PENDAHULUAN
dengan aspek bahasa, agama, ras dan warna kulit sehingga aspek pluralitas menjadi
karakter dari bangsa ini. Dimensi keragaman di atas adalah perwujudan dari integritas
bangsa itu sendiri. Hal ini merupakan konsekuensi dari aspek pluralitas dan multi
dimensi masyarakat Indonesia, untuk itu transformasi kearifan lokal melalui wadah
era global sekarang ini. Kearifan lokal sering dikonsepsikan sebagai kebijakan
setempat (local genious). Kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan
memberikan kepada komunitas itu daya-tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah
dimana komunitas itu berada. Dengan kata lain kearifan lokal adalah jawaban kreatif
pendidikan dapat dikatakan sebagai gerakan kembali pada basis nilai budaya daerahnya
sendiri sebagai bagian upaya membangun identitas bangsa, dan sebagai semacam filter
dalam menyeleksi pengaruh budaya lain. Nilai-nilai kearifan lokal itu meniscayakan
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal pada
dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pembentukan jati diri bangsa secara
nasional. Pendidikan dalam arti luas tidak hanya terjebak pada terminologi pendidikan
formal, yang memiliki acuan perjenjangan yang jelas. Namun lebih dari itu pendidikan
wisdom dalam aktifitas pendidikan itu sendiri. Kerangka sederhana ini memungkinkan
orang dapat berbudaya, dan melalui budaya persaingan di era global menjadi lebih
berarti.
Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang
nantinya akan menjadi obyek kajian dalam perumusan makalah ini, yang mencakup:
1. Memaknai kearifan lokal sebagai intisari dari kekayaan budaya yang ada di
era global?
2. Bisakah Indonesia bersaing di dunia Internasional? Membaca ulang peran masyarakat
1.3 Tujuan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa kearifan lokal yang ada di Indonesia
Berangkat dari kerangka di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
kekuatan itu harus terus digali untuk membentuk kebudayaan yang mampu bersaing.
masyarakat Indonesia.
Proses penulisan makalah ini berangkat dari minat untuk melakukan riset secara
konsep maupun teori. Proses ini dilakukan melalui penelusuran dan menelaah referensi-
referensi yang ada kaitannya dengan tema yang penulis angkat. Sebagai layaknya studi
kualitatif yang sederhana proses bimbingan dan dialog secara intensif juga kami
lakukan dalam perumusan naskah ini kepada dosen pembimbing yang bersangkutan.
Karena proses penulisan ini menggunakan pola riset yang sederhana maka pola
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan membaca serta mempelajari buku atau
karya yang telah dikelompokkan menjadi sumber primer dan sekunder. Sumber primer
Sedangkan sumber sekunder adalah buku penopang yang lain. Begitu juga dengan
Deskriptif dalam artian metode yang digunakan memakai pencarian data yang berkaitan
dengan tema yang diangkat dengan interpretasi yang jelas, tepat, akurat dan sistematis.
Sedangkan analitis dimaksudkan untuk menguraikan data secara kritis, cermat dan
terarah.
penyusunan makalah ini yakni terdiri atas tiga bab yang terdiri dari: Bab Pertama,
merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang, rumusan maslah,
tujuan penulisan dan manfaat penulisan. Bab Kedua, menjelaskan tentang pembahasan
dari tema yang sedang diangkat. Sedangkan Bab Ketiga, merupakan penutup yang
PEMBAHASAN
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local).
Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai
keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus
dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di dalam kehidupan
masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini,
alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat
istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat yang terbangun secara alamiah
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
fauna dan mineral) serta sumberdaya manusia yang terdapat pada warga mareka sendiri.
kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan kita secara luas
adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai sebuah bangsa.
Budaya nusantara yang plural dan dinamis merupakan sumber kearifan lokal yang tidak
akan mati, karena semuanya merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak
dapat dihindari.
a) Landasan Historis
Kearifan lokal dapat bersumber dari kebudayaan masyarakat dalam suatu lokalitas
tertentu. Dalam perspektif historis, kearifan lokal dapat membentuk suatu sejarah lokal.
Sebab kajian sejarah lokal yaitu studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya
Awal pembentukan kearifan lokal dalam suatu masyarakat umumnya tidak diketahui
secara pasti kapan kearifan lokal tersebut muncul. Pada umumnya terbentuk mulai sejak
masyarakat belum mengenal tulisan (praaksara). Tradisi praaksara ini yang kemudian
Secara historis tradisi lisan banyak menjelaskan tentang masa lalu suatu masyarakat
atau asal-usul suatu komunitas. Perkembangan tradisi lisan ini dapat menjadi
tulisan terdapat upaya untuk mengabadikan pengalaman masa lalunya melalui cerita
yang disampaikan secara lisan dan terus menerus diwariskan dari generasi ke genarasi.
Pewarisan ini dilakukan dengan tujuan masyarakat yang menjadi generasi berikutnya
memiliki rasa kepemilikan atau mencintai cerita masa lalunya. Tradisi lisan merupakan
cara mewariskan sejarah pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, dalam bentuk
pesan verbal yang berupa pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi
b) Landasan Psikologis
psikologis kepada siswa selaku pengamat dan pelaksana kegiatan. Dampak psikologis
Secara politik dan ekonomi pembelajaran berbasis kearifan lokal ini memberikan
sumbangan kompetensi untuk mengenal persaingan dunia kerja. Dari segi ekonomi
pembelajaran ini memberikan contoh nyata kehidupan sebenarnya kepada siswa untuk
mengetahui kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena pada akhirnya siswa
dididik dan disiapkan untuk menghadapi persaingan global yang menuntut memiliki
d) Landasan Yuridis
Secara yuridis pembelajaran berbasis kearifan lokal mengarahkan peserta didik untuk
lebih menghargai warisan budaya Indonesia. Sekolah Dasar tidak hanya memiliki peran
membentuk peserta didik menjadi generasi yang berkualitas dari sisi kognitif, tetapi
juga harus membentuk sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang
berlaku. Apa jadinya jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah
kognitifnya, tetapi diabaikan afektifnya. Tentunya akan banyak generasi penerus bangsa
yang pandai secara akademik, tapi lemah pada tataran sikap dan perilaku. Hal demikian
tidak boleh terjadi, karena akan membahayakan peran generasi muda dalam menjaaga
keutuhan bangsa dan Negara Indonesia. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di sekitar
sekolah dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di Sekolah Dasar. Tak terkecuali dalam
nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan siswa akan
memiliki pemahaman tentang kerifan lokalnya sendiri, sehingga menimbulkan
Secara Etimologi, Sulawesi atau Pulau Sulawesi (atau sebutan lama dalambahasa
Inggris: Celebes) adalah sebuah pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak di
Dengan luas wilayah sebesar 174.600 km², Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11di
dunia. Di Indonesia hanya luas pulau Sumatera, Kalimantan, dan pulau Papuasajalah
yang lebih luas wilayahnya daripada pulau Sulawesi, sementara dari segi populasi
hanya pulau Jawa dan Sumatera sajalah yang lebih besar populasinya daripada
Sulawesi.
Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi
(logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi
Timur. Sedangkan bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14-15 masehi
adalah bangsa asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau
keempat di Indonesia setelah Papua, Kalimantan dan Sumatera dengan luas daratan
174.600 kilometer persegi. Bentuknya yang unik menyerupai bunga mawar laba-laba
atau huruf K besar yang membujur dari utara ke selatan dan tiga semenanjung yang
membujur ke timur laut, timur dan tenggara. Pulau ini dibatasi oleh Selat Makasar di
bagian barat dan terpisah dari Kalimantan serta dipisahkan juga dari Kepulauan Maluku
Timur (NIT) dan kemudian NIT menjadi negara bagian dari negarafederasiRepublik
Indonesia Serikat (RIS). Saat RIS dibubarkan dan kembali kepadaNegara Kesatuan
Propinsi Sulawesi ini kemudian terus berlanjut sampai pada tahun 1960.
merupakan provinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan
luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian
timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini
dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo. Sebagian besar daratan di
provinsi ini bergunung-gunung (42.80% berada di atas ketinggian 500 meter dari
permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter
macam suku bangsa dengan corak budaya dan adat-istiadat yang memiliki keunikan
1. Sulawesi Utara
§ Minahasa
§ Tombulu
§ Tonsea
§ Tontemboan
§ Toulour
§ Tondano
§ Kakas
§ Tonsawang
§ Tombatu
§ Bantik
§ Babontehu
§ Pasan
§ Ratahan (Bentenan)
§ Ponosakan
§ Borgo
§ Mongondow
§ Sangir
§ Talaud
§ Bolango
§ Gorontalo
§ Gorontalo
§ Atinggola
§ Suwawa
§ Polahi
2. Sulawesi Tengah
§ Ampana
§ Balantak
§ Banggai:
- Banggai Kepulauan
§ Bobongko
§ Bungku:
- Ulumanda
§ Buol
§ Dampeles
§ Dampal
§ Dondo
§ Kahumamahon
§ Kaili:
- Baras
- Da'a
- Ledo
- Pamona
o Bada
o Benggaulu
o Besoa (Behoa)
ü Orang Katu
o Napu
o Rampi (Leboni)
o Topoiyo
o Uma Pipikoro
ü Bana
o Onda'e
o Wingkendano
o Lage
o Pebato
o Lamusu
- Pekurehua (Napu)
- Rai
- Sarudu
- Sedoa
- Tado
- Tohulu
- Tolare
- Unde
- Kalamanta
- Siwongi
- Murungkuni
- Tovatu (Towatu)
- Musimbat
- Tomoki
- Toroda
- Molongkuni
- Mobahono
- Uluowoi
§ Mamasa
§ Saluan (Loinang)
§ Sinduru (Tuva)
- Burangas
- Kasiala
- Posangke
- Untunu Ue
§ Togean
§ Tojo (Tajio)
§ Tolaki
§ Tomini
- Tialo
- Lauje
§ Orang Tompu
§ Toro
§ To Rompoe
3. Sulawesi Selatan
§ Bentong
§ Bugis
§ Duri
§ Enrekang
- Konjo Pesisir
- Konjo Gunung
§ Maiwa
§ Makassar
§ Mandar
§ Maroangin (Marowangin)
§ Massenrempulu
§ Pattinjo
§ To Balo
- Tokinadu
4. Sulawesi Barat
§ Bunggu
§ Campalagian
§ Mamuju
§ Mandar
§ Pattae
§ Toraja
5. Sulawesi Tenggara
§ Cia-Cia
§ Kabaena
§ Moronene
§ Muna
§ Mekongga
§ Pancana
§ Tolaiwiw
§ Tolaki
§ Tukang Besi
§ Wakatobi
§ Wawonii
§ Wolio
§ Wosai
§ pulau Buton:
- Buton
- Wolio
- Kalisusu
- Katobengke
- Wambolebole
- Kombilo
- Wakarorondo (Wakaokili)
- Tokira
- Towuna
- Toala
- Towana
- Katobengke
- Moronene
- To Aere (Toaere)
§ Kelompok Bajo:
- Bajo Kabaena
- Bajo Wakatobi
Suku Bugis, adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Sulawesi Selatan.
Populasi suku Bugis ini adalah yang terbesar di Sulawesi Selatan, dan diperkirakan
Orang Bugis adalah termasuk bangsa perantau dan pengembara. Populasi suku
Bugis tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, selain di Sulawesi Selatan, suku Bugis
juga tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Komunitas suku Bugis juga ditemukan ada di provinsi Riau, tapi
pada umumnya sudah mengikuti adat-istiadat suku Melayu Riau, walaupun begitu
mereka tetap mengaku sebagai orang Bugis. Keturunan orang Bugis juga ditemukan di
Agama Islam masuk ke kalangan orang Bugis pada abad 17, yang berkembang
dengan cepat, sehingga saat ini menjadi agama rakyat bagi masyarakat Bugis. Orang
Asal-usul suku Bugis pertama kali diperkirakan berasal dari daratan China
Selatan, menurut para peneliti dikatakan dari Yunnan, China Selatan, sekitar awal abad
Masehi, bersama kelompok deutro malayan, yang masuk dengan kelompok yang besar-
ke wilayah kepulauan Asia Tenggara ini. Menurut dugaan lain, bahwa orang Bugis ini
adalah penduduk penghuni daerah pesisir Indochina, di sekitar Burma dan Thailand,
yang terdesak oleh bangsa Arya yang menginvasi daerah pesisir Indochina. Mereka
sempat bertahan dan berperang melawan bangsa Arya ini, tapi karena mereka hanya
terdiri dari para petani dan nelayan dan kalah dalam persenjataan, akhirnya mereka pun
terpecah-pecah dan tersebar ke daerah kepulauan di Asia Tenggara dan salah satunya
Di daerah baru ini, mereka berbaur dengan penduduk asli yang terlebih dahulu
berada di daerah ini. Tapi karena pertumbuhan mereka sangat pesat dengan budaya
yang mereka bawa, akhirnya penduduk asli terdesak masuk lebih ke pedalaman dan
Orang Bugis menyebut dirinya sebagai "To Ugi" yang berarti "orang Bugis".
Nama "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana,
menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya
adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari
beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan
jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan
di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi
masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk,
Seiring waktu berjalan, masyarakat Bugis purba ini tumbuh dan berkembang
selama beberapa abad, dan menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil yang tersebar
ke segala penjuru pulau Sulawesi. Setelah beberapa abad berjalan, dalam
pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone,
Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan
membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah
dengan Makassar dan Mandar. Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa kabupaten
yaitu Luwu, Bone,Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara
Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang.
Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang
kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di
Pangkajene Kepulauan).
Secara sejarah asal-usul orang Bugis masih satu rumpun dengan orang Makassar
dan orang Mandar. Banyak terdapat kemiripan dari segi adat-istiadat, budaya dan
bahasa antara ketiga suku bangsa ini. Selain banyak terlibat hubungan kekerabatan di
antara mereka.
Pemukiman masyarakat suku Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan
pesisir, kebanyakan masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata
pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat
baik dalamkarya sastra mereka dan tertuang dalam karya sastra Bugis klasik.
Dalam bahasa Bugis, Ati Mapaccing (bawaan hati yang baik) berarti nia’
madeceng (niat baik), nawa-nawa madeceng (niat atau pikiran yang baik) sebagai lawan
dari kata nia’ maja’ (niat jahat), nawa-nawa masala (niat atau pikiran bengkok). Dalam
berbagai konteks, kata bawaan hati, niat atau itikad baik juga berarti ikhlas, baik hati,
Tindakan bawaan hati yang baik dari seseorang dimulai dari suatu niat atau itikad
baik (nia mapaccing), yaitu suatu niat yang baik dan ikhlas untuk melakukan sesuatu
demi tegaknya harkat dan martabat manusia. Bawaan hati yang baik mengandung tiga
Pertama, manusia menyucikan dan memurnikan hatinya dari segala nafsu- nafsu kotor,
dengki, iri hati, dan kepalsuan-kepalsuan. Niat suci atau bawaan hati yang baik
diasosiasikan dengan tameng (pagar) yang dapat menjaga manusia dari serangan sifat-
sifat tercela. Ia bagai permata bercahaya yang dapat menerangi dan menjadi hiasan yang
sangat berharga. Ia bagai air jernih yang belum tercemar oleh noda-noda atau polusi.
Segala macam hal yang dapat menodai kesucian itu harus dihindarkan dari hati,
Istilah good governance tak bisa dilepaskan dari konteks perbincangan mengenai
politik dan paradigma pembangunan yang berkembang di dunia. Bila dilacak agak teliti,
penggunaan istilah ini belum lebih dari dua dekade. Diduga, good governance pertama
kali diperkenalkan sekitar tahun 1991 dalam sebuah resolusi The Council of the
Pembangunan.. Di dalam resolusi itu disebutkan, diperlukan empat prasyarat lain untuk
pengeluaran militer yang berlebihan dan mewujudkan good governance. Sejak saat itu,
good governance mulai diperbincangkan dan diakomodasi dalam berbagai konvensi dan
(UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada
juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (Effendi, 2005).
pemimpin dituntut memiliki 4 kualitas yang tak terpisahkan antara satu dengan lainnya.
Maccai na Malempu;
Waraniwi na Magetteng
Bila ungkapan di atas diurai maka ada empat karakteristik seorang pemimpin yang
diangap dapat memimpin suatu negeri, yaitu: cendekia, jujur, berani, dan teguh dalam
pendirian. Ungkapan itu bermakna bahwa kepandaian saja tidak cukup. Kepandaian
kepandaiannya membodohi orang lain. Karerna itu, kepandaian haruslah disertai dengan
dengan keteguhan dalam pendirian. Orang yang berani tetapi tidak cendekia dan teguh
2. Takut kepada Dewata Seuwae (Tuhan YME) dan menghormati rakyatnya dan orang
mampu menjamin tidak terjadinya perselisihan antara pejabat kerajaan dan rakyat.
5. Berani dan tegas, tidak gentar hatinya mendapat berita buruk (kritikan) dan berita baik
yang isinya bahwa ada lima sebab yang menyebabkan negeri itu rusak, yaitu:
3. Demokrasi (Amaradekangeng)
Kata amaradekangeng berasal dari kata maradeka yang berarti merdeka atau bebas.
Matellunna, tenri atteanngi lao ma-niang, lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao
ri awa
untuk dijalankan oleh pemerintah negara terungkap dalam sastra Bugis sebagai berikut:
(Batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat, Batal ketetapan adat, tidak batal
ketetapan kaum Batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan orang banyak).
sejalan dengan konsep demokrasi yang dianut saat ini yang mana kedaulatan ada di
tangan rakyat. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
Dalam ungkapan itu, jelas tergambar bahwa kedudukan rakyat amat besar dalam
Raja atau penguasa hanyalah merupakan segelintir manusia yang diberi kepercayaan
Dari kutipan itu, jelas tergambar bahwa kekuatan berada di tangan rakyat, bukan di
tangan raja. Jika hal ini dihubungkan dengan teori demokrasi Rousseau tentang volonte
generale atau kehendak umum dan volonte de tous atau kehendak khusus, jelas
dikembangkan di Tanah Bugis yaitu apabila dua kepentingan (antara penguasa dan
rakyat) bertabrakan, kepentingan yang harus dimenangkan adalah kepentingan rakyat
(umum).
ekstra hati-hati. Sesuatu yang akan dibebankan kepada rakyat haruslah terlebih dahulu
dipertimbangkan. Artinya, acuan utama dari setiap tindakan adalah rakyat. Hal tersebut
yang tengah saya tempatkan di tengah, yang tinggi saya tempatkan di atas.”
menunjukkan bahwa raja tidak akan memutuskan suatu kebijakan bila raja itu sendiri
tidak merasa nyaman. Raja menjadikan dirinya sebagai ukuran dan selalu berusaha
berbuat sepatutnya. Dari argumentasi itu, jelas tergambar bahwa negara adalah
sepenuhnya milik rakyat dan bukan milik raja. Raja tidak dapat berbuat sekehendak
hatinya kepada negara yang menjadi milik dari rakyat itu. Raja sama sekali tidak dapat
keluarganya. Semua peraturan yang akan ditetapkan oleh raja harus melalui persetujuan
dari kalangan wakil rakyat yang telah mendapatkan kepercayaan dari rakyat. Jika raja
Adat menjamin hak dan protes rakyat dengan lima cara sebagai berikut:
1. Mannganro ri ade’, memohon petisi atau mengajukan permohonan kepada raja untuk
memberatkan rakyat dengan menghadap raja. Jika itu menyangkut kelompok, maka
mereka diwakili oleh kelompok kaumnya untuk menghadap raja, tetapi jika
dan karena usaha melalui mapputane’ gagal. Orang banyak, tetapi tanpa perlengkapan
senjata mengadakan pertemuan dengan para pejabat negara dan tidak meninggalkan
4. Mabbarata, protes keras rakyat atau kaum terhadap raja, karena secara prinsipial
masyarakat merasa telah diperlakukan tidak sesuai dengan panngadereng oleh raja,
keluarga raja, atau pejabat kerajaan. Masyarakat atau kaum berkumpul di balai
pertemuan (baruga) dan mendesak agar masalahnya segera ditangani. Kalau tidak,
rakyat atau kaum bisa mengamuk yang bisa berakibat sangat fatal pada keadaan negara.
5. Mallekke’ dapureng, tindakan protes rakyat dengan berpindah ke negeri lain. Hal ini
negerinya dan protes-protes lain tidak ampuh. Mereka berkata: “Kamilah yang memecat
raja atau adat, karena kami sekarang melepaskan diri dari kekuasaannya”.(Mattulada,
1985)
4. Kesetiakawanan Sosial (assimellereng)
antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga lain, antara seorang sahabat
dengan sahabat yang lain. Memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, setia kawan, cepat
merasakan penderitaan orang lain, tidak tega membiarkan saudaranya berada dalam
keadaan menderita, dan cepat mengambil tindakan penyelamatan atas musibah yang
atau orang lain sekali pun disebut bette’ perru. Dalam kehidupan sehari-hari,
manifestasi kesehatian dan kerukunan itu disebutkan dalam sebuah ungkapan Bugis:
tamu. Maksunya adalah “kami tidak mempunyai apa-apa untuk kami suguhkan kepada
tuan. Kami tidak mempunyai permadani atau sofa yang empuk untuk tuan duduki. Yang
kesetiakawanan atau solidaritas antara sesama manusia, berusaha membantu orang, suka
orang lain dan berusaha pula untuk membagi kepedihan itu ke dalam dirinya. Dalam
Lontarak disebutkan:
- Sipakario-rio;
- Tessicirinnaiannge ri sitinajae;
- Siaddappengeng pulanae.
- Gembira menggembirakan;
- Selalu memaafkan.
sebagai berikut:
- Rela merelakan sebagian harta benda sekeluarga dalam batas-batas yang layak.
5. Kepatutan (Mappasitinaja)
Mappasitinaja berasal dari kata sitinaja yang berarti pantas, wajar atau patut.
Mappasitinaja berarti berkata atau berbuat patut atau memperlakukan seseorang secara
wajar.
hak orang lain, melainkan memahami hak-haknya sendiri. Di samping itu, ia pula dapat
memperlakukan orang lain pada tempatnya. Ia sadar bahwa orang lain mempunyai hak-
Perbuatan wajar atau patut, dalam bahasa Bugis biasa juga disebut mappasikoa.
Seorang yang berbuat wajar dalam arti mappasikoa berarti ia merasa cukup atas sesuatu
tawaran rakyat Wajo untuk diangkat menjadi Arung Matoa Wajo atas kematian Batara
Wajo III yang bernama La Pateddungi Tosamallangi. Bukannya beliau tidak mampu
memangku jabatan yang ditawarkan kepadanya, tetapi ia sadar bahwa jabatan itu
sungguh sulit untuk diembannya. Namun, karena Adat (para wakil rakyat) dan rakyat
Wajo sendiri merasa bahwa beliau pantas memimpin mereka, akhirnya tawaran itu
diterima.
Dua hal saling mencari lalu bersua, yakni perbuatan baik dan yang pantas. Barulah
Sebaliknya, lawan dari kata patut adalah berlebih-lebihan dan serakah. Watak
serakah diawali keinginan untuk menang sendiri. Keinginan untuk menang sendiri dapat
mendapatkan restu dari pihak lain. Manusia yang berbuat serakah, justru akan
menghancurkan dirinya sendiri karena orang lain akan menjauhinya. Dan apabila hati
manusia dipenuhi sifat serakah, maka tiada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari
manusia itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kepustakaan Bugis masih sangat relevan dengan perkembangan zaman. Karena itu,
Kearifan Lokal sebagai jati diri bangsa perlu direvitalisasi, khususnya bagi generasi
muda dalam percaturan global saat dan di masa datang. Dengan demikian, identitas
sebagai bangsa baik secara fisik maupun non fisik akan tetap terjaga.
3.2 Saran
Mengingat aspek kebudayaan yang ada di Indonesia begitu beragam, maka perlu
kiranya Perguruan Tinggi sebagai representasi dari dunia pendidikan yang ada
dapat dilakukan dan dikampanyekan guna kembali menjadi kearifan lokal sebagai pilar
kemajuan bangsa Indonesia. Sehingga aspek kebudayaan yang beragam tersebut mampu
diketahui, dikembangkan serta menjadi karakter masyarakat Indonesia yang terdiri dari
november 2016.
“ “.2010. Kearifan lokal dalam sastra bugis klasik. Diakses pada 30 november
situshttp://www.ahmadmaulana.com/tag/cerita-ku/
“ “. 2011. Makalah peran pendidikan. Diakses pada 1 Desember 2016 pada situs
http://hardysengawang.blogspot.com/
http://protomalayans.blogspot.com/
“ “.2012. Makalah Kearifan Lokal. Diakses pada 12 Januari 2013 pada situs
http://erwinblog-erwinpermana12.blogspot.com/
LAMPIRAN-LAMPIRAN