Anda di halaman 1dari 7

PENCEMARAN TANAH AKIBAT PENGGUNAAN PESTISIDA PADA KEGIATAN

PERTANIAN PENDAHULUAN Menurut UU No. 32 Thn 2009, menjelaskan bahwa


“Pencemaran” adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.. Pencemaran dapat timbul sebagai akibat
kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Ilmu
lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yang
dapat dicegah dan dikendalikan. Karena kegiatan manusia, pencermaran lingkungan pasti
terjadi. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah
mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran dan
kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari ling kngan. Pestisida
dan Pencemaran Tanah Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia
masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena:
kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan
kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan
sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat
(illegal dumping). Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber
daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur
karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat
gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan muda kembali yang kaya
akan unsur hara. Tanah merupakan tempat kehidupan mikroorganisme yang secara makro
menguntungkan bagi mahkluk hidup lainnya, termasuk manusia. Mikroorganisme ada yg
menguntungkan namun ada jg yg merugikan. Mikroorganisme yg merugikan bisa menjadi
penyakit Bagi tanaman, terutama di daerah pertanian, bisa menurunkan hasil pertanian.
Sebenarnya tidak semua jenis Mikroorganisme, insekta, cacing (nematoda) merupakan
penyakit dan hama bagi tanaman, akan tetapi racun serangga telah membunuhnya. Sebagai
contoh, di dalam segumpal tanah pertanian yang subur yang beratnya 0,5 g, terdapat kira-kira
1 trilyun bakteri, 200 juta jamur, 25 juta alga, 15 juta protozoa dan juga cacing, insekta dan
makhluk kecil lainnya. Makhluk-makhluk kecil ini sangat diperlukan untuk kesuburan tanah
selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu
banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian. Tanah di sekitar tanaman akan terkena
pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk kecil sebagai penjaga unsur hara.. itu
banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak Mikroorganisme yang
menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, aktinomisetes, alga, dan
protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan. Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia
banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka
panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Dengan semakin meningkatnya ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, semakin tinggi pula daya saing untuk mencapai
tingkat kemudahan dalam setiap aktifitas hidupnya sehari-hari. Satu hal vital yang tidak luput
dari proses pengaplikasian pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kegiatan
pertanian tanah air yang notabene merupakan sumber pencaharian terbesar sebagian
masyarakat negara agraris ini. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang
seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan
penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian tersebut berlangsung. Untuk memenuhi
perkembangan ekonomi yang saat ini semakin meningkat, maka sangat dibutuhkannya Ilmu
pengetahuan mengenai pupuk dan pestisida. Karena menyangkut hal-hal tentang pertanian dan
perkebunan yang merupakan aspek utama dalam perekonomian Negara Indonesia yang
beriklim tropis. Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu sisi
sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan
berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan.
Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundangan yang
berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan membasmi organisme pengganggu tanaman
secara selektif dan seminimal mungkin merugikan organisme dan target. Belum banyak
disadari hingga saat ini bahwa pemanfaatan bahan-bahan agrokimia yang berlebihan untuk
menggenjot produksi menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya lapisan tanah yang
mengandung nutrisi. Di samping itu, kualitas produksi yang dihasilkan pun akan menurun. Di
Indonesia polusi tanah ini merupakan masalah yang harus dihadapi. Pemakaian pupuk dan
pestisida dalam jumlah yang besar menimbulkan pencemaran bagi tanah dan air tanah dengan
kadar racun yang beraneka ragam. Degradasi tanah pertanian sudah makin parah dan dengan
sudah mengendapnya pestisida maupun bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup
lama. Padahal, untuk mengembalikan nutrisinya tanah memerlukan waktu ratusan tahun,
sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja. Hal ini terlihat dari menurunnya
produktivitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi. Ada beberapa
pengaruh negatif lainnya pemakaian pestisida sintetis secara tidak sesuai. Pertama, pencemaran
air dan tanah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya
dalam bentuk makanan dan minuman yang tercemar. Kedua, matinya musuh alami dari hama
maupun patogen dan akan menimbulkan resurgensi, yaitu serangan hama yang jauh lebih berat
dari sebelumnya. Ketiga, kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder. Contohnya:
penyemprotan insektisida sintetis secara rutin untuk mengendalikan ulat grayak (hama primer)
dapat membunuh serangga lain seperti walang sembah yang merupakan predator kutu daun
(hama sekunder). Akibatnya setelah ulat grayak dapat dikendalikan, kemungkinan besar
tanaman akan diserang oleh kutu daun. Keempat, kematian serangga berguna dan
menguntungkan seperti lebah yang sangat serbaguna untuk penyerbukan. Kelima, timbulnya
kekebalan/resistensi hama maupun patogen terhadap pestisida sintetis. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, setiap rencana penggunaan pestisida sintetis hendaknya
dipertimbangkan secara seksama tentang cara penggunaan yang paling aman, di satu sisi efektif
terhadap sasaran, di sisi yang lain aman bagi pemakai maupun lingkungan. Sebenarnya tidak
semua jenis insekta, cacing (nematode) dan lain-lain merupakan hama dan penyakit bagi
tanaman, akan tetapi racun serangga telah membunuhnya. Tetapi makhluk-makhluk kecil ini
sangat diperlukan untuk kesuburan tanah selanjutnya. Apabila penyemprotan dilakukan secara
berlebihan atau takaran yang dipakai terlalu banyak, maka yang akan terjadi adalah kerugian.
Tanah disekitar tanaman akan terkena pencemaran pestisida. Akibatnya makhluk-makhluk
kecil itu banyak yang ikut terbasmi, sehingga kesuburan tanah menjadi rusak karenanya. Bukan
tidak mungkin tragedi kegersangan dan kekeringan terjadi. Dan akibat yang paling parah,
kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pestisida dari tahun ke tahun
menurun.Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan
diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap
maju. Di Indonesia, penggunaan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah
proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan
teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Gebrakan revolusi hijau di Indonesia
memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi,
pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya,
Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai
kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan
pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah
dikontrol pemerintah.Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun
berakibat: 1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah 2. Kesuburan tanah merosot/tandus
3. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida 4. Hasil pertanian mengandung residu
pestisida 5. Keseimbangan ekosistem rusak; dan 6. Terjadi peledakan serangan dan jumlah
hama. Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan petunjuk
penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup risiko yang harus
ditanggung manusia dan alam. Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang
bencana. Oleh karena itu masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para
pejabat, tidak hanya sipemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab bersama atas
lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi tangung jawab pabrik panghasil,
dan tanggung jawab pemrintah yang memberi izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab
semua pihak, semua bangsa dan semua negara. Jikalau di suatu negara suatu jenis pestisida
sudah diteliti, dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk dipergunakan, semestinya semua
Negara dunia juga harus mengerti akan hal itu dan ikut melaksanakannya. Bersikap mendua
dalam mengambil langkah kiranya kurang membantu. pemakaian pestisida dilarang tetapi tetap
diproduksi dan bahkan diekspor kenegara tetangga. Setiap usaha pembrantasan harus
melibatkan semua pihak dan bersifat menyeluruh, kalau diharapkan berhasil. Mudah-mudahan
di masa mendatang kasus-kasus akibat pemakaian atau produksi pestisida mulai mengecil atau
bahkan hilang sama sekali. Meskipun sulit, kita semua berjuang agar risiko bagi lingkungan
itu makin diperkecil. Dampak terhadap Kesehatan Di Indonesia banyak terjadi kasus keracunan
antara lain di Kulon Progo Jawa Tengah (2008) 210 kasus keracunan dengan pemeriksaan fisik
dan klinis, 50 orang diantaranya diperiksa laboratorium dengan hasil 15 orang (30%)
keracunan. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik
untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang
keracunan). Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi
pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk
ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO),
paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 –
10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit
kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan
Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan
kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida
sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari
50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam
sejarah produksi pestisida sintesis. Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa
mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak
berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia
sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah
kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila
jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan
manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin
berbahaya bagi konsumen. Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan
semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-
sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis
tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa
sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun,
masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan
tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang
disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut
cacat tubuh sekaligus cacat mental. Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di
air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida
kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan
buah-buahan. B. Penanganan yang Harus Dilakukan Pencemaran tanah juga dapat memberikan
dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya
bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat
menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang
hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies
primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau
tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan
terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing
yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas.
Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung
menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan
kemungkinan hilangnya spesies tersebut. Dampak pada pertanian terutama perubahan
metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal
ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak
mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh
yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan
pencemar tanah utama. Pada pencemaran lingkungan oleh pestisida, beberapa tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan antara lain: •ketahuilah atau pahamilah dengan yakin tentang
kegunaan dari suatu jenis pestisida. Jangan sampai terjadi salah berantas.Misalnya herbisida
jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu
mati, sedangkan tanah atau tanaman telah terlanjur tercemar. •ikuti petunjuk-petunjuk
mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrikatau petugas penyuluh, •jangan terlalu
tergesa-gesa menggunakan pestisida, Tanyakan pada penyuluh apakah sudah saatnya
digunakan pestisida, karena belum tentu suatu jenis hama harus diberantas dengan pestisida.
•Jangan telat memberantas hama. Jika penyuluh sudah menganjurkan untuk menggunakan
pestisida, cepatlah dilakukan. Dengan semakin meluasnya hamaakan membutuhkan
penggunaan pestisida dalam jumlah besar, ini berarti hanya akan memperbesar peluang
terjadinya pencemaran, •jangan salah pakai pestisida. Selain satu jenis pestisida biasanya hanya
digunakanuntuk suatu jenis hama tertentu, terkadang usia tanaman yang berbedamenghendaki
jenis pestisida yang berbeda pula, •pahamilah dengan baik cara pemakaian pestisida. Jangan
sampai tercecer di sekitar tanaman, •jika pestisida yang akan digunakan harus dibuat larutan
terlebih dahulu, gunakan tempat yang khusus untuk itu. Pada waktu mengaduk, larutan jangan
sampai tercecer ke tempat lain. perhatikan dengan tepat jumlah larutan yang dibuat agar tidak
terdapat sisa setelah pemakaian. Olehnya itu ada beberapa langkah penanganan untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah. Diantaranya: • Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua
jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-
site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi penggalian
tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman,
tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di
bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut.
Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi
pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit. • Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi
zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
KESIMPULAN Pestisida merupakan produk sebuah revolusi yang tidak hanya menarik tetapi
juga mengerikan. Berhadapan dengan pestisida dipakai, lingkungan alam tercemar. Apabila
tidak dipakai hama dan penyakit menjadi momok bagi manusia. Inilah yang disebut tragedi.
Dan manusia yang berhadapan dengan tragedi bisa mengambil sikap dan langkah yang pasti
sesuai dengan tuntutan situasi. Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai
dengan petunjuk penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil lingkup
risiko yang harus ditanggung manusia dan alam khususnya Tanah. Pemakaian pestisida secara
membabi buta bisa mengundang bencana. Oleh karena itu masalah pestisida menuntut
perhatian semua pihak, tidak hanya para pejabat, tidak hanya si pemakai jasa. Kita semua
memikul tanggung jawab bersama atas lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya
menjadi tanggung jawab pabrik penghasil, dan tanggung jawab pemerintah yang memberi izin
produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga Kualitas kesuburan tanah tidak
mengalami degradasi. DAFTAR REFERENSI Makalah Pencemaran Tanah « Son_Earth’s
Zone The Last Geolog in the World.htm. Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk
Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal. Wikipedia. 2007.
Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/pencemaran_tanah. diakses 26
Desember 2007. Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. Kusno S,
1992, Pencegahan Pencemaran Pupuk dan pestisida. Jakarta : Penerbit Swadaya. Make Money
Online : http://ow.ly/KNICZ Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ

Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai