Anda di halaman 1dari 157

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN

PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN


DAN KELUARGA SEJAHTERA
BAB XIX

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN


PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA SEJAHTERA

A. PENDAHULUAN

Dalam Repelita VI, sesuai dengan amanat dan semangat


GBHN 1993, pembangunan kesehatan, kesejahteraan sosial dan
penanggulangan bencana, serta kependudukan dan keluarga
sejahtera diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat serta
kualitas sumber daya manusia agar menjadi kekuatan pembangunan
bangsa yang efektif dan bermutu.

Dalam Repelita VI pembangunan kesehatan sebagai bagian


integral dari pembangunan sumber daya manusia, berupaya untuk
meningkatkan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan
kesehatan dan gizi, mempercepat penurunan angka kematian ibu
dan bayi, mendorong peran serta aktif masyarakat termasuk dunia
usaha dalam pembangunan kesehatan, dan meningkatkan kesadaran

XIX/3
masyarakat untuk hidup sehat dan bersih serta peduli terhadap
lingkungannya. Pembangunan kependudukan dan keluarga
sejahtera mengupayakan untuk meningkatkan kualitas penduduk
dan mewujudkan kehidupan keluarga yang berlandaskan nilai-nilai
agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Dengan pembangunan
kesejahteraan sosial diupayakan meningkatkan kesadaran,
kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial di masyarakat dalam
menghadapi masalah sosial termasuk penanggulangan bencana,
serta menumbuhkan iklim yang mendorong peran serta masyarakat
dalam pelayanan sosial.

Dibidang kesehatan hasil pembangunan dapat dilihat antara


lain dari menurunnya angka kematian bayi (AKB), angka kematian
ibu melahirkan (AKI), dan angka kematian kasar (AKK), serta
meningkatnya angka harapan hidup waktu lahir (AHH). Angka
kematian bayi (AKB) menurun dari 58 per seribu kelahiran hidup
pada tahun 1993 menjadi 52 per seribu kelahiran hidup pada tahun
1997, yang berarti telah mendekati sasaran Repelita VI yaitu 50 per
seribu kelahiran hidup. Angka kematian ibu melahirkan (AKI)
menurun dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1993
menjadi 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994. Data
AKI tahun 1997 belum tersedia, namun diperkirakan masih diatas
sasaran Repelita VI yaitu 225 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
kematian kasar (AKK) menurun dari 7,9 per seribu penduduk pada
tahun 1993 menjadi 7,5 per seribu penduduk pada tahun 1997, yang
berarti telah mencapai sasaran Repelita VI. Sejalan dengan itu,
angka harapan hidup waktu lahir (AHH) meningkat dari 62,7 tahun
pada tahun 1993 menjadi 64,2 tahun pada tahun 1997, dan
mendekati sasaran Repelita VI yaitu 64,6 tahun.
XIX/4
Untuk meningkatkan derajat kesehatan telah dilanjutkan dan
ditingkatkan kegiatan pencegahan penyakit, pemberantasan
penyakit menular, perbaikan gizi, dan pemerataan sarana pelayanan
kesehatan dasar. Dalam rangka pencegahan penyakit telah
dilaksanakan gerakan vaksinasi polio secara besar-besaran melalui
pekan imunisasi nasional (PIN) yang dilaksanakan selama tiga
tahun berturut-turut (1995/96 - 1997/98). Program ini telah
mencakup Iebih dari 23 juta anak balita per tahun, dan merupakan
upaya membebaskan penduduk Indonesia dari penyakit polio pada
tahun 2000. Imunisasi dasar BCG, DPT, Polio, dan Campak, telah
dilanjutkan dan juga ditingkatkan. Setiap tahunnya telah mencakup
rata-rata sekitar 4,6 juta bayi dan 4,2 juta anak yang berarti telah
mencapai 91 persen dari jumlah bayi dan anak. Berarti telah
melampaui sasaran Repelita VI, yaitu sebesar 80 persen.

Kegiatan penanggulangan berbagai penyakit menular seperti


penyakit malaria, tuberkulosa paru (TB-paru) dan penyakit diare,
dalam empat tahun Repelita VI telah meningkat. Upaya
penanggulangan penyakit malaria yang mencakup sekitar 4 juta
orang per tahun, telah berhasil menurunkan angka kesakitan
penyakit malaria di Jawa-Bali dari 0,2 per seribu penduduk pada
tahun 1993/94 menjadi 0,1 per seribu penduduk pada tahun
1996/97. Berarti telah mencapai sasaran Repelita VI. Dalam
penanggulangan penyakit TB paru, telah dilaksanakan peme -
riksaaan bakteriologis terhadap sekitar 3,6 juta sediaan (specimen)
dahak dan pengobatan terhadap 322,5 ribu penderita. Dengan upaya
pemberantasan penyakit diare, angka kematian akibat penyakit
diare (Case Fatality Rate) telah menurun dari sekitar 2,4 persen
menjadi 0,2 persen, yang berarti telah melampaui sasaran Repelita
VI yaitu 0,3 persen.

XIX/5
Melalui program perbaikan gizi, setiap tahun telah
dilaksanakan pemberian vitamin A dosis tinggi terhadap 13,2 juta
anak balita, pemberian kapsul yodium terhadap 10,9 juta penduduk,
dan pemberian tablet besi terhadap 2,8 juta ibu hamil yang
mempunyai resiko tinggi di desa tertinggal. Selain itu, dilaksanakan
penyuluhan gizi masyarakat perdesaan di seluruh posyandu yang
berjumlah sekitar 257 ribu posyandu.

Program perbaikan gizi tersebut telah berhasil menurunkan


prevalensi kurang energi protein (KEP) total pada anak balita
laki-laki dari 45,5 persen pada tahun 1992 menjadi 39,0 persen
pada tahun 1995, sedangkan pada balita perempuan dari 37,8
persen menjadi 33,3 persen. Berarti telah mendekati sasaran
Repelita VI yaitu 30,0 persen. Prevalensi kurang vitamin A
(KVA) anak balita pada tahun 1993 adalah sebesar 0,3 persen. Angka
KVA pada tahun 1997 belum tersedia, namun diperkirakan
telah mendekati sasaran Repelita VI yaitu 0,1 persen. Angka
prevalensi tersebut telah berada di bawah batasan yang ditetapkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 0,5 persen,
sehingga KVA dianggap tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil
menurun dari 63,5 persen pada tahun 1992 menjadi 51,0 persen pada
tahun 1995, prevalensi pada balita menurun dari 55,5 persen
menjadi 40,5 persen, mendekati sasaran Repelita VI yaitu sebesar
40,0 persen. Prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY)
yang pada tahun 1992 adalah sebesar 27,7 persen, diharapkan
turun menjadi 18 persen pada akhir Repelita VI.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi


masyarakat secara lebih meluas dan merata sejak PJP I telah

XIX/6
dibangun jaringan puskesmas dan rumah sakit. Pada tahun 1997/98
telah tercatat 7.106 puskesmas dan 1.890 rumah sakit yang tersebar
secara merata di seluruh tanah air.

Peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan tersebut


didukung pula oleh penyediaan tenaga kesehatan dalam jumlah
dan penyebaran yang makin merata, terutama dokter, dokter gigi,
tenaga paramedis, dan bidan. Dalam Repelita VI telah ditempatkan
sekitar 12,1 ribu orang dokter dan 3,4 ribu dokter gigi. Di samping
itu, secara keseluruhan telah ditempatkan sekitar 62 ribu bidan di
desa yang tersebar di hampir semua desa. Peranan tenaga
kesehatan cukup berarti dalam upaya pelayanan kesehatan
keluarga; seperti pelayanan kontrasepsi dengan metoda efektif
selama lima tahun terakhir meningkat cakupannya dari 52 persen
pada tahun 1993/94 menjadi 70,4 persen pada tahun 1997/98.
Demikian pula dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, cakupan
pelayanan antenatal meningkat dari 55 persen menjadi 70 persen
dari jumlah ibu hamil. Pertolongan persalinan oleh tenaga kese-
hatan terutama oleh bidan juga meningkat dari 42 persen menjadi
51 persen jumlah persalinan. Pada akhir Repelita VI, sasaran
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 55 persen.
Dengan demikian capaian tersebut telah mendekati sasaran Repelita
VI.

Pembangunan kesehatan tidak dapat lepas dari pelayanan


keluarga berencana. Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah
peserta keluarga berencana (KB) adalah kegiatan pemberian
bantuan Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) dan Kredit Usaha
Keluarga Sejahtera (Kukesra). Secara nasional, sampai dengan
Desember 1997 dana Takesra telah disalurkan kepada 11,5 juta
keluarga yang tergabung dalam 504,5 ribu kelompok usaha. Upaya

XIX/7
tersebut selain telah berhasil meningkatkan motivasi berusaha
keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera 1, juga telah
meningkatkan jumlah peserta KB. Sampai dengan tahun 1997/98
secara keseluruhan jumlah peserta KB aktif telah mencapai sekitar
26,8 juta pasangan usia subur (PUS) atau lebih tinggi dari sasaran
yang telah ditentukan dalam Repelita VI yaitu 26,2 juta PUS.

Seiring dengan pembangunan kesehatan, pembangunan di


bidang kesejahteraan sosial terus ditingkatkan. Dalam empat
tahun Repelita VI telah dilaksanakan kegiatan penyantunan
sosial terhadap 963,6 ribu anak terlantar dan 189 ribu lanjut usia
yang tidak mampu; pelayanan rehabilitasi sosial bagi 216,6 ribu
orang penyandang cacat; pembinaan dan pemberian bantuan
modal usaha bagi 211,0 ribu kepala keluarga (KK) miskin di luar
desa-desa IDT; dan pembinaan terhadap 26,9 ribu KK
masyarakat terasing. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan
peran serta masyarakat dalam upaya pelayanan sosial telah
dilakukan pembinaan bagi 34,2 ribu orang pekerja sosial
masyarakat (PSM); pemberian bantuan paket sarana usaha bagi
12 ribu karang taruna; dan peningkatan kemampuan organisasi
sosial (orsos) melalui pelatihan manajemen dan pekerjaan sosial
serta pemberian bantuan pengembangan organisasi dan
pelayanan sosial bagi 3,3 ribu orsos.

Dalam rangka penanggulangan bencana berbagai upaya


telah dilaksanakan dalam menghadapi kejadian bencana alam
seperti banjir, tanah longsor, angin ribut, gempa bumi,
kekeringan dan kebakaran. Untuk membantu para korban bencana
alam tersebut, telah diberikan berbagai bantuan baik pada saat
terjadi maupun setelah terjadinya. bencana. Bantuan pada saat
terjadinya bencana diberikan dalam bentuk pelayanan gawat
XIX/8
darurat berupa pertolongan pertama pada saat awal terjadinya
bencana, pengobatan dan perawatan kesehatan baik disekitar lokasi
kejadian, di puskesmas-puskesmas terdekat maupun di rumah-rumah
sakit bagi korban yang memerlukan perawatan khusus dokter
ahli, serta pengungsian dan penampungan korban bencana di tempat
yang lebih aman dengan didukung penyediaan dapur umum.
Bantuan yang diberikan setelah terjadinya bencana adalah berupa
bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana umum dan rumah yang
rusak akibat bencana.

Pelaksariaan program pembangunan kependudukan yang


didukung oleh berbagai program pembangunan lainnya secara ter -
padu, telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk men -
jadi 1,54 persen pada tahun keempat Repelita VI dari 1,66 persen
pada tahun 1993/94. Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini
juga diikuti oleh angka kelahiran kasar sebesar 22,9 per 1.000
penduduk.

B. KESEHATAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Dalam GBHN 1993, pembangunan kesehatan diarahkan


untuk makin meningkatkan kualitas dan pemerataan jangkauan
pelayanan kesehatan masyarakat guna meningkatkan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat. Pelayanan kesehatan dikembangkan
dengan terus mendorong peran serta aktif masyarakat termasuk
dunia usaha. Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan bersih
berorientasi kepada kepedulian lingkungan terus dibina sehingga
tumbuh dan berkembang menjadi sikap dan budaya bangsa. Semua

XIX/9
itu perlu didukung oleh sumber daya kesehatan yang cukup
memadai dan andal, termasuk perkembangan dan peningkatan
industri farmasi.

Sasaran pembangunan kesehatan dalam Repelita VI adalah


meningkatnya derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas dan
pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh lapisan ma -
syarakat. Dalam rangka itu, sasaran yang akan dicapai adalah me -
ningkatnya angka harapan hidup waktu lahir menjadi sekitar 64,6
tahun, menurunnya angka kematian kasar menjadi sekitar 7,5 per
1.000 penduduk, menurunnya angka kematian bayi menjadi 50 per
1.000 kelahiran hidup, dan menurunnya angka kematian ibu mela -
hirkan menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup.

Sasaran keadaan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI ada lah


menurunnya prevalensi empat masalah gizi kurang, yaitu gang guan
akibat kurang yodium menjadi 18 persen; anemia gizi besi pada ibu
hamil menjadi 40 persen, balita menjadi 40 persen dan tenaga kerja
wanita menjadi 20 persen; kurang energi protein menjadi 30 persen;
dan kurang vitamin A pada anak balita menjadi 0,1 persen.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, pokok kebi -


jaksanaan pembangunan kesehatan dalam Repelita VI yang ter -
penting adalah meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan
kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk
penduduk miskin dan desa tertinggal; meningkatkan status gizi
masyarakat; meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada tenaga
kerja; meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat;
mengembangkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
mendukung pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu; me -

XIX/10
ningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi profesi;
meningkatkan mobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan
kesehatan; meningkatkan manajemen upaya kesehatan; serta
mengoptimasikan penyediaan, pengelolaan, dan pendayagunaan
tenaga kesehatan.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas


disusun tujuh program pokok yang meliputi: (1) penyuluhan kese -
hatan masyarakat; (2) pelayanan kesehatan masyarakat; (3) pela -
yanan kesehatan rujukan dan rumah sakit; (4) pencegahan dan pem -
berantasan penyakit; (5) perbaikan gizi; (6) pengawasan obat dan
makanan; dan (7) pembinaan pengobatan tradisional. Program-
program di atas didukung oleh beberapa program penunjang, yang
dilaksanakan secara terkoordinasi dengan program Pembangunan
bidang lainnya serta mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha.
Beberapa program penunjang tersebut antara lain mencakup
program penyediaan dan pengelolaan air bersih, penyehatan
lingkungan permukiman, pendidikan dan pelatihan kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, dan pengembangan
informasi kesehatan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Pembangunan kesehatan pada Repelita VI merupakan ke -


lanjutan, perluasan dan peningkatan pelaksanaan program dari
Repelita-Repelita sebelumnya. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan keadaan kesehatan dan gizi masyarakat melalui
upaya pemerataan sarana pelayanan kesehatan dasar dan rumah
sakit. Pencapaian tujuan ini didukung oleh peningkatan jumlah dan
jenis tenaga kesehatan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan,

XIX/11
serta peningkatan peran serta masyarakat, dunia usaha dan
organisasi profesi. Upaya tersebut dicapai melalui program pokok
dan program penunjang sebagai berikut.

a. Program Pokok

1) Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Program ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, kesadaran,


kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat
serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat termasuk dunia
usaha, dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Kegiatan pokok dari program ini adalah penyebarluasan informasi
kesehatan, pengembangan dan pembinaan penyelenggara
penyuluhan, serta pengembangan potensi swadaya masyarakat di
bidang kesehatan.

Penyebarluasan informasi kesehatan dilaksanakan melalui


sarana media cetak, elektronik dan media tradisional. Dalam kurun
waktu tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98 telah dilakukan
penyebaran informasi kesehatan melalui radio sebanyak 497,5 ribu
kali, yaitu 192,1 ribu kali pada tahun 1993/94 dan 305,5 ribu kali
selama empat tahun Repelita VI; melalui televisi sekitar 4,6 ribu
kali, yaitu 0,9 ribu kali pada tahun 1993/94 dan 3,7 ribu kali selama
empat tahun Repelita VI; dan melalui media cetak sebanyak 9,8
juta lembar, yaitu 1,8 juta lembar pada tahun 1993/94 dan 8 juta
lembar selama empat tahun Repelita VI. Penyebarluasan informasi
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) merupakan kegiatan penyuluhan
kesehatan yang paling menonjol selama Repelita VI. Keberhasilan
PIN ini adalah berkat bantuan dan kerjasama yang erat dari
berbagai sektor pemerintah, organisasi internasional, dan organisasi
XIX/12
masyarakat seperti PKK, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi,
perusahaan swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).
Kegiatan tersebut didukung oleh pemanfaatan berbagai media dan
jalur kampanye, serta pendekatan kelompok dan individu secara
intensif. Kegiatan PIN dilaksanakan secara serentak mulai dari
tingkat pusat, propinsi, kabupaten dan kecamatan sampai di desa -
desa di seluruh Indonesia.

Untuk kegiatan penyuluhan telah dilaksanakan berbagai


pendidikan dan pelatihan bagi petugas kesehatan di tingkat
propinsi, kabupaten, dan kecamatan. Dalam lima tahun terakhir
(1993/94 - 1997/98) pendidikan dan pelatihan dilaksanakan bagi
sekitar 12 ribu orang petugas, yaitu sebanyak 1,7 ribu orang pada
tahun 1993/94 dan 10,3 ribu orang selama empat tahun Repelita VI.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran petugas
kesehatan, pasien dan keluarganya telah dilaksanakan penyuluhan
kesehatan masyarakat di rumah sakit (PKMRS) sebanyak 2.650
kali, terdiri dari 338 kali pada tahun 1993/94 dan 2.312 kali selama
empat tahun Repelita VI. Selanjutnya, dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS,, peran serta aktif lembaga swadaya
masyarakat (LSM) terus ditingkatkan diseluruh propinsi, terutama
di daerah rawan penyakit HIV/AIDS seperti propinsi DKI Jakarta,
Riau, Bali dan Irian Jaya. Selain itu, untuk mewujudkan perilaku
hidup bersih dan sehat, telah dikembangkan kegiatan inovatif yang
memadukan konsep pendekatan kepada pemimpin, pemasaran
sosial dan pemberdayaan di bidang kesehatan. Inovasi ini dikenal
dengan strategi peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
(SP2HBS). Dalam upaya memacu peningkatan sikap dan perilaku
serta pola hidup sehat bagi diri pribadi, keluarga dan masyarakat,
pada tahun 1994 telah dicanangkan Gerakan Jumat Bersih.

XIX/13
Pengembangan potensi swadaya masyarakat dalam
pembangunan kesehatan, antara lain diupayakan melalui pem -
binaan dan pengembangan posyandu, pondok bersalin desa
(polindes), pos obat desa, pengembangan jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat (JPKM), peningkatan.peran serta LSM, dan
peningkatan upaya kesehatan kerja. Kegiatan pembinaan dan
pengembangan posyandu mencakup sekitar 257 ribu. Pondok ber -
salin desa sebagai pusat kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak
mulai dikembangkan, jumlahnya sekitar 20,8 ribu. Pos obat desa
sebagai sarana terdekat untuk penyediaan obat bagi masyarakat
desa juga mulai dikembangkan, jumlahnya sekitar 15,8 ribu pos.
Pengembangan dan pemasyarakatan JPKM dalam berbagai bentuk
terus dilanjutkan. Pada tahun 1997/98 sekitar 20 persen desa telah
melaksanakan kegiatan dana sehat sebagai salah satu bentuk JPKM.
Selain itu, telah dilaksanakan pula pembinaan generasi muda dan
peningkatan peranan wanita dalam pembangunan kesehatan. Saka
Bakti Husada Pramuka telah terbentuk diseluruh Dati 11 dan
bermanfaat dalam penggerakkan masyarakat di bidang kesehatan.

2) Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Program ini merupakan suatu program pelayanan kesehatan


dasar terpadu, ditujukan untuk lebih memperluas cakupan dan
sekaligus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar serta
menumbuhkembangkan sikap dan kemandirian dalam
pemeliharaan kesehatan di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pendekatan pelayanan kesehatan dasar lebih bersifat pencegahan
dan peningkatan kesehatan yang diselenggarakan secara serasi
dengan kegiatan pengobatan dan pemulihan. Program ini
dilaksanakan secara terpadu melalui puskesmas dan jaringannya
yaitu puskesmas perawatan, puskesmas keliling, puskesmas
XIX/14
pembantu, dan polindes dengan bidan di desa. Kegiatan pokok dari
program ini antara lain mencakup peningkatan sarana pelayanan
kesehatan, pelayanan kesehatan keluarga, kesehatan sekolah dan
remaja, kesehatan kerja, penyembuhan dan pemulihan, kesehatan
olah raga, kesehatan matra, pelayanan laboratorium dan
penyuluhan kesehatan masyarakat serta pembinaan peranserta
masyarakat.

Pengadaan dan peningkatan sarana fisik pelayanan, ketena -


gaan dan obat, dilaksanakan terutama melalui Inpres bantuan
sarana kesehaian (Inpres Kesehatan). Peningkatan sarana fisik
pelayanan kesehatan dasar antara lain berupa pembangunan
puskesmas, puskesmas pembantu dan rumah dokter. Pada tahun
1993/94 telah tersedia sebanyak 6.954 puskesmas, 19.977
puskesmas pembantu, dan 3.564 buah rumah dokter (Tabel XIX-1).
Sampai dengan tahun keempat Repelita VI (1997/98) jumlah
tersebut meningkat menjadi 7.106 puskesmas, 22.085 puskesmas
pembantu dan 4.524 rumah dokter. Untuk lebih meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan, berbagai jenis sarana pelayanan
tersebut dilengkapi dengan peralatan medis. Selain itu, dalam
upaya meningkatkan mobilitas pelayanan kesehatan dasar, pada
tahun 1993/94 telah tersedia 6.024 buah puskesmas keliling,
selanjutnya meningkat menjadi 7.647 buah pada tahun 1997/98.
Pada tahun 1998/99, peningkatan sarana pelayanan kesehatan akan
dilanjutkan, terutama pembangunan puskesmas pembantu, rumah
dokter dan paramedis, serta pengadaan puskesmas keliling. Sarana
pelayanan kesehatan dasar yang mengalami kerusakan karena
berbagai sebab, telah diadakan perbaikan, yaitu sampai dengan
tahun 1997/98 bagi sekitar 17,6 ribu gedung puskesmas dan 26,2
ribu gedung puskesmas pembantu.

XIX/15
Tersedianya tenaga kesehatan yang cukup merupakan unsur
penting untuk meningkatkan pemerataan dan kualitas pelayanan
kesehatan. Percepatan penempatan tenaga khususnya tenaga dokter,
dokter gigi dan bidan telah dilakukan dengan pola pegawai tidak
tetap (PTT). Dengan pola penempatan ini, penyebaran tenaga bagi
daerah terpencil dapat dipercepat. Bagi tenaga PTT tersebut
diberikan tunjangan khusus sesuai dengan tingkat keterpencilannya.
Dalam kurun waktu tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98
telah ditempatkan sebanyak 13,7 ribu dokter, yaitu 1,7 ribu dokter
pada tahun 1993/94 dan 12 ribu dokter selama empat tahun
Repelita VI, dan sebanyak 3,8 ribu dokter gigi yaitu 0,3 ribu dokter
gigi pada tahun 1993/94 dan 3,5 ribu dokter gigi selama empat
tahun Repelita VI (Tabel XIX-2). Di samping itu, secara ke -
seluruhan sampai dengan tahun 1997/98 telah pula ditempatkan
sekitar 62 ribu bidan di desa. Untuk mendukung kegiatan bidan di
desa diberikan bantuan alat transpor, biaya pemondokan, biaya
operasional, peralatan medis dan non medis. Pada tahun 1998/99
direncanakan akan ditempatkan sekitar 26,5 ribu tenaga kesehatan
yang terdiri dari tenaga dokter, dokter gigi, bidan, dan tenaga
kesehatan lainnya.

Upaya pelayanan kesehatan keluarga diarahkan untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan kontrasepsi, pelayanan
kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak dibawah lima tahun
(balita), anak prasekolah, pelayanan kesehatan usia sekolah serta
remaja, dan pelayanan kesehatan lanjut usia (lansia).

Pelayanan kontrasepsi dengan metoda efektif selama lima


tahun terakhir meningkat cakupannya dari 52 persen pada tahun
1993/94 menjadi 70,4 persen pada tahun 1997/98, yang berarti
telah melampaui sasaran Repelita VI yaitu sebesar 70 persen.
XIX/16
Demikian pula dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, cakupan
pelayanan antenatal meningkat dari 55 persen menjadi 70 persen
dari jumlah ibu hamil. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terutama oleh bidan juga meningkat dari 42 persen
menjadi 51 persen jumlah persalinan. Angka ini telah mendekati
angka sasaran Repelita VI yaitu sebesar 55 persen. Dalam
pelayanan kesehatan ibu, selain tenaga bidan, peranan dukun bayi
juga cukup penting dalam meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan terhadap ibu hamil dan ibu melahirkan. Dukun bayi yang
dibina berjumlah sekitar 109 ribu orang. Pelayanan anak pra -
sekolah telah mencakup sekitar 71 persen dari sasaran. Pelayanan
kesehatan anak sekolah dan remaja diselenggarakan melalui wadah
usaha kesehatan sekolah (UKS), meliputi penjaringan kesehatan
anak sekolah, pelayanan kesehatan bagi anak luar biasa (anak
berkelainan) dan pelayanan kesehatan bagi remaja. Penjaringan
kesehatan anak sekolah telah mencakup 134,2 ribu sekolah dasar,
sedangkan pelayanan kesehatan bagi anak luar biasa telah
dilaksanakan di 1.349 puskesmas. Pelayanan kesehatan terhadap
remaja dilaksanakan melalui penyuluhan dan konseling kesehatan
melalui puskesmas. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh
sekitar 70 persen dari jumlah puskesmas. Pelayanan kesehatan
lanjut usia dilakukan oleh 1.349 Puskesmas atau sekitar 20 persen
dari jumlah Puskesmas. Sedangkan sasaran Repelita VI yaitu
sebesar 50 persen dari jumlah puskesmas.

Untuk memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan


mata telah dilaksanakan pelayanan kesehatan mata melalui
puskesmas. Kegiatannya antara lain mencakup pemeriksaan
kesehatan mata bagi anak sekolah, operasi katarak yang
dilaksanakan oleh Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKKM) dan
rumah sakit bekerja sama dengan Puskesmas. Jumlah puskesmas

XIX/17
yang telah melaksanakan pencegahan kebutaan katarak adalah
sebanyak 360 puskesmas.

3) Program Kesehatan Rujukan dan Rumah Sakit

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan,


dan efisiensi pelayanan kesehatan di rumah sakit serta me mantapkan
sistem rujukan antara puskesmas dengan rumah sakit kabupaten,
rumah sakit propinsi dan rumah sakit di tingkat pusat Upayanya
ditempuh melalui peningkatan dan pengembangan manajemen
rumah sakit, terutama dalam bidang sumber daya tenaga dan
pembiayaan menuju kemandirian rumah sakit dengan tetap
memperhatikan fungsi sosial rumah sakit. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dilaksanakan berbagai kegiatan antara lain meliputi:
pemerataan persebaran dan penambahan tenaga dokter ahli;
penyediaan bantuan obat-obatan; penyediaan biaya operasional dan
pemeliharaan rumah sakit; pembangunan dan rehabilitasi rumah
sakit; penggantian, perbaikan dan penyediaan peralatan medis;
pendidikan dan pelatihan tenaga, serta pelayanan rujukan dokter
ahli dari rumah sakit ke puskesmas yang dikenal sebagai rumah sakit
proaktif.

Jumlah dan mutu pelayanan rumah sakit terus ditingkatkan.


Sampai dengan tahun 1997/98 jumlah rumah sakit seluruhnya
tercatat sebanyak 1.890 buah terdiri dari 868 buah rumah sakit
umum (RSU) dan 1.022 buah rumah sakit khusus (RSK), dengan
jumlah tempat tidur masing masing sekitar 102,7 ribu dan 32,2
ribu buah (Tabel XIX-3).

Dalam rangka peningkatan dan periuasan pelayanan rumah


sakit kepada masyarakat, sejumlah rumah sakit kabupaten telah di -

xtwta
XIX/18
tingkatkan dari kelas D menjadi kelas C. Dalam Repelita VI telah
ditingkatkan 64 rumah sakit kelas D menjadi rumah sakit kelas C.
Sejalan dengan peningkatan kelas rumah sakit, pengadaan dokter
umum dan dokter spesialis termasuk peralatan medis dan non
medis makin ditingkatkan jurnlahnya. Untuk memenuhi kebutuhan
dokter ahli di berbagai rumah sakit yang telah ditingkatkan menjadi
kelas C, ditempatkan 1.293 tenaga dokter ahli dari empat keahlian
dasar (ahli bedah, ahli anak, ahli penyakit dalam, serta ahli
kebidanan dan kandungan). Sedangkan untuk mempercepat
penempatan para dokter ahli di rumah sakit kabupaten, terutama di
daerah-daerah terpencil, sejak awal Repelita VI prioritas pemberian
beasiswa pendidikan dokter ahli diberikan kepada dokter yang
ditempatkan atau akan ditempatkan di kabupaten. Agar para dokter
ahli tersebut dapat menjalankan masa baktinya di rumah sakit
kabupaten secara optimal, disediakan berbagai paket peralatan
sesuai kebutuhan, yaitu sebanyak 549 paket ernpat keahlian dasar,
275 paket tiga keahlian penunjang (anestesi, radiologi, patologi
klinik), dan 713 paket untuk dokter spesialis lainnya. Untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, secara
bertahap telah dilakukan pula penggantian atau penambahan
peralatan yang meliputi 4,7 ribu unit peralatan medik, 7,7 ribu unit
peralatan non medik, dan 264 unit kendaraan operasional/
ambulans. Pada tahun 1998/99 akan disediakan peralatan medik
dan non medik bagi 250 rumah sakit.

Upaya lainnya dalam rangka peningkatan pelayanan rumah


sakit, juga telah dilaksanakan pembangunan baru RS yaitu RS
Lhokseumawe dan RS Tapak Tuan (D.l. Aceh), RS Dumai (Riau),
RS Sekayu (Sumatera Selatan), RS Liwa (Lampung), dan
penyelesaian fisik RS Bengkulu. Pada tahun 1998/99 direncanakan
untuk melanjutkan pembangunan RS Liun Kendage (Sulawesi

XIX/19
Utara) dan RS Hasan Sadikin (Jawa Barat). Selain itu, telah
dilakukan rehabilitasi/renovasi terhadap 254 rumah sakit. Untuk
mewujudkan kemandirian rumah sakit, secara bertahap rumah sakit
pemerintah yang dinilai mampu mulai dikembangkan menjadi unit
swadana. Diharapkan dengan pengembangan unit swadana ini
dimungkinkan terjadinya subsidi silang kepada rumah sakit yang
lemah, sedangkan rumah sakit yang telah mandiri dapat
meningkatkan mutu pelayanannya, dan juga memungkinkan adanya
subsidi silang antara penderita yang mampu kepada yang tidak
mampu. Jumlah rumah sakit swadana telah mencapai 48 unit terdiri
dari 12 RSU vertikal, I RS Mata vertikal, dan 35 RSU Pemda.

Sebagai bagian upaya peningkatan mutu pelayanan rumah


sakit, maka untuk semua jenis rumah sakit pemerintah pusat dan
daerah disediakan anggaran untuk biaya operasional, pemeliharaan,
dan rehabilitasi rumah sakit (OPRS). Biaya tersebut dimaksudkan
untuk melengkapi kebutuhan operasional dan pemeliharaan yang
selama ini disediakan dari biaya rutin. Dengan adanya anggaran
tersebut maka diharapkan mutu pelayanan RS pemerintah semakin
meningkat.

4) Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit bertujuan


untuk mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan angka
kematian dan angka kesakitan serta mengurangi akibat buruk
penyakit, baik yang menular maupun tidak menular. Sasaran
prioritas pemberantasan penyakit menular adalah bayi, anak balita
dan ibu, serta kelompok usia kerja. Selanjutnya, untuk penyakit
tidak menular prioritas diberikan pada kegiatan penyuluhan
kesehatan dan peningkatan , peranserta masyarakat termasuk
XIX/20
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha.
Pencegahan dan pemberantasan penyakit dilaksanakan secara
terpadu melalui upaya pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
rujukan dan rumah sakit, serta upaya lain yang dilakukan oleh
masyarakat dan dunia usaha.

Selama Repelita VI kegiatan pemberantasan penyakit


menular meliputi pemberantasan penyakit malaria, demam
berdarah dengue (DBD), tuberkulosa paru (TB-Paru), infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), kegiatan imunisasi dan
penanggulangan HIV/AIDS.

Pemberantasan penyakit malaria dilaksanakan melalui


pemberantasan vektor berupa penyemprotan rumah penduduk dan
lingkungannya dengan menggunakan insektisida, serta pengobatan
terhadap penderita. Penyakit ini masih merupakan penyakit
menular yang perlu ditingkatkan pemberantasannya terutama pada
daerah-daerah yang masih dianggap rawan, seperti daerah-daerah
transmigrasi, daerah perbatasan dan permukiman baru di luar pulau
Jawa-Bali. Jumlah rumah yang disemprot secara keseluruhan dari
tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98 telah mencapai sekitar
5,9 juta rumah, yaitu 1,5 juta rumah pada tahun 1993/94 dan 4,4
juta rumah selama empat tahun Repelita V1. Penemuan dan
pengobatan bagi tersangka penderita telah dilaksanakan terhadap
sekitar 19,9 juta orang, yaitu 6,3 juta orang pada tahun 1993/94 dan
13,6 juta orang selama empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-4).
Dampak dari kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan
malaria di Jawa - Bali dari 0,2 per 1.000 penduduk pada tahun
1993/94 menjadi 0,1 per 1.000 penduduk pada tahun 1996/97. Hal
ini berarti telah mencapai sasaran akhir Repelita VI yaitu 0,1 per

XIX/21
1.000 penduduk. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan
dilaksanakan pengobatan bagi 4 juta penderita malaria.

Pemberantasan penyakit diare dititik-beratkan pada upaya


pencarian dan pengobatan penderita diare sedini mungkin. Dalam
lima tahun terakhir, secara keseluruhan jumlah penderita diare yang
diobati mencakup sekitar 14,8 juta orang, yaitu 4,1 juta orang pada
tahun 1993/94 dan 10,7 juta orang selama empat tahun Repelita VI
(tabel XIX-4). Kegiatan penyuluhan kesehatan merupakan
kegiatan penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit diare. Kegiatan ini dilaksanakan terutama melalui
puskesmas dan jaringannya. Materi penyuluhan meliputi upaya
pencegahan seperti membiasakan minum air yang telah dimasak,
cara menggunakan oralit, cara membuat larutan gula garam, serta
cara memelihara lingkungan yang sehat. Dampak epidemiologi dari
upaya pemberantasan penyakit diare terlihat dari menurunnya
angka kematian akibat diare (Case Fatality Rate) yang dilaporkan,
yaitu dari sekitar 2,4 persen pada tahun 1993/94 menjadi 0,2 persen
pada tahun 1996/97, telah melampaui sasaran Repelita VI yaitu 0,3
persen. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan
pengobatan bagi 5,3 juta penderita diare.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan


oleh nyamuk Aedes Aegypti merupakan penyakit menular yang
makin meluas penyebarannya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya
arus transportasi antar wilayah serta makin padatnya jumlah
penduduk di suatu kawasan. Selain itu, meluasnya penyebaran
penyakit ini juga disebabkan oleh kebersihan lingkungan yang
belum memadai dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang cara
penularan penyakit ini. Daerah yang terjangkit penyakit ini telah
meluas ke 27 propinsi dan mencakup 211 Dati 11. Upaya
XIX/22
penanggulangannya dilakukan antara lain adalah melalui abatisasi
dan penyemprotan masal di tempat-tempat pembiakan nyamuk
Aedes Aegypti. Selain itu, dilaksanakan pula pengasapan (fogging)
pada rumah-rumah yang diduga menjadi sarang nyamuk tersebut.
Dalam lima tahun terakhir, kegiatan abatisasi masal telah
dilaksanakan terhadap sekitar 14,9 juta rumah, yaitu 2,9 juta rumah
pada tahun 1993/94 dan 12 juta rumah selama empat tahun Repelita
VI; dan pengasapan terhadap sekitar 19 juta rumah, yaitu 2,6 juta
rumah pada tahun 1993/94 dan 16,4 juta rumah selama empat tahun
Repelita VI ( Tabel XIX -4). Angka kesakitan penyakit ini masih
cukup tinggi yaitu sekitar 23,2 per 100.000 penduduk pada tahun
1996/97, sehingga perlu dilakukan pemantauan dan pengobatan
penderita secara dini. Selain itu peran serta masyarakat perlu terus
ditingkatkan dalam bentuk pemberantasan sarang nyamuk dengan
cara menguras, mengubur dan menutup sarang nyamuk. Upaya ini
juga didukung oleh kegiatan pemberantasan penyakit menular
secara terpadu dan efektif melalui berbagai sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

Penyakit tuberkulosa paru (TB-Paru), merupakan salah satu


penyakit menular yang banyak diderita oleh masyarakat
berpenghasilan rendah. Upaya pemberantasan penyakit ini terutama
dilaksanakan melalui puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan, didukung oleh partisipasi masyarakat. Upaya pem -
berantasan TB-Paru di puskesmas diintegrasikan dengan sarana
pelayanan kesehatan lainnya seperti balai pengobatan penyakit paru
(BP4) dan rumah sakit. Kerjasama dengan perkumpulan
pemberantasan tuberkulosa Indonesia (PPTI) terus ditingkatkan
dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan. Dalam Repelita VI
telah dilaksanakan upaya penyempurnaan dalam penanggulangan
penyakit ini, meliputi penggunaan panduan obat jangka pendek (6

XIX/23
bulan) dan pengawasan langsung menelan obat (Directly Observed
Treatment Short-course = DOTS) kepada setiap penderita TB yang
baru. Dalam lima tahun terakhir, secara keseluruhan telah
dilaksanakan pemeriksaan bakteriologis terhadap sekitar 3,6 juta
sediaan, yaitu 972 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 2,6 juta
sediaan selama empat tahun Repelita VI; dan pengobatan terhadap
322,5 ribu penderita yaitu 68,0 ribu penderita pada tahun 1993/94
dan 254,5 ribu penderita selama empat tahun Repelita VI (Tabel
XIX-4). Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan
pengobatan bagi 245,6 ribu penderita TB-Paru.

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan


penyakit menular penting lainnya yang perlu ditanggulangi.
Penyakit ini merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan
dan kematian bagi bayi dan anak. Pemberantasan penyakit ISPA yang
meliputi penemuan dan pengobatan penderita, dilaksanakan di
puskesmas dan jaringannya, serta dengan rujukan ke rumah sakit
untuk penanganan kasus yang berat. Dalam kurun waktu lima tahun
kegiatan pemberantasan penyakit tersebut telah dilaksanakan di
seluruh propinsi dengan jumlah penderita yang ditemukan dan
diobati mencakup sekitar 10,9 juta orang, yaitu 5,7 juta orang pada
tahun 1993/94 dan 5,2 juta orang selama empat tahun Repelita VI.

Kegiatan imunisasi terus ditingkatkan dalam upaya mencegah


secara dini berjangkitnya berbagai penyakit menular. Kegiatan
imunisasi yang menonjol dalam Repelita VI adalah imunisasi
polio, yang dilaksanakan secara besar-besaran melalui pekan
imunisasi nasional (PIN), dimana semua anak balita diberikan
imunisasi polio secara serentak. PIN ini telah dilaksanakan tiga
tahun berturut-turut, mulai tahun 1995/96 sampai dengan tahun
1997/ 98 me nc a kup le bi h da r i 23 jut a a na k ba li t a pe r t a hun.
XIX/24
Kegiatan ini dilaksanakan dalam upaya membebaskan Indonesia
dari penyakit polio pada tahun 2000. Selama lima tahun terakhir,
kegiatan imunisasi dasar BCG, DPT, Polio, dan Campak, setiap
tahunnya telah mencakup rata-rata sekitar 4,6 juta bayi dan 4,2 juta
anak. Cakupan imunisasi dasar tersebut telah mencapai 91 persen
dari sasaran; melampaui sasaran Universal Child Immunization
(UCI) yang telah ditetapkan oleh konferensi tingkat tinggi anak
sedunia (World Summit for Children) dan sasaran Repelita VI, yaitu
sebesar 80,0 persen. Sejalan dengan anjuran World Health
Assembly (WHA), kegiatan imunisasi hepatitis B bagi bayi baru
lahir terus dikembangkan di seluruh propinsi, sasarannya
mencakup sekitar 4,4 juta bayi. Pada tahun 1998/99. akan
dilaksanakan imunisasi BCG, DPT, DT, TT, Campak, Polio, dan
Hepatitis B dengan sasaran 4,6 juta bayi, 4,1 juta ibu hamil, dan
25,8 juta anak.

Penyakit menular seksual (PMS) masih tetap merupakan


masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
dalam penanggulangannya. Penyakit HIV/AIDS sebagai salah
satu PMS, yang pertama kali ditemukan pada tahun 1987
menunjukkan kecenderungan meningkat dan meluas pe-
nyebarannya. Terdapat kaitan yang erat antara peningkatan
penyakit HIV/AIDS dengan meningkatnya penyebaran penyakit
TB-Paru, karena menurunnya sistem kekebalan tubuh. Sampai
dengan bulan November 1997 secara keseluruhan tercatat 152
orang penderita AIDS dan 450 orang terinfeksi HIV.
Penanggulangan AIDS kegiatannya diintegrasikan dengan
pemberantasan PMS, meliputi sero survai AIDS dan sifilis, dan
pemeriksaan (skrining) donor darah. Kegiatan lainnya berupa
penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS melalui berbagai
media massa. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, telah

XIX/25
dilaksanakan sero survai HIV/AIDS dan sifilis yang mencakup
sekitar 432 ribu sediaan, yaitu 122 ribu sediaan pada tahun 1993/94
dan 310 ribu sediaan selama empat tahun Repelita VI.

Pemberantasan penyakit menular lainnya seperti penyakit


kaki gajah (filariasis), demam keong (schistosomiasis), gila anjing
(rabies), pes, kusta, patek (frambusia) terus dilanjutkan.
Pemberantasan penyakit kaki gajah dilaksanakan melalui
pengobatan masal terhadap sekitar 677,8 ribu penderita, yaitu 191,0
ribu penderita pada tahun 1993/94 dan 486,8 ribu penderita selama
empat tahun Repelita VI; dan survai darah sebanyak 225,1 ribu
sediaan yaitu 2,4 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 227,7 ribu
sediaan selama empat tahun Repelita VI. Selain itu, dilaksanakan
pula kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana air bersih dan jamban
serta pemberantasan fokus-fokus keong penular. Kegiatan
penanggulangan rabies dilaksanakan melalui vaksinasi hewan
sekitar 1,9 juta ekor, yaitu 0,6 juta ekor pada tahun 1993/94 dan 1,3
juta ekor selama empat tahun Repelita VI; dan vaksinasi pada
manusia sekitar 31 ribu orang, yaitu 6 ribu orang pada tahun
1993/94 dan 25 ribu orang selama empat tahun Repelita VI.
Pemberantasan penyakit rabies dilaksanakan secara lintas sektoral.

5) Program Perbaikan Gizi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi


konsumsi pangan yang berdampak pada keadaan gizi masyarakat,
dan diarahkan untuk peningkatan hidup sehat, intelektualitas,
produktivitas, dan prestasi kerja serta penurunan angka gizi salah.
Kegiatan utama program ini adalah : (1) penyuluhan gizi
masyarakat; (2) usaha perbaikan gizi keluarga; (3) upaya perbaikan
XIX/26
gizi institusi; (4) fortifikasi pangan; dan (5) peningkatan penerapan
sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Kegiatan penyuluhan gizi masyarakat bertujuan untuk


memasyarakatkan pengetahuan gizi secara luas, guna menanarnkan
sikap dan perilaku yang mendukung kebiasaan hidup sehat dengan
makanan yang bermutu gizi seimbang. Untuk melaksanakan
penyuluhan gizi antara lain telah disusun pedoman umum gizi
seimbang (PUGS). Pedoman ini merupakan pegangan bagi petugas
kesehatan dan petugas sektor terkait lainnya serta masyarakat luas
tentang perilaku konsumsi makanan yang sesuai dengan kaidah
umum gizi. Dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang
PUGS kepada masyarakat, dalam lima tahun terakhir telah
dilaksanakan pelatihan mengenai PUGS bagi 4.691 orang, yaitu 52
orang pada tahun 1993/94 dan 4.639 orang selama empat tahun
Repelita VI; dan pelatihan tentang peningkatan penggunaan air
susu ibu (ASI) secara eksklusif terhadap 793 orang petugas yaitu
268 orang pada tahun 1993/94 dan 525 orang selama empat tahun
Repelita VI. Penyuluhan gizi yang dilaksanakan lewat posyandu
terus meningkat, sejalan dengan pertumbuhan posyandu di desa-
desa di seluruh tanah air sebanyak 257 ribu posyandu. Penyuluhan
gizi tersebut dilakukan oleh para kader dibawah bimbingan petugas
kesehatan dan petugas sektor lainnya seperti petugas pertanian,
BKKBN, agama, pamong desa dan penggerak PKK. Selain di
posyandu, penyuluhan gizi juga dilaksanakan di luar posyandu
dengan menggunakan pendekatan kelompok antara lain melalui
kelompok pengajian, arisan, kelompok wanita tani, PKK dan
kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa. Selain itu, untuk
mendukung kegiatan penyuluhan gizi telah dilaksanakan pengadaan
dan distribusi materi penyuluhan gizi berupa media cetak dan
media elektronik. Pesan-pesan gizi yang diinformasikan melalui

XIX/27
TVRI secara keseluruhan telah dilakukan sebanyak 197 kali
tayangan, yaitu 35 kali pada tahun 1993/94 dan 162 kali tayangan
selama empat tahun Repelita VI, dan melalui media RRI sebanyak
10.150 kali siaran dalam bentuk drama seri dan kuis, yaitu 46 kali
pada tahun 1993/94 dan 10.104 kali selama empat tahun Repelita
VI. Selain itu juga dilaksanakan melalui pameran pembangunan
dan hari-hari besar seperti Hari Kesehatan Nasional, Hari Pangan
Sedunia, dan Hari Gizi Nasional.

Kegiatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) bertujuan


untuk memacu upaya masyarakat agar mampu memenuhi
kebutuhan gizinya, melalui pemanfaatan aneka ragam pangan
sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga dan lingkungan
masyarakat setempat. Kegiatan pokok UPGK adalah (a)
penyuluhan gizi masyarakat perdesaan; (b) pelayanan gizi di
posyandu; dan (c) peningkatan pemanfaatan lahan pekarangan.
Kegiatan tersebut diprioritaskan untuk menanggulangi 4 masalah
gizi-kurang yaitu gangguan akibat kurang yodium (GAKY), anemia
gizi besi (AGB), kurang vitamin A (KVA) dan kurang energi
protein (KEP).

Sasaran UPGK terutama ditujukan kepada kelompok


masyarakat yang rawan gizi yaitu wanita pranikah, ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan anak balita. Prevalensi anemia gizi besi pada
ibu hamil menurun dari 63,5 persen pada tahun 1992 menjadi 50,9
persen pada tahun 1995, prevalensi pada balita menurun dari 55,5
persen menjadi 40,5 persen. Dibandingkan dengan sasaran Repelita
VI sebesar 40,0 persen, target tersebut optimis dapat tercapai.
Prevalensi GAKY pada tahun 1992 adalah sebesar 27,7 persen dan
diharapkan menurun menjadi 18 persen pada akhir Repelita V1.
Pada tahun 1995 telah dilakukan studi pemetaan GAKY di lima
XIX/28
propinsi, hasilnya menunjukkan angka prevalensi di Jabar sebesar
4,5 persen, NTT sebesar 38,6 persen, Irja sebesar 12,2 persen,
Yogyakarta sebesar 6,1 persen, dan Maluku sebesar 33,3 persen.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa prevalensi di beberapa
propinsi telah berada dibawah sasaran Repelita VI. Prevalensi
kurang vitamin A (KVA) pada balita pada tahun 1993 adalah
sebesar 0,3 persen. Angka KVA pada tahun 1997 belum tersedia,
namun diperkirakan telah mendekati sasaran Repelita VI yaitu 0,1
persen. Angka prevalensi tersebut sudah dianggap sebagai bukan
masalah kesehatan masyarakat, karena sudah dibawah . batasan yang
ditetapkan oleh .Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 0,5
persen. Prevalensi kurang energi protein (KEP) total pada balita
laki-laki menurun dari 45,5 persen pada tahun 1992 menjadi 39,0
persen pada tahun 1995, sedangkan pada balita perempuan
menurun dari 37,8 persen menjadi 33,3 persen. Hal ini berarti telah
mendekati sasaran Repelita VI yaitu 30,0 persen.

Kegiatan di posyandu lainnya antara lain adalah pemantauan


pertumbuhan dan perkembangan anak, pemberian paket pelayanan
gizi, pemberian makanan tambahan dan pemantauan dini terhadap
perkembangan kehamilan. Selama lima tahun terakhir dari tahun
1993/94 sampai dengan tahun 1997/98, rata-rata setiap tahunnya
telah diberikan vitamin A dosis tinggi bagi 13,2 juta anak balita,
pemberian kapsul yodium bagi 10,9 juta wanita usia subur dan
pemberian tablet besi bagi 2,8 juta ibu hamil yang mempunyai
risiko tinggi di desa tertinggal. Selain itu telah dilaksanakan pula
kegiatan pemasaran sosial untuk meningkatkan konsumsi bahan
makanan sumber zat besi. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan
diberikan Vitamin A dosis tinggi bagi 11,3 juta anak balita, tablet
besi bagi 5,7 juta ibu hamil, dan kapsul yodium bagi 12,9 juta
penduduk di daerah endemik.

XIX/29
Peningkatan pemanfaatan Iahan pekarangan melalui program
diversifikasi pangan dan gizi dari sektor pertanian merupakan salah
satu upaya mengatasi masalah gizi KEP pada anak balita, yaitu
dengan cara pemberian makanan tambahan. Kegiatan ini
diupayakan menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat
setempat dengan bimbingan dan dukungan teknis dari petugas
lintas sektor terkait seperti petugas gizi puskesmas, penyuluh
pertanian lapangan (PPL), dan pedoman umum gizi seimbang
(PUGS). Kegiatan pemberian makanan tambahan kepada anak
balita ini, juga dilaksanakan di posyandu sebagai alat penyuluhan
gizi kepada masyarakat.

Usaha perbaikan gizi institusi (UPGI) berupaya untuk


meningkatkan keadaan gizi kelompok masyarakat tertentu yang
berada di suatu lembaga atau institusi seperti sekolah, pusat-pusat
pelatihan olah raga, rumah sakit, pabrik, perusahaan, lembaga
pemasyarakatan, dan panti perawatan. Perhatian diberikan terutama
kepada lembaga pendidikan, khususnya SD termasuk pesantren di
daerah miskin, dan panti-panti sosial. Kegiatan UPGI antara lain
meliputi pelatihan tenaga penyelenggaraan makanan, bimbingan,
dan pengawasan. Kegiatan ini dilaksanakan bersama antara tenaga
kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan dan pengurus serta
penyelenggara lembaga yang bersangkutan. Selama empat tahun
Repelita VI telah dilakukan kegiatan pelatihan bagi petugas 1.373
petugas pengelola gizi perusahaan, 460 petugas panti sosial, dan
551 petugas pesantren.

Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha perbaikan gizi


institusi adalah pemberian makanan tambahan kepada anak sekolah
yang mulai tahun 1996/97 dikembangkan menjadi program
nasional pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS).
XIX/30
Pada tahun 1997/98, sasaran pelaksanaan PMT-AS telah mencakup
7,2 juta murid pada 49,5 ribu SD/MI yang terletak di desa-desa IDT
di seluruh Indonesia. Dana yang disediakan dalam program ini
digunakan untuk pengadaan bahan makanan yang harus merupakan
hasil produksi setempat, peralatan masak, obat cacing, buku juklak
dan juknis, bahan-bahan penyuluhan, dan biaya pelatihan bagi para
pengelola/petugas PMT-AS. Pola pemberian makanan tambahan ini
adalah rnemberikan makanan jajanan 3 (tiga) kali seminggu selama
108 hari dalam satu tahun belajar efektif. Selanjutnya untuk
meningkatkan efektivitas pemberian makanan jajanan, diberikan
pula obat cacing dua kali setahun masing-masing satu tablet dan
penyuluhan secara aktif kepada anak didik mengenai kebersihan
diri dan lingkungan. Pelaksanaan program ini berhasil
meningkatkan kehadiran siswa (menurunkan absensi) sehingga
diharapkan meningkatkan prestasi belajar murid.

Kegiatan fortifikasi bahan pangan merupakan salah satu


kegiatan UPGI lainnya, terutama untuk meningkatkan mutu gizi
bahan makanan dengan memperkaya kandungan zat gizi melalui
penambahan zat gizi tertentu untuk menanggulangi masalah gizi
masyarakat. Kegiatannya antara lain adalah melakukan fortifikasi
zat besi pada mie instant dan jamu sehat wanita, dan rintisan
fortifikasi vitamin A pada mie instant. Sedangkan dalam upaya
pemasyarakatan pentingnya garam beryodium, telah dilaksanakan
lebih intensif kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE),
peningkatan pengawasan produksi dan distribusi, dan penindakan
pada produsen yang melanggar.

Kegiatan utama lainnya dari program perbaikan gizi adalah


upaya peningkatan penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG) yang bertujuan antara lain untuk memberikan isyarat dini

XIX/31
tentang kemungkinan timbulnya kekurangan pangan yang terjadi di
suatu wilayah atau daerah tertentu, menyediakan informasi tentang
perkembangan penyediaan beranekaragam konsumsi pangan serta
keadaan gizi masyarakat yang berguna bagi perencanaan,
pengelolaan dan evaluasi program penganekaragaman pangan dan
gizi daerah, dan peningkatan kemampuan daerah dalam memecahkan
masalah pangan dan gizi berdasarkan keadaaan setempat. Kegiatan
SKPG meliputi pemantauan keadaan pangan dan gizi di wilayah
tertentu di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, mengembangkan
jringan informasi pangan dan gizi di tingkat propinsi dan nasional,
pengukuran Tinggi Badan Anak Baru Sekolah (TBABS), dan
pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). Kegiatan pemantauan
keadaan pangan dan gizi meliputi seluruh propinsi, sedangkan
pengukuran TBABS telah dilakukan di 22 ribu SD pada tahun
1994/95 dan akan diulang pada 4 tahun mendatang untuk melihat
pertambahan tinggi badan anak sebagai salah satu dampak dari
perbaikan gizi.

6) Program Pengawasan Obat dan Makanan

Program ini bertujuan untuk: (1) tersedianya obat dan alat


kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat yang
didukung oleh industri farmasi; (2) terlindungnya masyarakat dari
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang
tidak memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan
lainnya; (3) terlindungnya masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
dan kesalahgunaan obat, narkotik, dan zat adiktif, serta bahan
berbahaya lainnya; dan (4) meningkatnya penggunaan obat
tradisional yang terbukti bermanfaat untuk pelayanan kesehatan
sejalan dengan program pengembangan pengobatan tradisional.
XIX/32
Dalam rangka menyediakan obat yang merata, bermutu dan
terjamin khasiatnya serta terjangkau harganya, pemakaian obat
generik berlogo secara bertahap terus ditingkatkan terutama untuk
memenuhi kebutuhan program pemerintah maupun sektor swasta.
Penggunaan obat generik secara nasional dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan cukup bermakna. Pada tahun 1993/94 nilai
penjualan obat generik adalah sebesar Rp 213,6 milyar dan pada
tahun 1997/98 rneningkat menjadi sebesar Rp 377,6 milyar atau
mengalami peningkatan sekitar 76,8 persen. Di sektor swasta,
cakupan penjualan obat generik juga berkembang dari 31,5 persen
pada tahun 1993/94 menjadi 55,1 persen pada tahun 1997/98.
Sedangkan nilai ekspor obat selama lima tahun terakhir, telah
mencapai US$ 207,6 juta, yaitu US$ 25,8 juta pada tahun 1993/94
dan US$ 181,8 juta selama ernpat tahun Replita VI. Kebutuhan
obat didukung oleh industri farmasi dalam negeri, yang antara lain
telah memproduksi bahan baku obat di dalarn negeri dengan terus
meningkat. Sampai dengan tahun 1997/98 produksinya telah
mencapai nilai produksi Rp 265,9 milyar. Namun demikian,
industri farmasi di Indonesia rnasih menghadapi masalah, yaitu
sebagian besar bahan bakunya (sekitar 90 persen) masih tergantung
impor. Keadaan ini menyebabkan kritisnya ketersediaan obat di
dalam negeri pada saat laporan ini disusun, sebagai dampak krisis
moneter.

Untuk menunjang pengelolaan obat sektor pemerintah dan


untuk pendistribusian obat di daerah, sampai dengan tahun keempat
Repelita VI telah tersedia gudang farmasi kabupaten (GFK)
sebanyak 308 unit, dari 297 GFK pada tahun 1993/94.

Untuk melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan


farmasi, alat kesehatan dan makanan yang tidak memenuhi

XIX/33
ketentuan standar dan persyaratan kesehatan lainnya, telah
diupayakan pengendalian mutu produk secara ketat dan
menyeluruh. Upaya tersebut meliputi; pertama, persyaratan bahwa
setiap produk obat yang beredar harus memenuhi cara-cara
pembuatan obat yang baik (CPOB); kedua, penilaian produk
sebelum dan sesudah beredar; ketiga, penetapan standar mutu;
keempat, pengujian laboratorium dan kelima, dengan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi. Selama empat tahun Repelita VI,
telah dilakukan penilaian registrasi data teknis terhadap sekitar 5,4
ribu jenis obat, 16,1 ribu jenis makanan, 9,5 ribu jenis alat
kosmetika, alat kesehatan dan peralatan kesehatan rumah tangga,
dan 5,5 ribu jenis obat tradisional.

Untuk melindungi mayarakat dari bahaya penyalahgunaan


dan kesalahgunaan obat, narkotik, dan zat adiktif, serta bahan
berbahaya lainnya, telah dilakukan pengujian laboratorium
terhadap bahan tersebut sehingga masyarakat terhindar dari produk
yang membahayakan kesehatan. Pengujian tersebut selama empat
tahun Repelita VI telah dilakukan terhadap 290 ribu sampel obat,
makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan, dan obat
tradisional, serta penyidikan obat dan makanan sebanyak 1,5 ribu
kasus.

7) Program Pembinaan Pengobatan Tradisional

Program ini bertujuan untuk menggali dan meningkatkan


pendayagunaan obat dan cara pengobatan tradisional baik secara
tersendiri atau terpadu dalam pelayanan kesehatan paripurna, dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
XIX/34
Peningkatan pendayagunaan obat tradisional untuk kesehatan
diupayakan melalui penggalian, penelitian, pengujian serta
penemuan obat-obatan termasuk budidaya obat tradisional yang
secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu dibentuk
sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(P3T). Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah terbentuk 7
(tujuh) sentra P3T di propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Utara. Melalui sentra tersebut dilakukan penyiapan sarana dan
prasarana serta pendataannya, pembinaan petugas terlatih, dan
penelitian potensi pengobatan tradisional untuk dapat digunakan di
pelayanan kesehatan formal.

Untuk meningkatkan pembinaan pengobatan tradisional, telah


dilaksanakan pembinaan pengobatan tradisional bagi 5,3 ribu
orang. Kepada tenaga pengobat tradisional tersebut secara bertahap
diupayakan pembinaan langsung antara lain melalui serangkaian
sarasehan, sehingga diharapkan efek negatif dan praktek yang
membahayakan kesehatan dapat dihindari.

b. Program Penunjang

1) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengamanan


kualitas air bagi berbagai kebutuhan dan kehidupan penduduk, baik
yang berada di perdesaan maupun di perkotaan. Kegiatan pokok
dari program ini meliputi pembakuan dan pengaturan kualitas air,
pengawasan kualitas air, perbaikan kualitas air, dan pembinaan
pemakai air.

XIX/35
Dalam Repelita VI, penyediaan air bersih perdesaan
mendapat perhatian yang lebih besar. Dalam rangka itu diupayakan
peningkatan peranserta masyarakat dalam pencarian sumber air
bersih, perencanaan dan pembangunan sarana serta pemanfaatan
dan pemeliharaannya. Selama empat tahun Repelita VI secara
keseluruhan pengawasan kualitas air telah mencakup sekitar 154,8
ribu sarana dan pengambilan serta pemeriksaan sampel air
sebanyak 127,3 ribu sampel. Untuk menunjang pengawasan dan
pemeriksaan kualitas air, telah disusun profil penyediaan dan
pengelolaan air bersih (PAB) pada 2,7 ribu desa yang merupakan
data dasar atau gambaran mengenai keadaan sanitasi sarana dan
kualitas air. Selain itu juga telah dilaksanakan perbaikan kualitas
air di 7,0 ribu desa. Kelompok pemakai air (Pokmair) yang telah
terbentuk dan terbina adalah sebanyak 2,4 ribu kelompok.
Pembentukan Pokmair merupakan upaya untuk menyediakan
wadah bagi masyarakat agar berperanserta aktif dalam
pembangunan, pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan
sarana penyediaan air bersih.

2) Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program ini bertujuan untuk mewujudkan kualitas lingkungan


yang lebih sehat agar dapat melindungi masyarakat dari segala
kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau
bahaya terhadap kesehatan. Kegiatannya meliputi penetapan
kriteria, standar, dan persayaratan kesehatan dan pengembangan
peraturan perundangan kesehatan lingkungan; pengawasan dan
pemeliharaan kualitas lingkungan; penyuluhan kesehatan
lingkungan; pendidikan dan pelatihan tenaga.
XIX/36
Dalarn ernpat tahun Repelita V1 penyuluhan kesehatan
lingkungan telah dilaksanakan di 11,2 ribu desa, terutama di desa
tertinggal, daerah kurnuh perkotaan, daerah endemis penyakit
menular, daerah transmigrasi, masyarakat terasing, daerah nelayan,
dan desa pengrajin rnakanan. Kegiatan penyuluhan ini ditekankan
pada rnasalah-rnasalah kebersihan lingkungan terutama masalah ke-
sehatan rumah, pencemaran pada makanan dan minuman, limbah,
dan sebagainya. Selain itu, selama empat tahun Repelita VI telah
dilaksanakan pengawasan dan pemeliharaan kualitas lingkungan
yang mencakup sekitar 83,0 ribu sarana. Sarana yang dimaksud
antara lain meliputi tempat pengelolaan makanan, pengelolaan
pestisida, tempat pembuangan sampah, sarana angkutan umum dan
kawasan industri.

Kegiatan lainnya dalam Repelita VI adalah pemantauan,


pemaparan dan pengendalian pencemaran di sekitar 2.460 lokasi
dengan jumlah sampel yang diperiksa oleh balai teknik kesehatan
lingkungan (BTKL) sebanyak 8,6 ribu sampel, serta pe-
nanggulangan kasus kejadian luar biasa. Untuk membangun
kemampuan sumber daya manusia telah dilaksanakan pendidikan
dan pelatihan bagi tenaga kesehatan lingkungan di tingkat
puskesmas, kabupaten dan propinsi.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan

Program ini bertujuan untuk menyediakan tenaga kesehatan


dalam jumlah, jenis dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan
program kesehatan. Program ini terdiri atas dua komponen yaitu
pendidikan kedinasan dan pelatihan tenaga kesehatan. Program ini
terdiri atas dua komponen yaitu pendidikan kedinasan dan pelatihan
tenaga kesehatan.

XIX/37
Kegiatan pokok pendidikan kedinasan antara lain meliputi
penyelenggaraan pendidikan kedinasan bidang kesehatan di berba-
gai jenis dan jenjang pendidikan, peningkatan kesempatan belajar
(karya siswa), dan peningkatan mutu pendidikan kedinasan. Pada
tahun 1993/94 institusi pendidikan kesehatan. berjumlah 489
institusi. Pada tahun 1997/98 jumlah tersebut meningkat menjadi
sebanyak 726 institusi. Sejalan dengan perkembangan jumlah
institusi pendidikan tersebut, maka jumlah lulusan pendidikan
kesehatan juga meningkat. Pada tahun 1993/94 jumlah lulusan
adalah 32,9 ribu orang dan tahun 1997/98 meningkat menjadi 38,6
ribu orang terdiri dari tenaga paramedis perawatan dan paramedis non
perawatan. Sementara itu, guna meningkatkan mutu pendidikan
kedinasan selama empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan
peningkatan kualitas tenaga pendidik, termasuk guru bidan dan
instruktur klinis, melalui pendidikan dan pelatihan program AKTA
III dan IV bagi 1.454 orang, dan pendalaman bidang studi bagi
6.798 orang. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan
pendidikan program D-3 bagi 6.393 orang, pendidikan bidan 3.000
orang, pendidikan S-1 371 orang, pendidikan S-2 272 orang, serta
pendidikan AKTA III dan IV sebanyak 217 orang. Selain itu juga
akan dilaksanakan pendidikan calon dokter spesialis sebanyak 1.100
orang.

Kegiatan pokok pelatihan tenaga kesehatan antara lain meli-


puti pengembangan institusi pendidikan dan pelatihan (diklat), dan
pengembangan sumber daya tenaga kesehatan. Dalam rangka
pengembangan institusi diklat selama empat tahun Repelita VI
telah dilaksanakan pelembagaan 9 (sembilan) unit diklat di rumah
sakit dan pengembangan 45 unit laboratorium kelas dan lapangan.
Untuk meningkatkan sumber daya tenaga kesehatan telah
dilaksanakan berbagai pelatihan struktural, teknis fungsional dan
XIX/38
pelatihan manajemen bagi 159,7 ribu orang. Pada tahun 1998/99
akan dilaksanakan pelatihan teknis bagi 2.700 orang dan pelatihan
fungsional bagi 900 orang.

4) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Program ini bertujuan untuk menunjang pembangunan kese-


hatan secara optimal khususnya yang menyangkut perluasan jang -
kauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, serta pengem -
bangan ilmu kedokteran bagi kepentingan masyarakat banyak.
Melalui program ini diupayakan untuk memantapkan dan
mengembangkan kernampuan institusional penelitian dan pengem-
bangan kesehatan serta meningkatkan sistem informasi kesehatan
termasuk sistem informasi Iptek kesehatan dan kedokteran.

Secara keseluruhan kegiatan penelitian dalam empat tahun


Repelita VI berjumlah sebanyak 229 penelitian, yang meliputi
penelitian di bidang pelayanan kesehatan, penyakit menular,
ekologi kesehatan, farmasi, gizi dan penyakit tidak menular.
Sedangkan untuk menunjang penyebaran informasi hasil penelitian
kepada rnasyarakat luas, telah dilakukan kegiatan penyebarluasan
informasi penelitian rnelalui buku ilmiah, anotasi bidang kesehatan
dan abstrak penelitian. Selain itu, untuk meningkatkan jaringan
kerjasama penelitian antar instansi di bidang kesehatan, telah
dilaksanakan kerjasama ilmiah baik tingkat nasional maupun
internasional, dengan melengkapi jaringan iptek kesehatan dengan
jaringan iptek Dewan Riset Nasional (DRN) serta publikasi hasil -
hasil penelitian.

XIX/39
5) Program Pengembangan Informasi Kesehatan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan, mengembangkan


dan memantapkan sistern informasi kesehatan sehingga mampu
memberikan data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai
dengan kebutuhan untuk proses pengambilan keputusan di berbagai
tingkat adminitrasi. Melalui program ini disebarluaskan data dan
informasi untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam upaya
kesehatan dan rnenolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.

Kegiatan pokok program ini antara lain adalah: (1)


meningkatkan dan memantapkan organisasi dan tata kerja unit
pengelola data dan informasi; (2) meningkatkan dan memantapkan
pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan penyimpanan
data dan informasi; (3) meningkatkan sumber daya tenaga
pengelola data dan informasi; (4) meningkatkan pembinaan
kelestarian sistem informasi kesehatan; dan (5) meningkatkan dan
memperluas otomatisasi sistem informasi kesehatan di pusat dan
daerah.

Untuk memantapkan sistem informasi kesehatan terutama


pada tingkat propinsi, dalam Repelita VI ditingkatkan kemampuan
manajemen bidang kesehatan dan penguasaan wilayah. Kegiatan
tersebut selama empat tahun Repelita VI antara lain meliputi
penyusunan profil kesehatan sebanyak 7,0 ribu eksemplar,
informasi tenaga kesehatan 10,0 ribu eksemplar, informasi ringkas
kesehatan 5,0 ribu eksemplar dan pengembangan jaringan
informasi di 27 propinsi. Selain itu dilaksanakan pula kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data berupa 27
profil kesehatan propinsi dan 306 profil kesehatan kabupaten.
Untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkualitas dilakukan
XIX/40

XIX140
pemutakhiran data, yang dilakukan secara bertahap setiap
tahunnya.

C. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita VI


adalah terlayani dan terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang
cacat; terlayaninya 225 ribu lanjut usia; terbinanya 202,3 ribu KK
fakir miskin; 48,3 ribu KK masyarakat terasing, 450 ribu orang
anak terlantar, 23 ribu karang taruna, 4.100 organisasi sosial, dan
62 ribu tenaga kesejahteraan sosial. Disamping itu, diupayakan
terlayani dan terehabilitasinya 15 ribu anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika serta 31 ribu orang tunasosial. Sasaran
lainnya adalah meningkatnya jumlah dan kualitas tempat-tempat
penitipan anak dan balita bagi para ibu yang bekerja. Sasaran
lainnya adalah meningkatnya nilai-nilai kepeloporan, keperintisan
dan kepahlawanan juga rnerupakan sasaran yang diupayakan.

Untuk mencapai sasaran pernbangunan kesejahteraan sosial


dalam Repelita Vl tersebut, ditempuh berbagai kebijaksanaan
antara lain meningkatkan pelayanan dan rehahilitasi sosial
penyandang cacat, meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial
lanjut usia, meningkatkan pembinaan fakir miskin, meningkatkan
pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing, meningkatkan
pembinaan kesejahteraan anak terlantar, meningkatkan pembinaan
karang taruna, meningkatkan peranan organisasi sosial,
meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan
korban penyalahgunaan narkotika serta tunasosial, dan

XIX/41
meningkatkan penyuluhan dan bimbingan sosial, serta
meningkatkan upaya penanggulangan bencana.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk mencapai


berbagai sasaran di atas, disusun program pembangunan ke -
sejahteraan sosial yang terdiri atas program pokok dan program pe -
nunjang yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.
Program pokok meliputi program pembinaan kesejahteraan sosial,
program pelayanan dan rehabilitasi sosial, dan progam peningkatan
partisipasi sosial masyarakat. Adapun program penunjang meliputi
program pembinaan generasi muda, program penelitian dan
pengembangan sosial dan program pendidikan dan pelatihan sosial.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Pernbangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita VI


berupaya untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan
sosial, serta meningkatkan kesadaran, kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial masyarakat untuk turut mengatasi masalah -
masalah sosial melalui penyelenggaraan pelayanan sosial.
Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan sebagai salah satu
upaya mewujudkan keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat
Indonesia.

a. Program Pokok

1) Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan taraf ke-


sejahteraan sosial masyarakat, khususnya penyandang masalah
XIX/42
sosial, dan mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang dinamis
untuk mendukung berkembangnya kesetiakawanan dan tanggung
jawab sosial masyarakat. Kegiatan-kegiatan pokok yang
dilaksanakan dalam program ini meliputi: a) pembinaan
kesejahteraan sosial masyarakat terasing; b) pembinaan
kesejahteraan sosial fakir miskin; c) pembinaan nilai-nilai
kepeloporan, keperintisan, dan kepahlawanan; d) pembinaan
kesejahteraan sosial lanjut usia; dan e) pembinaan kesejahteraan
sosial anak yang terlantar.

4) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat


Terasing

Kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing


antara lain meliputi kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial, pe -
nataan dan pembangunan permukiman yang dilengkapi dengan
penyediaan lahan, jaminan hidup, pemberian bimbingan
keterampilan seperti pertanian dan peternakan termasuk pemberian
bermacam bibit. Kegiatan tersebut merupakan upaya yang penting
untuk meningkatkan harkat dan martabat serta taraf kehidupan
masyarakat terasing agar setara dengan masyarakat di desa-desa
sekitarnya. Pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai sektor pembangunan lainnya antara lain sektor
kesehatan, pendidikan, agama, transmigrasi dan pemerintah daerah,
serta melibatkan organisasi sosial (orsos), lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan organisasi keagamaan.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari tahun 1993/94


sampai dengan tahun 1997/98, kegiatan pembinaan kesejahteraan
sosial masyarakat terasing telah dilakukan bagi 32,2 ribu KK, yaitu
sebanyak 5,3 ribu KK pada tahun 1993/94 dan 26,9 ribu KK selama

XIX/43
empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-5). Pembinaan masyarakat
terasing yang dilakukan selama empat tahun Repelita VI tersebut
mencapai 76,2 persen dari sasaran yang ditetapkan pada tahun
keempat Repelita V1. Agar arah pembinaan masyarakat terasing
sesuai dengan aspirasi dan tingkat perkembangan mereka, mulai
tahun ketiga Repelita VI (1996/97) pembinaan masyarakat terasing
dilakukan atas dasar studi sosial budaya dan lingkungan masyarakat
terasing yang baru ditemukan di 18 propinsi sebagai dasar
penentuan arah dan tahapan pembinaan pada tahun-tahun
berikutnya. Studi ini dilakukan bersama-sama dengan 18
universitas daerah dan didukung oleh para ahli antropologi dan
sosiologi. Disamping itu agar pembinaan masyarakat terasing lebih
berhasilguna, para petugas lapangan yang ditempatkan di lokasi
permukiman masyarakat terasing diberikan pula pelatihan teknik -
teknik bimbingan sosial dan pendampingan bagi masyarakat
terasing. Pada tahun 1998/99 pembinaan kesejahteraan sosial
masyarakat terasing direncanakan akan dilakukan bagi 12,3 ribu
KK yang tersebar di 18 propinsi.

Dalam Repelita VI masyarakat terasing yang berhasil dibina


di beberapa lokasi pembinaan seperti di permukiman Mauwa
Propinsi Irian Jaya telah berhasil mengembangkan usaha produksi
pertanian sayur-sayuran, peternakan sapi perah dan usaha kerajinan
anyam-anyaman seperti tas noken yang hasilnya sudah dipasarkan.
Permukiman Pelaik I Propinsi Sulawesi Selatan dengan bekerja
sama dengan swasta telah berhasil mengembangkan produksi
kelapa sawit, sedangkan permukiman Labondua Propinsi Sulawesi
Tenggara telah berhasil meningkatkan produksi perikanan.
XIX/44
b) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin

Kegiatan pernbinaan kesejahteraan sosial fakir miskin antara


lain meliputi kegiatan penyuluhan sosial, bimbingan sosial dan
motivasi, dan pelatihan keterampilan sesuai dengan bantuan yang
diberikan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui kelompok yang
terdiri dari 10 kepala keluarga (KK). Di dalam kelompok tersebut,
mereka dibimbing oleh tenaga pendamping agar memiliki
kemampuan bekerjasama, membahas rencana kerja, dan membagi
tugas dalam melaksanakan kegiatan usaha. Bantuan jenis usaha
yang diberikan antara lain meliputi usaha peternakan seperti kambing
atau sapi, industri rumah tangga seperti pembuatan batu bata,
pembuatan kerupuk, pembuatan gula dan minyak kelapa, tenun
dan sulam, dan penangkapan ikan.

Pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin terutama dilaku-


kan pada kantong-kantong kemiskinan diluar desa yang telah dibina
melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dalam kurun waktu
lima tahun terakhir, jumlah keluarga miskin yang telah dibina
bersama masyarakat melalui program ini adalah sekitar 211,0 ribu
KK yang tersebar di sekitar 4,0 ribu desa di luar desa IDT, terdiri
dari 21,6 ribu KK pada tahun 1993/94 dan lebih dari 189,4 ribu
KK selama empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-6). Pembinaan
bagi keluarga miskin yang dilakukan selama empat tahun Repelita
VI telah inelampaui sasaran yang ditetapkan pada tahun keempat
Repelita V1. Untuk mendukung pelaksanaan program IDT, mulai
tahun 1994/95 setiap tahunnya dilakukan pembinaan bagi 718
orang petugas sosial kecamatan (PSK) yang ditempatkan di desa -
desa miskin dengan penanganan khusus sebagai pendamping purna
waktu bagi kelompok masyarakat (pokmas) yang memperoleh
bantuan program IDT. Pada tahun 1998/99 pembinaan

XIX/45
kesejahteraan sosial fakir miskin direncanakan akan dilakukan bagi
32,5 ribu KK yang tersebar di 439 desa.

c) Pembinaan Nilai-nilai Kepeloporan, Keperintisan


dan Kepahlawanan

Kegiatan pembinaan nilai-nilai kepeloporan, keperintisan dan


kepahlawanan antara lain meliputi kegiatan pembangunan dan pe -
mugaran Taman Makam Pahlawan, Makam Pahlawan Nasional,
Makam Perintis Kemerdekaan dan upaya-upaya penanaman dan
penyebarluasan nilai-nilai perjuangan para pahlawan, serta bantuan
sosial kepada keluarga para pahlawan nasional dan pejuang
keperintisan yang kurang mampu. Kegiatan tersebut dilakukan se -
bagai penghargaan dan terima kasih atas jasa, pengorbanan dan
perjuangan para pahlawan yang telah diberikan kepada nusa,
bangsa dan negara.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, telah dilakukan pe-


mugaran 205 Taman Makam Pahlawan yang tersebar di 27 pro -
pinsi, 16 buah Makam Pahlawan Nasional dan 382 Makam Perintis
Kemerdekaan. Pada tahun 1993/94, sebanyak 46 Taman Makam
Pahlawan, 4 makam Pahlawan Nasional, dan 108 makam perintis
kemerdekaan telah dipugar, serta sebanyak 46 rumah perintis
kemerdekaan telah dibantu untuk diperbaiki. Selama ernpat tahun
Repelita VI telah dilakukan pemugaran 159 Taman Makam
Pahlawan, 12 makam Pahlawan Nasional, dan 274 rnakam Perintis
Kemerdekaan, serta bantuan perbaikan rumah bagi 866 orang
perintis kemerdekaan dan keluarganya. Disamping itu, dilakukan
pula seminar dan sarasehan mengenai nilai-nilai kepahlawanan,
kepeloporan, dan keperintisan bagi para pelajar SLTA, organisasi
pemuda dan mahasiswa dalam rangka memperingati hari-hari
XIX/46
besar. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan per -
baikan dan pemugaran Taman Makam Pahlawan sebanyak 22 buah
makam Pahlawan Nasional dan pemberian bantuan perbaikan
rumah bagi 86 orang perintis kemerdekaan dan keluarganya.

d) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia antara


lain meliputi kegiatan pelayanan sosial seperti bimbingan mental
dan sosial, pemberian jaminan hidup, pelayanan kesehatan,
kegiatan kegamaan, dan rekreasi. Bagi lanjut usia yang masih
potensial untuk berusaha dan berkarya diberikan pula bimbingan
keterampilan dan bantuan modal usaha. Kegiatan pelayanan sosial
tersebut dilakukan baik di dalam panti maupun luar panti sosial.
Perhatian khusus diberikan bagi para lanjut usia yang terlantar dan
tidak mampu.

Pemberian bantuan dan santunan bagi lanjut usia yang tidak


mampu dalam lima tahun terakhir telah diberikan bagi 229,1 ribu
orang lanjut usia, terdiri dari 40,1 ribu orang pada tahun 1993/94
dan 189 ribu orang selama empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-7).
Pembinaan bagi lanjut usia tidak mampu yang dilakukan selama
empat tahun Repelita VI telah melampaui sasaran yang ditetapkan
pada tahun keempat Repelita VI. Untuk meningkatkan peranserta
masyarakat dalam memberikan perhatian pada para lanjut usia yang
tidak mampu, pada tanggal 29 Mei 1996 telah dicanangkan Hari
Lanjut Usia Nasional. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan
diberikan bantuan dan santunan bagi 41,8 ribu orang lanjut usia
yang tidak mampu.

XIX/47
e) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak yang
Terlantar

Kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial bagi anak terlantar


antara lain mencakup kegiatan asuhan, pendidikan, bimbingan
sosial dan keagamaan, serta pelatihan keterampilan yang dilengkapi
dengan pemberian bantuan modal usaha dan pemberian kesempatan
untuk mengikuti praktek belajar kerja di perusahaan-perusahaan.
Dari hasil pendataan jumlah anak terlantar, pada tahun 1995
tercatat sekitar 2,4 juta anak dan pada tahun 1996 turun menjadi 2,2
juta anak. Penurunan tersebut diantaranya disebabkan oleh
meningkatnya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program
ini.

Dalam kurun waktu lima tahun, telah diberikan pelayanan


bagi 1,08 juta orang anak terlantar, yaitu sebanyak 118,9 ribu orang
pada tahun 1993/94 dan 963,6 ribu orang selama empat tahun
Repelita V1 (Tabel XIX-7). Pelayanan sosial yang diberikan bagi anak
terlantar selama empat tahun Repelita VI telah jauh melampaui
sasaran yang ditetapkan pada tahun keempat Repelita V1.
Peningkatan jangkauan pelayanan sosial bagi anak yang terlantar
merupakan cerminan dari semakin besarnya kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial masyarakat untuk turut menyelenggarakan
pelayanan sosial bagi masyarakat yang kurang beruntung. Hal ini
didukung oleh Gerakan Nasional Orang Tua Asuh yang
dicanangkan pada tanggal 20 Desember 1995. Sampai dengan tahun
1997/98 telah disalurkan bantuan bagi lebih dari 800 ribu anak. Pada
tahun 1998/99 pelayanan sosial bagi anak terlantar direncanakan akan
diberikan bagi 245,4 ribu orang anak terlantar.
XIX/48
Di samping itu dalam rangka meningkatkan jangkauan dan
mutu pelayanan sosial bagi anak terlantar dalam Repelita VI telah
dilakukan pula rehabilitasi dan penyempurnaan 182 panti sosial
anak terlantar baik milik pemerintah maupun masyarakat, serta
pelatihan bagi para petugas pelayanan panti masyarakat.

2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Program ini bertujuan untuk mengembalikan dan meningkat -


kan kemampuan warga masyarakat, baik perseorangan, keluarga
maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat
menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaannya. Sasaran program ini meliputi para penyandang
cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, dan tuna -
sosial. Penanganan permasalahan dilaksanakan berdasarkan
pendekatan yang berbasis masyarakat dan diprioritaskan untuk para
penyandang masalah yang kurang mampu.

Kegiatan-kegiatan yang diberikan dalam rangka


meningkatkan kesejahteraan sosial para penyandang cacat adalah
bimbingan sosial dan rnotivasi, rehabilitasi fisik, mental dan sosial,
serta pelatihan keterarnpilan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya yang diikuti dengan pemberian bantuan modal
usaha serta kesernpatan praktek belajar. Di samping itu diberikan
pula bantuan penyelenggaraan asrama bagi murid-murid sekolah
dasar luar biasa (SDLB). Berbagai kegiatan tersebut dilakukan
didalam dan diluar panti-panti rehabilitasi sosial penyandang cacat
yang didahului oleh santunan awal di luar panti rnelalui Unit
Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) dan pelatihan di Loka Bina
Karya (LBK).

XIX/49
Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, telah diberikan bagi 261,3
ribu orang penyandang cacat, terdiri dari 44,7 ribu orang pada
tahun 1993/94 dan 216,6 ribu orang selama empat tahun Repelita
VI (Tabel XIX-8). Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi
penyandang cacat yang dilakukan selama empat tahun Repelita VI
telah melampaui sasaran yang ditetapkan pada tahun keempat
Repelita VI. Untuk mendukung proses rehabilitasi sosial bagi para
penyandang cacat, pada periode yang sama telah dilakukan
rehabilitasi dan penyempurnaan 17 panti dalam rangka upaya
menciptakan panti percontohan dan pengadaan 55 unit mobil sosial
keliling (URSK). Disamping itu untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme pelayanan sosial dilakukan pelatihan pembuatan
kaki dan tangan palsu bagi petugas pelayanan panti rehabilitasi
cacat tubuh di RC Dr.Soeharso, Surakarta, pelatihan keterampilan
pijat shiatsu bagi instruktur panti rehabilitasi cacat netra, dan
pemantapan kemampuan penggunaan Bahasa Isyarat Bahasa
Indonesia bagi petugas rehabilitasi rungu wicara.

Khusus untuk penyantunan tuna netra yang dilakukan di


panti, sampai dengan tahun 1997/98 telah diberikan mesin tik
Braille sebanyak 98 buah. Di samping itu melalui Balai Penerbitan
Braille Indonesia (BPBI) Bandung telah pula di produksi buku-
buku bacaan dan pembuatan kaset rekaman ilmu pengetahuan
umum dan kesenian yang telah dimanfaatkan oleh panti cacat netra
di berbagai daerah. Mulai tahun 1995/96 telah dirintis penciptaan
lapangan kerja bagi penyandang cacat netra, khususnya yang dibina
pada Panti Sosial Bina Netra "Tan Miyat" Jakarta, yaitu sebagai
tenaga operator telepon dibeberapa perusahaan. Sampai dengan
tahun keempat Repelita VI, beberapa pengusaha telah ikut pula
membantu kelancaran penyaluran para penyandang cacat di

XIX/50
perusahaan-perusahaan sesuai dengan jenis kecacatan dan atau
keterampilannya. Pada tahun 1998/99 pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang cacat direncanakan akan diberikan bagi
89,6 ribu orang.

Kegiatan yang diberikan dalam rangka pelayanan dan reha-


bilitasi sosial bagi anak nakal dan korban penyalahgunaan
narkotika meliputi bimbingan dan rehabilitasi sosial, pelatihan
keterampilan dan pemberian bantuan modal usaha. Dalam
pelaksanaan kegiatan bimbingan sosial, sejak tahun 1994/95
diberikan pula penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan
penyakit HIV/AIDS. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, telah
dilakukan pembinaan bagi 14,1 ribu orang anak nakal dan korban
narkotika, terdiri dari 2,4 ribu orang pada tahun 1993/94 dan 11,7
ribu orang selama empat tahun Repelita VI. Pelayanan dan
rehabilitasi bagi anak nakal dan korban narkotika yang dilakukan
selama empat tahun Repelita VI telah melampaui sasaran tahun
keempat Repelita VI. Di samping itu agar mutu pelayanan bagi
mereka meningkat, dilakukan pula upaya untuk merehabilitasi dan
menyempurnakan lebih dari 12 panti sebagai panti model. Pada
tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan rehabilitasi sosial
bagi sebanyak 2,1 ribu orang anak nakal dan korban narkotika.

Sementara itu bagi para tunasosial, yaitu gelandangan dan


pengemis, tunasusila dan bekas narapidana, kegiatan yang
diberikan meliputi bimbingan dan rehabilitasi sosial, pelatihan
keterampilan dan pemberian bantuan modal usaha. Mengingat
mereka adalah salah satu kelompok masyarakat yang rentan
terhadap tertularnya penyakit HIV/AIDS, penyuluhan tentang
bahaya dan penularan serta cara-cara pencegahan dan
penanggulangan penyakit HIV/AIDS juga diberikan kepada

XIX/51
mereka. Dalam kurun waktu Iima tahun terakhir, telah direhabilitasi
dan diresosialisasi sebanyak lebih dari 28,3 ribu orang tunasosial
yang terdiri dari lebih dari 7,8 ribu orang tuna susila, 11,4 ribu
orang gelandangan dan pengemis, dan 9,1 ribu orang bekas
narapidana. Pada tahun 1993/94 jumlah tunasosial yang telah
direhabilitasi dan diresosialisasi adalah 2,5 ribu orang, dan selama
empat tahun Repelita VI berjumlah 21,5 ribu orang atau mendekati
sasaran tahun keempat Repelita VI yaitu sebanyak 21,8 ribu orang.
Pada tahun 1998/99 rehabilitasi dan resosialisasi bagi tunasosial
direncanakan akan diberikan bagi 5,6 ribu orang, yang berarti
sasaran Repelita VI telah terlampaui.

3) Program Peningkatan Partisipasi Sosial Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembang -


kan peranserta masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan terorganiasi. Sasaran
kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial adalah seluruh golongan
masyarakat, terutama masyarakat di wilayah yang rawan terhadap
permasalahan sosial seperti di kawasan permukiman kumuh, serta
kawasan yang angka kriminalitas dan prostitusinya tinggi.

Kegiatan pokok dalam program ini meliputi penyuluhan dan


bimbingan sosial pada masyarakat, pembinaan organisasi sosial,
dan pembinaan tenaga kesejahteraan sosial. Kegiatan yang
dilakukan diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kepedulian
dan kepekaan masyarakat terhadap permasalahan sosial,
rneningkatkan mutu pelayanan sosial secara profesional, dan
mendorong golongan mampu untuk ikut berperan dalam
pernbangunan kesejahteraan sosial dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat yang kurang beruntung.
XIX/52
Agar iklim dan suasana yang mendukung bagi peningkatan
peran serta masyarakat dalam menghadapi permasalahan sosial, da -
lam kurun waktu lima tahun terakhir, telah dilakukan penyuluhan dan
bimbingan sosial di lebih dari 31,3 ribu desa/kelurahan yang tersebar
di seluruh propinsi yang dilakukan oleh Organisasi Sosial (Orsos),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, pemuda
dan wanita, pemimpin formal dan informal dengan memanfaatkan
berbagai media massa. Pada tahun 1993/94 penyuluhan sosial
dilakukan di 6,9 ribu desa dan selama empat tahun Repelita Vl
dilakukan di 24,4 ribu desa. Pada tahun 1998/99 penyuluhan sosial
direncanakan akan dilakukan di 5,6 ribu desa. Dalam periode yang
sarna (1993/94 - 1997/98), jumlah orsos yang dibina adalah 4,1 ribu
orsos, yaitu sebanyak 0,8 ribu orsos pada tahun 1993/94 dan
sebanyak 3,3 ribu orsos selama empat tahun Repelita VI. Pembinaan
orsos selama empat tahun Repelita VI telah melampaui sasaran yang
ditetapkan pada tahun keempat Repelita VI yaitu sebanyak 3,1
ribu orsos. Kegiatan pembinaan orsos dilakukan antara lain melalui
pelatihan kemampuan manajerial dan pemberian pelayanan sosial
yang profesional, dan pemberian bantuan organisasi dan
pelayanan. Untuk meningkatkan kemampuan pelayanan sosial
yang dilakukan oleh orsos, dilaksanakan pula forum konsultasi
antara orsos lemah dan orsos kuat, dan antara orsos lemah dengan
warga mampu. Sementara itu melalui pengembangan sistem
informasi orsos pada tahun 1997 tercatat 5,8 ribu orsos yang
bergerak di bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Pada tahun
1998/99 pembinaan orsos direncanakan akan dilakukan bagi 685
orsos.

Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat yang diandalkan


untuk membantu pelayanan sosial bagi masyarakat haik di tingkat
desa atau kelurahan adalah pekerja sosial masyarakat (PSM) dan

XIX/53
relawan sosial yang umumnya berasal dari golongan masyarakat
mampu. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, telah dilakukan
pelatihan bagi PSM yang baru sebanyak 46,9 ribu orang, terdiri
dari 12,7 ribu orang pada tahun 1993/94 dan 34,2 ribu orang
selama empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-9). Disamping itu,
dilakukan pula upaya untuk meningkatkan kemampuan PSM yang
telah berada di masyarakat melalui forum komunikasi PSM dan
relawan sosial. Pada tahun 1998/99 pelatihan bagi PSM baru
direncanakan akan dilakukan bagi 5,3 ribu orang.

Untuk lebih memantapkan peran masyarakat dalam berbagai


kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial, sampai dengan tahun
keempat Repelita VI telah diupayakan pencanangan berbagai
gerakan kesetiakawanan sosial. Pencanangan gerakan ini berfungsi
untuk mengurangi berbagai gejala kesenjangan sosial. Antara lain
adalah Gerakan Nasional Kesetiakawanan Sosial Nasional, Gerakan
Nasional Pelestarian dan Pengamalan Nilai-nilai Kepahlawanan,
Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, Bulan Bhakti Karang Taruna
dan Gerakan Nasional Perlindungan Anak.

b. Program Penunjang

1) Program Pembinaan Generasi Muda

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan me-


lembaganya karang taruna sebagai organisasi kepemudaan di
tingkat desa/kelurahan yang dapat berperan aktif dalam mencegah
dan mengatasi permasalahan sosial dikalangan generasi muda,
seperti masalah kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika atau
obat adiktif lainnya. Disamping itu karang taruna juga diharapkan
dapat berperan serta dalam menegakkan ketertiban dan keamanan
XIX/54
lingkungan. Kegiatan yang dilakukan dititikberatkan pada
peningkatan mutu organisasi antara Iain melalui pelatihan
keterampilan berorganisasi dan berusaha seperti pertanian dan
industri kecil yang disertai dengan pemberian bantuan paket
Sarana Usaha Karang Taruna.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen dan


berusaha sebagai bekal untuk rnenciptakan lapangan kerja, selama
lima tahun terakhir, telah diberikan bantuan paket Sarana Usaha
Karang Taruna dan pelatihan kepada lebih dari 14,9 ribu karang
taruna di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 2,9 ribu karang taruna
pada tahun 1993/94 dan 12 ribu karang taruna selama empat tahun
Repelita VI atau sebesar 64,5 persen dari sasaran tahun keempat
Repelita VI (Tabel XIX-10). Pelatihan keterampilan berusaha yang
telah diberikan antara lain adalah pembudidayaan udang windu di
Jepara, pelatihan pertanian di Balai Pertanian Ciawi, kerajinan kayu
di Jepara dan di Ubud dan pelatihan peternakan dan pertanian ter -
padu di Tapos. Dengan pembinaan karang taruna ini telah
berkembang usaha-usaha karang taruna di beberapa daerah dalam
bidang industri kecil seperti, kerajinan rotan, kulit, kayu, makanan
jajanan; hidang jasa seperti bengkel dan peralatan elektronik rumah
tangga; tambak udang windu; dan pertanian. Pada tahun 1998/99
direncanakan akan dilakukan pelatihan peningkatan kemampuan
berorganisasi bagi 3,1 ribu karang taruna dan pemberian bantuan
modal kerja untuk rneningkatkan produktivitas pemuda bagi 1,1
ribu karang taruna.

2) Program Penelitian dan Pengembangan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efek-


tifitas pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial, serta

XIX/55
menunjang perumusan kebijaksanaan dan meningkatkan kualitas
perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial. Agar ke -
bijaksanaan dan sistem pelayanan sosial benar-benar sesuai dengan
keadaan dan perkembangan masalah sosial yang ada, maka peneli -
tian yang dilaksanakan diarahkan untuk langsung menunjang pelak -
sanaan kegiatan program pembangunan kesejahteraan sosial.

Dalam empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan penelitian,


uji coba dan pengkajian sebanyak 24 judul antara lain penelitian
pelayanan lanjut usia berbasis keluarga; efektivitas deteksi dini
kecacatan di desa-desa oleh unit rehabilitasi sosial keliling
(URSK); efektivitas pembinaan masyarakat terasing; penanganan
kemiskinan di daerah perkotaan; pengembangan metode dan teknis
penyuluhan dan bimbingan sosial masyarakat; uji coba dari pola
penanganan masalah kesejahteraan sosial; dan pengkajian pola
konsentrasi proyek-proyek pembangunan bidang kesejahteraan
sosial. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan 4 judul
penelitian.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan


kemampuan, keahlian dan keterampilan tenaga kesejahteraan sosial
baik pegawai Pemerintah maupun masyarakat sebagai pelaksana
pembangunan kesejahteraan sosial, melalui pemberian kesempatan
belajar untuk pendidikan gelar seperti S-1, S-2 dan S-3, dan pela -
tihan non gelar seperti D-1 bidang psikologi, pelatihan administrasi
dan profesi pekerjaan sosial.

Selama empat tahun Repelita VI telah dilaksanakan


pendidikan S-2 di dalam negeri bagi 65 orang dalam bidang ilmu
XIX/56
kesejahteraan sosial dan sosiologi pembangunan, pendidikan S-3
bagi 4 orang pegawai baik dari Pusat maupun Daerah, dan
pendidikan D-1 psikologi bagi 120 orang pegawai dalam rangka
meningkatkan profesionalitas petugas panti. Untuk meningkatkan
kemampuan profesionalitas tenaga kesejahteraan sosial,
diselenggarakan pelatihan fungsional bagi 820 orang pegawai,
pelatihan teknis bagi 9.820 orang pegawai dan pendidikan dan
pelatihan Tenaga Kerja Sosial Masyarakat (TKSM) sebanyak
7.140 orang.

D. PENANGGULANGAN BENCANA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran penanggulangan bencana pada akhir Repelita VI


adalah meningkatnya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menanggulangi bencana dan musibah lainnya. Selain itu,
penguasaan teknologi penanggulangan bencana yang didukung oleh
peralatan yang andal, serta jumlah dan mutu tenaga pelaksana akan
meningkat pula. Dalam Repelita VI pemetaan daerah rawan
bencana dilanjutkan dan informasi mengenai kerawanan suatu
daerah dimanfaatkan secara optimal untuk penyusuran rencana
umum tata ruang pada setiap tingkat pemerintahan. Di samping itu,
terus diupayakan adanya koordinasi yang makin meningkat dan
mantap dalam menanggulangi bencana melalui penyusunan sistem
dan satuan perlindungan masyarakat (linmas) serta mekanisme
penanggulangan bencana secara nasional yang menyeluruh dan
terpadu. Selanjutnya pada Repelita VI dapat terwujud satuan-satuan
linmas di tingkat kecamatan dan ruang data pusat pengendalian
operasional penanggulangan bencana di tingkat pusat. Undang -

XIX/57
undang linmas diharapkan telah dapat diundangkan pada akhir
Repelita VI.

Dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam


Repelita VI, kebijaksanaan penanggulangan bencana adalah
sebagai berikut Dalam upaya penanggulangan bencana, prioritas
tinggi diberikan kepada peningkatan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan masyarakat dan jajaran pemerintah daerah setempat,
khususnya di daerah rawan bencana dalam menghadapi terjadinya
bencana. Kemampuan dan penguasaan teknologi untuk mendeteksi
bencana ditingkatkan melalui penyediaan sarana, prasarana serta
peningkatan kualitas dan jumlah tenaga. Hal ini juga didukung
dengan pengembangan sistern informasi bencana sehingga dapat
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggulangi
bencana. Dalam upaya pencarian, penyelamatan dan pemberian
pengobatan serta perawatan korban, kemampuan petugas dan
masyarakat ditingkatkan baik dalarn kecepatan maupun ketepatan
waktu penyelamatan dengan dukungan peralatan yang memadai.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas, maka


upaya penanggulangan bencana dilaksanakan secara lintas bidang
dan lintas sektor melalui satu program yaitu program penanggu -
langan bencana yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama
masyarakat.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Program penanggulangan bencana bertujuan untuk: a)


meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana, serta meningkatkan kemampuan masyarakat
XIX/58
dalam menanggulangi akibat bencana, sehingga mengurangi jumlah
korban serta kerugian materi; b) memberikan bantuan guna me -
ringankan beban masyarakat, khususnya mereka yang tidak
mampu, yang diberikan dalam bentuk bantuan bahan makanan,
obat-obatan dan bahan bangunan rumah untuk memperbaiki rumah
mereka yang rusak atau hancur akibat bencana; dan c) menolong
dan menyelamatkan para korban bencana melalui bantuan darurat
dan memulihkan kembali fungsi sosial perorangan, keluarga dan
masyarakat korban bencana untuk hidup secara normal.

Kegiatan pokok program penanggulangan bencana meliputi


antara lain kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat ter -
hadap kejadian bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi akibat
bencana, yang pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi terkait
seperti Departernen Sosial, Dalam Negeri, Kesehatan, Pekerjaan
Umum, Perhubungan, ABRI, dan Pernerintah Daerah, dibawah
koordinasi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
(Bakornas PB).

Upaya meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana


dilakukan melalui penelitian dan pemetaan daerah rawan bencana,
penyuluhan, pendidikan dan pelatihan bagi petugas maupun
masyarakat, dan pengembangan sistem informasi penanggulangan
bencana.

Kegiatan tanggap darurat terhadap kejadian bencana adalah


untuk meningkatkan kemampuan penanggulangan ketika terjadi
bencana yang dilakukan melalui: pertama, peningkatan kemampuan
sumber daya manusia dan pembinaan fungsi satuan tugas pelaksana
dalam pengelolaan dan koordinasi bantuan darurat; kedua, penye -
diaan sarana dan prasarana untuk melakukan pencarian,

XIX/59
penyelamatan, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial ter -
hadap korban bencana; dan ketiga peningkatan kemampuan ma -
syarakat dan petugas dalam mengkonsolidasi diri segera sesudah
terjadi bencana melalui penyediaan sarana dan prasarana darurat
agar akibat bencana tidak meluas dan berkepanjangan.

Rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana merupakan


upaya untuk mernperbaiki dan membangun kembali sarana dan
prasarana di lokasi bencana agar segera berfungsi kembali, dan
memulihkan tata kehidupan dan penghidupan serta kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana berdasarkan azas
kemandirian. Upaya ini dilakukan melalui beberapa kegiatan.
Pertama, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain meliputi
peningkatan pelayanan sosial terhadap korban bencana melalui
pemberian bantuan dan rehabilitasi permukiman serta sarana umum
lainnya seperti tempat ibadah, gedung sekolah, pasar dan air bersih.
Kedua, kepada para korban diberikan bimbingan dan penyuluhan
untuk mempercepat pemulihan kehidupan dan penghidupan mereka
didukung dengan pemberian bantuan sarana usaha. Ketiga, per -
baikan sarana dan prasarana dasar serta dalam keadaan tertentu
pemindahan permukiman secara darurat maupun pemindahan
penduduk secara permanen ke tempat atau daerah yang lebih aman
baik secara lokal maupun melalui transmigrasi.

Kejadian bencana alam yang terjadi dalam Repelita Vl antara


lain adalah bencana alam banjir, tanah longsor, angin ribut, gempa
bumi, kekeringan dan kebakaran terutama kebakaran hutan. Untuk
membantu para korban bencana alam tersebut, telah diberikan ber -
bagai bantuan baik pada saat terjadi maupun setelah terjadinya ben -
cana. Bantuan pada saat terjadinya bencana diberikan dalam
bentuk pelayanan gawat darurat berupa pertolongan pertama pada
XIX/60
saat awal terjadinya bencana, pengobatan dan perawatan kesehatan
baik disekitar lokasi kejadian, di puskesmas-puskesmas terdekat
maupun di rumah-rumah sakit bagi korban yang memerlukan
perawatan khusus dokter ahli, serta pengungsian dan penampungan
korban bencana di tempat yang lebih aman dengan didukung
penyediaan dapur umum. Bantuan yang diberikan setelah terjadinya
bencana adalah berupa bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana
umum dan rumah yang rusak akibat bencana.

Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi ben-


cana alam geologis dilakukan kegiatan pemetaan, identifikasi, dan
penyelidikan daerah-daerah rawan bencana. Sampai dengan tahun
1997/98 pemetaan geologi gunung api skala 1:100.000 telah
menyelesaikan 49 lembar peta. Sementara itu pemetaan daerah ba -
haya gunung api skala 1:50.000 telah mencapai 95 lembar.
Pemetaan topografi puncak gunung api skala 1:5.000 telah disele -
saikan sebanyak 11 lembar, pemetaan aliran lahar skala 1:50.000
sebanyak 2 lokasi dan pemetaan zona resiko bahaya gunung api
skala 1:50.000 sebanyak 16 lembar. Disamping itu, pemeriksaan
gempa bumi telah diselesaikan pada 11 lokasi dan pemeriksaan
longsor pada 90 lokasi.

Kegiatan perbaikan dan pengendalian alur sungai pada bebe-


rapa ruas sungai yang dinilai kritis, dalam kurun waktu lima tahun,
telah dilaksanakan dengan pembangunan prasarana pada ruas
sungai sepanjang 331 km, antara lain berupa tanggul, perbaikan
alur, perkuatan tebing, dan saluran banjir. Kegiatan tersebut
ditujukan untuk meningkatkan keamanan terhadap bencana banjir di
kota-kota Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Kotip Metro, Manado,
dan Dilli. Sedangkan untuk mengendalikan daya rusak banjir lahar
akibat letusan gunung berapi telah dibangun pengendali dan
XIX/61
kantung lahar sebanyak 50 unit sebagai pengamanan akibat banjir
lahar terhadap desa, kota dan areal produktif lainnya.

Dalam rangka menunjang dan meningkatkan keselamatan


penerbangan yang memenuhi persyaratan penerbangan, kondisi dan
jumlah peralatan navigasi, telekomunikasi dan kelistrikan juga
ditingkatkan. Selama empat tahun Repelita VI telah terpasang alat
bantu navigasi penerbangan terutama untuk bandar udara kecil di
kawasan timur Indonesia, alat bantu penjejak arah dan jarak pesa -
wat, alat bantu pendaratan pesawat, serta alat untuk memberikan
informasi penerbangan bagi penumpang di terminal terutama untuk
bandar udara di kawasan timur Indonesia. Sementara itu, di bidang
keselamatan pelayaran telah dibangun 29 unit menara suar, 268 unit
rambu suar, 7 kapal navigasi, dan 47,3 meter kubik pengerukan alur
pelayaran.

Upaya rnendayagunakan dan menyiapkan tenaga pertahanan


sipil (hansip) dan satuan perlindungan masyarakat (linmas) dalam
penanggulangan bencana terus dilanjutkan. Guna memelihara
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana, selama lima tahun, telah dilatih sebanyak 1.020 orang
instruktur penanggulangan bencana, dan 4.520 orang satuan tugas
sosial penanggulangan bencana (SATGASOS - PB).

Untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan operasi


Search and Rescue (SAR), secara bertahap Badan SAR Nasional
selaku koordinator pelaksanaan operasi SAR telah dilengkapi
dengan peralatan SAR, seperti rubber boat, life jacket dan
extricator, sarana komunikasi berupa Local User Terminal (LUT),
SAR Operation Information Management System (SAROIMS). Di
samping itu, kemampuan sumber daya manusia di bidang SAR
XIX/62
terus ditingkatkan rnelalui pendidikan dan pelatihan Tim Rescue
serta pemantapan koordinasi dengan instansi terkait dan kerjasama
dengan negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura, Philipina, Papua
Nugini dan Australia. Sarana tindak awal SAR telah bertambah
dalam Repelita VI yaitu 5 unit helikopter dan 3 unit rescue boat
yang masing-masing ditempatkan di Jakarta, Tanjung Pinang dan
Denpasar.

E. KEPENDUDUKAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia diperkirakan akan


mencapai 1,51 persen pada akhir Repelita VI dengan jumlah pen -
duduk sekitar 204,4 juta orang, terdiri atas sekitar 101,9 juta orang
laki-laki dan 102,5 orang perempuan. Keadaan ini dapat dicapai
apabila angka kelahiran kasar dan angka kematian kasar dapat
ditu-runkan menjadi masing-masing 22,6 dan 7,5 per seribu
penduduk. Sasaran akhir Repelita VI lainnya yang diupayakan
pencapaiannya adalah penurunan angka kematian bayi menjadi
sekitar 50 kematian per seribu kelahiran hidup dan peningkatan
angka harapan hidup menjadi sekitar 64,6 tahun.

Berbagai kebijaksanaan kependudukan selama Repelita VI


telah ditetapkan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan
kependudukan terdiri dari: peningkatan kualitas penduduk; pengen-
dalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk; pengarahan
persebaran dan mobilitas penduduk; penyempurnaan sistem
informasi kependudukan; dan pendayagunaan dan kesejahteraan
penduduk usia lanjut.

XIX/63
Upaya pencapaian berbagai sasaran dan kebijaksanaan kepen-
dudukan tersebut di atas dilaksanakan dalam satu program yaitu
program kependudukan dengan didukung oleh berbagai program
pembangunan Iainnya.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun


Keempat Repelita VI

Pelaksanaan program kependudukan dengan didukung oleh


berbagai program pembangunan lainnya secara terpadu telah berha -
sil menurunkan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,54 persen
pada akhir tahun 1997, dari 1,66 persen pada akhir Repelita V.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini juga diikuti oleh penu -
runan angka kematian kasar dan angka kelahiran kasar. Sementara
itu, kualitas penduduk juga terus menunjukkan peningkatan yang
ditandai oleh makin menurunnya angka kematian baik angka kema -
tian kasar maupun angka kematian bayi serta diikuti pula oleh
makin meningkatnya angka harapan hidup penduduk. Berbagai
kegiatan kependudukan seperti transmigrasi dan persebaran tenaga
kerja antar daerah terus dilakukan guna mendukung upaya
penyeimbangan persebaran penduduk antara Pulau Jawa dengan
daerah di luar Pulau Jawa dan antara daerah yang padat dan yang
jarang penduduk. Kegiatan ini sekaligus juga merupakan upaya
pembangunan daerah, bagi daerah penerima. Pengembangan sistem
informasi kependudukan juga terus ditingkatkan secara lintas sektor
dan makin terpadu.

Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan kegiatan


pengembangan sistim informasi kependudukan, kajian-kajian
mencakup aspek mortalitas, fertilitas, mobilitas dan persebaran
penduduk, pengembangan dan uji coba indikator keseimbangan

XIX/64
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta
analisis data Supas 1995.

a. Peningkatan Kualitas Penduduk

Peningkatan dan pengembangan kualitas penduduk dilaksana-


kan secara lintas bidang, sektor dan program. Upaya untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas penduduk meliputi
antara lain peningkatan kualitas keagamaan, pendidikan, kesehatan,
ekonomi, sosial-budaya, mental spiritual, dan berbagai peningkatan
usaha kesejahteraan lainnya.

Berbagai upaya tersebut di atas telah berhasil menurunkan


angka kematian kasar dan angka kernatian bayi masing-masing
menjadi 7,5 per seribu penduduk dan 52 per seribu kelahiran hidup
pada tahun 1997, dari 7,9 per seribu penduduk dan 58 per seribu
kelahiran hidup pada akhir Repelita V. Penurunan angka kematian
tersebut selanjutnya diikuti oleh makin meningkatnya angka
harapan hidup penduduk dari 62,7 pada akhir Repelita V menjadi
64,2 pada tahun 1997. Berbagai kegiatan pembangunan lainnya
yang mendukung upaya peningkatan kualitas penduduk secara rinci
telah dijelaskan pada laporan di berbagai program pembangunan
yang terkait dengan program kependudukan.

b. Pengendalian Pertumbuhan dan Kuantitas


Penduduk

Pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk dalam


pelaksanaannya dilakukan secara lintas bidang, sektor, dan program
serta terpadu. Pengendalian kuantitas penduduk mencakup
beberapa tahap kegiatan antara lain: perencanaan, pemantauan

XIX/65
pelaksanaan, dan penilaian dampak kebijaksanaan. Kegiatan
tersebut didukung oleh pengembangan tehnis analisa data, terutama
bagi peneliti dari berbagai Pusat Studi Kependudukan (PSK) dan
penyusunan profil penduduk propinsi dan nasional yang dimulai
sejak awal Repelita VI. Dalam Repelita V diselesaikan penyusunan
profil kependudukan yang lebih dikenal dengan nama Neraca
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD), dan untuk
itu telah dilatih seluruh perencana Bappeda Tingkat I di seluruh
Indonesia. Sejak tahun 1994/95 hingga tahun 1997/98 seluruh
peneliti pada PSK telah dilatih mengenai penyusunan profil
penduduk Daerah Tingkat I. Pada tahun 1998/99 kegiatan ini akan
dilanjutkan ke Daerah Tingkat 11.

Pendidikan kependudukan sejak awal Repelita IV telah


dikembangkan melalui jalur sekolah, dan sejak awal Repelita VI
dilanjutkan melalui jalur keluarga. Pada tahun 1997/98 pendidikan
kependudukan melalui jalur sekolah telah diintegrasikan ke dalam
pokok-pokok bahasan pada mata pelajaran: Pendidikan Agama,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan. Sedangkan pendidikan kependudukan
melalui jalur keluarga dilakukan melalui berbagai kegiatan
pertemuan, forum diskusi, sarasehan atau paguyuban yang telah ada
di masyarakat utamanya di daerah perdesaan.

Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk juga me-


nunjukkan kecenderungan yang terus menurun. Jika pada akhir
Repelita V laju pertumbuhan penduduk adalah 1,66 persen, maka
pada tahun 1997 diperkirakan telah mencapai 1,54 persen.
Meskipun laju pertumbuhan penduduk menurun, secara kuantitatif
jumlah penduduk meningkat dan telah mencapai 201,4 juta orang
XIX/66
pada tahun 1997 yang terdiri dari 100,4 juta orang laki-Iaki dan
101,0 juta orang perempuan. Jumlah penduduk tersebut jika
dibandingkan dengan jumlah pada akhir Repelita V telah
bertambah sekitar 12,3 juta orang. Pelaksanaan program keluarga
berencana yang didukung oleh berbagai program pembangunan
lainnya yang terkait dengan program kependudukan telah berhasil
menurunkan angka kelahiran kasar dari 24,5 per seribu penduduk
pada akhir Repelita V menjadi 22,9 pada tahun 1997; serta
menurunkan angka kelahiran total dari 2,87 rnenjadi 2,65 per
wanita dalarn periode yang sama.

c. Pengarahan Persebaran dan Mobilitas Penduduk

Upaya pengarahan persebaran dan mobilitas penduduk


meliputi kegiatan-kegiatan: penyebaran penduduk melalui
transmigrasi dan angkatan kerja antar daerah (AKAD);
pengembangan wilayah pembangunan dan kutub-kutub
pertumbuhan; gerakan Bangga Suka Desa; dan pembangunan
ekonomi perdesaan melalui Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra)
dan Kredit Usalia Keluarga Sejahtera (Kukesra). Berbagai kegiatan
pembangunan tersebut dilaksanakan oleh sektor dan program pem-
bangunan yang terkait dengan program kependudukan, dan telah
dijelaskan secara rinci dalam berbagai Bab menurut sektornya.

Selanjutnya dalam rangka program ini telah diupayakan


pengembangan indikator keseimbangan penduduk dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan; pengembangan daerah
penyangga daerah perkotaan; pengembangan daerah penyangga
pusat-pusat pertumbuhan wilayah; dan analisa mobilitas penduduk.

XIX/67
Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang telah dilakukan pada
tahun sebelumnya, pada tahun 1997/98 telah diujicoba indikator
keseimbangan penduduk di Iima propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa
Timur, Riau, Bali, dan Kalimantan Timur dengan tujuan untuk
mengetahui keseimbangan penduduk dengan kerangka pemba-
ngunan yang seimbang antara daerah perdesaan dan perkotaan.

Untuk meningkatkan pembangunan daerah penyangga daerah


perkotaan melalui pemberdayaan penduduk perdesaan, sejak awal
Repelita VI telah dilakukan Gerakan Bangga Suka Desa di 20 desa
di Pulau Jawa. Gerakan ini bertujuan untuk mendukung pember -
dayaan ekonomi dan motivasi berusaha masyarakat perdesaan,
yang diharapkan dapat menurunkan arus urbanisasi dari daerah
perdesaan ke perkotaan. Sementara itu, sejak tahun 1996 upaya
pengembangan daerah penyangga pusat-pusat pertumbuhan
wilayah telah diujicoba di propinsi Lampung sebagai daerah
penyangga bagi DKI Jakarta dan propinsi-propinsi lainnya di Pulau
Jawa. Pada tahun 1998/99 akan dikembangkan pula daerah
penyangga di propinsi-propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur, Sula -
wesi Selatan, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur.

Di samping itu berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas


analisa data mobilitas penduduk terus dilakukan antara lain melalui
kegiatan pelatihan analisa data mobilitas penduduk bagi peneliti
PSK dan staf Bappeda sebanyak 90 orang. Sebagai kelanjutan
kegiatan pada tahun sebelumnya, pada tahun 1997/98 telah dilak -
sanakan analisa mobilitas penduduk di 14 propinsi dan di tingkat
nasional dengan menggunakan data hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 1995. Dengan demikian sampai dengan tahun
1997/98 analisa ini telah mencakup 27 propinsi dan nasional.
XIX/68
d. Penyempurnaan Sistem Informasi Kependudukan

Kegiatan penyempurnaaan Sistem Informasi Kependudukan


terus dilakukan dan merupakan kelanjutan dari tahun-tahun sebe -
lumnya. Upaya yang dilakukan telah menghasilkan rumusan Sistem
Informasi Kependudukan dan Keluarga (SIDUGA) yang akan
dimulai pelaksanaannya pada tahun 1998/99 oleh sekitar 20 instansi
terkait di tingkat pusat dan propinsi. SIDUGA merupakan sistem
terpadu dari sub-sub sistem Informasi Kependudukan dan Keluarga
yang ada pada Sistem Informasi Manajemen (SIM) instansi terkait.
Untuk mendukung pelaksanaannya, maka telah dilakukan pelatihan
tenaga pengelolajaringan SIDUGA bagi sekitar 300 orang.

Untuk mendukung tertibnya administrasi kependudukan, saat


ini sedang disiapkan Rencana Undang-Undang mengenai
Administrasi Kependudukan dan Rencana Peraturan Pemerintah
mengenai Pencatatan dan Pendaftaran Penduduk. Untuk itu, sejak
awal Repelita VI telah dilatih sekitar 600 orang aparat pemerintah
daerah.

e. Pendayagunaan dan Kesejahteraan Penduduk Usia


Lanjut

Kegiatan pendayagunaan dan kesejahteraan penduduk usia


lanjut ditujukan untuk meningkatkan dayaguna dan kesejahteraan
penduduk usia lanjut baik yang masih produktif maupun yang
sudah secara fisik tidak produktif lagi. Bagi yang masih produktif,
diupayakan untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan dan
keahliannya; sedangkan bagi yang secara fisik sudah tidak
produktif lagi, disediakan fasilitas dan sarana pelayanan, antara lain
berupa pernberian santunan oleh Departemen Sosial bagi mereka
yang tinggal di dalam dan di luar panti lanjut usia.

XIX/69
Dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk usia lanjut,
diupayakan tiga langkah strategis, yaitu: 1) upaya persiapan mema -
suki usia lanjut; 2) upaya pelibatan lansia dalam kegiatan produktif,
dan 3) upaya pelayanan dan perawatan kepada penduduk usia
lanjut.

Jumlah penduduk usia lanjut terus meningkat dari tahun ke


tahun, seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup. Pada akhir
Repelita VI ini, diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut akan
mencapai 14,2 juta orang.

F. KELUARGA SEJAHTERA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan keluarga sejahtera pada Repelita VI


adalah : (a) menurunkan angka kelahiran total atau Total Fertility
Rate (TFR) menjadi 2,60 per wanita; (b) meningkatnya kepedulian
dan peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan sikap dan
perilaku kemandirian; (c) terwujudnya tatanan gerakan keluarga
berencana (KB) secara menyeluruh sebagai landasan pembangunan
selanjutnya; dan (e) meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, ditetapkan kebijak -


sanaan pembangunan keluarga sejahtera meliputi: pengembangan
ketahanan dan peningkatan kualitas keluarga, dengan mengadakan
pembinaan dan bimbingan khususnya kepada keluarga yang mem -
punyai anak balita, keluarga yang mempunyai anak dan remaja, ke -
luarga muda, dan keluarga lansia; peningkatan kelembagaan
XIX/70
gerakan KB, dengan menumbuhkembangkan lembaga-lembaga ma-
syarakat yang rnendukung gerakan keluarga berencana; dan
pengembangan kerjasama internasional program KB, dengan
mengadakan pelatihan bagi pengelola program KB terutama bagi
negara-negara berkembang.

Upaya mendukung kebijaksanaan dalam pencapaian sasaran


pembangunan keluarga sejahtera tersebut dilaksanakan melalui
satu program pokok, yaitu Program Keluarga Berencana, yang
dilakukan secara terpadu dengan berbagai sektor pembangunan
lainnya.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan


Tahun Keempat Repelita VI

Sejalan dengan perkembangan program keluarga berencana


maka visi pembangunan KB pada tahun keempat pelaksanaan
Repelita VI masih tetap di dasarkan kepada pembudayaan norma
keluarga kecil bahagia sejahtera. Program ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat
terhadap pendewasaan usia perkawinan, penurunan angka
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE); b) pelayanan keluarga berencana; c)
pembangunan keluarga sejahtera; d) pemantapan pelembagaan
program, e) pendidikan dan pelatihan, serta f) pelaporan dan
penelitian.

Selanjutnya tahun yang akan datang yaitu tahun terakhir


Repelita VI, direncanakan untuk menambah peserta KB baru

XIX/71
sebanyak 4,8 juta pasangan usia subur (PUS), dan membina 27,1
juta PUS untuk terus menerus menggunakan alat/obat kontrasepsi
sesuai dengan pilihan mereka masing-masing.

a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Pelayanan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi dimaksudkan


untuk mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap,
dan perilaku masyarakat terhadap penerimaan KB dan KS sebagai
bagian dari kehidupannya dalam upaya mewujudkan norma keluar-
ga kecil, bahagia, dan sejahtera secara mandiri. Pelaksanaan kegiat -
an ini di dukung oleh peran serta lembaga swadaya dan organisasi
masyarakat (LSOM).

Hampir separuh anggaran yang ada dalam program KB setiap


tahunnya dipergunakan untuk kegiatan KIE, yaitu berupa
pengadaan sarana dan peralatan serta untuk kegiatan operasional
KIE. Pada tahun 1993/94 telah diadakan 322 buah materi KIE dan
187 buah mobil unit penerangan. Selama empat tahun Repelita VI,
yaitu sampai dengan tahun 1997/98, setiap propinsi telah
mempunyai rumah produksi (Media Production Center), setiap
Dati II telah dilengkapi mobil unit penerangan, dan hampir seluruh
kecamatan telah mempunyai sarana audio visual (AVA).

Beberapa kegiatan KIE antara lain adalah: 1) pengembangan


KIE pelayanan KB melalui Development Broadcasting Unit
(DBU); 2) pengembangan strategi dan intervensi KIE sasaran
khusus; 3) pengembangan KIE multi media; 4) pengembangan KIE
pelayanan Takesra dan Kukesra melalui pendekatan pemasaran
sosial; 5) pengembangan KIE KB dan KS melalui drama; 6)
XIX/72
penataan jaringan KIE lini lapangan; dan 7) kemitraan pengelolaan
KIE.

Sejak awal Repelita VI, rnateri KIE telah dikembangkan se-


suai dengan kebutuhan dan karakteristik khalayak di lapangan. Isi
pesan tersebut antara lain; I) Keluarga Berencana diarahkan pada
kemandirian dalam penggunanaari alat/obat kontrasepsi; 2)
keluarga diupayakan pada peningkatan kesadaran, sikap dan
perilaku hidup sehat, pembinaan kebahagiaan keluarga,
pemeliharaan kesehatan pada saat kehamilan, melahirkan dan
menyusui; 3) peningkatan kesadaran keluarga tentang HIV/AIDS;
serta 4) kewirausahaan khususnya dengan program Takesra dan
Kukesra.

Kegiatan KIE telah dapat meningkatkan pengetahuan serta


perilaku masyarakat dalam berkeluarga berencana. Survei Demo -
grafi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 menunjukkan
bahwa masyarakat yang telah mengetahui semua metode kontra -
sepsi meningkat dari 94,6 persen menjadi 96,1 persen dibanding
hasil penelitin SDKI tahun 1991. Begitu pula untuk rasio jumlah
peserta KB aktif dengan jumlah pasangan usia subur yang ada,
dalam kurun waktu yang sama meningkat dari 48 persen menjadi
55 persen. Sedangkan SDKI tahun 1997 masih dalam pelaksanaan
di lapangan.

b. Pelayanan Keluarga Berencana

Pada tahun 1997/98 arah pelayanan KB lebih menekankan


kepada aspek kualitas pelayanan. Untuk itu dalam beberapa tahun
terakhir telah dilaksanakan penyiapan kelengkapan sarana dan
prasarana termasuk pelatihan pelayanan kontrasepsi bagi dokter

XIX/73
dan bidan, termasuk bidan di desa. Kegiatan yang dilaksanakan
lebih ditekankan kepada segi pemerataan termasuk untuk wilayah
terpencil. Untuk wilayah terpencil kegiatan pelayanan KB
dilaksanakan dengan bantuan dokter terbang (Kalimantan Timur
dan Irian Jaya) sedangkan untuk daerah kepulauan dilaksanakan
dengan bantuan klinik terapung seperti di kepulauan Riau,
Sumatera Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Kegiatan penerangan
pada umumnya dipadukan dengan kegiatan pelayanan KB melalui
Tim KB Keliling (TKBK). Kegiatan TKBK ini adalah kegiatan
terpadu antara Departemen Kesehatan dan BKKBN. Selanjutnya
TKBK dimaksudkan pula untuk meningkatkan pemakaian kontra -
sepsi yang lebih efektif seperti IUD, suntikan, dan implant sehingga
dapat mempercepat penurunan TFR.

Dalam lima tahun terakhir (1993/94 - 1997/98) masyarakat


yang berhasil diajak menjadi peserta KB baru berjumlah 24,5 juta
PUS, yaitu sebanyak 4,2 juta PUS pada tahun 1993/94 dan 20,3 juta
PUS selama empat tahun Repelita VI (Tabel XIX-11). Diharapkan
pada tahun 1997/98 sasaran peserta KB baru sebanyak 4,8 juta PUS
akan tercapai. Dari jumlah tersebut, pasangan usia subur yang
memakai alat kontrasepsi efektif (IUD, suntikan, dan implant)
dalam penanggulangan kehamilan adalah sebanyak 70,4 persen
(Tabel XIX-12).

Peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi secara terus


menerus disebut sebagai peserta KB aktif. Jumlah peserta KB aktif
sampai dengan lima tahun terakhir (1993/94 - 1997/98) adalah
sebesar 26,8 juta PUS, dan telah mencapai sasaran yang ditetapkan
yaitu sebesar 26,2 juta PUS (Tabel XIX-13). Dari seluruh peserta
KB aktif tersebut 65,3 persen diantaranya menggunakan alat
kontrasepsi efektif, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel XIX-14.
XIX/74
Dalam rangka memantapkan dan mempercepat penerimaaan
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) di masyarakat,
telah diberikan penghargaan KB Iestari kepada peserta KB yang
telah menggunakan alat kontrasepsinya secara kerkesinambungan
minimal selama 10 tahun dan 16 tahun. Upaya peningkatan pembi-
naan peserta KB ditempuh pula melalui pemberian beasiswa bagi
anak peserta KB lestari yang berbakat yang sedang bersekolah di
tingkat lanjutan atas. Sampai saat ini telah disalurkan bantuan dana
bea siswa kepada 84,2 ribu anak yang tersebar diseluruh pelosok
tanah air.

c. Pembangunan Keluarga Sejahtera

Pembangunan keluarga sejahtera bertujuan untuk meningkat-


kan kualitas keluarga sesuai dengan tahapan keluarga sejahtera.
Prioritas utama pembangunan keluarga sejahtera dalam Repelita
VI terutama diperuntukkan bagi keluarga-keluarga yang masih
berada dalam tahapan Pra-sejahtera dan Sejahtera-I. Pokok-pokok
kegiatan yang dilaksanakan antara lain: a) bina keluarga balita
(BKB), b) bina keluarga lansia, c) seleksi penerima beasiswa
Supersemar khususnya untuk anak-anak peserta KB lestari, d)
usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS), e)
Takesra dan Kukesra.

Jumlah anggota UPPKS pada tahun 1997/98 adalah


sebanyak 9,1 juta orang lebih. Pada awalnya kegiatan UPPKS
bertujuan untuk memantapkan penerimaan masyarakat dalam ber -
KB. Dengan demikian semula bantuan modal UPPKS lebih
ditekankan kepada peserta KB. Namun dalam perkembangannya,
pelaksanaan UPPKS lebih diperluas untuk seluruh masyarakat
dalam rangka pengentasan kemiskinan sedangkan modal untuk

XIX/75
kegiatan tersebut berasal dari sebagian keuntungan dari BUMN.
Jumlah anggota kelompok UPPKS yang memiliki usaha produktif
perorangan adalah sebanyak 5,5 juta orang. Dari jumlah tersebut,
1,5 juta orang bergerak di bidang perdagangan, 2,3 juta orang di
bidang pertanian, 977 ribu orang di bidang industri kecil/rumah
tangga, dan 723 ribu orang bergerak di bidang usaha jasa.

Dalam upaya pengentasan kemiskinan kegiatan penting yang


dilaksanakan oleh program KB adalah Takesra dan Kukesra.
Kegiatan ini lebih ditujukan kepada anggota keluarga prasejahtera
dan keluarga sejahtera 1. Pemberian Takesra telah mencakup
sebanyak 11,5 juta keluarga yang tergabung dalam 504,5 ribu
kelompok usaha. Sedangkan dana yang telah disalurkan sampai
dengan Desemberl997 adalah sebesar 94,9 persen dari total dana
sebesar Rp.22,9 milyar, dan realisasi penyerapan dana Kukesra
adalah sebesar Rp. 302,5 rnilyar yaitu sebesar 82,9 persen dari total
dana yang disediakan pada saat itu.

d. Pemantapan Pelembagaan Program

Pemantapan pelernbagaan program KB dilaksanakan melalui


pembinaan dan peningkatan institusi masyarakat. Usaha ini dimak -
sudkan untuk meningkatkan kualitas peran serta masyarakat,
sehingga secara bertahap peran serta masyarakat dalam pengelolaan
KB semakin besar.

Lem

baga swadaya masyarakat yang selama ini telah banyak


membantu dalam gerakan keluarga berencana adalah Pembantu
Pembina KB Desa (PPKBD) untuk tingkat Desa, Sub-PPKBD un -
tuk tingkat RW, dan kelompok peserta KB untuk tingkat RT. Jum lah
PPKBD dan SubPPKBD dan kelompok peserta KB terus
XIX/76
mengalami perkembangan. Pada tahun 1996/97 telah terbentuk
671,2 ribu kelornpok KB, dan pada tahun 1997/98 meningkat men -
jadi 771,4 ribu kelompok. Upaya pemantapan kelembagaan juga
dilaksanakan melalui peningkatan kerjasama dengan pemuka pemuka
agama, tokoh-tokoh masyarakat, dan lembaga sosial dan organisasi
masyarakat (LSOM).

SDKI tahun 1991 menunjukkan bahwa masyarakat yang telah


berhasil melaksanakan KB secara mandiri (termasuk didalamnya
mandiri parsial yaitu yang alat kontrasepsinya masih disubsidi oleh
pemerintah sedangkan untuk biaya jasa pelayanan mereka telah
mampu membayar kepada petugas medis swasta) sebanyak 22
persen, meningkat menjadi 28 persen hasil SDKI 1994.

e. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan bagi pengelola program yang berke -


sinambungan merupakan upaya untuk peningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Dalam rangka mendukung perkembangan
gerakan keluarga berencana dan keluarga sejahtera dibutuhkan
jumlah dan kualitas tenaga lapangan yang memadai. Untuk itu
dalam beberapa tahun terkhir pendidikan dan pelatihan lebih
diarahkan kepada petugasdilapangan.

Pada tahun 1997/98, telah diadakan pelatihan teknis


pelayanan KB dan KS bagi 7.896 orang dokter, 11.732 orang
bidan, 28.750 orang Pengawas Petugas Lapangan KB (PPLKB)/
Petugas Lapangan KB (PLKB)/Penyuluh KB (PKB), 312.598 orang
PPKBD/Sub-PPKBD/Kader, dan 23.968 orang tenaga lainnya.
Sedangkan pendidikan lanjutan untuk tenaga pelaksana
pembangunan KS telah diberikan kepada 1.646 orang, yang

XIX/77
meliputi 1.616 orang peserta pendidikan jangka panjang dalam
negeri, dan 30 orang peserta pendidikan jangka panjang luar negeri.
Selanjutnya pada tahun 1998/99 direncanakan akan melatih 8
orang di setiap desa non IDT. Latihan tersebut untuk mendukung
kegiatan Takesra dan Kukesra, yaitu berupa pelatihan penggunaan
peralatan tepat guna, dan magang di perusahaan-perusahaan di
sekitar pemukiman mereka.

f. Pelaporan dan Penelitian

Sistem pencatatan dan pelaporan memegang peranan penting


agar tersedia data secara teratur, benar, dan tepat waktu. Untuk itu
dikembangkan substansi baru, yaitu Pembangunan Keluarga
Sejahtera melalui Gerakan KB, yang mencakup lebih banyak
program dan kegiatan, maka bidang pencatatan dan pelaporan
mengalami penyesuaian sehingga dapat memonitor perkembangan
GRKS, GKKS, dan GEKS. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pada awal tahun ketiga Repelita VI ini telah dilakukan penelaahan
untuk penyesuaian Sub Sistem Pelaporan Gerakan Keluarga
Berencana Nasional dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, yang
mencakup pula sub sistem pendataan keluarga.

Kegiatan penelitian diarahkan untuk mendukung peningkatan


kualitas pelayanan pembangunan keluarga berencana dan keluarga
sejahtera melalui penyediaan informasi dan data yang diperlukan.
Pelaksanaan penelitian di bidang biomedis seperti pengembangan
alat kontrasepsi dilakukan secara terus-menerus agar penggunaan
alat kontrasepsi tersebut aman serta efektif bagi pengguna. Dalam
Repelita VI, telah diteliti dan dipasarkan secara luas obat suntik KB
bulanan (Cyclofem) dan susuk KB satu batang (Implanon). Untuk
mendukung peningkatan kualitas pelayanan KB telah diupayakan
XIX/78
pengembangan indikator kualitas pelayanan kontrasepsi, studi
analisis situasi pelaksanaan pelayanan KB, serta studi dinamika
norplant.

Selain itu, penelitian di bidang kependudukan dan keluarga


berencana diarahkan untuk mengetahui berbagai aspek ekonomi,
sosial budaya, psikologis dan demografis yang berkaitan dengan
keberhasilan dan dampak gerakan KB. Pada saat ini sedang dise -
lenggarakan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia yang
dimulai bulan Oktober 1997. Survey tersebut akan menghasilkan
aspek-aspek mengenai fertilitas, pernakaian kontrasepsi, mortalitas,
serta pengetahuan wanita Indonesia tentang AIDS. Selanjutnya,
penelitian di bidang Keluarga Sejahtera telah dilaksanakan
berkaitan dengan situasi dan kebutuhan penyelenggaraan
Takesra/Kukesra. Penelitian analisis ini akan mengidentifikasikan
kesiapan penyelenggaraan Takesra dan Kukesra.

G. PENUTUP

Dalam Repelita VI, pembangunan di bidang kesehatan,


kesejahteraan sosial, serta kependudukan dan keluarga sejahtera
telah mencapai kemajuan dalam upaya yang berkesinambungan
untuk mewujudkan penduduk, keluarga dan masyarakat Indonesia
yang sejahtera lahir maupun batin.

Selama empat tahun Repelita VI, pembangunan di bidang


kesehatan telah menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka
kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian kasar (AKK),
serta meningkatkan angka harapan hidup waktu lahir (AHH).

XIX/79
Sejalan dengan itu, keadaan gizi masyarakat juga meningkat yang
ditunjukkan dengan menurunnya prevalensi kurang energi protein
(KEP), gangguan akibat kurang yodium (GAKY), dan kurang
vitamin A (KVA).

Di bidang kesejahteraan sosial, kegiatan penyantunan sosial


bagi anak terlantar dan lanjut usia, pembinaan fakir miskin,
rehabilitasi sosial penyandang cacat, anak nakal, dan korban
narkotika, serta pembinaan organisasi sosial telah melampaui
sasaran yang ditetapkan pada tahun keempat Repelita VI.
Pembangunan keluarga sejahtera telah meningkatkan pendapatan
keluarga melalui tabungan keluarga sejahtera (Takesra) dan
penyediaan kredit usaha keluarga sejahtera (Kukesra) sebagai
modal usaha yang diberikan kepada keluarga Pra Sejahtera dan
keluarga Sejahtera 1. Di bidang kependudukan dan keluarga
berencana, jumlah peserta KB menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun. Peningkatan jumlah peserta KB tersebut diikuti dengan
penurunan laju pertumbuhan penduduk sehingga mendekati sasaran
akhir Repelita V1.

Memasuki pembangunan tahap selanjutnya yang akan


makin dititikberatkan pada pembangunan kualitas sumber daya
manusia, pembangunan kesehatan, kesejahteraan sosial, serta
kependudukan dan keluarga sejahtera disamping bidang pendidikan
sangatlah strategis sifatnya. Dalam rangka itu masih dihadapi
banyak tantangan. Antara lain tingginya angka kematian ibu
melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang
merupakan masalah utama yang harus dihadapi.

Selain itu, gejolak ekonomi dan keuangan yang terjadi akhir -


akhir ini telah menurunkan daya beli masyarakat sehingga

XIX/80
menyebabkan menurunnya kemampuan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan karena biayanya makin tinggi.

Dalam tahap pembangunan selanjutnya, berbagai masalah


tersebut memerlukan perhatian dan penanganan yang sungguh -
sungguh agar tidak berpengaruh negatif pada perkembangan derajat
kesehatan masyarakat dan agar tidak memperlemah produktivitas
dan kualitas sumber daya manusia dalam memasuki abad ke-21.

XIX/81
TABEL XIX - 1
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS ¹)
1992/93,1993/94, 1994/95 - 1997/98
Akhir Repelita VI
Repelita
No. Jenis Kegiatan Satua 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ²)
n
1. Pembangunan Puskesmas unit 6.588 6.954 6.984 7.014 7.056 7.106
2 Pembangunan Puskesmas gedun 18.816 19.977 20.477 20.977 21.435 22.085
Pembantu g
3. Pembangunan Rumah Dokter rumah 3.264 3.564 3.794 4.024 4.224 4.524

4. Perbalkan Puskesmas gedun 13.038 14.613 15.781 16.211 17.027 17.607


g
S Perbaikan Puskesmas Pemiamu gedun 15.639 18.539 21.470 23.030 24.512 26.187
g
6. Pengadaan Puskesmas Keliligg unit 5.285 6.024 6.552 6.912 7.272 7.647

1) Angka kumulatif sejak Repelita I


2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/82
GRAFIK XIX - 1
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

(ribu unlt)
1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
Akhir R e p e l i t a VI
Pelita V
Pembangunan Pemb. Puskesmas Pembangunan
Puskesmas Pembantu Rumah Dokter
Perbaikan Perbaikan Puskes-
Puskesmas mas Pembantu

XIX/83
TABEL XIX - 1.A
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS ¹)
1968, 1973/74, 1978/79,1983/84, 1988/89
Akhir Akhir Akhir Akhir
Repelita I Repelita Repelita III Repelita
II IV
No. Jenis Kegiatan Satua 1968 1973/74 1978/79 1983/84 1988/89
n
1. Pembangunan Puskesmas unit 1.227 2.343 4.353 5.353 5.642

2. Pembangunan Puskesmas gedun 6.636 13.636 17.413


Pembantu g
3. Pembangunan Rumah Dokter ruma 338 1.270 1.841
h
4. Perbaikan Puskesmas gedun 5 2.500 4.351
g
5. Perbaikan Puskesmas Pembantu gedun 208 3.000 5.723
g
6. Pengadaan Puskesmas Keliling unit 604 2.479 3.521

XIX/84
TABEL XIX - 2
PELAKSANAAN PENEMPATAN BEBERAPA
JENIS TENAGA KESEHATAN ¹)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

Akhir Repelita VI
Repelita V
No. Jenis Tenaga 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ²)

1. Dokter 2.604 1.700 3.316 2.703 2.994 3.037


2. Dokter Gigi 520 336 896 606 875 1.054
3. Perawat Kesehatan 9.655 4.490 12.241 11.564 17.576 10.739
4. Paramedis Non Perawat 1.904 3.803 1.531 1.415 3.150 2.349
dan
Tenaga akademis bidang

Jumlah 16.050 10.934 20.054 17.151 24.994 17.535


1) Angka tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/85
TABEL XIX - 2.A
PELAKSANAAN PENEMPATAN BEBERAPA ¹)
JENIS TENAGA KESEHATAN
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
Akhir Akhir Akhir Akhir
Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
No. Jenis Tenaga 1968 1973/74 1978/79 1983/84 1988/89

1. Dokter 5.000 6.221 10.456 17.647 24.070

2. Dokter Gigi - - - 749

3. Perawat Kesehatan 7.630 16.059 31.061 44.651 77.935

4. Paramedis Non Perawat dan 2.085 24.248 35.577 47.836 67.762


Pekarya Kesehatan
5. Tenaga akademis bidang 1.182 2.269 3.215 5.184 8.752
kesehatan
Jumlah 15.897 48.797 80.309 115.318 179.268

1) Angka Kumulatif

XIX/87
TABEL XIX-3
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMPAT TIDUR (TT) 1)
1992/93,1993/94, 1994/95 – 1997/98

XIX/87
GRAFIK XIX - 2
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS)
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98

XIX/88
TABEL XIX – 3.A
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMPAT TIDUR (TT)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89

XIX/89
TA B E L X I X - 4
PERKEMBANGAN USANA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN P ENYAK IT MENULAR ¹)
1992/93,1993/94, 1994/95 - 1997/98
(ribuan)

1) Angka tahunan
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997
3) Mulai tahun 1994/95 diintegrasikan dengan kegiatan
Puskesmas
4) Mulaitahun 1996/97 diintegrasikan dengan
kegitan rumah sakit
5) Mulai tahun1990/91diintegrasikan dengan kegiatan Rumah Sakit

XIX/90
TABEL XIX - 4.A
PERKEMBANGAN USAHA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR ¹)
1969/70,1973/74,1978/79,1983/84,1988/89
(ribuan)

1)Angka kumulalif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita
2)Angka tahunen
XIX/91
TABEL XIX –5
PEMBINAAN KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT TERASING MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(Kepala.Keluarga)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997


2) Mulai tahun 1993/94 Pemda tidak mengusulkan pembinaan masyarakat terasing
3) Merupakan kegiatan perintisan kerja sama dengan Pemda setempat
4) Mulai tahun 1995/96 Pemda setempat mengusulkan pembinaan baru masyarakat terasing
XIX/92
TABEL XIX - 5A
PEMBINAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT TERASING
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1968,1973/74, 1975/79,1983/84, 1988/89
(kepala kelaarga)

Akhir Akhir Akhir Akhir


No. Daerah Tingkat I/ 1968 Repelita I Repelita II Repelita Repelita
Propinsi (1973/74) (1978(79 III
(1983/84) IV
(1988/89)
)
I. Jawa Barat 155 145 100
2. D.I. Aceh - 700 75
3. Sumatera Utara 425 45
4. Sumatera Barat 150 225 655 200
5. Riau 400 225 835 465
6. Jambi 700 620 75
7. Sumatera Selaten 95 540 55
8. Bengkulu - - 235 175
9. Kalimantan Barat 400 900 585 465
10. Kalimantan Tengah - 275 685 190
11. Kalimantan Selatan 220 825 685 92
12. Kalimantan Timur 600 225 605 345
13. Sulawesi Utara - - 460 50
14. Sulawesi Tengah 415 990 536
15. Sulawesi Selatan 600 525 870 310
16. Sulawesi Tenggara - 225 475 300
17. Maluku 150 550 920 500
18. Nusa Tenggara Barat - - 515 250
19. Nusa Tenggara Timur 150 795 375
20. Irian Jaya - - 1.255 2.715

Jumlah 7.035 8.628 12.995 7.318


1) Angka kumulatif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita

XIX/93
TABEL XIX – 6
PENYANTUNAN DAN PENGENTASAN
FAKIR MISKIN MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(desa dan kepala keluarga)

1) Angka diperbaiaki
2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/94
TABEL XIX – 6A
PENYANTUNAN DAN PENGENTASAN
FAKIR MISKIN MENURUT DAERAH TINGKAT I
1968,1973/74, 1978/79, 1983/84,1988/89
(desa dan kepala keluarga)

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita

XIX/95
TABEL XIX – 7
PELAKSANAAN PENYANTUNAN KEPADA
PARA LANJUT USIA DAN ANAK TERLANTAR MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(orang)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/96
TABEL XIX –7.A
PELAKSANAAN PENYANTUNAN KEPADA
PARA LANJUT USIA DAN ANAK TERLANTAR MENURUT DAERAH TINGKAT I ¹)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(orang)

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita

XIX/97
TABEL XIX – 8
PELAKSANAAN PENYANTUNAN DAN
PENGENTASAN PARA CACAT MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(orang)

Akhir Repelita Vl
Daerah Tingkat I/ Repelita V
No. Propinsi 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996197 1997/98 ¹)

1. DKI Jakarta 965 1.504 1.565 1.310 1.160 2.110


2. Jawa Barat 1.921 3.100 2.820 3.045 2.900 4.700
3. Jawa Tengah 2.585 4.107 2.895 3.443 3.600 5.875
4. D.I. Yogyakarta 890 1.263 1.240 1.345 1.335 2.495
5. Jawa Timur 2.185 3.810 3.100 3.230 2.695 4.440
6. D.I. Aceh 1.050 1.785 1.870 1.915 1.835 3.125
7. Sumatera Utara 1.705 2.144 2.460 2.435 2.550 4.250
8. Sumatera Barat 1.155 1.920 1.985 1.914 2.060 3.260
9. Riau 505 1.075 1.120 1.250 1.195 2.200
10. Jambi 490 910 957 1.162 1.265 2.290
11. SumateraSelatan 1.545 2.570 1.980 2.200 2.205 4.109
12. Bengkulu 730 1.753 1.460 1.490 1.465 2.385
13. Lampung 975 1.180 1.485 1.330 1.685 2.655
14. Kalimantan Barat 845 995 1.280 1.385 1.770 2.870
15. Kalimantan Tengah 565 1.525 1.035 1.590 2.019 3.080
16. Kalimantan Selatan 835 1.228 1.415 1.125 1.698 3.475
17. Kalimantan Timur 710 1.190 1.645 1.168 995 1.895
18. Sulawesi Utara 760 905 1.090 1.420 1.035 2.115
19. Sulawesi Tengah 610 2.540 1.205 1.942 1.350 2325
20. Sulawesi Selatan 1.450 990 2.735 1.245 2602 4.655
21, Sulawesi Tenggara 710 1.215 1.230 1.085 1.445 2.320
22. Maluku 990 880 1.055 865 1.217 2.325
23. Bali 865 1.607 854 1.548 1.295 2.215
24. Nusa Tenggara Barat 1.121 1.400 1.545 1.848 1.530 2.495
25. Nusa Tenggara Timur 840 1.005 1.860 1.065 1.533 3.335
26. Irian Jaya 565 1.015 1.460 1.500 1.220 2320
27. Timor Timur 475 1.085 1.200 1.170 920 1.707

Jumlah 28.042 44.701 43.946 45.025 46.579 81.026


1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/98
TABEL XIX – 8A
PELAKSANAAN PENYANTUNAN DAN
PENGENTASAN PARA CACAT MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)

1968,1973/74,1978/79, 1983/84,1 988/89


(orang)

Akhir Akhir Akhir Akhir


Daerah Tingkat I/ Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
No. Propinsi 1968 1973/74 1978/79 1983/84 1988/89

1. DKI Jakarta 1.210 3.100 3.310 11.005 12.130


2. Jawa Barat 735 1.990 2.150 8.265 9.879
3. Jawa Tengah 1.300 3.400 3.650 15.220 14.708
4. D.I. Yogyakarta 525 1.540 1.650 2.720 2.409
5. Jawa Timur 830 2.100 2.550 7.920 7.319
6. D.I. Aceh 210 450 600 3.310 1.980
7. Sumatera Utara 620 1.800 2.000 6.930 5.534
8. Sumatera Barat 120 350 340 5.965 3.702
9. Riau 120 325 400 2200 1.654
10. Jambi 120 225 300 2.105 1.422
11. Sumatera Selatan 520 1.400 1.500 9.530 5.886
12. Bengkulu 210 580 600 1.855 1.374
13. Lampung 220 650 850 2.615 2.069
14. Kalimantan Barat 120 350 400 1.720 1.293
15. Katimantan Tengah 80 180 200 1.730 1.434
16. Kalimantan Selatan 520 1.400 1.450 4.645 3.774
17. Kalimantan Timur 80 200 200 2.110 1.050
18. Sulawesi Utara 420 1.200 1.250 3.545 3.769
19. Sulawesi Tengah 220 700 800 6.095 4.305
20. Sulawesi Selatan 420 1.100 1.250 12.590 6.913
21. Sulawesi Tenggara 120 300 400 1.525 1.309
22. Maluku 120 300 450 3.490 3.154
23. Bali 430 1.100 1.200 3.930 3.169
24. Nusa Tenggara Barat 420 1.300 1.400 3.865 3.700
25. Nusa Tenggara Timur 310 960 1.000 3.525 3.140
26. Irian Jaya - - 1.100 1.846
27. Timor Timur 315
Jumlah 10.000 27.000 29.900 129.510 109.237
1) Angka kumulatif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita

XIX/99
TABEL XIX – 9
PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (PSM)
MENURUT DAERAH TINGKAT I
1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98
(orang)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/100
TABEL XIX – 9.A
PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (PSM)
MENURUT DAERAH TINGKAT I ¹)
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(orang)

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk kolom yang bertuliskan Akhir Repelita

XIX/101
TABEL XIX – 10.A
BANTUAN PAKET SARANA
USAHA KARANG TARUNA MENURUT DAERAH TINGKAT I
1989/90, 1990/91, 1991/92, 1992/93, 1993/94
(Karang Taruna)

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/102
TABEL XIX - 10.A
BANTUAN PAKET SARANA
USAHA KARANG TARUNA MENURUT DAERAH TINGKAT I ¹)
1989/90,1990/91,1991192,1992/93, 1993/94
(Karang Taruna)
Repelita V
No. Daerah Tingkat I/
Propinsi 1989190 1990/91 1991/92 1992/93 1993/94

1. DKI Jakarta 42 50 47 55 26
2. Jawa Barat 199 230 245 270 331
3. Jawa Tengah 200 240 240 251 331
4. D.I. Yogyakarta 54 56 50 40 36
5. Jawa Timur 200 240 265 270 341
6. D.I. Aceh 140 165 215 166 171
7. Sumatera Utara 145 180 226 150 202
8. Sumatera Barat 118 118 125 115 151
9. Riau 55 50 90 100 71
10. Jambi 50 51 75 71 56
11. Sumatera Selatan 80 86 130 160 125
12. Bengkulu 49 50 75 115 100
13. Lampung 50 56 100 75 81
14. Kalimantan Barat 50 57 85 65 56
15. Kalimantan Tengah 50 44 70 116 121
16. Kalimantan Selatan 75 75 106 79 56
17. Kalimantan Timur 50 52 70 70 56
18. Sulawesi Utara 49 52 70 70 66
19. Sulawesi Tengah 49 45 70 110 106
20. Sulawesi Selatan 60 61 130 60 53
21. Sulawesi Tenggara 50 48 70 75 91
22. Maluku 50 58 75 40 43
23. Bali 50 57 76 60 52
24. Nusa Tenggara Barat 50 52 75 75 99
25. Nusa Tenggara Timur 60 56 75 50 46
26. lrian Jaya 50 50 75 80 67
27. Timor Timur 50 46 70 65 51

Jumlah 2.125 2.325 3.000 2.853 2.985


1) Kegiatan baru dimulai tahun 1989/90
XIX/103
TA B E L X I X - 11
P E N C A PA I A N H A S I L S A S A R A N P E S E R TA K B B A R U
1992/93,1993/94,1994/95 - 1997/98
(ribu orang)
Akhir RepelitaVl
Repelita
No. Wilayah 1992/93 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ¹)

1. Jawa - Bali
Sasaran Repelita 2.761,1 2.755,9 2.693,4 2.698,0 2.839,7 2.912,7
Pencapaian 2.463,5 2.320,9 2.531,3 3.367,9 3.540,7 2.673,6
Persemese 89,2% 94,2% 94,0% 124,8% 124,7% 91,8%

2. Luar lawa - Bali I


Sasaran Repelita 1.260,1 1.283,8 1.173,8 1.199,0 1.344,6 1.362,1
Pencapaian 1.433,7 1.420,4 1.509,8 1.586,4 1.624,0 1.242,8
Persentase 113,8% 110,6% 128,6% 132,3 % 120,8% 91,2%

3. Luar lawa – Bali II


Sasaran Repelita 420,9 437,6 528,8 600,0 554,0 555,5
Pcncapaian 468,9 474,6 527,4 589,9 619,0 427,6
Persentase 111,4% 108,5% 99,7% 98,3% 111,7% 77,0%

4. Indonesia
Sasaran Repelita 4.442,1 4.477,3 4.396,0 4.497,0 4.738,3 4.830,3
Pencapaian 4366,1 4.215,9 4.568.5 5.544,2 5.783,7 4.344,0
Persentase 98,3% 942% 103,9% 123,3% 122,1% 89,9%

1) Angka sementara sampai dengan bulan Novemher 1997

XIX/104
TABEL XIX – 11.A
PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB BARU
1969/70, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(ribu orang)

XIX/105
TABEL XIX - 12
JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU
MENURUT METODE KONTRASEPSI
1992/93, 1993/94, 1994/95 - 1997/98
(ribu orang)
Akhir Repelita V I
Metode Repelita V
No. Kontmsepsi 1992193 1993/94 1994/95 1995196 1 99 6q / 1997/98 ¹)

1. Pil 1.382.3 1.249,0 1,334,1 1.408,8 1.532,8 1.162.7


31,7% 29,6 % 29,2% 25,4% 26,5% 26,8%

2. IUD 675,5 660,1 642,5 779,7 801,3 543,2


15,5% 15,7% 14,1% 14,1% 13,9% 12,5%

3. Kondom 83,7 70,2 71,1 69,8 71,5 44,5


1,9% 1,7% 1,6% 1,2% 12% 1,0%

4. Suntikan 1.804,3 1.776,6 1.919,9 2.603,7 2.683,6 2.144,0


41,3% 42,1% 42,0% 47,0% 46,4% 49,4%

5 Lain - lain 126,0 118,2 115,8 110,4 103,2 81,6


2,9% 2,8% 2,5% 2,0% 1,8% 1,9%

6 Implant 294,3 341,8 485,1 571,8 591,3 368,0


6,7% 8,1% 10,6% 10,3% 10,2% 8,5%

Jumlah 4.366,1 4,215,9 4.568,5 5.544,2 5.783,7 4.344,0

100,O% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

1) Angka sementara sampai dengan bulan November 1997

XIX/106
xIw107

TABEL XIX - 12.A


JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA BARU
MENURUT METODE KONTRASEPSI
1969/70,1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(ribu orang)

Akhir Akhir Akhir Akhir


Repelita I Repelita Repelita Repelita
II III IV
No. Metode Kontrasepsi 1969170 1973/74 1978/79 1983/84 1988/89

1 Pi1 14,6 875,1 1.524,5 2.316,2


27,5% 63,1% 68,8% 44,2% 1.962,4
36,5%
2 IUD 29,0 293,2 405,7
54,6% 21,1% 18,3% 1.424,5
27,2% 1.152,9
21,4%
_ ¹)
3 Kondom - ¹) 176,9 169,5 160,4
8,0% 3,2% 3,0%
4 Suntikan
- 67,5
3,0% 1.226,0
23,4% 1.791,0
33,3%
5 Lain - lain 9,5 218,2
41,2 110,0 121,1
17,9% 15,7% 1,9% 2,1% 2,3%
6 Implant
187,5
3,5%

Jumlah 1.386,5 2.215,8 5.246,2


53,1 %
100,0 100,0 % 100,0 % 100,0 % 5.375,3
100,0 %

1) Digabungkan dengan
XIX/107
TA B E L X I X - 13
P E N C A PA I A N H A S I L S A S A R A N P E S E RTA K B AKTIF
1992/93,1993/ 94 ,1 99 4 /9 5 - 1997/98

Akhi r Repelita VI
Repelita V
No. Wilayah 1992/93 V
1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 ¹)

1. Jawa - Bali
Sasaran Repelita 13.882,3 14.179,2 14.578,3 14.889,2 16.629.1 16.998,1
Pencapaian 13.834,9 14.371,0 15.066,9 15.674,4 16.330,9 17.284,1
Persentase 99,7% 101,4% 103,4% 105,3% 98,2% 101,7%
2. Luar Jawa – Bali I
Sasaran Repelita 5.356,0 5.560,2 5.660,0 5.417,0 6.457,4 6.626,4
Pcncapaian 5.381,4 5.075,7 5.467,4 6.040,1 6.465,1 6.707,8
Persentase 100,5% 91,3% 96,6% 111,5% 100,1% 101,2%
3. Luar Jawa - Bali II
Sasaran Repelita 1.629,1 1.720,6 2.261,7 2.370,6 2551,4 2.623,8
Pencapaian 2.162,4 2.039,4 2.298,4 2.488,8 2.710,8 2.765,3
Persentase 132,7% 118,5% 101,6% 105,0% 106,2% 105,4%
4. Indonesia
Sasaran Repelita 20.867,4 21.460,0 22.500,0 22.676,8 25.637,9 26.248,3
Pencapaian 21.378,7 21.486,1 22.832,7 21.203,3 25506,8 26.757,2
Persentase 102,5% 100,1% 101,5% 106,7% 99,5% 101,9%

1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/108
TABEL XIX – 13.A
PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB AKTIF
1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84, 1988/89
(ribu orang)

1) Sasaran belum dalam bentuk peserta KB aktif

XIX/109
TA B E L X I X - 1 4
J U M L A H P E S E RTA K E LUA R G A B E R E N C A N A A K T IF
M E N U R U T M E T O D E KO N T R A S E P S I
1992/93,1993/94, 1994/95 - 1997/98
(ribu orang)
Akhir Repelita VI
Metode Repelita
No. Kontrasepsi 1992/93 V 1994/95 1995/96 1996/9 1997/98 ¹)
1993/94 7
1. Pil 6.929,4 7.160,1 7.173,6
34,1% 32,3% 31,4 29,6% 7.255,3
28,4% 7.493,3
28,0
% %
5.135,7 5.069,9 5.330,9
2. I U D
5.296,8 5.433,8 5.543,3
2A,8% 23,9% 22,2 22,0% 21,3% 20,7
% %
435,2 383,7 364, 354,7 343,5 331,
3. Kondom
0 3
2,0% 1,8% 1,6% 1,5% 1,3% 1,2
%
6.283,7 7.056,5 7.860,0
4. Suntikan
5.745,7 8.634,5 9.330,7
26,9% 29,2% 30,9 32,5% 33,9% 34,9
% %
1.211,0 1.354,6 1.365,9 1.417.2
5. Lain - lain
1.197,6 1.465,4
5,6% 5,6% 5,9% 5,6% 5,6% 5,5
%
1.542,6 1.827 2.118,2 2.422.5
6. Implant
1.420,2 ,6 2.593,2
6,6% 7,2% 8,0 8,8% 9,5% 9,7%
%
Jumlah 21.486,1 22.832,7 24.203,3 25506,
21.378,7 8 26.757,2
100,0% 100,0 100,0 100,0% 100,0% 100,0%
% %
1) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIX/110
TABEL XIX - 14.A
JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA AKTIF
MENURUT METODE KONTRASEPSI
1968,1973/74,1978/79,1983/84,1988/89
(ribu orang)
Akhir Akhir Akhir Akhir
Repelita I Repelita II Repelita III Repelita IV
No. Metode Kontrasepsi 1968 1973/74 1978/79 1983/84 1988/89
1 Pil 865,9 3.569,6 7.983,2 9.463,5
51,5% 64,4% 55,4% 50,4%

2 IUD 766,2 1.494,2 3.898,8 4.199,1


45,6% 27,0% 27,0% 22,4%

3 Kondom 48,5 306,8 708,8 718,6


2,9% 5,5% 4,9% 3,8%

4 Suntikan 58,3 1.387,6 3.225,3


1,1% 9,6% 17,2%

5 Lain-lain 112,6 444,1 728,7

- 2,0% 3,1% 3,9%


6 Implant 4 33,4
2,3%

Jumlah 1.680,6 5.541,5 14.422,5 18.768,6

100,0% 100,0% 100,0 % 100,0%


XIX/111

XIX/) I 1

Anda mungkin juga menyukai