Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ANGINA LUDWIG

DISUSUN OLEH :
Rahma Luthfa Annisa G99172137

PEMBIMBING :
Dr. drg. Risya Cilmiaty AR, M.Si, Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS
RSUD DR. MOEWARDI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu


Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD
Dr. Moewardi.
Makalah dengan judul:

ANGINA LUDWIG

Hari, tanggal: , Agustus 2019

Yang disusun oleh :


Rahma Luthfa Annisa G99172137

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

Dr. drg. Risya Cilmiaty AR, M.Si, Sp.KG

1
BAB I
PENDAHULUAN

Angina Ludwig atau dikenal dengan Angina Ludovici merupakan suatu


peradangan akut berupa selulitis difusa yang terjadi pada ruang submandibular,
sublingual, dan submentalis. Penyakit ini cenderung menyebar dengan cepat ke
jaringan sekitar, termasuk saluran pernapasan, sehingga dapat menyebabkan suatu
kegawatan dan berpotensi menyebabkan kematian. Komplikasi tersering dari
Angina Ludwig adalah obstruksi saluran napas, rupture arteri karotis, pecahnya
abses, thrombophlebitis pada vena jugularis interna, mediastinitis, empyema, dan
lain-lain.1

Angina Ludwig pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederick von


Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan
dasar mulut yang menyebar dengan cepat. Kondisi ini akan memburuk secara
progresi bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10-12 hari.2

Angina Ludwig sering kali terjadi pada pasien dengan imunokompromis,


namun juga dapat berkembang pada orang sehat yang memiliki faktor predisposisi
tertentu. Faktor predisposisinya berupa karies dentis, sickle cell anemia, trauma,
dan tindikan pada frenulum lidah.3

Angina Ludwig paling banyak diderita oleh pasien berumur 20-60 tahun,
dengan dominansi pada laki-lakiyaitu 3:1 hingga 4:1. Tingkat mortalitas Angina
Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik dapat mencapai angka 50% dari seluruh
kasus yang dilaporkan, seiring dengan perkembangan antibiotik, perawatan yang
lebih baik, serta tindakan yang lebih cepat dan tepat, saat ini angka kematiannya
hanya 8%.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan
fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi
untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau
abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.6
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid)
dan m.mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini
menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di
inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang
sublingual, ruang submental, dan ruang submaksillar. Infeksi dari gigi molar
dan premolar pertama sering berhubungan dengan ruang submandibular
karena apeks akar dari gigi molar dan premolar berada di superior otot
mylohiod.5,7
Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian
superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh
m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas
lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada
fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m.
digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas
dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang
pharyngeal.5,7

3
Gambar 1. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus,
dan m.styloglossus.8

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus


Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan
lemak. Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang
terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan
lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini
adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan
m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan
jaringan.5,7

Struktur lain yang terletak diruang sublingual adalah saluran wharton,


kelenjar ludah sublingual dan saraf hypoglossal, hal ini menjadi salah satu
alasan mengapa angina ludwig menyebabkan elevasi dasar mulut dan
pembengkakan pada daerah submandibular dan submental.5,7

4
Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular 8

B. Definisi
Angina Ludwig atau yang biasa disebut dengan Angina Ludovici
merupakan suatu selulitis difusa akut yang parah dan menyebar dengan
cepat ke jaringan sekitar, sehingga mengakibatkan suatu kegawatan dan
berpotensi menyebabkan kematian. Angina Ludwig melibatkan ruang
submandibula, sublingual, dan submentalis secara bilateral. Umumnya
infeksi Angina Ludwig berasal dari infeksi gigi yang tidak ditangani dengan
baik, paling sering disebabkan oleh bakteri Streptococcus viridans dan
Staphylococcus aureus, juga kelompok bakteri anaerob lainnya.1, 2
Angina Ludwig pertama kali dikenalkan oleh Wilhelm Fredrick von
Ludwig pada tahun 1836 sebagai selulitis gangrene yang progresif yang
berasal dari area submandibular.2

C. Epidemiologi
Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat.
Kondisiyang menjadi faktor risiko yaitu diabetes mellitus, neutropenia,
alkoholisme, anemiaaplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus
eritematosus sistemik. Umunya, pasien berusia antara 20-60 tahun, tetapi
ada yang melaporkan kasus initerjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84
tahun.5
Angina Ludwig paling banyak diderita oleh pasien berumur 20-60
tahun, dengan dominansi pada laki-lakiyaitu 3:1 hingga 4:1. Tingkat

5
mortalitas Angina Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik dapat mencapai
angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, seiring dengan
perkembangan antibiotik, perawatan yang lebih baik, serta tindakan yang
lebih cepat dan tepat, saat ini angka kematiannya hanya 8%.4

D. Etiologi
Penyebab paling umum adalah penyakit gigi di geraham bawah,
terutama yang kedua dan ketiga yang menyumbang lebih dari 90% kasus.
Setiap infeksi atau cedera yang baru terjadi di daerah tersebut dapat
menyebabkan pasien menderita angina Ludwig. Beberapa etiologi yang
umum meliputi cedera atau laserasi pada dasar mulut, fraktur mandibula,
cedera lidah, penindikan mulut, osteomielitis, intubasi traumatis, abses
peritonsillar, sialadenitis submandibular, dan kista tiroglosus yang
terinfeksi. Faktor predisposisi meliputi diabetes, keganasan oral, karies gigi,
alkoholisme, malnutrisi, dan status immunokompromis.
Penyebab lain dari angina Ludwig adalah odontogenik. Lebih
khususnya infeksi molar kedua dan ketiga bagian bawah karena akarnya
membentang di bawah otot mylohyoid. Abses periapikal dari gigi ini
menghasilkan penetrasi kortikal lingual dengan infeksi submandibular
berikutnya. Angina Ludwig, ketika ditinjau secara kritis menggunakan
diagnostik modern dan teknik pencitraan, kultur anaerob, dan protokol
manajemen pasien kontemporer, tidak berbeda dari infeksi ruang lainnya.
Faktanya, ini adalah penyebaran infeksi yang luas ke seluruh dasar mulut
dan leher yang disebabkan oleh organisme yang sama yang bertanggung
jawab untuk infeksi kepala dan leher yang tidak terlalu parah.9

E. Patofisiologi
Nekrosis pulpa yang merupakan infeksi gigi akibat dari karies profunda
yang tidak terawat dan deep periodontal pocket. Hal ini menjadi jalan bagi
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Peningkatan jumlah bakteri
akan membuat infeksi menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal.

6
Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan
lunak. Daya tahan jaringan tubuh mempengaruhi penyebaran infeksi.5,11,12
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat
(perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe
(limfogen). Kejadian yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.5,11,12
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal,
abses submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial
dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk
abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter
dan angina Ludwig.12 Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus)
dalam ruang submandibula, menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi
tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang
submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Persebaran
abses pada akar gigi ke ruang submandibula akan menimbulkan
ketidaknyamanan pada gigi berupa nyeri jika terjadi ketegangan antara
tulang.5,11,12
Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal dari
gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada
di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang
submandibular. Infeksi yang menyebar diluar akar gigi yang berasal dari
gigi premolar pada umumnya terletak dalam sublingual pertama, sedangkan
infeksi diluar akar gigi yang berasal dari gigi molar umunya berada dalam
ruang submandibular.12,13
Infeksi dapat cepat menyebar dari ruang submandibula, sublingual dan
submental. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan elevasi lidah dan
indurasi berotot dari dasar mulut. Bagian yang berpotensi terjadi peradangan
selulitis atau Angina Ludwig adalah ruang suprahiod yang berada antara
otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan otot milohiodeus,
peradangan pada ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada

7
jaringan dasar mulut dan mendorong lidah keatas dan belakang dan dengan
demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.10
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan
yang keras dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan
os hyoid. Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang
submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula
menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur
kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah
sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher. Infeksi yang
terjadi di ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke
belakang, yang berakibat mempersempit saluran dan menghambat jalan
nafas. Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di
bagian inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di
bagian superior dan posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.
Terjadi perubahan bentuk dan timbulgambaran “bull neck” ketikaos hyoid
membatasi proses infeksi di bagian inferior sehingga pembengkakan
menyebar ke daerah depan leher.5,11,12

F. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditemukanpadapasien Angina Ludwig konsisten
dengan sepsis yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah,
agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri
pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia, odinofagia,
drooling, trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath.Selainitu, suara serak,
stridor, distress pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan
“sniffing” position.5
Pasien dengan Angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi
sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Pasien dapat
mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis.bau
mulut, air liur berlebihan,disfagia, odynophagia dan sulitnafas. Gejala klinis

8
ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan
nafas.5,12
Tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas yang lamaberupastridor,
kesulitan mengeluarkan secret,kecemasan, sianosis, dan posisi duduk
merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan.5

Gambar 3. Foto pasien Angina Ludwig1

G. Diagnosis
Diagnosis Angina Ludwig didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dari anamnesis, perlu
ditanyakan untuk riwayat infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karna karies
profunda yang tidak terawat an deep periodontal pocket, merupakan jalan
bagi bagkteri sehingga mencapai jarinan periapikal. Pasien juga biasanya
akan memiliki riwayat ekstraksi gigi sebelum atau hygiene oral yang buruk
serta rasa nyeri pada gigi.5
Pemeriksan oral dengan elevasi lidah akan ditemukan indurasi didasar
mukosa mulut dan di bagian anterior dari lidah dan pembengkakan
suprahioid. Biasanya terdapat edema submandibula yang bilateral.
Pembengkakan jaringan anterior leher diatas tulang hyoid biasa disebut
dengan bull’s neck apperarance.

9
Terdapat 4 tanda cardinal Angina Ludwig yang penting untuk diketahui
untuk meningkatkan kewaspadaan dan menentukan diagnosis dan
manajemen. 4 tanda kardinal, yaitu: 10
1. Keterlibatan bilateral atau lebih dari ruangan jaringan leher
2. Gangrene yang disertai dengan pus serosanguinuous, putrid infiltration
tetapi sedikit atau tidak ada pus
3. Keterlibatan jaringan ikat, fascia, dan muskulus tetapi tidak mengenai
struktur dari kelenjar
4. Penyebaran melalui rongga facial lebih jarang daripada melalui sistem
limfatik

Adanya gambaran brawny induration di bagian dasar mulut merupakan


gejala klinis sugestif bagi klinisi untuk melakukan tindakan stabilisasi jalan
napas dengan secepatnya diikuti dengan konfirmasi diagnostik selanjutnya.5

Gambar 4. Pasien dengan Angina Ludwig 14

Pemeriksaan foto polos regio colli anterior dan lateral sering dilakukan
untuk mengetahui adanya pembengkakan soft-tissue, adanya udara dan
adanya penyempitan jalan napas. Pemeriksaan lain sonografi telah
digunakan untuk mengidentifikasi penumpukan cairan didalam soft-tissue.
Foto panoramic dari mandibula menunjukkan focus infeksi pada gigi.5

10
Gambar 5 . Foto Polos yang menunjukkan adanya pembengkakan
supraglotis5

Pemeriksaan CT Scan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi


adanya pembengkakan soft-tissue, penumpukan cairan, dan gangguan jalan
napas. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan luas abses
retrofraingeal dan dapat menentukan kapan alat bantu pernapasan
diperlukan. Pemeriksaan pencitraan MRI merupakan pemeriksaan lain yang
dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien. 5

Gambar 6. CT Scan yang menunjukkan adanya pembengkakan pada


supraglotik dan adanya udara dalam soft-tissue 5

H. Diagnosis banding
Diagnosis banding termasuk abses peritonsil, abses retrofaring, abses
submandibula, epiglotitis, karsinoma oral, angioedema, hematom
submandibula, dan difteri. Bagaimanapun Angina Ludwig’s adalah
diagnosis klinis, ini dapat menjadi susah dibedakan dengan penyakit lain
pada awalnya. Pemeriksaan pencitraan mungkin dapat membantu mengenali

11
Angina Ludwig dan juga menghilangkan penyebab lain sesuai dengan gejala
yang dirasakan pasien.5

I. Tatalaksana
Terdapat beberapa tatalaksana pada pasien dengan Angina Ludwig.
Yang pertama dilakukan adalah tatalaksana jalan napas, lalu terapi
medikamentosa berupa pemberian antibiotik, dan terapi bedah seperti
aspirasi, insisi, dan drainase.

a. Tatalaksana Jalan Napas

Pada kasus Angina Ludwig, penatalaksanaan awal jalan napas sangat


diperlukan karena penyebab tersering kematian pada Angina Ludwig
adalah asfiksia mendadak karena obstruksi jalan napas. Intubasi nasal
fiberoptik fleksibel menjadi metode intubasi yang sering dipilih pada
angina Ludwig namun terkadang diperlukan operator yang
berpengalaman. Laringoskopi video bisa menjadi pilihan walau belum
ada studi lebih lanjut mengenai efikasinyya terhadap pasien.
Laringoskopi direk standar terkadang sulit dilakukan karena
pembengkakan pada jalan napas atas.2 Tatalaksana jalan napas penting
untuk dilakukan sebelum munculnya tanda terlambatnya tatalaksana
berupa stridor atau sianosis.Bila intubasi tidak dilakukan, maka
langkah selanjutnya adalah trakeostomi emergensi. Krikotirotomi sulit
dilakukan karena edema di leher yang bisa merubah letak anatomi.2,16

b. Terapi Medikamentosa

Antibiotik perlu diberikan setelah jalan napas sudah ditatalaksana.


Pemberian awal antibiotik spektrum luas terbukti bermanfaat dalam
menangani Angina Ludwig.17 Pilihan pertama pada pasien
imunokompeten adalah ampicillin sulbactam atau klindamisin.
Antibiotik melindungi pasien dari bakteri gram positif, bakteri gram
negatif, dan bakteri anaerob. Durasi penggunaan antibiotik biasanya 2-3

12
minggu dengan melakukan pengawasan melalui jumlah sel darah putih
dan demam.18,19

c. Terapi Bedah

Ekstraksi gigi direkomendasikan bila sumber infeksi adalah ifeksi


odontogenik.16 Untuk pasien yang tidak respon pada antibiotik awal
atau terdapat cairan dari hasil radiologi, aspirasi jarum atau insisi dan
drainase perlu dilakukan.Insisi dilakukan di garis tengah secara
horizontal setinggi os hyoid untuk menghentikan ketegangan yang
terbentuk di dasar mulut. Terapi operatif perlu dilakukan pada pada
pasien yang tidak ada kemajuan dari terapi medikamentosa.20

J. Komplikasi
Karena terjadi obstruksi jalan napaS pada kasus Angina Ludwig, maka
perlu dilakukan intervensi yang memadai. Monitoring ketat perlu dilakukan
untuk mencegah perluasan selulitis ke daerah sekitarnya.21 Angina Ludwig
juga dapat mengakibatkan mediastinitis atau necrotizing cellulitis pada
leher, serta pneumonia aspirasi. Komplikasi yang paling serius dari angina
Ludwig yaitu asfiksia yangdisebabkan oleh edema pada soft-tissue leher.16,17

K. Prognosis
Karena komplikasi yang mengancam jiwa dari obstruksi Angina
Ludwig, angka mortalitas mencapai 50% tanpa pemberian antibiotik.
Namun dengan terapi antibiotik yang tepat dan modalitas radiologi serta
teknik bedah, angka mortallitas dapat menurun hingga menjadi 8%.17,19

13
BAB III
PENUTUP

Angina Ludwig atau dikenal dengan Angina Ludovici merupakan suat


peradangan akut berupa selulitis difusa yang terjadi pada ruang submandibular,
sublingual, dan submentalis. Angina Ludovici merupakan kondisi kegawatan dan
berpotensi mengancam nyawa penderitanya. Apabila tidak ditangani dengan baik,
angina ludwig berpotensi menimbulkan komplikasi misalnya mediastinitis atau
necrotizing cellulitis pada leher, pneumonia aspirasi, hingga gagal nafas.
Pengobatan yang adekuat misalnya dengan antibiotik terbukti menurunkan angka
mortalitas pada penyakit ini. Oleh karena itu, diagnosis dini serta tatalaksana
yang adekuat diperlukan untuk menghasilkan hasil terapi yang maksimal.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Pak S, Cha D, Meyer C, Dee C, Fershko A. Ludwig’s Angina. Cureus. 2017;


9(8): e1588.
2. Balakrishnan A, Thenmozhi MS. Ludwig’s Angina: Causes symptoms and
treatment. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 2014;
6(10):328-330.
3. Simsek M, Yildiz E, Aras MH Ludwig ’ s Angina : A Case Report. JBR
Journal of Interdisciplinary Medicine and Dental Science. 2014; 2(4):8-11.
4. Candamourty R, Venkatachalam S, Ramesh BMR, Kumar GS. Ludwig′s
angina - An emergency: A case report with literature review. Journal of
Natural Science, Biology and Medicine. 2012; 3(2):206.
5. Leminick M, David MD. Ludwig’s Angina : Diagnosis and Treatment.
Available from www.turner-white.com. Diaksestangga l5 Agustus 2019.
6. Burton M. Neck Swelling, Hall and Colman’s Disease of the Ear,Nose, and
Throat.Churchilllivingstone: Edinburgh; 2000. P 140.
7. Byron J, Bailey MD, Jonas T, Johnson MD. Head and Neck Surgery –
Otolaryngology. 4th Ed. USA: 2006.
8. Hartmann W.R. Ludwig’s angina in children.American Family
physician.Available from : http://www.aafp.org . Diaksestanggal6Agustus
2019.
9. Farish SE.Current Therapy in Oral and Maxillofacial Surgery: Ludwig’s
Angina. 2012 118:1092
10. Higler Boies A. Rongga Mulut dan faring. Dalam : Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: EGC; 1997. Hal 345-346.
11. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar THT-KL.
Edisi 6. Jakarta : FK UI; 2007. Hal 230.
12. Byron J, Bailey MD, Jonas T, Johnson MD. Head and Neck Surgery –
Otolaryngology. 4th Ed. USA: 2006.
13. Maran A.G.D, Gaze.M. Stell and \Maran’s Benign Disease of The Neck in
Head and Neck Surgery. United Kingdom: Butter Heined. p.75
14. Anonim. Cervico-fascial infections & Ludwig’s Angina. Avaiable from :
www.exodontia.info diakses 05 Agustus 2019

15
15. Moreland LW, Corey J, McKenzie R. Ludwig's angina. Report of a case and
review of the literature. Arch. Intern. Med. 1988 Feb;148(2):461-6. [PubMed]
16. Bansal A, Miskoff J, Lis RJ. Otolaryngologic critical care. Crit Care
Clin. 2003 Jan;19(1):55-72. [PubMed]
17. Quinn FB. Ludwig angina. Arch. Otolaryngol. Head Neck Surg. 1999
May;125(5):599. [PubMed]
18. Crespo AN, Chone CT, Fonseca AS, Montenegro MC, Pereira R, Milani JA.
Clinical versus computed tomography evaluation in the diagnosis and
management of deep neck infection. Sao Paulo Med J. 2004 Nov
04;122(6):259-63. [PubMed]
19. Wolfe MM, Davis JW, Parks SN. Is surgical airway necessary for airway
management in deep neck infections and Ludwig angina? J Crit Care. 2011
Feb;26(1):11-4. [PubMed]
20. Spitalnic SJ, Sucov A. Ludwig's angina: case report and review. J Emerg
Med. 1995 Jul-Aug;13(4):499-503.[PubMed]
21. Simsek M, Yildiz E, Aras MH Ludwig ’ s Angina : A Case Report. JBR
Journal of Interdisciplinary Medicine and Dental Science. 2014; 2(4):8-11

16

Anda mungkin juga menyukai