OD PTERYGIUM STADIUM II
OS PTERYGIUM STADIUM I
OLEH :
Tri Rahayu Wongso C 111 12 009
PEMBIMBING:
dr. Idayani Panggalo
SUPERVISOR:
dr. Muh. Abrar Ismail, Sp.M, M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Konsulen, Pembimbing,
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.R
Umur : 56 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Bugis/makassar
Alamat : Jl. Manuruki 2 No 85
No. Rekam Medik : 035755
Pekerjaan : Guru sekolah
TanggalPemeriksaan : 05 Mei 2017
Rumah Sakit : RS Universitas Hasanuddin
II. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Selaput putih menonjol pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
• Baru disadari sejak +2 bulan yang lalu. Awalnya tidak bergejala, namun
lama kelamaan menimbulkan rasa mengganjal pada mata kanan.
Penglihatan kabur tidak ada. Gatal dan bengkak ada, terutama apabila
terkena debu dan sinar matahari. Silau tidak ada. Riwayat mata merah ada,
Riwayat mata sering berair ada, kotoran mata yang berlebihan tidak ada.
Riwayat sering terpapar sinar matahari ada. Riwayat pemakaian kaca mata
sebelumnya disangkal. Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat
alergi tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat diabetes mellitus
ada, dialami sejak 18 tahun yang lalu dan telah menggunakan insulin.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
OD OS
IV. PEMERIKSAAN
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 ºC
Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (+), tampak Hiperemis (+), tampak
selaput bentuk segitiga selaput di daerah nasal,
di daerah nasal, dengan dengan apex yang
apeks melewati limbus mencapai limbus
dan tidak mencapai tepi namun tidak
pupil melewatinya
Palpasi
OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula Pre Aurikuler Tidak Ada Pembesaran Tidak Ada
Pembesaran
Tonometri
Tekanan Oculi Dextra : 17 mmHg
Tekanan Oculi Sinistra : 16 mmHg
Visus
VOD :20/100
P
20/20
VOS : 20/60
P
20/20
Campus visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
Color sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Light sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
Penyinaran oblik
OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+), tampak Hiperemis (+), tampak
selaput bentuk segitiga selaput di daerah nasal,
di daerah nasal, dengan dengan apex yang
apeks melewati limbus mencapai limbus namun
namun tidak mencapai tidak melewatinya
pupil
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat, kripte(+) Coklat, kripte(+)
Pupil Bulat, Sentral, RC(+) Bulat, Sentral, RC(+)
Lensa Jernih Jernih
Oftalmoskopi
Tidak dilakukan pemeriksaan
Slit lamp
o SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput berbentuk
segitiga dari arah nasal dengan apex telah melewati limbus namun
tidak mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih
V. RESUME
Pasien datang ke poli mata RS Unhas dengan keluhan selaput putih menonjol
pada mata kanan yang baru disadari sejak +2 bulan yang lalu. Awalnya tidak
bergejala, namun lama kelamaan menimbulkan rasa mengganjal pada mata kanan.
Penglihatan kabur tidak ada. Gatal dan bengkak ada, terutama apabila terkena
debu dan sinar matahari. Silau tidak ada. Riwayat mata merah ada, riwayat mata
sering berair ada, kotoran mata yang berlebihan tidak ada. Riwayat sering terpapar
sinar matahari ada. Riwayat pemakaian kaca mata sebelumnya disangkal. Riwayat
trauma pada mata disangkal. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat hipertensi tidak
ada. Riwayat diabetes mellitus ada, dialami sejak 18 tahun yang lalu dan telah
menggunakan insulin. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan oftalmologi, VOD :20/100 → 20/20 P. VOS: 20/60 → 20/20 P.
TODS : Tn. Pada pemeriksaaan slit lamp ditemukan SLOD: Pada Konjungtiva
hiperemis (+), tampak selaput berbentuk segitiga dari arah nasal dengan apex
melewati limbus dan mencapai tepi pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS: Konjungtiva
hiperemis (+), tampak selaput dari arah nasal dengan apex yang mencapai limbus
namun tidak melewatinya, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kripte
(+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.
VI. DIAGNOSIS
OD Pterygium Stadium II Tipe Vaskuler
OS Pterygium Stadium I Tipe Vaskuler
VII. TERAPI
C lyteers ED 1 gtt / 4 jam / ODS
A. DISKUSI KASUS
Pasien ini didiagnosis dengan OD Pterygium stadium II dan OS
Pterygium stadium I berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis, didapatkan keluhan adanya
selaput putih menonjol yang baru disadari sejak +2 bulan sebelum ke
poliklinik. Pada pemeriksaan inspeksi, pada OD didapatkan adanya selaput
berbentuk segitiga pada konjungtiva dengan tepi apeks melewati limbus,
namun belum mencapai dan menutupi pupil, yang menunjukkan tanda
Pterygium stadium II, sedangkan pada OS didapatkan adanya selaput dengan
tepi apeks yang mencapai limbus namun tidak melewatinya, yang
menunjukkan tanda Pterygium stadium I.
VIII. PROGNOSIS
● Quo ad vitam : Bonam
● Quo ad visam : Bonam
● Quo ad sanationem : Dubia et Bonam
● Quo ad kosmeticum : Dubia
BAB I
PENDAHULUAN
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pterygos” yang artinya sayap
(wing). Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, bersifat degeneratif
dan invasif, dan umumnya bilateral pada sisi nasal ataupun pada sisi temporal
yang meluas ke daerah kornea, biasanya berbentuk segitiga dengan bagian apeks
menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus.
Penyakit ini sering terjadi di masyarakat dan menimbulkan kecacatan, dengan
gangguan pada penglihatan dan mata itu sendiri. Karena pada awalnya pterygium
sering tidak bergejala, telah dilakukan penelitian mengenai sejarah dan
pengobatan, dan kebanyakan ahli mata menganggap ini adalah masalah sepele,
hingga lesi mengganggu axis visual. 1,2
Pterygium pertama kali ditemukan oleh Susruta (India) dokter ahli bedah
mata pertama di dunia 1000 tahun sebelum masehi dan dilaporkan dua kali lebih
banyak terjadi pada pria dibanding wanita. Sedangkan menurut usia, pterygium
muncul pada usia 20 tahun. Prevalensi tertinggi pada pasien di atas 40 tahun, di
mana pasien usia 20-40 tahun dilaporkan merupakan insiden tertinggi terjadinya
pterygium. Diperkirakan pterygium disebabkan oleh karena sering terpajan sinar
matahari dan radiasi ultraviolet serta iritasi dari debu, pasir, area dengan angin
kencang. UV-B yang bersifat mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai
tumor suppressor gene pada stem sel di basal limbus. 2,3
Pterygium dapat bervariasi bentuknya dari yang kecil, lesi atrofi sampai
lesi fibrovaskular besar yang tumbuh agresif dan cepat yang dapat merusak
topografi kornea, dan yang selanjutnya, mengaburkan bagian tengah optik kornea.
Gejala yang dialami pasien seperti merasakan sensasi benda asing, nyeri,
lakrimasi dan penglihatan kabur. Jika Pterygium membesar dan meluas sampai ke
daerah pupil, lesi harus diangkat secara bedah bersama sebagian kecil kornea
superfisial di luar daerah perluasannya. Kombinasi autograft konjungtiva dan
eksisi lesi terbukti mengurangi resiko kekambuhan.4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pterygos” yang artinya sayap
(wing). Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler
subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, bersifat degeneratif
dan invasif. Pterygium biasanya berbentuk segitiga dengan bagian apeks
menghadap ke sentral kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi,
maka bagian Pterygium akan tampak berwarna kemerahan. Pterygium dapat
mengenai kedua mata. Pterygium bias bervariasi dari lesi berukuran kecil sampai
lesi berukuran besar dan tumbuh secara cepat dan agresif, yang pada kasus lanjut
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kornea sebagai salah satu media
refraksi. 1,2
B. Epidemiologi
1. Usia
Prevalensi Pterygium meningkat dengan pertambahan usia, banyak ditemui
pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak.
2. Pekerjaan
Pertumbuhan Pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan
sinar UV.
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari Pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang
dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa
memiliki angka kejadian Pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga
menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis
lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita Pterygium 36 kali lebih besar
dibandingkan daerah yang lebih selatan.
4. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan.
5. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab
Pterygium.
1. Konjungtiva palpebralis.
2. Konjungtiva bulbaris
Melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat pada limbuskornea. Di
sana epitel konjungtiva bergabung dangan epitel kornea. Bagian ini dipisahkan
dari sklera anterior oleh jaringan episcleral dan kapsul Tenon. Konjungtiva bulbi
juga melekat pada tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon
Terdapat sebuah dataran tinggi 3 mm dari konjungtiva bulbaris sekitar kornea
disebut konjungtiva limbal.
3. Konjungtiva fornix
1. Epitel.
2. Lapisan adenoid.
Lapisan ini disebut juga lapisan limfoiddan terdiri dari retikulum jaringan
ikat halusdengan jerat di mana terdapat limfosit. Lapisan inipaling pesat
perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak di temukan ketika bayi lahir tapi
akan berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal ini menjelaskan bahwa
peradangankonjungtiva pada bayi tidakmenghasilkan reaksi folikuler.
3. Lapisan fibrosa.
Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan inilebih tebal
darilapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana lapisan ini
sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari konjungtiva.
Lapisan ini bersatu denganmendasari kapsul Tenon di daerah konjungtiva bulbar.
E. Patofisiologi
Insidens Pterygium meningkat pada orang dan populasi yang terus menerus
terpapar radiasi matahari yang berlebihan.Dalam hal ini sinar UV memainkan
bagian yang penting dalam patogenesis penyakit ini. Sinar UV memulai rantai
peristiwa terjadinya Pterygium pada level intraselular dan ekstraselular yang
melibatkan DNA, RNA, dan komposisi matriks ekstraselular.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan Pterygium dibandingkan dengan bagian
temporal.
Tseng dkk juga berspekulasi bahwa Pterygium mungkin dapat terjadi pada
daerah yang kekurangan limbal stem cell.7Limbal stem cell adalah sumber
regenerasi epitel kornea. Defisiensi limbal stem cell menyebabkan
konjungtivalisasi kornea dari segala arah. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi inflamasi kronis, kerusakan
membran pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
Pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa Pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral
limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar UV terjadi kerusakan stem cell di
daerah interpalpebra.
F. Klasifikasi
a. Tipe I
Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi
kornea pada tepinya saja.Lesi meluas <2 mm dari kornea.Stocker’s line atau
deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala Pterygium. Lesi sering
asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan.Pasien yang memakai
lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
b. Tipe II
disebut juga Pterygium tipe primer advanced atau Pterygium rekuren tanpa
keterlibatan zona optic. Pada tubuh Pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang
membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah
operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat.
c. Tipe III
Pterygium primer atau rekuren dangan keterlibatan zona optic. Merupakan
bentuk Pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optic membedakan tipe ini
dengan tipe yang lain. Lesi mengenai kornea >4mm dan mengganggu aksis
visual.Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan
fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
Pterygium lebih sering terjadi pada pria tua yang melakukan pekerjaan di
luar rumah. Pterygium mungkin terjadi unilateral atau bilateral. Penyakit ini
muncul sebagai lipatan segitiga konjungtiva yang mencapai kornea, biasanya di
sisi nasal.tetapi juga dapat terjadi di sisi temporal. Deposisi besi
kadang-kadangterlihat pada epitel kornea anterior disebut “Stocker’s line”.
Pterygium terdiri dari tigabagian :
- Caput
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan Pterygium dating dengan berbagai keluhan, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala kemerahan yang signifikan, pembengkakan, gatal,
iritasi, dan penglihatan kabur berhubungan dengan elevasi lesi dari konjungtiva
dan dekat kornea pada satu atau kedua mata.
Pterygium adalah kondisi asimtomatik pada tahap awal, kecuali pada
intoleransi kosmetik.11 Pterygium hanya akan bergejala ketika bagian kepalanya
menginvasi bagian tengah kornea dan aksis visual. Kekuatan tarikan yang terjadi
pada kornea dapat menyebabkanastigmatismekornea. Pterygium lanjut yang
menyebabkan skar pada jaringan konjungtiva juga dapat secara perlahan-lahan
mengganggu motilitas okular,pasien kemudian akanmengalami penglihatan ganda
atau diplopia.
2. Pemeriksaan fisik
Suatu Pterygium dapat tampak sebagai salah satu dari berbagai perubahan
fibrovaskular pada permukaan konjungtiva dan kornea. Pterygium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat
pula ditemukan Pterygium pada daerah temporal, serta di lokasi lainnya.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada Pterygium adalah
topografi kornea yang dapat sangat berguna dalam menentukan derajat seberapa
besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang di sebabkan oleh Pterygium.
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif pada Pterygium terdiri dari topical lubricating drops
atau air mata buatan (misalnya, refresh tears, gen teal drops), serta sesekali
penggunaan jangka pendek tetes mata kortikosteroid topikal anti-inflamasi
(misalnya, PredForte1%) bila gejala lebih intens. Selain itu, penggunaan kacamata
anti-UVdisarankan untuk mengurangi paparan radiasi ultraviolet lebih lanjut.
2. Terapi pembedahan
Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang dapat
diindikasikan untuk, menurut Ziegler :
- Mengganggu visus
- Mengganggu pergerakan bola mata
- Berkembang progresif
- Mendahului suatu operasi intraokuler
- Kosmetik
3. Terapi Adjuvant
J. Diagnosis Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau temporal limbus. Tampak
seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena kualitas air mata
yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetapi pada kasus
tertentu dapat diberikan steroid topikal.
2. PseudoPterygium
Tidak dapat
Dapat dimasukkan
Sonde dimasukkan - -
dibawahnya
dibawahnya
K. Komplikasi
Pre-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh Pterygium adalah astigmat
karena Pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya
mekanisme penarikan oleh Pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian
horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme
pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat “tear meniscus” antara
puncak kornea dan peninggian Pterygium.
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan
dan menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
Pasca-operatif:
L. Prognosis