Stroke Iskemik
Stroke Iskemik
Stroke Iskemik
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum,
lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.7 Arteri vertebralis
memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris
memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan
vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas. 7
2.2 EPIDEMOLOGI
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang.
Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta
diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per
100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar
500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik dalam
kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia sebesar :
15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% usia 55 – 65 tahun, dan 23,5% usia > 65 tahun.
Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak
berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke
dibanding perempuan dengan profil usia < 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
sebesar 54,2%, dan usia > 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif
dan usia lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan
kesehatan secara nasional di kemudian hari.9,10
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang
pertama, dan sebanyak 15 – 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang
permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke
disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.9,10
3
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
2.3.1 ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama
tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa
timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau
hari.11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti
bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya
akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang
tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme
serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.11
4
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah,
dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.13
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih.
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada
suku Jawa (khususnya Yogyakarta).12
5
mengidap hipertensi.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus
orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA
seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien
ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor
dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu
kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo
protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar
trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia
menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas
normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit
jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,
dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.12
2.4 KLASIFIKASI
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
6
2.4.1 Stroke non hemoragik, yang mencakup16 :
a.TIA (Transient Ischemic Attack)
b.Stroke in-evolution
c.Stroke trombotik
d.Stroke embolik
e.Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
2.4.2 Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal.17
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke
iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik.17,18
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara
hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat
memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
7
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko
besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.18
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan
evaluasi klinis yang ekstensif.
2.5 PATOFISIOLOGI
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan
dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan
kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.17,18
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke
pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis
interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan
eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.18
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid
dan piamater meninges.19
8
interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri
vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah
otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari.
Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-evolution”.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada
dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan
memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada
bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan
penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang
lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.17,19
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena
penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri
koronaria atau keduanya.17
9
melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan
seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut.17
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark
beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn
tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan
tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh
tersebut.17
10
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida
sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi
melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan
bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.17
11
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang
pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral
disebut cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba
atau mendengar suaranya.
12
Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan
nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi,
drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai
sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka
lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti
terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
2.7 DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda
yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11
2.7.1 Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset,
nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama
atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik.
Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus,
13
penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam
darah, dan obesitas.10,12
SKOR HASANUDDIN
Kesadaran Menurun
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali = 6
≥ 24 jam = 1
Tidak beraktifitas = 1
Sakit Kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan = 1
Tidak ada = 0
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
> 24 jam = 1
Tidak ada = 0
14
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi
yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan
yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah,
dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Tabel 7.1. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
Bukan DMBelum pasti DMDM (mg/dl)
(mg/dl) (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah <90 90 – 109 >110
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan
diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang
besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh
darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu,
diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5
2. Profil lipid
Tabel 7.2. Kadar Lipid Serum Normal.20
Kolesterol Total (mg/dl)
Optimal < 200
Diinginkan 200 –239
Tinggi ≥240
LDL
Optimal < 100
Mendekati optimal 100 –129
Diinginkan 130 –159
Tinggi 160 –189
Sangat tinggi ≥190
HDL
Rendah < 40
Tinggi ≥ 60
15
Trigliserida
Optimal < 150
Diinginkan 150 –199
Tinggi 200 –449
Sangat tinggi ≥500
16
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh
darah otak.18
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18
17
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6) Trauma kepala
7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
10) Sklerosis multipel.11,12
2.9 PENATALAKSANAAN
18
I. Nilai stroke menggunakan alat skrining yang divalidasi, seperti FAST,
Cincinnati Stroke Skala Prehospital, atau Los Angeles Prehospital Stroke
Screen³
II. Kontak Medis Pertama (Penyedia EMS) Menilai dan mengelola ABC (jalan
napas, pernapasan, sirkulasi)
Periksa dan monitor tekanan darah, tetapi tidak mengobati
Memulai pemantauan jantung
19
Menyediakan oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi O2> 94%
Menetapkan akses IV
Menentukan glukosa darah dan merawatnya
Menentukan waktu timbulnya gejala atau yang terakhir diketahui normal, dan
mendapatkan informasi kontak keluarga
Melakukan triase dan membawa pasien dengan cepat ke rumah sakit stroke
terdekat yang paling sesuai
Memberi tahu rumah sakit tentang kedatangan pasien stroke
Skala keparahan stroke / penilaian oklusi kapal besar (RACE, LAMS, atau
CPSSS)
III. NIHSS di Departemen Gawat Darurat
IV. Diagnosis Langsung - Semua Pasien
Nonkontras CT otak atau MRI otak (dalam 20 menit setelah kedatangan ED)
Kadar glukosa darah
Saturasi oksigen
Elektrolit serum / tes fungsi ginjal
CBC, termasuk pengujian trombosit
Penanda iskemia jantung
Waktu prothrombin (PT) / INR
Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT)
ECG
V. Immediate diagnostic - Pilih Pasien
Waktu trombin (TT) dan / atau pembekuan ekarin waktu (ECT) jika dicurigai
pasien menggunakan penghambat trombin langsung atau penghambat faktor
Xa langsung
Tes fungsi hati
Pemeriksaan toksikologi
Tingkat alkohol dalam darah
Tes kehamilan
Tes gas darah arteri jika hipoksia dicurigai
Radiografi dada jika penyakit paru-paru adalah dicurigai
20
Pungsi lumbal jika diduga perdarahan subaraknoid dan CT scan negatif untuk
darah
Elektroensefalogram jika kejang diduga iz CT-A (angiogram) dan / atau CT-P
(perfusi)
21
Trauma kepala parah baru-baru ini dalam 3 bulan
Infark pasca trauma yang terjadi selama fase akut di rumah sakit
Operasi intrakranial / tulang belakang dalam 3 bulan sebelumnya
Riwayat perdarahan intrakranial
Gejala dan tanda paling konsisten dengan SAH
Struktural GI keganasan
Kejadian perdarahan gastrointestinal dalam waktu 21 hari
Trombosit <100 000 / mm3
INR> 1,7
aPTT> 40 dt PT> 15 dt s Dosis pengobatan LMWH dalam 24 jam sebelumnya
Mengambil penghambat trombin langsung atau langsung faktor Xa inhibitor,
tes aktivitas koagulasi yang sesuai adalah normal atau pasien belum menerima
dosis agen ini selama> 48 jam (dengan asumsi fungsi metabolisme ginjal
normal)
Pemberian agen antiplatelet bersamaan yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb / IIIa di luar percobaan klinis
Gejala yang konsisten dengan endokarditis infektif
Dikenal atau diduga terkait dengan diseksi lengkung aorta
Intopranial neop intra-aksial kejang
Rekomendasi Tambahan (Kelas IIa dan IIb). Situasi yang membutuhkan Penilaian
Manfaat Resiko Pasien Perorangan dimana administrasi alteplase IV dapat
dipertimbangkan
Jika dalam 3 jam onset
o Gejala non-disabilitas ringan
Jika 3-4,5 jam dari onset
o Usia 80 tahun
o Mengambil warfarin dan dengan INR ≤ 1.7
o Stroke sebelumnya dan diabetes mellitus
o Stroke ringan
o NIHSS > 25
Cacat yang sudah ada sebelumnya (mRS ≥ 2)
22
Demensia yang sudah ada sebelumnya
Stroke iskemik sedang hingga berat dengan perbaikan awal tetapi tetap
mengalami gangguan sedang dan berpotensi cacat
Kejang pada saat itu waktu onset, jika bukti menunjukkan bahwa gangguan
residu adalah sekunder akibat stroke
Kadar glukosa darah awal <50 atau> 400 mg / dL dengan defisit persisten
setelah kontrol glukosa
Riwayat klinis potensi diatesis perdarahan atau koagulopati
Sejarah penggunaan warfarin dan INR. ≤1.7 dan / atau PT <15 detik
Tusukan lumbar dural dalam 7 hari sebelumnya
Tusukan arteri pembuluh darah yang tidak terkompresi dalam 7 hari
Trauma besar baru-baru ini (dalam 1 4 hari) tidak melibatkan kepala
Operasi besar dalam 14 hari sebelumnya
Perdarahan genitourinari atau perdarahan gastrointestinal dalam 21 hari
sebelumnya
Wanita yang sedang menstruasi dan tidak memiliki riwayat menorrhagia
Wanita dengan riwayat menorrhagia baru-baru ini atau aktif tanpa secara klinis
signifikan anemia atau hipotensi
Pendarahan vagina baru-baru ini atau aktif yang menyebabkan anemia
signifikan secara klinis (setelah konsultasi darurat dengan dokter kandungan)
Diseksi arteri serviks ekstrakranial
Diseksi arteri intrakranial
Aneurisma intrakranial yang tidak pecah dan tidak beres
risiko malformasi intrakranial yang tidak diobservasi (CM MRI ditunjukkan
pada risiko CMM) dari ICH lebih tinggi adalah beban CMB> 10)
Neoplasma intrakranial ekstra-aksial MI MI akut serentak
MI dalam 3 bulan terakhir
Perikarditis akut
AIS mayor yang cenderung menimbulkan kecacatan parah dan diketahui
trombus atrium atau ventrikel kiri
AIS mayor kemungkinan terjadi menghasilkan kecacatan parah dan myxoma
jantung atau papiler fibroelastoma
23
AIS akibat komplikasi prosedur angiografi jantung atau serebral
Keganasan sistemik dan harapan hidup> 6 bulan tanpa adanya kontraindikasi
lain
Kehamilan
Masa postpartum awal (<14 hari setelah melahirkan)
Sejarah retinopati hemoragik diabetik atau ophthalmic hemoragik diabetik
lainnya kondisi
Penyakit sel sabit
Penggunaan obat terlarang
Stroke meniru
24
Jika pasien mengalami sakit kepala parah, hipertensi akut, mual, atau muntah
atau memiliki pemeriksaan neurologis yang memburuk, hentikan infus (jika
alteplase IV sedang diberikan) dan d dapatkan CT scan darurat
Ukur TD dan lakukan penilaian neurologis setiap 15 menit selama dan setelah
infus alteplase IV selama 2 jam, kemudian setiap 30 menit selama 6 jam, lalu
setiap jam hingga 24 jam setelah pengobatan alteplase IV.
Tingkatkan frekuensi pengukuran BP jika BP sistolik> 180 mm Hg atau jika
BP diastolik> 105 mm Hg. Berikan obat antihipertensi untuk menjaga tekanan
darah pada atau di bawah level ini.
Penundaan penempatan tabung nasogastrik, kateter kandung kemih yang
berada di dalam, atau kateter tekanan intra-arterial jika pasien dapat dikelola
dengan aman tanpa mereka
Dapatkan CT scan atau MRI lanjutan pada 24 jam setelah IV alteplase
sebelum memulai antikoagulan atau agen antiplatelet
2.10 PENCEGAHAN
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
25
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan
billboard.
26
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama
adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita
seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional
(Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang
air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta
dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
27
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial.
2.11 PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar
10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis
lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung
koroner.9
28
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi
sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau
menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
1 Stroke non hemoragik yang mencakup
TIA (Transient Ischemic Attack)
Stroke in-evolution
Stroke trombotik
Stroke embolik
Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
2 Berdasarkan subtipe penyebab
Stroke lacunar
Stroke trombotik pembuluh besar
Stroke embolik
Stroke kriptogenik
Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati
permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan
platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi
agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi daya pelekatan dari fibrin.
Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan aliran darah yang
progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab dapat dihilangkan atau
sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral saja baru antikoagulan
dihentikan dan diganti dengan aspirin.
29
BAB IV
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Usia : 49 Tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
a. Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah :
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke RS Haji Medan dengan kondisi
Riwayat pengobatan
b. ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : (-)
Traktus Respiratorius : (-)
Traktus Digestivus : (-)
Traktus Urogenitalis : (-)
30
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Hipertensi
Intoksikasi & Obat – Obatan : (-)
c. ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain – Lain : (-)
d. ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Dalam Batas Normal
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan dan Anak : Baik
e. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
TD : 190/110 mmHg
HR : 120 x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 37 °C
31
Perkusi : Dalam Batas Normal
Auskultasi : Dalam Batas Normal
Transluminasi : (-)
RANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk : (-)
Tanda kernig : (-)
Tanda laseque : (-)
Tanda brudzinski I : (-)
Tanda brudzinski II : (-)
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
- Normosmia : + +
- Anosmia : - -
- Parosmia : - -
- Hiposmia : - -
- Visus : - -
Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Oculi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Warna : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Batas : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstavasio : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Arteri : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Vena : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Nistagmus : - -
Pupil
Lebar : 3 mm 3 mm
Bentuk : Bulat, isokor Bulat,isokor
R.C langsung : + +
R.C tak langsung : + +
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
32
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
Strabismus : - -
33
Uvula : Medial
Disfagia :-
Disartria :-
Disfonia :-
Refleks Muntah :-
Pengecapan 1/3 belakang : TDP
NERVUS XI
Mengangkat bahu : +
Fungsi otot Sternokleidomastoideus : +
NERVUS XII
Lidah
Tremor : -
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Ujung lidah sewaktu istirahat : -
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : SDN
SISTEM MOTORIK Dextra Sinistra
Trofi : Normotrofi Normotrofi
Tonus : Normotonus Normotonus
Kekuatan Otot : SDN
ESD 3 3 3 3 3 ESS 5 5 5 5 5
3 3 3 3 3 5 5 5 5 5
EID 3 3 3 3 3 EIS 5 5 5 5 5
3 3 3 3 3 5 5 5 5 5
34
APR : +++ ++
KPR : +++ ++
Strumple : TDP
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaeffer : - -
Hoffman – Tromner : - -
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : - -
KOORDINASI
Lenggang : TDP
Bicara : TDP
Menulis : TDP
Percobaan Apraksia : TDP
Mimik : SDN
Test telunjuk-telunjuk : Tangan kanan (TDP), tangan kiri (TDP)
Tes Telunjuk-hidung : Tangan kanan (TDP), tangan kiri (TDP)
Tes tumit-lutut : TDP
Tes Romberg : TDP
VEGETATIF
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Pilo-erektor : TDP
Miksi : (+) Sedikit
Defekasi : (-)
Potensi dan Libido : TDP
VERTEBRA
Bentuk
Normal : DBN
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher : DBN
Pinggang : DBN
35
Tremor :-
Nistagmus : -
Fenomena Rebound : -
Vertigo :-
Dan lain-lain : -
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Composmentis
Ingatan Baru : SDN
Ingatan Lama : SDN
Orientasi
Diri : DBN
Tempat : DBN
Waktu : DBN
Situasi : DBN
Intelegensia : SDN
Daya Pertimbangan : SDN
Reaksi Emosi : SDN
Afasia
Represif :-
Ekspresif :-
Apraksia :-
Agnosia
Agnosia visual :-
Agnosia jari-jari :-
Akalkulia :-
Disorientasi Kanan-Kiri :-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
- Hematologi
a. Haemoglobin 13,9 g/dl
b. Eritrosit 5,2 /ul
c. Hitung leukosit 15.690 /ul
d. Hitung trombosit 300.000 /ul
e. Laju endap darah 47 mm/jam
- Kimia Klinik
a. Glukosa Darah Sewaktu 88 mg/dl
b. Elektrolit kalium 7,4 mmol/L
36
CT-SCAN KEPALA
Head CT-Scan tanpa kontras, hasilnya :
- Infratentorial cerebellum, pons dan ventricle 4 tidak tampak kelainan.
- Supratentorial tampak gambaran lesi hypodense didaerah parietal kiri.
- Tidak tampak midline shift
- Cortical sulci dan ventricular system baik.
Kesan :
Foto Thoraks
37
Paru : Corakan brocho vascular normal
Kesimpulan Pemeriksaan
Pasien datang ke Rumah Sakit haji Medan dengan keluhan :
- Dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
- Tidak menyeluhkan nyeri kepala.
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAK (+) sedikit
- BAB (+)
Kesadaran : Composmentis
GCS : E2V3M5
HR : 120 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37 °C
Diagnosis
Stroke Hemorrhagic
38
Penatalaksanaan
Farmakologi :
IVFD RL 20 gtt/i
Ranitidin 50 mg/12 jam
Citicoline 250 mg/8jam
Amlodipin 10mg/24 jam
Manitol 20%
Aspilet 1 x 1
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
PROGNOSIS
39
DAFTAR PUSTAKA
40
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.
18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002.
h.474-510.
19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrison’s
neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P.
261.
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.
21. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoye OM, Bambakidis NC, Becker K,
Biller J, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Jauch EC. 2018 guidelines for the
early management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke Association.
Stroke. 2018 Mar;49(3):e46-99.
41