Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA GANGGUAN ISOLAS SOSIAL : MENARIK DIRI

1. LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi

Isolasi social : menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari

diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan

akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi,

atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan

orang lain, yang dimanisfestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada

perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang,

2007).

Berikut adalah beberapa pengertian isolasi social yang dikutip dari Nita fitria

(2010), Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,

menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993).

Kerusakan interaksi social merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang

terjadi akibat adanmya keprbadian yang tidak flexible yang menimbulkan perilaku

maladaptive dan menganggu fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes RI,

2000), Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain

karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk

berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan

secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,

tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
B. Etiologi

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart

& Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab

gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin

mempengaruhi antara lain yaitu:

1) Factor predisposisi

a) Factor tumbuh kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang

harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan social. Bila tugas

– tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase

perkembangan social yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Table 2.1 tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal

Tahap Tugas
perkembangan
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan rasa otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab
dan hati nurani.
Masa sekolah Belajar berkompetensi, bekerja sama, dan
berkompromi.
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
jenis kelamin.
Masa remaja Menjalin hubungan intim dengan teman lawan
jenis atau bergantung pada orang tua.
Masa dewasa Menjadi saling bergantung antara orangtua dan
muda teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa setengah Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
baya dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangakan
perasaan keterikatan dengan budaya
b) Factor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung

terjadinya gangguan dalam hubungan social. Dalam teori ini yang termasuk

masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double

bind) yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima

pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekpresi emosi

yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan

lingkungan diluar keluarga.

c) Factor social budaya

Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan social merupakan suatu

factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan social. Hal ini

disebabkan oleh norma – norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana

setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit

kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan socialnya.

d) Factor biologis

Factor biologis juga merupakan salah satu factor pendukung terjadinya

gangguan dalam hubungan social. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi

terjadinya gangguan hubungan social adalah otak, misalnya pada klien

skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki

struktur yang abnormal pada klien otak seperti atropi otak, serta perubahan

ukuran dan bentuk sel – sel dalam limbic dan daserah kortikal.

e) Factor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social juga dapat ditimbulkan oleh factor

internal dan external seseorang. Factor stressor presiptasi dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

1. Factor external

Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stres yang ditimbulkan

oleh factor social budaya seperti keluarga.

2. Factor internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas

yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

kemampuan individu mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat

tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau terpenuhinya

kebutuhan individu.

f) Rentang respon

Respon adaptif respon maladaptive

Menyendiri otonomi Merasa sendiri Menarik diri


bekerja sama depedensi curiga ketergantungan
interdependen manipulasi curiga

Gambar 2.1 rentang respon isolasi social

Berikut ini penjelasan tentang respon yang terjadi pada isolasi social.

1. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –

norma social dan kebudayaan secara umum dalam yang berlaku.

Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon

adaptif.

a. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk

merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan socialnya.

b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan

menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan social.

c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan

satu sama lain.

d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang

lain dalam membina hubungan interpersonal.

2. Respon maladaptive

Respon maladaptive adalah respon yang menyimpang dari norma social

dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang

termasuk respon maladaptive

a. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina

hubungan secara terbuka dengan orang lain.

b. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya

diri sehingga tergantung dengan orang lain.

c. Manipulasi, seseorang yang menganggu orang lain sebagai objek

individu sehingga tidak dapat membina hubungan social secara

mendalam.

d. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap

orang lain.
C. Tanda dan gejala isolasi social

Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social

a. Kurang spontan.

b. Apatis (acuh terhadap lingkungan).

c. Expresi wajah kurang berseri.

d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.

f. Mengisolasi diri.

g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.

h. Asupan makanan dan minuman terganggu.

i. Retensi urin dan fases.

j. Aktivitas menurun.

k. Kurang energy (tenaga).

l. Rendah diri.

m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,

sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak

dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi

sensori : halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan.

Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas

yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan

perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya

disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya,


sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).

Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan

masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga

tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

D. Pohon Masalah

Risti mencederai diri, orang lain, dan


lingkungan

PPS : halusinasi

Deficit perawatan diri

Intoleransi aktivitas Isolasi social

Koping individu tidak efektif harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif

Gambar 2.2 pohon masalah isolasi social.

E. Masalah keperawatan yang mungkin muncul

1. Isolasi sosial.

2. harga diri rendah kronis.

3. perubahan persepsi sensori : halusinasi.

4. koping individu tidak efektif.

5. koping keluarga tidak efektif.

6. Intoleransi aktivitas.

7. Deficit perawatan diri.

8. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan.


F. Diagnosa keperawatan

Isolasi social : menarik diri

a) Membina hubungan saling percaya.

b) Menyadari penyebab isolasi social.

c) Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.

d) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap.

1. Tindakan keperawatan untuk keluarga

a) Keluarga mengetahui masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien.

b) Keluarga mengetahui penyebab isolasi sosial.

c) Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya.

d) Keluarga mengetahui pengobatan yang benar untuk klien.

e) Keluarga mengetahui tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia

bagi klien.

2. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk klien dan keluarga

A. Tindakan keperawatan untuk pasien.

a) Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu

1) Membina hubungan saling percaya

2) Menyadari penyebab isolasi sosial

3) Berinteraksi dengan orang lain

b) Tindakan

a. Membina Hubungan Saling Percaya

Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling

percaya, adalah :
b. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.

c. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan

yang Saudara sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.

d. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.

e. Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan bersama pasien,

berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.

f. Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh

untuk kepentingan terapi.

g. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.

h. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial

kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan

sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain.

Untuk itu Saudara sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik

kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa

dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila

pasien sudah percaya dengan Saudara program asuhan keperawatan lebih

mungkin dilaksanakan.

1) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosialLangkah-langkah

untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :

a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan

orang lain
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi

dengan orang lain

c. Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang

lain, Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien

memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka

d. Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubunga. Dilakukan

dengan cara:Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung

diri dan tidak bergaul dengan orang lain, Menjelaskan pengaruh

isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien

e. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara

bertahap

Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien

dalam berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah

terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu Saudara dapat

melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya

akan akrab dengan Saudara pada awalnya, tetapi setelah itu Saudara

harus membiasakan pasien untuk bisa berinteraksi secara bertahap

dengan orang-orang di sekitarnya.

Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat Saudara lakukan

sebagai berikut:
a. Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan

orang lain yang dilakukan di hadapan Saudara

b. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien,

perawat atau keluarga)

c. Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah

interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.

d. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan

oleh pasien.

e. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi

dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan

keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar

pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

Berikut strategi pelaksanaan untuk pasien :

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien

mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal

keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain,dan mengajarkan pasien berkenalan

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secarabertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-).

2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

A. Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat

pasien isolasi sosial

B. Tindakan: Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial


Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat

membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena

keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di

rumah meliputi:

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien.

2) Menjelaskan tentang:

a. Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.

b. Penyebab isolasi sosial.

c. Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara

bersikap peduli dan tidak ingkar janji.

d. Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa

melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu

dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian

yang wajar.

e. Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.

f. Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.

g. Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

h. Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah

dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.

i. Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga


Berikut strategi pelaksanaan keluarga :

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang

masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat

pasien dengan isolasi sosial

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat

pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien.

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Anda mungkin juga menyukai