Anda di halaman 1dari 12

ETNOBOTANI PEMANFAATAN TUMBUHAN BERACUN OLEH

MASYARAKAT DI DESA KERANJI PAIDANG KECAMATAN SENGAH


TEMILA KABUPATEN LANDAK

PROPOSAL PENELITIAN

DISUSUN OLEH :
IRTIAWATI
H1041151081

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan
beranekaragam,sehingga menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat hayati
tertinggi di dunia (Suhartini, 2009). Kalimantan Barat merupakan salah satu pulau
yang kaya akan sumber hayati dan sebagian sudah dimanfaatakan oleh masyarakat.
Kalimantan Barat miliki luas daerah 147.307,00 km2 dengan luas hutan 8.356 Ha
dan memiliki penduduk sebanyak 4.932.499 jiwa (BPS, 2018).
Keanekaragaman hayati Kalimantan Barat memiliki beberapa jenis tumbuhan
yang merupakan suatu kekayaan alam yang berlimpah, yang memiliki potensi dan
manfaat yang digunakan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan masyarakat.
untuk saat ini tumbuhan yang menjadi perhatian masyarakat adalah tumbuhan yang
banyak mengutungkan sedangkan tanaman belum diketahui nilai gunanya masih
diabaikan. seperti tanaman liar ataupun tanaman beracun. Seringkali tumbuhan liar
atau tumbuhan beracun dianggap sebagai tanaman gulma atau pengganggu tanaman
lainya agar masyarakat lebih mengetahui dan mengerti tentang tumbuhan beracun
sehingga perlu dilakukan penelitian pendataan dan pengumpulan data untuk
tanaman beracun agar masyarakat lebih memahami pemanfaatan tanaman beracun
khususnya di desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak.
Tumbuhan beracun adalah tumbuhan yang mengandung sejumlah besar zat
kimia apabila terjadi kontak langsung dengan manusia dan hewan baik dimakan
atau dihirup melebihi kadar yang ditentukan, berakibat sakit atau mematikan
(Widodo, 2005). Tumbuhan beracun dari hutan kurang mendapat perhatian khusus
padahal memiliki potensi yang cukup besar bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan
tanaman beracun masih sangat kurang diketahui masyarakat sehingga
menyebabkan tumbuhan beracun tertinggal dari pemanfaatan tanaman obat serta
pemanfaatan sebagai penghalang hama. Tumbuhan beracun jika dimanfaatkan oleh
masyarakat dengan baik akan dapat menggantikan penggunaan pestisida yang
berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan tumbuhan beracun menjadi pestisida
alami tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pangan yang ditanam, karena
pestisida alami dari tumbuhan beracun mudah menguap sehingga tidak
mengganggu bagi kesehatan dan lingkungan sekitar.
Penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan beracun sudah banyak dilakukan.
Beberapa di antaranya penelitian Tyas Prabawati (2018) memperoleh 28 jenis dari
18 famili jenis tumbuhan beracun di Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang Jawa
Tengah. Julian et al. (2015) memperoleh 17 spesies tumbuhan beracun pada
masyarakat Dayak Bakumpai di Desa Simpang Arja Kecamatan Rantau Badauh
Kabupaten Barto Kuala.Yosua et al. (2014) memperoleh 8 spesies tumbuhan
beracun di Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sel Betung Sumatera Utara.
Vivien et al. (2014) memperoleh 11 spesies di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja
Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.Fransiscus et al. (2015) memperoleh 9
jenis tumbuhan beracun di Cagar Alam Dolok, Saut. Marta Loviana (2017)
memperoleh 8 jenis tumbuhan beracun di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh
Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatra Utara.
Desa Keranji Paidang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Sengah Temila Kabupaten Landak penduduk asli kebanyakaan berasal dari suku
Dayak kanayatn suku asli yang menempati desa ini. Masyarakat setempat
memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di daerah mereka untuk
keperluan sehari-hari seperti papan, sandang, dan pengobatan. Keberadaan Desa
Keranji Paidang sangat jauh dari perkotaan, masyarakat di desa ini masih
menggunakan kebiasaan dan tradisi dari leluhur yang memanfaatkan tanaman yang
berada di hutan atau yang berada di lingkungan mereka.Satu diantaranya
menggunakan tanaman beracun untuk keperluan sehari-hari salah satunya
digunakan sebagai obat tradisional,penambah bahan makanan,berburu dan juga
sebagai biopestisida.
1.2 Rumusan Masalah
Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak
merupakan Kawasan yang luas dengan berbagai keanekaragaman yang tinggi salah
satunya tumbuhan beracun mengenai informasi tentang pemanfaatan tanaman
beracun masih kurang diketahui masyarakat khususnya di Desa Keranji Paidang.
Maka perlu dilakukan penelitian. Berdasarkan uraian tersebut perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun yang di manfaatkan masyarakat
di Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak?
2. Bagaimana masyarakat setempat memanfaatkan tumbuhan beracun di Desa
Keranj Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun di Desa Keranji Paidang
Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak.
2. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan beracun di Desa Keranji Paidang
Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi
pembaca dan peneliti tentang nilai guna tumbuhan beracun yang digunakan untuk
berbagai keperluan sehari-hari oleh masyarakat Sengah Temila Kabupaten Landak.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan pelestarian tumbuhan terutama
dalam pemanfaatan tanaman beracun untuk generasi selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
Etnobotani muncul pertama kali pada tahun 1895 dalam suatu artikel anonym
yang diterbitkan oleh Evening Telegram dalam kesempatan suatu konferensi
Arkeolog J.W.Harsberger (Castetter, 1944). Dari konferensi tersebut tentang objek
etnobotani (The Purpose Etnobotany) yang meliputi:
A. Mengungkapkan situasi Kultural suatu etnik yang memanfaatkan berbagai
jenis tumbuhan untuk bahan makanan,bahan bangunan,dan bahan sandang.
B. Mengungkapkan penyebaran jenis-jenis tumbuhan pada masa lampau.
C. Mengungkapkan jalur distribusi komersial suatu jenis tumbuhan.
D. Mengungkapkan berbagai jenis tumbuhan berguna.
Dalam publikasi tersebut Harsberger sendiri memberikan Batasan bahwa
etnobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan
berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat primtif yang mencakup
interdisipliner sehingga terdapatlah berbagai polemik tentang kontroversi
pengertian etnobotani. Hal ini disebabkan karena perbedaan kepentingan dan tujuan
penelitiannya. Seorang ahli ekonomi botani yang memfokuskan tentang potensi
ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal. Sedangkan
seorang antropolog mendasarkan pada aspek sosial, berpandangan bahwa untuk
melakukan penelitian etnobotani diperlukan data tentang persepsi masyarakat
terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya (Purwanto,1999).
Etnobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan
berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat primtif yang
mengcakup interdisipliner sehingga terdapatlah berbagai polemik tentang
kontroversi pengertian etnobotani.hal ini disebabkan karena perbedaan kepentingan
dan tujuan peneltiannya. Seorang ahli ekonomi botani yang memfokuskan tentang
potensi ekonomi dari suatu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal.
Sedangkan seorang antropolog mendasarkan pada aspek sosial, berpandangan
bahwa untuk melakukan penelitian etnobotani diperlukan data tentang persepsi
masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya (Purwanto, 1999).
Kajian etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomi, tetapi juga
menyangkut pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa tinjauan
interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia
dengan tanaman, serta menyangkut pemanfaatan tanaman tersebut lebih
diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam
(Dharmono, 2007).
Menurut Martin (1998) menambahkan etnobotani merujuk pada kajian interaksi
antara manusia, dengan tumbuhan yang antara masyarakat lokal dengan lingkungan
alamnya. Terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian ini merupakan bentuk deskriptif dari pendokumentasian pengetahuan botani
tradisional yang dimiliki masyarakat setempat yang meliputi kajian botani, kajian
etnofarmakologi, kajian etnoantropologi, kajian etnoekonomi, kajian etnolinguistik
dan kajian etnoekologi.
Etnobotani saat ini menjadi topik yang semakin berkembang sehingga
diperlukan dokumen untuk berbagai bidang ilmu antara lain biologi, farmasi,
pertanian, kehutanan, ekologi (Purnomo, 2005). Bidang kajian etnobotani sangat
luas antara lain untuk pertumbuhan bahan pokok pangan, minuman, rempah-
rempah, pertanian, obat-obatan, kosmetik, aktivitas ritual, perlengkapan upacara
tradisional, dan keindahan sosial serta seni budaya.
2.2 Tumbuhan Beracun
Tumbuhan beracun adalah tumbuhan yang mengandung sejumlah besar zat
kimia apabila terjadi kontak langsung dengan manusia dan hewan baik dimakan
atau dihirup melebihi kadar yang ditentukan, menyebabkan rasa sakit atau
mematikan (Widodo, 2005).
Generasi saat ini lebih yakin kepada pengobatan secara tradisi walaupun
akhirnya ada diantara mereka yang menerima pengobatan modern.Selain dari pada
tumbuhan yang digunakan sebagai obat, terdapat juga tumbuhan yang digunakan
sebagai pestisida untuk pembasmi hama. Tidak semua tumbuhan digunakan sebagai
obat malah ada tumbuhan yang beracun. Tumbuhan beracun adalah tumbuhan yang
menyebabkan kesakitan, mabuk atau kematian apabila kita memakan, meminum
atau menyentuh bahagian-bahagian tertentu. Menurut Foray (1954) mendefinisikan
tumbuhan beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal
terganggu apabila bagian-bagian tertentu darinya digunakan oleh manusia atau
hewan yang dapat menerima dampaknya.Tumbuh-tumbuhan yang ada di alam
sangat banyak jenisnya. Dari berbagai jenis tumbuhan tersebut ada sebagian
besarnya dimanfaatkan oleh manusia. Namun ada beberapa yang jarang bahkan
tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi kesehatan
manusia. Keracunan yang ditimbulkan oleh tanaman-tanaman ini, umumnya belum
ada penawar untuk sebagian racun tanaman. Jadi sebaiknya diusahakan jangan
sampai terpapar racun tumbuhan-tumbuhan yang belum diidentifikasi (Seran,
2011).
Terdapatnya racun atau anti nutrisi pada tumbuhan pada umumnya terjadi
karena faktor dalam (faktor intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tumbuhan
tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut
dalam organ tubuhnya, beberapa contohnya zat-zat anti nutrisi alkaloid, asam
amino toksik, saponin dan lain-lain. Faktor lainnya adalah faktor luar (faktor
lingkungan) yaitu keadaan dimana secara genetik tumbuhan tidak mengandung
unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan sehingga zat
yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ tubuhnya (Widodo, 2005).
Menurut (Ardianto, 2013) beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut:
1. Memiliki duri tajam hampir di semua bagian.
2. Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat di bagian daun atau batang.
3. Memiliki getah yang pahit.
4. Memiliki bunga atau buah berwarna kuat atau gelap.
5. Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit.
6. Daun terlihat utuh, tidak ada bekas-bekas serangan serangga.
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari juli sampai september 2019.
Penelitian dilakukan di Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila
Kabupaten Landak. Identifikasi Tumbuhan Beracun dilakukan di Laboratorium
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura
Pontianak.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam suara,
benang, buku, identifikasi, gunting, jarum, kertas label, karton, kardus, kuesioner,
kamera, parang/pisau, plastik, selotif bening, sprayer, dan sasak bambu 50cm.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spritus dan tumbuhan
beracun yang didapat.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penentuan Responden
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode wawancara dengan
masyarakat Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila Kabupaten
Landak.Penentuan responden yang akan di wawancarai dilakukan dengan metode
snowball sampling yaitu Teknik pemilihan kunci responden yang dilakukan
berdasarkan rekomendasi dari responden sebelumnya dimulai dari Kepala Adat
dimintakan rekomendasikan nama responden lainya (Benard, 2002). Tiap
responden akan diminta informasi mengenai tumbuhan beracun dan pemanfaatan
yang digunakan oleh masyarakat Desa Keranji Paidang Kecamatan Sengah Temila
Kabupaten Landak.
3.3.2 Tahap Observasi
Observasi dilakukan di Desa Keranji Paidang Kecamataan Sengah Temila
Kabupaten Landak dengan mewawancarai Kepala Desa maupun tokoh masyarakat
lainnya untuk menggali informasi lebih lanjut, dari hasil observasi tersebut dipilih
informan kunci yang akan diwawancarai dalam pemanfaatan tumbuhan beracun.
3.3.3 Tahap Pengumpulan Data
Wawancara dilakukan bertujuan sebagai teknik pengumpulan data dan
mengetahui jenis-jenis tumbuhan beracun yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik semi terstruktur yang
berpedoman pada daftar pertanyaan seperti nama lokal tumbuhan, bagian yang
dimanfaatkan, manfaatnya, dan cara pemanfaatannya (Supriati dan Kasrina, 2003).
3.3.4 Pembuatan Herbarium
Pembuatan herbarium dilakukan pada tumbuhan yang belum teridentifikasi
dilapangan, sedangkan untuk tumbuhan yang sudah diketahui nama latinnya akan
diambil fotonya dan dicatat nama daerahnya serta nama ilmiahnya. Pembuatan
herbarium ini mengacu pada steenis et al. (2005) yaitu:
1. Spesimen diletakan pada kertas koran dan diberi label dimana label berisi
keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengambilan sampel
dan nama kolektor.
2. Spesimen disemprot dengan spirtus.
3. Spesimen ditata rapi dan diapit diantara 2 kertas koran.
4. Spesimen selanjutnya disemprotkan kembali dengan spirtus kemudian diapit
dengan sasak bambu berukuran panjang 50 cm diatas lembaran koran dan
kardus yang berukuran 30 x 40 cm.
5. Spesimen dijemur dibawah sinar matahari tidak langsung dimana spesimen
kemudian disemprot kembali dengan spirtus.
6. Spesimen yang sudah kering dipindahkan ke atas karton kemudian diselotip
bening dan dijahit serta diberi keterangan berupa nama latin, klasifikasi,
deskripsi dan kolektor.
3.3.5 Inventarisasi dan Identifikasi Tumbuhan
Inventarisasi tumbuhan beracun dilakukan dengan metode survey lapangan
berdasarkan hasil informasi dari responden. Setiap tumbuhan yang diperoleh akan
difoto, dicatat nama daerahnya dan karakter morfologi dari tumbuhan tersebut.
Proses identifikasi tumbuhan dilakukan langsung pada lokasi penelitian dan apabila
tidak diketahui secara lengkap akan dilakukan pengambilan sampel untuk
diidentifikasi lebih lanjut dan dibawa ke Laboratorium Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak.
Identifikasi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan buku “Flora” (steenis et al.,
2005), Identifikasi tumbuhan menggunakan buku Flora of Java Volume I (1963),
Volume II (1965), dan Volume III (1968) karangan Backer dan Backuizen Van Den
Brink Jr,buku Taksonomi Umum Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan karya
Gembong (1998).
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif yaitu menggambarkan jenis-jenis tumbuhan beracun yang digunakan
masyarakat Desa Keranji Paidang dan tabulasi yaitu data yang disajikan dalam
bentuk tabel.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, R, 2013, Mengenali Tumbuhan Beracun/Berbahaya, diakses pada tanggal


01 Agustus 2019, www.ngerayap.faa.im

Backer, CA, 1963, Weed Flora of Sugarcane fields, Ysel Press,Deventer

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, (2018), Kalimantan Barat Dalam
Angka 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat

Bernard, H, 2002, Research Methods in Antropology; Qualitative and Quantitative


Method, third edition, Almitra Press, Walnut Creek California

Darmono, 2007, Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) di


Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1Laksado, Program Studi Pendidikan FKI
Universitas Lambumg Mangkurat,Kalimantan Selatan

Ilmi, J, Dharmo, Hayani, I, N, 2015, Inventarisasi dan Pemanfaatan Tumbuhan


Beracun Oleh Masyarakat Dayak Bakumpai di Desa Simpang Arja
Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala, Jurnal Wahana-Bio
Vol.XII

Manalu, CV, Afifuddin, Y, Marpaung, L, 2014, Eksplorasi Tumbuhan Beracun Di


Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Kabupaten Simalungun Sumatera Utara,
Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera

Marta, LO, 2017, Eksplorasi Tumbuhan Beracun di Kawasan Hutan Dolok Diklat
Pondok Buluh Kecamatan Dolok Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera
Utara,Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

Martin, GJ, 1998, Etnobotani, M.Mohamed,Penerjemah.Gland


Switzerland:Kerjasama Natural History Publication (Borneo), Kota
Kinabulu dan Word Life Fund For Nature

Purnomo, 2005, ’Kaitan Antara Kajian Etnobotani dengan Pelestarian Sumber Daya
Hayati Tumbuhan,’Prosiding Seminar Etnobotani II,Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Purwanto, Y, 1999, Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konservasi dan Pengembangan Keanekaragaman
Hayati Laboratorium Etnobotani, Balibang Botani Puslitbang Biologi-
LIPI,Bogor

Sihombing, F, Irawati, A, Yunus, A, 2015, Potensi Tumbuhan Beracun


Sebagai Bahan Biopestisida di Cagar Alam Dolok Saut, Fakultas
Kehutanan Universitas, Sumatera Utara
Simanullang, Y, Afifuddin, Y, Lubis, H, A, 2014, Eksplorasi Tumbuhan Beracun
Pada Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung,Sumatera
Utara,Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Steenis, V,Hoed, Bloembergen, dan Eyma, 2005, Flora, PT, Pradnya Paramita,
Jakarta

Suhartini, (2009), Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan


Sumberdaya Alam Dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta

Supriati, R dan Kasrina, 2003, Studi Etnobotani Tapak Dara (Catharanthus) dan
Kerabat-Kerabatnya Sebagai Tumbuhan Obat pada Berbagai Golongan
Etnis di Kota Bengkulu, Makalah Seminar Nasional PPD 2002 Forum
HEDS, 3-4 September 2003, Medan

Tyas, P, 2018, Tumbuhan Beracun Oleh Masyarakat di Kecamatan Bulu Kabupaten


Rembang Jawa Tengah, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Tjitrosoepomo, G, 1998, Taksonomi Umum: Dasar - Dasar Taksonomi Tumbuhan


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 150-154.

Widodo, Wahyu, 2005, Tumbuhan Beracun dalam Kehidupan Ternak, Universitas


Muhammadiyah Malang, Malang

Anda mungkin juga menyukai