Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kognisi manusia tidak selalu bersifat rasional karena melibatkan banyak bias dalam
persepsi dan dalam ingatan manusia. Sebaliknya, emosi juga tidak selalu bersifat rasional,
emosi dapat menyatukan manusia, mengatur jalannya sebuah hubungan dan memotivasi
orang dalam mencapai suatu sasaran. Tanpa kemampuan merasakan emosi, manusia akan
mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau dalam merencanakan masa depannya.
Selama proses negosiasi, sangat penting untuk menjaga persepsi diantara pihak yang terlibat.
Sehingga penyampaian gagasan masing-masing pihak seharusnya harus dapat diterima
dengan jelas oleh pihak lawan. Sehingga tidak menimbulkan mispersepsi yang berakibat
terhadap kepentingan/ keputusan yang diperoleh tidak dapat sesuai dengan keinginan awal.
Kognisi adalah aspek yang harus diperhatikan dan dipahami antar negosiator yang mencakup
latar belakang serta minat, target mauun perspektif. Sehingga tercipta persepsi yang benar
dan bukan mispersepsi yang tidak diharapkan terjadi. Emosi adalah aspek psikologis
negosiator yang harus dijaga tetap dalam sisi yang positif, sehingga menciptakan konsekuensi
terjadinya negosiasi yang lebih integratif dan kesepahaman atas sikap positif satu sama lain.
Yang diharapkan dari keduanya, bahwa dengan adanya emosi yang positif sehingga
menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif serta dukungan kognisi yang mencakup
berbagai aspek yaitu minat, target mauun perspektif dengan saling memahami antar pihak
negosiator, maka akan menciptakan proses dan hasil negosiasi yang optimal antara kedua
belah pihak.

1.2. Tujuan Penulisan

Maksud serta tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
a) Memberikan pemahaman mengenai definisi kognisi
b) Memberikan pemahaman mengenai definisi persepsi
d) Memberikan pemahaman mengenai definisi kognisi
c) Memberikan pemahaman mengenai hubungan kognisi emosi dan persepsi dan negosiasi
BAB II
PEMBAHASAN

3.1. Konsep Dasar Emosi, Persepsi, dan Motivasi

A. Emosi
Pengertian Emosi

Dari Wikipedia Bahasa Indonesia Emosi adalah istilah yang digunakan untuk
keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beragam perasaan, pikiran,
dan perilaku Dari Ensiklopedi bebas Emosi adalah pengalaman yang bersifat
subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang individu. Emosi berhubungan
dengan konsep psikologi lain seperti suasana hati, temperamen, kepribadian, dan
disposisi. Menurut Syamsudin emosi adalah sebagai suatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau
munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. Menurut James & Lange ,
bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu.
Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Menurut Lindsley
bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf
terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja
sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat
mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

Teori yang dikemukakan oleh William James dan Carl Lange kira-kira
seabad yang lalu, yang dikenal dengan Teori James Lange, mengemukakan proses-
proses terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai
berikut:

 Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan


emosi.
 Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola-pola khusus melalui
aktivitas fisik.
 Mempersepsikan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya
emosi secara khusus.
Emosi selalu hadir dalam setiap aktivitas manusia, termasuk saat bernegosiasi.
Emosi mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak. Emosi juga menular. Orang
yang mengekspresikan emosinya secara ekspresif akan mempengaruhi orang yang
kurang ekspresif. Seorang negosiator yang baik akan mengelola emosi negatif yang
ada dalam dirinya dan menampilkan emosi positif. Dia akan mengatakan dan
melakukan hal-hal yang juga bisa membawa keluar emosi positif orang lain.

Seorang negosiator seharusnya menganggap proses negosiasi sebagai


kesempatan untuk berkolaborasi dan memecahkan masalah secara bersama-sama.
Hindarilah penggunaan kata-kata seperti ‘aku’, ‘saya’, ‘kamu’, atau pun ‘anda’,
karena itu akan membuat negosiasi terlihat seperti menuju ke arah kompetitif. Kata-
kata ini menunjukkan bahwa saya akan menang dan anda akan kalah, atau sebaliknya,
sehingga akan sulit untuk mencapai hasil win-win. Maka sebaiknya cobalah untuk
menggunakan kata ‘kami’, karena kata tersebut menggambarkan bahwa kita dan klien
berada pada sisi yang sama. Kata-katayang kita gunakandalam negosiasisangat
mempengaruhisuasanaemosional rekan kita. Hindarikata-kata negatif yang dapat
memancing emosional. Dua hal yang paling mungkin untuk menggagalkan negosiasi
adalah kemarahan dan ketakutan.

Ada empat tipe dasar ketakutan:

 Fear of the unknown. Orang-orang takut terhadap apa yang mereka


tidak tahu. Solusi untuk menghadapi ketakutan ini adalah melakukan
persiapan. Pelajari dan kumpulkan sebanyak-banyaknya informasi dan
persiapkan plan B kita secara matang.
 Fear of loss. Terkadang ketika seseorang merasa takut kalah, itu
menjadi motivasi mereka sehingga mendapatkan hasil yang positif.
Namun, tidak sedikit pula orang yang mengambil hasil yang buruk
dikarenakan mereka takut kehilangan apa yang telah mereka
investasikan. Sehingga sebelum melakukan negosiasi, kita harus tahu
bottom line dan rencana B yang akan kita gunakan.
 Fear of failure. Takut gagal berhubungan dengan emosional, seperti
takut akan reputasinya turun, takut malu atau kehilangan muka.
Biasanya ketakutan akan kegagalan lebih dirasa sulit untuk dihadapi
dibandingkan ketakutan yang lainnya. Solusi untuk menghadapi
ketakutan ini adalah dengan mempersiapkan dan mengecek tim
negoisasi kita tentang apa saja yang akan dibicarakan.
 Fear of rejection.Kebanyakan orang, setelah mendengar kata “tidak”
langsung berkecil hati dan menyerah. Mereka menyamakan penolakan
permintaan mereka sebagai penolakan kepada mereka secara pribadi,
dan terkadang mereka hanya tidak ingin mengambil risiko untuk
ditolak untuk kedua kalinya. Untuk mengatasi ketakutan akan
penolakan, ingatkan diri kita bahwa hanya ide kita saja yang sedang
ditolak, bukan diri kita. Penolakan mungkin terjadi karena rekan kita
tidak mengerti
permintaan kita, sehingga lanjutkan dengan pertanyaan “mengapa
tidak?” agar kita memahami pemikirannya.

Membedakan satu emosi dari emosi lainnya dan menggolongkan emosi-emosi


yang sejenis ke dalam satu golongan atau satu tipe adalah sangat sukar dilakukan
karena hal-hal yang berikut ini:

 Emosi yang sangat mendalam (misalnya sangat marah atau sangat takut)
Menyebabkan aktivitas badan yang sangat tinggi, sehingga seluruh
tubuh diaktifkan, dan dalam keadaan seperti ini sukar untuk menentukan
apakah seseorang sedang takut atau sedang marah.
 Satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara.
Misalnya, kalau marah ia mungkin gemetar di tempat, tetapi lain kali
mungkin ia memaki-maki, dan lain kali lagi ia mungkin lari.
 Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya
didasarkan pada sifat rangsangnya bukan pada keadaan emosinya
sendiri. Jadi, "takut" adalah emosi yang timbul terhadap suatu
bahaya,"marah" adalah emosi yang timbul terhadap sesuatu yang
menjengkelkan.
 Pengenalan emosi secara subyektif dan introspektif, juga sukar
dilakukan karena selalu saja akan ada pengaruh dari lingkungan.

Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan emosi, karena dalam


tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas
dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi emosi tersebut dapat
dimengerti oleh orang-orang lain dalam kebudayaan yang sama

Warna efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut


terhadap obyek atau situasi di sekelilingnya. Ia dapat suka atau tidak menyukai
sesuatu, misalnya ia suka kopi, tetapi tidak suka teh. Ini disebut preferensi dan
merupakan bentuk yang paling ringan daripada pengaruh emosi terhadap pandangan
seseorang mengenai situasi atau obyek di lingkungannya. Prasangka ini sangat besar
pengaruhnya terhadap tingkah laku, karena ia akan mewarnai tiap-tiap perbuatan yang
berhubungan dengan sesuatu hal, sebelum hal itu sendiri muncul di hadapan orang
yang bersangkutan.Sikap yang disertai dengan emosi yang berlebih-lebihan disebut
kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negative terhadap diri sendiri
yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan
sebagainya.Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu
diantaranya :

a) Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil
yang telah dicapai.
b) Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan
dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa
(frustasi).
c) Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (
nervous ) dan gagap dalam berbicara.
d) Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e) Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya
akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.

3. Fungsi Emosi dan perubahannya.

Ada tujuh fungsi emosi bagi manusia yaitu:


1. Menimbulkan respon otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis.
2. Menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus.
3. Memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu..
4. Mengomunikasikan sebuah niat pada orang lain.
5. Meningkatkan ikatan sosial.
6. Mempengaruhi memori dan evaluasi suatu kejadian
7. Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu

B.PERSEPSI

Persepsi didefenisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih,


mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai
dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai “bagaimana kita melihat dunia yang terdapat di
sekeliling kita.” (Schiffman dan Kanuk : 2000: 136 )”. Menurut J. Setiadi (2003:160) ,
persepsi adalah proses bagaimana stimuli – stimuli ( rangsangan – rangsangan ) itu diseleksi,
diorganisasikan, dan di interpretasikan. Kotler dan Keller (2007:228) mengatakan persepsi
adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan
menginterpretasikan masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki
arti.
Seseorang yang mendapat suatu stimulus atau rangsangan akan siap untuk
melakukan sesuatu. Bagaimana orang tersebut melakukannya dipengaruhi oleh persepsi
orang tersebut terhadap sesuatu. Dua orang yang mendapat rangsangan yang sama dalam
situasi yang obyektif mungkin bertindak lain kerena mereka memandang situasi dengan cara
yang berbeda. Hampir semua kejadian di dunia ini penuh dengan rangsangan, suatu
rangsangan adalah sebuah input yang merangsang satu atau lebih dari lima panca indera :
penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran.
Orang tidak mampu menerima seluruh rangsangan yang terdapat di lingkungan
mereka. Oleh karena itu, mereka menggunakan keterbukaan yang selektif untuk menentukan
mana rangsangan yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan. Persepsi
merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, pengertian sensasi adalah
aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat
didefinisikan juga sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima kita terhadap stimuli
dasar seperti cahaya, warna, dan suara.
Sensasi itu sendiri, tergantung pada perubahan energi (yaitu perbedaan masukan).
Suatu lingkungan yang benar-benar tidak menarik atau tidak berubah, tanpa memperhatikan
kekuatan masukan panca indera, hanya sedikit atau sama sekali tidak memberikan
sensasi.Jadi, seseorang yang tinggal di jalan raya yang sibuk di tengak kota Jakarta mungkin
hanya sedikit menerima sensasi dan masukan stimuli yang ramai seperti klakson yang keras,
karen bunyi tersebut sudah terbiasa di lingkungan itu. Jika panca indera berkurang,
kemampuan untuk mengetahui perubahan masukan atau intensitas akan meningkat, sampau
titik di mana seseorang mencapai kepekaan maksimum dalam situasi simuli yang minimum.
Hal-hal inilah yang dapat mempengaruhi timbulnya persepsi.

Pengertian Framing dan Pengaruhnya terhadap Efektivitas Negosiasi


Jimmy Connors, mantan petenis kaliber dunia mengatakan, “Ketika bertanding, saya
cenderung ‘takut kalah’ daripada ‘ingin menang’”? Dengan kata lain, prospek kalah lebih
besar artinya bagi Connors daripada prospek menang. Atau, ia cenderung menghindari resiko
daripada mengambil resiko.
Dalam perundingan, frame adalah soal bagaimana perunding merumuskan isu dan
hasil yang mereka hadapi dalam suatu perundingan. Framing – positif atau negatif, half
empty atau half full, keuntungan atau kerugian – sangat penting artinya, terutama dalam
membimbing seseorang memilih taktik berunding. Penelitian menunjukkan bahwa perunding
berbingkai kehilangan lebih sulit memberi konsesi dibanding perunding berbingkai
perolehan. Begitu pula, perunding berbingkai perolehan lebih berhasil dibanding yang
berframe kehilangan, karena yang pertama berhasil mencapai lebih banyak kesepakatan
dibanding yang kedua. Sehubungan dengan perundingan harga, riset menunjukkan bahwa
perunding yang berbingkai kehilangan bisa mencapai kesepakatan yang lebih optimal
baginya bila berhadapan dengan perunding yang berbingkai perolehan. Dengan kata lain,
bingkai kehilangan bisa juga menjadi aset, yaitu bila lawan berunding menggunakan bingkai
perolehan.

C. KOGNISI
 Pengertian Kognisi
Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah
masukan-masukan dari indera menjadi pengetahuan (Matsumoto, 2008). Menurut Tri
Dayakisni (2008) salah satu proses dasar kognisi ialah pemberian kategori pada setiap benda
atau obyek atas dasar persamaan dan perbedaan karakternya. Selain kedua hal di atas,
pemberian kategori juga biasanya didasarkan pada fungsi dari masing-masing objek tersebut.
Proses-proses mental dari kognisi mencakup persepsi, pemikiran rasional, dan
seterusnya. Ada beberapa aspek kognisi, yaitu kategorisasi (pengelompokkan), memori
(ingatan) dan pemecahan masalah (problem solving).
Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses
berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh
pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan
kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari
kognisi beragam, diantaranya adalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta
kecerdasan buatan.
Kepercayaan/pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi
sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku/tindakan mereka terhadap sesuatu.
Merubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat merubah perilaku mereka.
Istilah kognisi berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat
pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk
memperoleh pengetahuan. Istilah ini digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman
terhadap cara manusia berpikir. Karya Plato dan Aristoteles telah memuat topik tentang
kognisi karena salah satu tujuan tujuan filsafat adalah memahami segala gejala alam melalui
pemahaman dari manusia itu sendiri. Kognisi dipahami sebagai proses mental karena kognisi
mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi
tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat
diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau kemampuan
untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk
diimitasi.

Bias kognitif dalam negosiasi


Kesalahan secara sistematis yang dilakukan oleh negosiator akibat dari misinterpretasi
terhadap informasi yang diperoleh selama proses negosiasi, sehingga dinilai memiliki
kecenderungan menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal.
Bias kognitif dalam negosiasi dan cara mengatasinya
1. Eskalasi komitmen yang irrasional, tindakan yang diambil negosiator yang
sudah tidak mempedulikan apa yang perlu dievaluasi, karena tindakan yang
sama terus dilakukan tanpa melihat bagaimana hasil yang telah dicapai,
sehingga hasilnya tidak optimal bahkan sia-sia. Hal ini dapat diatasi dengan
adanya penasihat yang dapat memberikan pencerahan bahwa tindakan tersebut
sudah tidak lagi optimal dan hanya membuang sumber daya.
2. Keyakinan pada harga mati (rigid), menganggap bahwa hasil yang dicapai
dalam nnegosiasi tidak sesuai yang diharapkan atau kebuntuan, sehingga tidak
melakukan tindakan lain dengan asumsi bahwa tindakannya akan sia-sia.
Dapat diatasi dengan memberikan dukungan terhadap negosiator dengan
mencari tindakan alternatif yang diyakini akan berhasil.
3. Pengarahan dan penyesuaian, merupakan penilaian atas input yang diterima
negosiator tersebutbertolak belakang dengan kepentingan awalnya, sehingga
cenderung untuk mengambil tindakan penyesuaian yang berlawanan/ skeptis,
atau mempertimbangkan kembali tindakan apa yang perlu diambil, persiapan
dengan bantuan advokat berlawanan atau pemeriksaan realitas
diharapkandapat mencegah bias tersebut.
4. Pembingkaian Isu dan Resiko, dalam menggunakan perspektif saat proses
negosiasi, maka akan ada kemungkinan yang menyebabkan negosiator harus
menghindari tindakan tertentu sehinggga terkesan “cari aman”/ tidak
mengambil resiko, dihindari dengan kepekaan terhadap bias, pemahaman
informasi dan analisa menyeluruh sehingga diterima bahwa resiko itu pasti
dan pencapaian lebih tinggi dapat dicapai.
5. Ketersediaan Informasi, bahwa informasi yang disampaikan dalam proses
negosiasi harus dapat dengan mudah didapatkan/ diterima oleh negosiator
lawan sehingga juga memudahan dalam evaluasi selanjutnya. Maka dengan
cara penyampaian yang menarik dan atraktif dinilai akan mempermudah
penerimaan serta membuatnya mudah diingat.
6. Kutukan pemenang, ketidakpuasan yang muncul atas kemudahan terhadap
keberhasilan selama proses negosiasi, sehingga menganggap apakah memang
dalam negosiasi terlalu banyak power/ resource yang dikeluarkan terhadap
negosiator lawan, atau seharusnya ada kesepakatan yang senderung lebih baik
dan menguntungkan. Untuk mengatasinya,persiapan menyeluruh dan
investigasi terhadap isu hingga opsi alternatif/ keuntungan yang lain dalam
negosiasi yang dinilai cenderung lebih baik.
7. Kepercayaan diri berlebih, memiliki segi positif yaitu menguatkan persepsi
negosiator status/ posisi yang dimiliki, tetapi dampak negatifnya adalah
menganggap terlalu mudah proses negosiasi tersebut dilakukan dan dengan
hasil yang optimal, sehhingga negosiator memiliki kecenderungan untuk
lengah dan hasil yang didapatkan justru sebaliknya. Maka sebaiknya,
proporsionalitas atas percaya diri, kemampuan, persiapan, dan analisa
terhadap power/ resource perlu dijaga.
8. Hukum angka kecil, dalam melakukan tindakan dan mengambil keputusan
hanya berasal dari pertimbangan yang terlalu sedikit, atau kurangnya aspek/
faktor lain yang perlu diperhatikan serta sampel/ hasil data yang sedikit.
Sehingga mengakibatkan ketidakakuratan tindakan/ keputusan tersebut. Maka
hendaknya mengambil banyak faktor yang perlu diperhatikan serta analisa
yang mendalam supaya hasilnya akurat dalam berbagai kondisi.
9. Bias pelayanan diri, pemberian atribut terhadap tindakan negosiator tertentu
yang berlatarbelakan atas faktor internal yang dialami oleh negosiator tersebut,
sehingga kurang memperhatikan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
tindakan/ sikap yang muncul. Hendaknya sebagaimana sebelumnya,
memperhatikan apa yang ada dari segala aspek sehingga dapat dianalisa secara
dalam dan didapatkan apa yang benar dan merupakan penyebabnya.
10. Pengaruh dukungan, dengan adanya dukungan akan meningkatkan keyakinan/
optimis terhadap hasil negosiasi, sehingga akan berakibat seperti poin
kepercayaan diri berlebih diatas, dan mengganggu pencapaian kesepakatan
yang paling baik. Maka dukungan tersebut harusnya disikapi sebagai motivasi
eksternal seorang negosiator dalam mewujudkan kepentingan, bukan hanya
resource yang tersedia.
11. Mengabaikan kognisi pihak lain, yaitu dengan sikap negosiator yang kurang/
tidak memperhatikan pemikiran dan persepsi pihak lai, sehingga persepsi
dirinya terhadap pihak lain akan tidak harmonis sehingga terjadi kesalahan
penafsiran apa sikap/ tindakan yang hendak diambil oleh negosiator lawannya.
Maka seorang negosiator hendaknya berusaha untuk memahami secara akurat
latar belakang baik itu minat, target mauun perspektif negosiator lawannya.
Proses devaluasi reaktif, penggunaan dasar emosionalitas dan ketidakpercayaan
terhadap pihak lain serta cenderung subjektif. Sehingga akan menilai rendah dan
mendevaluasi konsesi pihak lawan. Maka, seorang negosiator hendaknya menjunjung tinggi
objektivitas proses negosiasi dan menghindari penggunaan dasar emosi maupun prasangka
yang buruk.
BAB III
KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Emosi dalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Jenis emosi
yang secara normal dialami antara lain: cinta, gembira, marah, takut, cemas, sedih dan
sebagainya. terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut:
Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi. Memberikan
reaksi terhadap situasi dengan pola-pola khusus melalui aktivitas fisik. Mempersepsikan pola
aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.

Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi
terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Proses kognisi dimulai
dari persepsi.
Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses
berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh
pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis,
memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan
kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari
kognisi beragam, diantaranya adalah psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta
kecerdasan buatan.
.

Anda mungkin juga menyukai