Post Treatment Proses Pada Kilang Minyak

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

KATALIS HETEROGEN
POST- TREATMENT PENGOLAHAN MINYAK BUMI

Oleh:
Yurie Nurmitasari 02211850010009
Elva Febriyanti 02211850010013
Ar Yelvia Sunarti 02211850012004

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER
SURABAYA 2019
POST- TREATMENT PADA KILANG MINYAK BUMI

(PT. PERTAMINA RU IV CILACAP)

Pada proses kilang minyak akan melalui beberapa tahap proses. Diantaranya adalah pre-
treatment, treatment dan post treatment. Setelah adanya penjelasan pre- treatment dan
treatment. Maka akan dijelaskan mengenai post treatment. Yang dimana post treatment adalah
proses- proses yang dilakukan dalam sebuah perusahaan setelah produk jadi dan sebelum
produk akan diserahkan pada bagian pemasaran. Ada beberapa proses yang akan dijelaskan
pada post treatment ::

1. Proses Blending
2. Slufur recovery Unit pada PT. Pertamina RU IV Cilacap

I. Proses Blending
Proses blending adalah mencampur dua produk/ lebih ke dalam suatu sistem sehingga
menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi. Atau dengan penambahan bahan-
bahan aditif kedalam fraksi minyak bumi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas produk
tersebut.
Tujuan Blending
1. Memperbaiki mutu produk yang rusak, pada produk-produk yang menyimpang dari
spesifikasinya
2. Mengubah produk yang mempunyai mutu rendah menjadikan produk yang bermutu

Hampir semua produk akhir kilang minyak seperti bensin, diesel dan lain-lain merupakan hasil
dari produk blending. Berikut adalah skema porduk blending untuk bensin (gasoline)

Gambar 1 Skema proses gasoline blending


Proses blending merupakan proses fisis yang dapat dilihat pada Gambar 1. Operasi
dilakukan dengan cara memompakan secara simultan tiap komponen yang akan dicampur dari
tangki penyimpanannya masing-masing ke suatu saluran pipa yang mengarah ke tangki produk,
dalam hal ini adalah tangki penyimpanan bensin. Proses blending dilakukan secara
laboratorium dan hasilnya diaplikasikan di lapangan. Bisa melalui pipa (cara on line),
menggunakan tangki (batch). COnt

Proses blending sendiripun juga menggunakan alat bantu analyzer yang berfungsi untuk
mengukur karakteristik dari produk yang dihasilkan seperti RVP (Reid Vapour Pressure), titik
didih, spesific gravity dan lain-lain.
Pertamina sebagai perusahaan minyak saat ini memiliki 4 jenis gasoline yaitu premium
(angka oktan 88), pertalite (angka oktan 90), pertamax (angka oktan 92) dan pertamax plus
(angka oktan 95). Semakin tinggi angka oktan dari gasoline maka semakin baik kualitas bensin
tersebut.

Untuk meningkatkan angka oktan pada gasoline diperlukan zat tambahan. Awalnya
menggunakan TEL sebagai zat aditif pada gasoline yaitu 0,3 gr/l. Namun ternyata bahaya yang
dapat disebabkan oleh timbalnya, maka dikeluarkan jenis gasoline bebas timbal. Pengertian
bebas timbal disini tidak diartikan bahwa tidak ada kandungan timbal. Tetapi ada jumlah
kandungan timbal yang kecil yaitu 0,013 gr/l, karena jumlahnya kecil maka dikatakan bebas
timbal.

Selain menggunakan TEL yang sudah tidak boleh digunakan, dapat menggunakan
bahan aditif lain yaitu Methyl Tert-Butil Ether (MTBE). MTBE ini diperoleh dengan
mereaksikan metanol dengan isobutilen pada fase liquid, dengan menggunakan katalis asam
pada 100OC

Gambar 2 Reaksi Pembentukan MTBE

Methyl Tert-Butil Ether (MTBE) murni memiliki bilangan oktan 110. Penambahan
MTBE akan meningkatkan bilangan oktan dari gasoline tersebut.

Selain zat aditif apa yang dapat digunakan pada proses blending, ada juga berbagai macam-
macam penanganan pada blending. Berikut akan disebutkan beberapa macam-macam Blending
yang digunakan pada industrial; antara lain yaitu:

1. SG (Specific grafity)
2. Sluphur content
3. Viskositas
4. Vapour pressure
5. Diesel index
6. Octane number
7. Color
8. Flash point

II. Sulphur Recovery Unit

Hydrogen sulfida (H2S) adalah gas beracun yang sangat membahayakan.Dalam waktu
singkat gas H2S dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat mematikan seseorang
yang menghirupnya.Pada konsentrasi rendah gas H2S memiliki bau seperti telur busuk,
namun pada konsentrasi tinggi bau telur busuk tidak tercium lagi karena secara cepat gas
H2S melumpuhkan sistem syaraf dan mematikan indera penciuman.
Di lubang sumur yang sedang digali tersebut terdapat tiga orang yang meninggal karena
menghirup gas H2S. Sejak tahun 1950 perkembangan industri perminyakan meningkat
dengan sangat drastis yang akibatnya problema terhadap bahaya gas H2S menjadi
meningkat pula. Pada saat itu semua industri minyak menyadari betapa pentingya tugas
untuk mengebor, memproduksi dan menjual minyak yang berasal dari formasi yang
mengandung gas H2S.
Sulfur Recovery Unit plant merupakan proses claus yang mampu mengkonversikan
H2S di dalam gas asam menjadi elemen sulfur dengan suatu reaksi oksidasi di dapur reaksi
dan bantuan reaktor berkatalis. Adapun juga reaksi pada Sulfur Recovery Unit yaitu sebagai
berikut:

Sulfur cair (molten) didapat dengan mengondensasikan hingga titik embun pada
temperature 120-180oC dan ditampung di sulfur pit Z-2801. Sulfur cair ini dikirim ke
pelletizing unit (Unit 59) untuk diolah menjadi butiran-butiran sulfur sebagai produk yang
mempunyai nilai ekonomis sebanyak 300 mt/hari. Sulfur plant ini mampu mengonversikan
hingga 98% gas asam. H2S yang tersisa sekitar 0.7% diserap kembali di tail gas unit dan
di recycle kembali ke Sulfur Recovery Unit. Sekitar 400 ppm H2S yang tidak bisa diserap
di tail gas unit dikirim ke thermal oxidizer untuk dioksidasi menjadi SO2 kemudian dibuang
ke atmosfir, yang ditunjukkan sebagai emisi sekitar 500 ppm. Agar feed gas dapat
ditingkatkan dari offshore, maka eksesnya gas asam ke SRU unit juga bertambah, maka
dibutuhkan oxygen plant untuk mendapatkan O2 murni sebagai media pembakaran di
dapur reaksi.
Sulfur Recovery Unit mampu mengkonversi H2S menjadi sulfur cair mencapai 98 %.
H2S inlet SRU H2S outlet SRU
24.673% 0.85%

Sulfur Recovery Unit berfungsi untuk mengubah H2S dalam aliran acid gas
dari treating unit menjadi sulfur dengan pembakaran gas buangan dengan memakai
proses claus. Proses yang didasari reaksi katalitik dengan menggunakan katalis titanium
dioksida dan aktif alumina. Reaksi ini terdiri dari satu reaction furnace dan tiga converter
serta fasilitas lainnya.
Uraian garis besar Sulfur Recovery Unit adalah:
1. Acid gas dari treating unit dengan CO2 72% dan H2S 24% bersama dengan gas yang
direcycle dari tail gas unit dimasukkan ke dalam reaction furnace. Didalamnya juga
dimasukkan udara untuk menyediakan O2 yang dibutuhkan. Didalam reaction furnace,
konversi H2S menjadi sulfur sekitar 40%.
2. Gas yang keluar dari reaction furnace dan mengandung sulfur pada fasa gas didinginkan
di sulfur condenser I lalu menjadi sulfur cair (molten) dan dikirim ke sufur pit. Sisa gas
yang tidak terkonversi dipanaskan lagi di inlet heater dan kemudian masuk ke reactor I.
Disini konversi terjadi dengan bantuan katalis titanium dioksida dan active alumina.
Konversi yang didapat mencapai 35%.
3. Gas yang keluar dari reactor I mengandung sulfur dalam fasa gas dan di dinginkan di sulfur
condenser II dan dikirim ke sulfur pit. Sisa gas tidak terkonversi dipanaskan kembali
di reheater I sebelum memasuki reactor II. Di reactor II, katalis yang digunakan tetap
sama dan konversinya mencapai 20%.
4. Gas yang keluar dari reactor II didinginkan didalam sulfur condenser III. Sisa gas tidak
terkonversi dipanaskan kembali di reheater II dan dikirim ke reactor III untuk
mengkonversi gas H2S menggunakan katalis titanium dioksida. Hsil konversi ini sekitar
5%.
5. Gas yang keluar dari reactor III didinginkan kembali menjadi sulfur cair dengan sulfur
condenser IV. Gas tidak terkonversi selanjutnya dialirkan ke tail gas unit.
Konversi akhir yang dicapai pada proses diatas mencapai sekitar 96%. Hasil yang diperoleh
dari pendinginan sulfur gas menjadi sulfur cair (molten) dikirim sulfur pit dan selanjutnya
dikirim ke unit pelletizing. Hasil dari proses Sulfur Recovery kemudian akan digunakan
sebagai pembuatan asam belerang, obat-obatan, kosmetik, pupuk dan produk karet.

Berikut adalah katalis-katalis yang dapat digunakan :

Titanium dioksida Alumina


Setiap katalis ini memiliki reaksi masing-masing. Apabila kita menggunakan Al2O3 (alumina
aktif) maka reaksi yang akan terjadi pada proses SRU adalah

Dari proses pada Sulfur Recovery Unit memiliki hal- hal yang perlu diperhatikan apabila saat
proses terjadi permasalahan untuk sistem prosesnya. Berikut adalah permasalahan dan cara
penanggulangan yang biasa terjadi di SRU (sulfur recovery unit) ialah :

Situasi Penyebab Penanggulangan


Pengolahan sulfur yang H2S/SO2 ratio, Mengontrol jumlah udara
buruk Temperatur condenser, yang masuk pada reaction
Deaktivasi katalis furnace,
Memperbaiki demister,
Mengganti pemakaian
katalis
H2S terilis pada flare Bypass valve bocor, Periksa bypass valve,
Terlalu banyak feed gas Kurangi feed gas,
Cek pressure test
Tempertaur melebihi Kelebihan oksigen, Kurangi udara dan fuel gas
maksimum Kelebihan fuel gas, yang masuk
Ratio pembakaran H2S
melebihi batas
Temperatur kurang dari batas Kehilangan panas, Ganti katalis,
maksimum Kualitas feed gas, Isolasi reaktor,
Terdapat cake pada katalis Cek amine regenerator

Anda mungkin juga menyukai