melalui berbagai media di dunia maya. Namun tidak
semua konten yang ada di dunia itu bersifat positif. Terdapat juga banyak konten bersifat
negatif yang seharusnya tidak pantas disebarluaskan, misalnya konten pornografi. Internet
memungkinkan penggunanya untuk dapat mencari konten pornografi, melihat serta
mengunduhnya dari media yang menyediakannya. Saat ini dampak negatif mulai dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perubahan nilai dan norma yang terjadi didalam
masyarakat yang lebih bersifat individu dan menurunnya kepekaan sosial masyarakat.
Pendidikan Keagamaan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena pada dasarnya
Agama mampu melestarikan hubungan yang baik dan harmonis antar manusia. Oleh karena
itu, Mengingat peran pendidikan yang sangat strategis sistem pendidikan harus mampu
menyesuaikan perkembangan zaman. segenap potensi bangsa turut serta dalam meningkatkan
kualitas pendidikan, lebih lagi di era modern
Oleh karena itu dalam karya ini penulis menganalisis mengenai seberapa pengaruh
pentingnya pendidikan keagamaan terhadap sosial pendidikan di MTs NU Raudlatul
Muallimin Wedung kelas IXD,. Adapun metode pengumpulan data melalui karya literatur lain
(sumber sekunder) dan melakukan observasi di madrasah tersebut, dalam hal ini peneliti juga
mewawancarai kepala madrasah dan MTs NU Raudlatul Muallimin Wedung, akan tetapi
karena jumlah siswa pada madrasah ini sejumlah 557 siswa yang terbagi menjadi 15 rombel
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Maka peneliti
engambil sampel dengan cara sampling yaitu melalui teknik sampling siswa kelas IXD
sebanyak 36 siswa 25% dari jumlah siswa.
Maka berdasarkan paparan diatas, penusil akan membahas tiga poin penting sebagai
berikut:
1. Dampak era Globalisasi dikalangan siswa/i MTs NU Raudlatul Muallimin Wedung
kelas IXD
2. Pendidikan Keagamaan MTs NU Raudlatul Muallimin Wedung
3. Pendidikan Agama Islam di era Globalisasi
4. Formulasi Pendidikan Agama Islam di era Globalisasi

II. PEMBAHASAN

A. Dampak era Globalisasi dikalangan siswa/i MTs NU Raudlatul Muallimin


Sebelum membahas mengenai Dampak era Globalisasi di kalangan siswa MTs NU
Raudlatul Muallimin Wedung, terlebih dahulu penulis akan membahas mengenai pengertian
dan perkembangan media sosial sebagai gerbang mauknya informasi dari luar.
Media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial. Sosial media
menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.
Beberapa situs media sosial yang poluler sekarang ini antara lain: Blog, Twitter, Facebook,
Instagram, Path dan Wikipedia. Devinisi lain dari media juga dijelaskan oleh Van Dijk media
sosial adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang
memfasilitasi mereka dalam berkreatifitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial
dapat dilihat sebagai fasilitator online menguatkan hubungan antara pengguna sekaligus
sebagai sebuah ikatan sosial.3
Media social (Social Networking) adalah sebuah media online dimana para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,
sosial network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan
wiki mungkin merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat
di seluruh dunia. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai
"sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan
teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated
content".4
Menurut Shirky media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk
meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi (to share), bekerja sama (to co-operate)
diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada diluar

3
Rulli Nasrullah, Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2017), hal. 11
4
Wilga Sescio R.P dkk, Op.cit., hal. 50
kerangka institusional meupun organisasi. Media sosial adalah mengenai menjadi manusia
biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk
menciptakan kreasi, berpikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik,
menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media
sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri.5
Media sosial dengan penetrasi tertinggi di Indonesia ditempati oleh Facebook pengguna
14% dari keseluruhan pengguna. Kemudian, disusul dengan WhatsApp, Twitter, Facebook
Messenger, Google+, LinkedIn, Instagram, Skype, Pinterest dan urutan terakhir ditempati
presentase 6%.6
Kemudahan yang sudah banyak ditawarkan perangkat teknologi informasi yang ada
sekarang ini menjadikan perangkat tersebut kebutuhan primer yang setiap hari keberadaanya
harus ada hampir setiap waktu dalam sehari-hari. Dalam berkomunikasipun tidak perlu
mengeluarkan energi dan biaya yang terlalu besar karena tidak perlu bertatap muka dan pergi
ke suatu tempat khusus secara langsung. Teknologi yang menghadirkan aplikasi sosial media
ini memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan orang-orang sampai ke plosok penjuru
dunia manapun dalam waktu yang sangat singkatdan sangat mudah.7
Madrasah juga berperan menciptakan program diluar gerakan literasi madrasah yang
menitikberatkan pada literasi media digital. Madrasah tidak boleh hanya mengajar materi
kognitif (pengetahuan), namun juga harus memberikan penguatan literasi media digital aspek
afektif (sikap) dan psikomotorik (ketrampilan).
Selain itu beberapa karakteristik yang lain ada pada sosial media yaitu:
1. Partisipasi
Partisipasi ini mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik
atau berminat menggunakannya, sehingga mengaburkan batasan antar media dan
audience
2. Keterbukaan
Kebanyakan sosial media terbuka bagi umpan balik dan partisipasi melalui sarana-
sarana voting, komentar dna berbagai informasi. Jarang sekali dijumpai batasan untuk
mengakses dan memanfaatkan isi pesan (perlindungan password terhadap isi cendrung
aneh)

5
Rulli Nasrullah, Loc.cit.
6
Astrid Kurnia S. dan Nur Aini R., Pengaruh dan Pola Aktivitas Penggunaan Internet Serta
Media Sosial pada Siswa SMPN 52 Surabaya, Jurna Of International System Engineering and Business
Intelligence, Vol. 2, No 1, April 2016, hal. 18
7
Sulidar Fitri, Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Perubahan Sosial Anak,
Naturalustic: Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran 1, 2 (April 2017): 118-123, hal. 119
3. Perbincangan
Sosial media memungkinkan terjadinya perbincangan atau pengguna secara dua arah
4. Komunikasi
Media sosial memungkinkan terbentuknya komunikasi-komunikasi secara cepat (instan)
dan komunikasi secara efektif tentang beragam isu/ kepentingan (dari hobi fotografi,
politik, hingga tayangan TV favorit).
5. Keterhubungan
Mayoritas sosial media tumbuh subur lantaran kemampuan melayani keterhubungan
antara pengguna, melalui fasilitas tautan (links) ke website, sumber-sumber informasi
dan pengguna-pengguna lain.8
Menurut Lometti, dan Bybee penggunaan media oleh invidu dapat dilihat dari tigal hal, yaitu:
a. Jumlah waktu, hal ini berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang digunakan
dalam mengakses situs;
b. Isi media, yaitu memilih media dan cara yang tepat agar pesan yang ingin disampaiakan
dapat dikomunikasikan dengan baik
c. Hubungan media dengan individu dalam penelitian ini adalah keterkaitan pengguna
dengan media sosial.9

B. Pendidikan Keagamaan MTs NU Raudlatul Muallimin Wedung


Berdasarkan penjelasan dalan wawancara dengan kepala madrasah, Bapak H. Salman
Dahlawi, M.Pd.I. bahwasannya visi MTs NU Raudlatul Muallimin adalah “Unggul Dalam
Prestasi, Terampil Berdasarkan Iptek Dan Imtaq, Serta Berakhlakul Karimah Dalam Bingkai
Ahlussunah Wal Jamaah”
Madrasah sendiri berada dibawah Kementrian Agama, sehingga mapel yang diajarkan
kepada siswa/i meliputi mapel umum, mapel PAI dan muatan lokal, sehingga secaraumum
syarat akan muatan keagamaan, mapel keagamaam meliputi pelajaran Al Quran Hadis,
Aqidah Ahlak, Fiqih, SKI, Bahasa Arab, Ke NU an, Nahwu Shorof.
Tidak diragukan lagi pendidikan Madrasah memiliki sejumlah mapel agama, sehingga
pendidikan Madrasah dapat terus eksis menjawab tantangan dan kebutuhan zaman maka harus
ada perubahan pola atau penyesuaian

8
Nisa Khairuni, Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Pendidikan Akhlak Anak,
Jurnal Edukasi, Vol. 2 Nomor 1. Januari 2016, hal. 95
9
Tea Rahmani, Penggunaan Media Sosial Sebagai Penguasaan Dasar-Dasar Fotografi Ponsel,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2016) hal. 22
Pendidikan menurut Jalaluddin yang yang dikutip oleh Nisa Khairuni pendidikan pada
dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia, agar
setelah tercapainya kematangan itu, ia mampu memerankan diri sesuai amanah yang
disandangnya, serta mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan kepada sang pencipta.
Kematangan disini maksudnya gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai
oleh setiap potensi fitrah manusia.10

C. Pendidikan Agama Islam di era Globalisasi


Azyumardi Azra mengatakan “pendidikan Islam merupakan pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan ketrampilan dengan tujuan menyiapkan manusia untuk menjalani hidup
dengan lebih baik11. Namun hal itu tidak berjalan dengan lurus, karena pendidikan Islam
dipengaruhi oleh arus globalisasi yang terjadi saat ini. Globalisasi merupakan ancaman besar
bagi pendidikan Islam untuk mempertahankan nilai-nilai agama yang murni.
“Perubahan dalam bidang pendidikan meliputi isi pendidikan, metode pendidikan,
media pendidikan, dan lain sebagainya. salah satu aspek yang amat besar pengaruhnya adalah
kurikulum.12”
Kurikulum bersifat fleksibel sehingga bisa menerima perubahan-perubahan sesuai
dengan perkembangan zaman. Namun mengakibatkan para guru kebingungan dalam
menyampaikan materi. Hal ini tidak dirasakan guru saja tapi juga dialami para peserta didik.
Terutama mereka yang berada pada tingkat SD/ MI (Pendidikan Dasar). Mereka yang
seharusnya masih bermain dan bernyanyi sesuai dengan alam mereka malah dituntut untuk
bisa membaca dan menulis, yang bahkan anak tingkat MTs pun masih dalam proses belajar,
ini berlaku juga di MI Islam.
Dalam salahsatu hadits disebutkan “‫الناس على قدْر عقو ِّلهم‬
َ ِّ ُ‫أ ُ ِّم ْرنا أن ن‬.”13 Kami diperintahkan
‫كل َم‬
untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan mereka”
Hal ini sesungguhnya juga diterapkan dalam hal pendidikan, bagaimana mungkin anak
kelas SD/ MI cara berfikirnya masih sangat konkret dituntut untuk bisa membaca dan menulis
yang mana itu setara dengan kemampuan anak tingkat MTs.
Pendidikan agama Islam yang diterapkan tidak mampu menciptakan pribadi muslim
yang betul-betul memahami agamanya secara komprehensif dan menyeluruh tidak setengah-

10
Nisa Khairuni, Op.cit., 97
11
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. 1995. Pendidikan, Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. hlm. 5.
12
Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta. hlm. 95.
13
592 ‫ حديث رقم‬:‫كشف الخفا للعجلوني‬
setengah karena metode yang diterapkan tidak mampu mengakomodir kebutuhan peserta
didik.
Metode yang kebanyakan masih berorientasi kepada metode konvensional dan monoton
sehingga tidak mampu memuaskan rasa haus peserta didik dalam hal pengetahuan agama,
belum lagi ketidakmampuan menghadapi perkembangan zaman yang sudah sangat jauh
berkembang, jika dulu peserta didik masih mau berlama-lama mendengarkan ceramah dari
guru ataupun nasehat maka peserta didik zaman sekarang cenderung sudah mulai tidak betah
mendengarkan hal tersebut karna biasa di rumah mereka menyerap “pelajaran” dalam bentuk
visual melalui televise yang menyediakan beragam bentuk acara yang memikat anak-anak.
Pendidikan Islam nampaknya masih terkungkung di posisi bawah dan tidak mempunyai
posisi tawar yang kuat dalam peradaban dunia. padahal pendidikan Islam sarat dengan muatan
moral dan spiritual bisa berfungsi, menjadi obat penyakit sosial kemanusiaan akibat dampak
globalisasi.
Hal ini diperparah dengan adanya dikotomi ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslim
sendiri, yaitu pemisahan ilmu pengetahuan menjadi ilmu agama dan ilmu umum (secular),
mungkin ada diantara doktrin orang-orang tua dahulu yang mengatakan bahwa “kelak di alam
Barzakh yang akan ditanyakan oleh Malaikat Munkar dan Nakir bukanlah perkara ilmu
umum (matematika, IPA dan lainnya) jadi kamu belajar agama saja yang rajin”.
Atau bahkan pernyataan yang mengatakan bahwa menuntut ilmu Agama adalah Fardhu
Ain (setiap pribadi wajib melakukannya) sedangkan menuntut ilmu Umum adalah Fardhu
Kifayah (cukup sebagian saja yang melakukannya).
Menurut penulis hal tersebut tidak selamanya benar, karena yang dinamakan menuntut
ilmu itu wajib adalah menuntut ilmu (baik itu ilmu agama atau ilmu umum) yang dengan ilmu
tersebut dapat menyampaikan si penuntut ilmu untuk lebih dekat dengan Robbnya, hal inilah
yang sejalan dengan salahsatu sabda baginda Rosulullah SAW ‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
‫ومسلمة‬ 14
yang artinya menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi orang muslim baik itu
laki-laki ataupun perempuan.
Maka jika demikian dapatlah dikatakan bahwa menuntut ilmu matematika dasar itu
hukumnya wajib bagi seorang muslim, demikian juga ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan social, ekonomi, geografi dan cabang ilmu pengetahuan lainnya, adapun yang
hukumnya Fardhu Kifayah itu mendalami cabang-cabang ilmu pengetahuan umum tersebut.

14
1543 ‫ رقم‬، ‫البيهقى فى شعب اإليمان‬
Menurut undang-undang pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.15
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan jasmani maupun rohani,
melalui penanaman nilai-nilai sehingga melahirkan perubahan ke arah positif yang nantinya
dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dengan kebiasaan bertingkah laku yang
baik.
D. Formulasi Pendidikan Agama Islam di era Globalisasi
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia /
pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusai baik yang berbentuk
jasmani maupun rohani. Menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan
Allah, manusia dan alam semesta. Dengan demikian pendidikan Islam itu berupaya
mengembangkan individu sepenuhnya, Maka sudah sewajarnya untuk dapat memahami
hakikat pendidikan islam itu bertolak dari pemahaman terhadap konsep manusia menurut
Islam.
Al-Qur’an meletakkan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dibumi "Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."16
Sebagai khalifah di muka bumi maka seharusnyalah manusia membekali diri dengan
pengetahuan yang akan menguatkan posisinya sebagai khalifah, pengetahuan ini tentunya
mencakup pengetahuan agama dan pengetahuan ilmu-ilmu umum lainnya sehingga dalam
posisinya sebagai khalifah dia mampu memakmurkan bumi dengan bekal ilmu-ilmu umum
yang dia punyai dan bersikap sesuai dengan tuntunan agama dalam menjalankan amanah
dengan bekal ilmu agamanya sehingga akan lahir pemimpin-pemimpin dunia yang takut akan
Tuhannya dan dapat memakmurkan dunia, bukan pemimpin yang korup dan otoriter serta
tidak berpihak kepada kepentingan agamanya.

15
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, BAB I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1
16
QS. Al Baqoroh: 30
Pendidikan Islam di zaman ini menghadapi tantangan-tantangan yang serius untuk tetap
eksis di dunia pendidikan. Adapun tantangannya adalah sebagai berikut: “Pertama, orientasi
dan tujuan pendidikan. Kedua, pengelolaan (manajemen) sistem manajemen ini yang akan
mempengaruhi dan mewarnai keputusan dan kebijakan yang diterapkan dalam sebuah
lembaga pendidikan. Ketiga, hasil (out put). Bagaimana produk yang dihasilkan dari sebuah
lembaga pendidikan bisa dilihat dari kualitas luaran (out putnya)17
Dalam pandangan Haidar Putra Daulay menjelaskan “tantangan globalisasi bagi
pendidikan Islam yaitu masalah kualitas. era global adalah era pesaing bebas. Maka akan
terjadi pertukaran antar negara baik resmi maupun tidak18. pertukaran manusia, barang, jasa,
teknologi dan lain-lain adalah hal yang dipersaingan dalam era global ini. Untuk itu perlu
dibentuk manusia yang unggul jadi kualitas SDM sangat penting untuk menentukan kualitas
lembaga pendidikan, negara dan agama.
Selain tantangan kualitas juga tantangan moral era globalisasi banyak membawa
dampak negatif generasi muda sekarang sudah terpengaruh dengan pergaulan yang global.
Hal-hal yang tidak semestinya dilakukan oleh generasi muda seperti minum miras,
menggunakan narkoba, melakukan seks bebas malahan menjadi kebiasaan bagi mereka. moral
mereka bisa dikatakan seperti moral syaitan. Mereka hanya mengikuti hawa nafsu belaka
tanpa memikirkan akibatnya. Berkenaan itu maka pendidikan Islam harus semakin
diefektifkan dengan berbagaia metode baik itu di lingkungan lembaga pendidikan Islam atau
lembaga pendidikan umum.
Dr. A. Qodri Azizi menyatakan “pada prinsipnya globalisasi mengadu pada
perkembangan-perkembangan yang cepat dalam teknologi, komunikasi, transformasi dan
informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah untuk
dijangkau19”.
Dari perkembangan yang cepat di berbagai bidang inilah, pendidikan Islam bisa
berpeluang besar untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cepat pula. Menurut tim penyusun
IAIN Sunan Ampel20, agar Islam dapat berarti bagi masyarakat global maka Islam diharapkan
tampil dengan nuansa sebagai berikut:

17
Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta. hlm.104-105
18
Ibid hal 20
19
Dr. A. Qodri Azizy, MA. 2003. Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hlm. 19.
20
Tim Penyusun. 2009. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. hlm. 236-237.
Pertama, menampilkan Islam yang lebih ramah dan sejuk, sekaligus menjadi pelipur
lara bagi kegerahan hidup modern.
Kedua, menghadirkan Islam yang toleran terhadap manusia secara keseluruhan agama
apapun yang dianutnya
Ketiga, menampilkan visi Islam yang dinamis, kreatif, dan inovatif.
Keempat, menampilkan Islam yang mampu mengembangkan etos kerja, etos politik,
etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan dan etos pembangunan.
Kelima, menampilkan revivalitas Islam dalam bentuk intensifikasi keislaman lebih
berorientasi ke dalam (in mard ariented) yaitu membangun kesalehan, intrinsik dan
esoteris daripada intersifikasi ke luar (out wad oriented) yang lebih bersifat ekstrinsik
dan eksoteris, yakni kesalehan formalitas.
Untuk terciptanya hal tersebut maka diperlukan pendidikan islam yang komprehensif
dan sesuai yang dapat mengantarkan pribadi muslim kepada tujuan akhir pendidikan yang
ingin dicapai.
Diantara langkah yang mungkin dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
a. Fokus untuk membangun karakter sejak dini.
yaitu dengan memberikan contoh dan membiasakan melakukan ibadah/ hal-hal yang
bernilai kebaikan/ moral selama peserta didik mengikuti pendidikan sehingga terbentuk
karakter unggulan yang diinginkan, seperti jujur, tertib, mengucapkan salam, berjalan yang
rapi, kebersihan diri dan lingkungan serta lainnya.
hal ini merupakan inti ajaran islam itu sendiri sejalan dengan salahsatu hadits
Rosulullah SAW:
21
‫إنما بعثت ألتمم صالح األخالق‬
“sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
Lingkungan pendidikan dijadikan wadah pembentukan karakter idaman karena
sesungguhnya pendidikan karakter itu dilakukan dengan pembiasaan bukan dengan drill
hapalan, pelaksanaannya pun melibatkan seluruh pihak yang berada di lingkungan pendidikan
maka karakter yang diterapkan akan terjaga dan dapat dipantau dengan lebih baik.
Terkait dengan pembentukan karakter maka pengajaran materi praktikum dalam agama
pun seyogyanya dilakukan dengan praktek seperti ketika mengajarkan wudhu, akan kelihatan
bedanya pengajaran yang dilakukan dengan men-drill materi tersebut sehingga peserta didik
hapal dan pengajaran yang dilakukan dengan praktek berwudhu itu sendiri dan diulangi secara

21
7608 ‫ شعب اإليمان رقم‬،‫البيهقي‬
rutin ketika waktu sholat tiba, begitu juga dengan pengajaran Sholat, Doa dan Dzikir akan
jauh menempel pada peserta didik pengajaran yang dilakukan dengan pemberian contoh,
praktek dan pembiasaan.
Dalam literature agama sendiri disebutkan bahwa Rosulullah mengajarkan tatacara
beribadah dengan memberikan contoh dan meminta para sahabat melakukan sesuai dengan
apa yang dilakukan oleh beliau, sebagaimana disebutkan dalam hadit tentang Sholat:
22
‫صلوا كما رأيتموني أصلي‬
“sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sholat”
Di dalam hadit lain tentang Haji disebutkan:
‫خذوا عني مناسككم‬
“ambillah contoh dari manasik yang telah aku lakukan”
b. Meng-orientasi-kan pendidikan pada pentingnya proses bukan hasil saja.
Dengan melakukan pembiasaan diharapkan pendidik dan orangtua lebih fokus kepada
proses yang dengan proses yang baik tentu hasilnya juga akan baik. Karena pendidikan
bukanlah proyek sehari jadi tapi lebih kepada investasi yang akan dinikmati hasilnya setelah
beberapa waktu.
c. Meng-integrasi-kan nilai moral ke semua cabang ilmu.
Dengan tidak memilah antara ilmu agama dan ilmu umum maka merupakan suatu
keniscayaan bahwa dari setiap ilmu yang dipelajari akan menuntun sang penuntu ilmu kepada
tuhannya yaitu dengan menonjolkan pembangunan karakter yang didapat setelah mempelajari
cabang suatu ilmu tertentu.
Ambil contoh misalnya ilmu pengetahuan alam akan menuntun seseorang untuk dekat
kepada tuhannya karena setelah mempelajari ilmu tersebut ia akan faham betapa detail dan
sempurnanya ciptaan sang Pencipta.
Sama halnya dengan ilmu Matematika, setelah menghitung angka dan
memformulasikannya akan difahami bahwa dengan mengetahui banyak angkan dan
formulanya tetap saja tidak mampu menghitung betapa banyak pasir di lautan atau bintang di
angkasa atau bahkan nikmat yang telah diberikan kepada manusi. Begitu juga dengan ilmu-
ilmu lainnya.
d. Memanfaatkan kemajuan tekhnologi untuk menunjang pembelajaran.
Dampak dari globalisasi adalah berkembangnya tekhnologi dengan sangat pesat, tidak
ada yang luput dari perkembangan tersebut, dari yang tinggal di desa sampai kota menikmati

22
7246 ‫ صحيح بخاري الحديث رقم‬،‫البخاري‬
perkembangan ini sehingga menjadi suatu keniscayaan pendidikan islam juga harus
memposisikan diri sehingga tidak tersisih oleh kemajuan tekhnologi.
Diantaranya dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi sebagai wasilah untuk
mempermudah pendidikan islam seperti penggunaan video dalam sosialisasi pelajaran
Wudhu, menampilkan slide dengan gambar bergerak dalam pengajaran bahasa arab dan
memanfaatkan permainan anak-anak ketika mengajarkan hafalan Qur’an.

E. Kesimpulan:
Dari pembahasan yang telah lalu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Setiap manusia berhajat kepada pendidikan.


2. Sebagai muslim pendidikan mutlak didapatkan demi tercapainya tujuan dari penciptaan
manusia di muka bumi sebagai Khalifah Allah.
3. Dengan berkembangnya tekhnologi dan perubahan kebutuhan manusia maka Madrasah
tidak ada yang luput dari perkembangan dan perubahan tersebut termasuk dunia
pendidikan khususnya pendidikan agama.
4. Supaya pendidikan Madrasah dapat terus eksis menjawab tantangan dan kebutuhan
zaman maka harus ada perubahan pola atau penyesuaian yang dilakukan seperti:
a. Fokus untuk membangun karakter sejak dini.
b. Meng-orientasi-kan pendidikan pada pentingnya proses bukan hasil saja.
c. Meng-integrasi-kan nilai moral ke semua cabang ilmu.
d. Memanfaatkan kemajuan tekhnologi untuk menunjang pembelajaran.

)‫(وهللا أعلم بالصواب‬


DAFTAR PUSTAKA

Doni, F. R. (2017). Perilaku Penggunaan Media Sosial Pada Kalangan Remaja. IJE -
Indonesia Journal on Software Engineering.

Fitri, S. (2017). Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Perubahan Sosial
Anak. Naturalistik: Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 118-123.

Gunawan, F. (2014). Pendidikan Karakter, Hipotesis Sephir-Whorf dan Bahasa Intelek


di Media Sosial. Jurnal Al-Ta'dib.

Hidajat, M. (2016). Dampak Media Sosial dalam Cyber Bullying. ComTech, 72-81.

Indonesia, P. (2003). Undang-undang No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Jakarta: Sekretariat Negara.

Khairuni, N. (2016). Dampak Positif dan Negatif Sosial Media Terhadap Pendidikan
Akhlak Anak. Jurnal Edukasi.

Rahmani, T. (2016). Penggunaan Media Sosial Sebagai Penguasaan Dasar-Dasar


Fotografi Ponsel. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Rulli, N. (2017). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sescio, W. d. (t.thn.). Pengaruh Media Terhadap Perilaku Remaja. Prosiding KS: Riset
& PKM, 1-154.

Sherlyantia, A. K., & Rakhmawati, N. A. (2016). Pengaruh dan Pola Aktivitas


Penggunaan Internet serta. Journal of Information Systems Engineering and Business
Intelligence, 17-22.

Soliha, S. F. (2017). Tingkat Ketergantungan Penggunaan Media Sosial dan Kecemasan


Sosial. Jurnal Interaksi, 1-10.

Departemen Agama RI, Qur’an dan Terjemahnya, Pustaka Agung Harapan

http://kbbi.web.id

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja


Karya,1987)

Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 4.

Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Adyka, 1992).

kurikulum PAI, 3: 2002


http://id.wikipedia.org

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. 1995. Pendidikan, Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Ismail as Syafii al Ajluni, Kasyf Al Khafa wa Muzil Al Ilbas, ebook PDF dari www.al-
mostafa.com

Abu Bakar Ahmad bin Husai Al Baihaqy, Aljami Li Syuab Al Iman, maktabah Rusyd,
Saudi Arabia

Dr. A. Qodri Azizy, MA. 2003. Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun. 2009. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al bukhori, 2002, Shohih Bukhori, Dar Ibn Katsir,
Damaskus dan Beirut.

Anda mungkin juga menyukai