Anda di halaman 1dari 13

INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT (CANNEL

COAL) DI DAERAH WANGON DAN SEKITARNYA,


KABUPATEN BANYUMAS DAN KABUPATEN CILACAP,
PROPINSI JAWA TENGAH
Oleh :
S. M. Tobing
Sub Dit Batubara, DIM

SARI

Daerah inventarisasi secara administratif termasuk ke dalam dua wilayah pemerintahan, yaitu
Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak
pada 07o26’30” - 07o35'00” LS dan 108o54'00” - 109o03'30” BT.

Daerah inventarisasi ditempati oleh tiga formasi batuan dari bawah ke atas, yaitu Fm. Pemali
(Tmp), Fm. Rambatan (Tmr), dan Fm. Halang (Tmph). Fm. Pemali berumur Miosen Awal terdiri
atas napal globigerina berwarna biru dan hijau keabuan, berlapis jelek – baik. Terdapat sisipan
batupasir tufan dan batugamping pasiran berwarna biru keabuan. Fm. Rambatan (Tmr), berumur
Miosen Tengah terdiri atas batupasir gampingan dan konglomerat bersisipan dengan lapisan tipis
napal dan serpih menempati bagian bawah satuan; sedangkan bagian atas terdiri atas batupasir
gampingan berwarna kelabu terang sampai kebiruan, mengandung kepingan andesit. Formasi ini
menindih selaras Fm. Pemali. Formasi ini disebut juga sebagai Anggota Batupasir Fm. Halang
(Tmhs) dan menjemari dengan bagian bawah Fm. Halang. Fm. Halang (Tmph) berumur Miosen
Tengah – Pliosen Awal, terdiri atas batupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung. Di
bagian bawah terdapat breksi bersusunan andesit.

Data lapangan menunjukkan lapisan bitumen padat atau lapisan serpih bitumen tidak ditemukan
secara signifikan. Conto batuan sebanyak 14 buah dianalisa retorting untuk mengetahui
kandungan minyak; diantaranya hanya 4 (empat) conto batuan yang mengandung minyak/bitumen
relatif kecil, masing-masing sekitar 5 l/ton batuan, sisanya tidak mengandung minyak. Analisa
petrografi (8 conto) terdiri atas batulanau dan batupasir halus memperlihatkan abundansi
maseral yang jarang. Maseral-maseral liptinit yang ditemukan berupa sporinit, kutinit, resinit,
liptodetrinit dan lamalginit. Maseral inertinit sangat jarang dan vitrinit cukup banyak. Mineral
matter berupa pirit dan pirit framboid cukup banyak. Lamalginit dijumpai sangat sedikit,
sebaliknya, ‘dispersed organic matter’ (dom) relatif lebih banyak. Semua conto menunjukkan
tingkat kematangan yang rendah atau ‘immature’, antara Rv 0,20% dan Rv 0,47%.

Oleh karena itu, sumberdaya bitumen padat atau serpih bitumen tidak dapat dihitung secara pasti
walaupun indikasi yang sangat kuat adanya hidrokarbon/minyak/bitumen di dalam batuan dan
terjebak di dalam struktur-struktur patahan, sesar, dan antiklin

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 1


1. PENDAHULUAN 1308-611 Ajibarang, Lembar 1308-333
Wangon, dan Lembar 1308-244
Kawunganten, masing-masing skala
Salah satu kekayaan sumberdaya alam yang 1:25.000. Secara geografis terletak pada
merupakan sumberdaya energi alternatif 07o26’30” - 07o35'00” LS dan 108o54'00” -
selain minyak dan gas bumi, batubara dan 109o03'30” BT (Gambar 1).
gambut adalah bitumen padat.
Inventarisasi endapan bitumen padat
Bitumen padat adalah endapan dimaksudkan untuk mendapatkan data
hidrokarbon/minyak/petroleum atau cairan meliputi kedudukan arah jurus dan
seperti minyak berbentuk semipadat yang kemiringan lapisan batuan dan ketebalannya,
terbentuk secara natural di dalam media sebaran, lokasi dan unsur-unsur geologi
porous atau rekahan batuan. Bitumen padat lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
dapat ditemukan di dalam batuan sedimen informasi semi kuantitatif dan semi kualitatif
berbutir halus berupa material organik yang baik berupa data geologi secara umum
diendapkan dalam berbagai kondisi maupun data fisik batuan khususnya sebagai
lingkungan geologi, umumnya payau, rawa informasi potensi endapan bitumen padat di
atau danau tawar sampai ke lingkungan laut daerah tersebut untuk dapat dimanfaatkan
dangkal. sebagai sumberdaya energi.

‘Oil shale’ atau serpih bitumen adalah Sasaran utamanya adalah keberadaan
batuan serpih dari berbagai kelompok batuan bitumen padat yang terdapat di dalam Fm.
mengandung mineral-mineral dan material Rambatan atau formasi batuan lain yang
organik, dimana material organik tersebut mungkin dapat ditemukan.
berasal dari organisma terrestrial, lakustrin
dan organik laut. Secara petrografis, Sesuai dengan kondisi morfologisnya,
kelompok maseral liptinit termasuk alginit hampir seluruh daerah inventarisasi
merupakan unsur pokok oil shale (serpih merupakan perbukitan rendah dengan
bitumen) dan sumber utama yang ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas
menghasilkan minyak (shale oil) dalam muka laut dengan lereng yang landai sampai
proses pirolisis. Secara kimia, unsur organik sangat curam. Bukit Biana (±438 m)
utama di dalam serpih bitumen adalah merupakan puncak bukit tertinggi. Sebagian
material yang tidak larut bila diproses besar lahan merupakan lahan
disebut kerogen, dan bitumen adalah yang pertanian/perkebunan dan sebagian kecil
larut dalam suatu larutan (Tissot and Welte, ditutupi oleh hutan belukar sekunder. Sungai
1984). Material organik yang tidak larut terbesar adalah S. Ciaur di bagian Barat,
dapat dihasilkan dari berbagai material Kali Lopasir di bagian Utara dan Kali Tajum
organik diantaranya adalah ganggang (algae) di bagian Timur. Semuanya mengalir ke
air tawar dan ganggang laut dan juga dari arah selatan pantai P. Jawa.
unsur-unsur kayu/tetumbuhan. Oleh karena
itu, bitumen padat dapat diperoleh dari Metoda yang dilakukan adalah pemetaan
serpih bitumen dengan cara retorting, yaitu geologi singkapan-singkapan batuan
suatu proses kimia dimana oilshale/serpih khususnya bitumen padat/serpih bitumen
bitumen dipanaskan sampai 500o-600oC dan batuan lain yang mengandung material
menghasilkan hidrokarbon cair, gas, air dan organik atau batuan yang mengandung
tar. hidrokarbon.

Tulisan ini merupakan bagian dari pekerjaan Sebanyak 14 conto batuan dianalisa untuk
Proyek Daftar Isian Kegiatan – Suplemen mengetahui kandungan hidrokarbon yang
(DIK-S), Direktorat Inventarisasi Sumber terdapat di dalamnya; dan 8 (delapan) conto
Daya Mineral, Tahun Anggaran 2002, yaitu dianalisa petrografi untuk mengetahui
inventarisasi endapan bitumen padat di tingkat kematangan dan abundansi
Kabupaten Banyumas dan Kabupaten kandungan organik dalam batuan.
Cilacap, Propinsi Jawa Tengah.
Keterdapatan serpih bitumen di Jawa
Lokasi daerah inventarisasi terdapat di Tengah telah dilaporkan oleh penyelidik dari
dalam peta topografi terbitan Bakosurtanal LGPN, LIPI, Bandung yang melakukan
Lembar 1308-522 Karangpucung, Lembar

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 2


pemboran dangkal serpih bitumen di daerah menghasilkan sesar geser – jurus dan sesar
Mangunweni, Karangbolong (Sadarjoen, S., naik berarah dari Baratlaut – Tenggara
1977) dan evaluasi serpih bitumen di daerah sampai Timurlaut - Baratdaya. Pada perioda
Kali Brenggang, Karangbolong (Sadarjoen, tektonika Plio-Plistosen sesar yang terbentuk
S dan Suhelmi, H., 1979). Para penyelidik umumnya berupa sesar bongkah. Kegiatan
ini melaporkan bahwa serpih bitumen tektonika yang terakhir ini menggiatkan
ditemukan dalam Fm. Kalipucang dengan kembali sebagian sesar normal.
ketebalan lapisan sampai 3 m. Penyebaran
lapisannya tidak begitu luas dan nilai Pola aliran sungai membentuk pola mendaun
ekonomis serpih bitumen belum diketahui. dan dendritik. Sungai yang terbesar antara
lain S. Ciaur di bagian Barat, Kali Lopasir di
Triyono, U., (2001) menyelidiki dan bagian Utara dan Kali Tajum di bagian
mendata endapan bitumen di daerah Ayah Timur, semuanya mengalir dan bermuara di
dan sekitarnya, Karangbolong (Kab. pantai selatan P. Jawa.
Kebumen) dengan ketebalan serpih bitumen
mencapai 5 m di dalam Fm. Kalipucang. Stratigrafi
Sebaran serpih bitumen di daerah tersebut
tidak begitu luas. Hasil analisa retorting Stratigrafi regional menurut Simandjuntak
menunjukkan kandungan hidrokarbon dan Surono (1992) dan Kastowo dan
berkisar dari 8 - 140 liter/ton. Hasil ini Suwarna (1996) dapat dilihat dalam Gambar
mengindikasikan bahwa endapan serpih 2.
bitumen cukup menjanjikan untuk diselidiki
lebih lanjut. Daerah inventarisasi secara umum ditempati
oleh tiga formasi utama dari bawah ke atas,
Dalam eksplorasi hidrokarbon di daerah yaitu Fm. Pemali (Tmp), Fm. Rambatan
Banyumas dan sekitarnya, Mulhadiyono, (Tmr), dan Fm. Halang (Tmph). Fm.
(1973) menyimpulkan bahwa batuan yang Pemali yang berumur diperkirakan Miosen
berumur Miosen Tengah – Miosen Atas Awal terdiri atas napal globigerina berwarna
merupakan reservoir hidrokarbon. biru dan hijau keabuan, berlapis jelek – baik.
Sisipan batupasir tufan dan batugamping
Dapat ditambahkan bahwa di daerah pasiran berwarna biru keabuan.
inventarisasi terdapat sumberdaya mineral
lain yang bersifat ekonomis antara lain: Fm. Rambatan (Tmr), berumur Miosen
endapan phosfat dan barit, bahan-bahan Tengah terdiri atas batupasir gampingan dan
bangunan seperti batuan beku, batugamping, konglomerat yang bersisipan dengan lapisan
tras, batupasir, sirtu dan batulempung. tipis napal dan serpih, menempati bagian
bawah satuan; sedangkan bagian atas terdiri
2. GEOLOGI atas batupasir gampingan berwarna kelabu
terang sampai kebiruan, mengandung
Geologi Regional kepingan andesit. Formasi ini menindih
selaras Fm. Pemali. Formasi ini oleh
Secara keseluruhan daerah inventarisasi Simanjuntak dan Surono (1992) disebut
terbentuk oleh batuan sedimen Tersier. sebagai Anggota Batupasir Formasi Halang
Batuan tersier terdiri atas perselingan batuan (Tmhs) dan menjemari dengan bagian
klastika, sedimen gunungapi dan karbonat. bawah Fm. Halang.

Menurut Kastowo dan Suwarna (1996), Fm. Halang (Tmph) berumur Miosen
secara regional, tektonik terjadi pada dua Tengah – Pliosen Awal, terdiri atas batupasir
perioda yang menghasilkan struktur berbeda. tufan, konglomerat, napal, dan batulempung.
Yang pertama, terjadi pada Kala Miosen Di bagian bawah terdapat breksi bersusunan
Tengah dan menghasilkan pengangkatan andesit. Stratigrafi daerah ini dapat dilihat
yang diikuti oleh penerobosan andesit dan dalam Gambar 3.
basal. Fm. Jampang, Pemali, Rambatan,
Lawak dan Batugamping Kalipucang terlipat Struktur Geologi
dan tersesarkan membentuk sesar normal
yang berarah Baratlaut – Tenggara dan Hasil inventarisasi dan hasil rekonstruksi
Timurlaut – Baratdaya. Kemudian, perioda data, Fm. Pemali di daerah inventarisasi
kedua berlangsung pada Kala Plio-Plistosen merupakan batuan tertua yang tersingkap

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 3


berupa struktur antiklin berarah relatif Barat berwarna abu-abu sampai abu-abu tua di
- Timur dengan dimensi panjang dan lebar dalam Fm. Halang mengeluarkan cairan
relatip sempit. Formasi ini secara lokal kental berupa rembesan minyak, berwarna
menunjukkan struktur-struktur lokal berupa hitam kecoklatan, agak lengket dan
lipatan-lipatan dan sesar. Kemiringan mengotori tangan, beraroma terpentin
lapisan relatip besar dari sekitar 70o hingga (hidrokarbon). Di Dusun Pengasinan (Desa
vertikal. Struktur sedimen berupa perairan Cingebul, Kec. Lumbir) sebelah barat daerah
sejajar (parallel lamination), silang-siur inventarisasi ditemukan juga rembesan
(cross-bedding), perairan terpelintir minyak keluar bersama-sama dengan air
(convolute lamination), dan gelembur (agak asin) dari rekahan singkapan batupasir
gelombang (ripple marks). masif dan keras.

Demikian juga Fm. Rambatan menindih Di Dusun Lawimanggung (Desa Cingebul)


selaras Fm. Pemali tersingkap berupa ditemukan singkapan batupasir berwarna
struktur antiklin dengan masing-masing abu-abu, tebal 1,40 m, agak lunak sampai
sayap di beberapa tempat mempunyai padat, berbutir halus, gampingan dengan
kemiringan terjal dengan sudut >30o. aroma terpentin. Tujuh meter di bawahnya
Formasi ini merupakan struktur antiklin ditemukan lapisan batupasir halus sampai
berarah relatif barat – timur dengan agak kasar di bagian atas dan konglomeratan
penunjaman ke arah barat. Secara lokal di bagian bawah, tebal 0,90 m, berwarna
ditemukan beberapa struktur berupa sesar, abu-abu kecoklatan, gampingan, beraroma
kekar, perlipatan, dan sinklin minor. terpentin (hidrokarbon). Lapisan di
bawahnya berupa lapisan selang-seling
Fm. Halang merupakan endapan batuan batulempung – batulanau – batupasir halus
yang tersebar cukup luas, menindih tidak mengeluarkan aroma hidrokarbon agak
selaras Fm. Rambatan; mengelilingi Fm. lemah. Batuan antara lapisan batupasir dan
Rambatan dan Fm. Pemali. Struktur konglomerat adalah lapisan selang-seling
sedimen yang jelas berupa perlapisan batulempung – batulanau - batupasir halus
bersusun, perairan sejajar, perairan dimana semua lapisan batulanau dan
terpelintir, tikas seruling (flute cast), dan batupasir halus mengeluarkan aroma
tikas beban (load cast). hidrokarbon.

Indikasi Endapan Bitumen Padat Sama seperti batupasir yang terdapat di Desa
Cingebul, di Desa Prapagan juga ditemukan
Dalam Lembar Banyumas (Asikin, dkk., endapan batupasir halus beraroma
1992), endapan serpih bitumen terdapat di hidrokarbon. Batupasir berwarna abu-abu,
dalam Fm. Kalipucang (Tmk, Miosen padat, agak lunak, ketebalan dan arah dan
Tengah) bagian bawah. Endapan serpih kemiringan lapisan tidak diketahui karena
bitumen diduga dapat ditemukan di dalam tertutup oleh batuan alluvial. Endapan
Fm. Rambatan (Tmr, Lembar Majenang, alluvial merupakan endapan longsoran dari
Kastowo dan Suwarna, N., 1996) berumur batuan sekitar akibat dari struktur sesar yang
Miosen Tengah tersusun dari batupasir menutupi singkapan batupasir. Akan tetapi,
gampingan bersisipan napal dan serpih, singkapan batupasir kompak, padat dan
batulempung dan breksi. Formasi ini keras di sekitar Desa Prapagan menunjukkan
umumnya tersebar lebih luas ke arah utara arah N145o/38oE.
(Lembar Banjarnegara dan Lembar
Purwokerto). Di beberapa tempat ditemukan Sebelah barat daerah inventarisasi di Desa
singkapan-singkapan rembesan hidrokarbon. Cipari (Kec. Cipari, Kab. Cilacap) sekitar
Endapan batubara lignit yang tidak begitu satu kilometer dari titik bor Pertamina (di
tebal terdapat di dalam Fm. Tapak (Tpt; Dusun Karang Nangka/Pasir Benda)
Pliosen). ditemukan rembesan minyak berwarna abu-
abu gelap coklat kehitaman dari rekahan
Singkapan batuan bitumen padat berupa batupasir padat berwarna abu-abu gelap dan
batuan serpih bitumen baik pada Fm. keras, gampingan (Fm. Halang). Rembesan
Pemali, Fm. Rambatan dan Fm. Halang minyak keluar dari dalam rekahan batuan
tidak ditemukan secara signifikan. Akan bersama-sama dengan air. Sekitar 300 m
tetapi, di S. Cihaur di bagian Barat dari singkapan tersebut dijumpai sumur air
ditemukan singkapan batupasir masif, keras

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 4


panas yang dimanfaatkan warga setempat Secara geologi endapan bitumen padat
sebagai tempat pemandian air panas. terdapat dan terbentuk berupa material
organik di dalam batuan sedimen yang
Adanya sumur bor yang dilakukan oleh memenuhi beberapa syarat-syarat antara lain
Pertamina di daerah inventarisasi, di Desa berbutir halus dan diendapkan dalam
Prapagan; di Desa Besuki; dan di Desa berbagai lingkungan pengendapan berupa air
Cipari) menunjukkan indikasi yang kuat payau, air tawar dan laut dangkal. Proses
tentang kemungkinan terdapatnya endapan pengendapan terjadi sangat lambat secara
hidrokarbon, baik berupa minyak cair, terus menerus dalam satu perioda tanpa
minyak kental/berat atau berupa bitumen/tar/ gangguan yang memberikan kesempatan
aspal di dalam batuan. untuk bahan-bahan organik diendapkan.
Material organiknya dapat berasal dari
Keterdapatan hidrokarbon dalam singkapan terrestrial, lakustrin dan marin. Sedangkan
batuan menunjukkan adanya batuan sumber mineral-mineral yang umum adalah kuarsa,
hidrokarbon yang sudah matang (mature) di mineral lempung, karbonat dan pirit.
dalam salah satu formasi yang bermigrasi ke
suatu tempat (batuan reservoir) atau Seiring dengan berjalannya proses dan
bermigrasi melalui struktur-struktur dan waktu geologi (time and temperature) yang
muncul ke permukaan. kompleks, material organik mengalami
perubahan fisik dan kimia dimana material
Dapat dikatakan bahwa adanya hidrokarbon organik sebagian atau seluruhnya
dalam batupasir dan konglomerat pada Fm. mengalami perubahan menghasilkan
Halang untuk sementara dapat disebut hidrokarbon. Secara mikroskopik, material
sebagai batupasir pengandung hidrokarbon organik ini dikelompokkan sebagai maseral
(batu minyak atau tar sand) yang liptinit. Beberapa batuan sedimen yang
keberadaannya memerlukan penelitian lebih mengandung material organik atau liptinit
lanjut. tertentu disebut sebagai serpih bitumen (oil
shale). Pembagian ‘oil shale’ secara
3. HASIL INVENTARISASI mikrospokis telah dilakukan oleh Hutton,
A., (1987). Kriteria klasifikasi natural
Semua singkapan batuan hasil inventarisasi bitumen menjadi kelas dan sub kelas secara
dimasukkan di dalam peta sebagaimana fisik dan kimia didefinisikan oleh Cornelius,
dapat dilihat dalam Gambar 4. Dari data (1984). Untuk menentukan besaran sumber
singkapan batuan dapat dilihat bahwa daya minyak, salah satu kriteria yaitu derajat
umumnya kemiringan batuan sangat kekentalan minyak dipakai sebagai patokan
beragam, mulai dari agak terjal sampai ke utama untuk membedakan antara minyak
vertikal. Singkapan yang ditemukan mentah di satu sisi dan bitumen di sisi lain
didominasi batupasir berlapis, batulanau dan (Martinez, 1984).
batulempung, umumnya gampingan dengan
tingkat kekerasan agak lunak hingga masif, Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya
padat dan keras. bahwa daerah inventarisasi ditutupi oleh Fm.
Pemali, Fm. Rambatan dan Fm. Halang
Singkapan batuan serpih bitumen yang dimana masing-masing formasi mempunyai
menjadi pembawa bitumen padat tidak karakteristik tersendiri. Keadaan ini
ditemukan dalam pengertian batuan berhubungan dengan lingkungan
pengandung material organik berupa serpih pengendapan batuan/formasi yang tidak
tidak menunjukkan bentuk fisik yang berarti. mendukung terbentuknya atau terdapatnya
Beberapa singkapan menunjukkan lapisan formasi batuan pengandung bahan organik
batuan menyerpih dengan tebal <10 cm, yang memadai. Walaupun, hidrokarbon cair
berbutir halus (batulanau) sampai batupasir berupa minyak dan gas dapat dijumpai di
berbutir halus dan tidak berbau bila dibakar. beberapa tempat. Batuan pengandung
Sebaliknya, di beberapa tempat dijumpai hidrokarbon bila mengandung minyak cukup
singkapan-singkapan batupasir beraroma besar secara ekonomis dapat dikategorikan
hidrokarbon dan singkapan batupasir/ sebagi ‘tar sand’ atau sebagai batuan
batuminyak yang mengeluarkan hidrokarbon ‘reservoir’ yang penyelidikannya dapat
cair. dilakukan lebih detail. Dengan kata lain,
hasil inventarisasi dan deskripsi batuan di
lapangan menunjukkan tidak satupun dari

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 5


ketiga formasi ini memperlihatkan di beberapa singkapan. Hidrokarbon berupa
keterdapatan batuan serpih bitumen atau cairan kental berwarna gelap kecoklatan
endapan bitumen padat berupa batuan serpih beraroma minyak terpentin terdapat di
mengandung bahan-bahan organik atau rekahan-rekahan batuan (umumnya
batuan sumber yang berkembang dengan batupasir masif) yang mengalami struktur
baik. patahan maupun sesar.

Endapan Bitumen Padat Beberapa singkapan rembesan hidrokarbon


berupa cairan agak encer berwarna abu-abu
Petroleum, minyak mentah, bitumen, dan tar gelap kecoklatan, muncul ke permukaan
adalah istilah yang diberikan oleh para ahli bersama-sama dengan air agak asin (WGN-
di bidang masing-masing sesuai dengan 135) di Dusun Pangasinan. Di Sungai Ciaur
peruntukannya. Bitumen yang dihasilkan (WGN-098) Dusun Benda, hidrokarbon
oleh ‘tar sand’ menurut Tissot and Welte, keluar dari dasar sungai berupa gelembung-
(1984) adalah ‘extra-heavy oil’. Perbedaan gelembung gas bersama-sama dengan
dasar antara ‘heavy oil’ dan ‘tar sand’ adalah hidrokarbon cair meninggalkan bekas-bekas
yang pertama merupakan produk dari minyak mengkilap di atas muka air. Dari
petroleum yang dapat terjadi pada setiap singkapan batuan ini juga hidrokarbon
batuan sumber, sedangkan ‘tar sand’ adalah merembes keluar dari rekah-rekahan
satuan batuan sedimen yang mengandung batupasir berwarna abu-abu gelap, kasar,
bitumen/extra-heavy oil yang cukup besar. konglomeratan, padat, kompak, dan keras.

Batuan yang mengeluarkan minyak cair Hidrokarbon berupa minyak juga dijumpai
terdapat pada singkapan WGN-001; WGN- di dalam sebuah sumur tempat pengambilan
025; WGN-098; dan WGN-135. Selain air (WGN-025) di Desa Cingebul. Minyak
rembesan-rembesan minyak yang secara terdapat di dasar sumur sedalam kira-kira 5
fisik dan jelas dapat dilihat dan dibedakan m yang merembes dari rekahan batupasir
dalam rekahan batuan, ditemukan juga satu berwarna abu-abu, keras, kompak, padat
lapisan batupasir beraroma terpentin dan berbutir halus.
diduga merupakan alur rembesan atau
‘impregnated oil’. Singkapan-singkapan Hasil Analisa Laboratorium
batupasir yang beraroma
hidrokarbon/terpentin terdapat pada Analisis kandungan minyak dalam batuan
singkapan WGN-036; WGN-079; WGN- maupun kandungan material organik dan
081; WGN-120; WGN-121; WGN-125; tingkat kematangan batuan dilakukan untuk
WGN-131; WGN-140; WGN-151 dan mengetahui nilai semi kualitatif dan semi
WGN-154. Singkapan berupa gas dapat kuantitatif.
dijumpai pada singkapan WGN-042 dan
WGN-122. Kandungan minyak dalam batuan dapat
diketahui dengan analisa retorting, yaitu
Oleh karena formasi pembawa bitumen pengekstraksian minyak dengan cara
padat di daerah inventarisasi tidak dijumpai pemanasan batuan sampai temperatur 600oC,
walaupun beberapa singkapan menunjukkan kemudian disublimasi dengan menggunakan
indikasi hidrokarbon, berarti ada batuan/ air. Ekstraksi minyak dari batuan sampai
lapisan batuan yang belum diketahui dengan suhu tersebut dilakukan dengan
keberadaannya. Dapat ditambahkan bahwa dasar bahwa material organik atau yang
hasil inventarisasi bitumen padat pada Fm. terkandung di dalam batuan pada suhu
Rambatan di daerah Banjarnegara (J. A. Eko tersebut mengalami ‘cracking’ dan
Tjahyono, 2002; diskusi personal) juga tidak menghasilkan minyak serpih (shale oil)
menunjukkan keterdapatan bitumen padat dimana minyak serpih mulai ‘cracking’ pada
yang berarti di dalam formasi tersebut. suhu 500oC. Analisa lain berupa derajat
kekentalan, densiti, H/C atomic ratio, O/C
Kadar dan Kualitas Bitumen Padat atomic ratio dan komposisi minyak tidak
dilakukan.
Secara megaskopis, bitumen padat yang
dijumpai di lapangan sudah berupa Kandungan air yang terdapat dari hasil
hidrokarbon atau minyak cair yaitu dengan analisa ini dapat berasal dari air formasi,
ditemukannya rembesan-rembesan minyak yaitu air yang berada di dalam pori-pori

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 6


batuan sejak batuan diendapkan sampai batulanau dan batupasir halus menunjukkan
dengan diagenesa lebih lanjut. Kemungkinan abundansi maseral jarang dan ‘dom’ relatif
sumber air adalah dari daerah sekitar karena banyak. Maseral-maseral liptinit ditemukan
conto batuan merupakan conto permukaan berupa sporinit, kutinit, resinit, liptodetrinit
maka air sekitar (hujan, sungai) dapat dan lamalginit. Maseral inertinit sangat
mempengaruhinya. Air yang tersublimasi jarang dan vitrinit cukup banyak. Beberapa
dari air formasi bila dipanaskan sampai conto mengandung cangkang-cangkang atau
600oC akan mengalami ‘cracking’ dan fragmen fosil. Mineral matter berupa pirit
mengakibatkan penambahan kandungan air. dan pirit framboid cukup banyak di beberapa
conto. Bitumen (oil) ditemukan dalam conto
Analisa Retorting WGN-079 akan tetapi jumlahnya sedikit
atau jarang. Demikian juga dalam conto
Analisa retorting yang dilakukan hanya WGN-081A, lamalginit dijumpai sangat
untuk mengetahui besarnya kandungan sedikit. Sebaliknya, ‘dispersed organic
minyak yang terdapat di dalam batuan. matter’ (dom) dalam semua batuan relatif
Untuk mengetahui kandungan minyak dalam banyak. Semua conto menunjukkan tingkat
batuan, 14 conto batuan dianalisa dan kematangan yang rendah atau ‘immature’,
hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 1. Dari antara Rv 0,20% dan Rv 0,47%.
tabel ini hanya 4 conto batuan yaitu WGN-
120B; WGN-131; WGN-140A dan WGN- Interpretasi
154B yang mengandung minyak dan relatif
kecil masing-masing sekitar 5 l/ton batuan. Hasil inventarisasi lapangan rekonstruksi
Kandungan air dalam batuan sangat singkapan batuan di dalam peta dapat
bervariasi dan berkisar dari 20 – 90 l/ton diinterpretasikan sebagai berikut.
batuan, dimana kandungan air ini tidak
hanya berasal dari air formasi saja akan Terdapatnya hidrokarbon berupa minyak
tetapi dapat berasal darimana saja. cair maupun berupa gas di daerah
inventarisasi dapat diperkirakan bahwa
Batuan yang tidak mengandung minyak terdapat suatu lapisan atau beberapa lapisan
adalah conto batupasir berbutir halus, atau berupa formasi yang merupakan suatu
berwarna abu-abu, agak lunak, masif dan batuan sumber dimana batuan sumber
beraroma hidrokarbon/terpentin. Sedangkan tersebut telah mencapai tingkat kematangan
batuan yang mengandung minyak adalah untuk menghasilkan hidrokarbon. Batuan
batupasir halus, berwarna abu-abu sampai sumber yang menghasilkan hidrokarbon
gelap, sebagian menyerpih dan beraroma baik berupa minyak cair atau gas akan
hidrokarbon. mencari tempat atau migrasi dari tempat asal
ke tempat lain dimana hidrokarbon tersebut
Analisa Petrografi akan berakumulasi. Bila kondisi batuan
memungkinkan untuk menyerap dan
Conto batuan yang dianalisis dengan menyimpan hidrokarbon, dan kondisi
mikroskop adalah conto batuan dipadatkan geologi mendukung, maka hidrokarbon akan
dalam plastik resin kemudian permukaan berakumulasi di dalam batuan yang
batuan dipoles sangat halus. Material umumnya batupasir dan disebut sebagai
organik berupa maseral-maseral terutama batuan ‘reservoir’. Hidrokarbon bermigrasi
kelompok maseral liptinit akan sangat jelas melalui celah-celah batuan-batuan sekitar
kelihatan di bawah mikroskop dengan baik melalui rongga-rongga batuan maupun
memakai sinar ultra violet. Abundansi melalui struktur-struktur geologi berupa
material organik dan tingkat kematangannya kekar, sesar atau patahan-patahan. Struktur-
dapat diukur dan dihitung. struktur geologi dapat menjadi ‘hydrocarbon
traps’. Sebagian hidrokarbon akan keluar ke
Sebanyak 8 (delapan) conto dianalisis untuk permukaan berupa ‘seepages’. Dengan kata
mengetahui tingkat kematangan, jenis lain, ‘seepages’ merupakan suatu indikator
maupun kandungan material organik yang yang baik adanya minyak bumi di bawah
terdapat dalam batuan sebagaimana dapat permukaan.
dilihat dalam Tabel 2.
Posisi atau lokasi batuan sumber yang
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan menghasilkan hidrokarbon tersebut tidak
organik dalam batuan umumnya adalah diketahui asal-usulnya, karena dari hasil

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 7


inventarisasi di lapangan maupun hasil ‘tar sand’, akan tetapi, indikator-indikator
analisa petrografi dari batuan-batuan tidak yang ada memberikan petunjuk yang sangat
satupun batuan atau lapisan yang ada di kuat adanya hidrokarbon/minyak/bitumen di
dalam formasi-formasi (Fm. Pemali; Fm. bawah permukaan dan terjebak di dalam
Rambatan dan Fm. Halang) yang dapat struktur-struktur patahan, sesar, antiklin.
disebut sebagai batuan sumber baik berupa
‘oil shale’, ‘source rock’ maupun batubara. Keberadaan atau distribusi lapisan batupasir
(ketebalan 0,90 – 1,40 m) yang mengandung
Secara umum dapat dikatakan bahwa, hasil bau minyak dapat ditelusuri sepanjang kira-
analisa retorting (Tabel 1) dan hasil analisa kira 2,5 km belum dapat disebut sebagai ‘tar
petrografi (Tabel 2) tidak saling mendukung sand’, sedangkan minyak/bitumen hanya
atas keberadaan bitumen padat di daerah dapat diharapkan dari struktur-struktur
inventarisasi. Hampir semua conto batuan cebakan. Oleh karena itu, berapa besar
yang mengandung aroma hidrokarbon tidak sumberdaya bitumen padat maupun bitumen
menunjukkan adanya minyak di dalam cair yang terdapat di dalam batuan belum
batuan tersebut (Tabel 1). Misalnya, conto dapat diketahui secara pasti.
WGN-125 adalah batupasir halus/batulanau
yang menyerpih dan beraroma minyak tetapi Prospek dan Kendala Pemanfaatannya
tidak mengandung minyak berdasarkan hasil
retorting. Sebaliknya, analisa petrografi Analisis data dan interpretasi awal hasil
menunjukkan kandungan material organik inventarisasi sebagaimana disebutkan di atas
yang ‘common – major’. Conto atau dan potensi endapan bitumen padat yang
singkapan WGN-140 adalah batupasir halus belum dapat dihitung, maka prospek dan
– kasar – konglomeratik yang berbau pengembangannya tidak dapat diuraikan
minyak tetapi tidak menunjukkan hasil yang lebih detail.
memadai baik hasil analisa retorting maupun
hasil analisa petrografi. Oleh karena itu, Akan tetapi, dapat diperkirakan bila
hasil inventarisasi yang dilakukan tidak eksplorasi lanjutan dilakukan maka
mendukung keberadaan bitumen padat di inventarisasi harus ditekankan kepada
daerah Wangon dan sekitarnya. Akan tetapi, analisa struktur dan stratigrafi detail.
indikator adanya ‘seepages’ menjadi Kemungkinan dan kendalanya adalah bahwa
pertimbangan lain. minyak/bitumen padat dapat ditemukan di
dalam struktur-struktur dan terjebak
Keterdapatan hidrokarbon di daerah ditempat-tempat yang lebih dalam di bawah
inventarisasi secara regional sudah permukaan.
dilaporkan oleh Mulhadiyono, (1973) dan
mengutip referensi penyelidik terdahulu 4. Kesimpulan
seperti Roggeveen, (1934) menjumpai
‘seepages’ di daerah Cipari, Gunungwetan Hasil inventarisasi dan inventarisasi bitumen
dan Prapagan; dan Hetzel and Ter Haar, padat (cannel coal) dari daerah Wangon dan
(1936) menjumpai ‘seepages’ di Majenang sekitarnya, Kabupaten Banyumas dan
dan Bumiayu. Beberapa titik bor dangkal Kabupaten Cilacap, Prpinsi Jawa Tengah
juga telah dilakukan oleh Pertamina di dapat disimpulkan sebagai berikut:
daerah inventarisasi diantaranya Prapagan-
1; Besuki-1 dan Cipari-1. 1. Endapan bitumen padat berupa serpih
bitumen tidak berkembang dengan baik
Sumberdaya Endapan Bitumen Padat di daerah inventarisasi.
2. Bitumen padat berupa hidrokarbon cair
Data lapangan daerah inventarisasi tidak ditemukan pada singkapan-singkapan
dijumpai singkapan batuan serpih bitumen batupasir (WGN-001; WGN-025;
yang signifikan untuk menghasilkan WGN-098; dan WGN-135). Sedangkan
minyak/bitumen, demikian juga dengan hasil singkapan berupa gas terdapat pada
analisa yang dilakukan (retorting dan WGN-042 dan WGN-122.
petrografi) tidak mendukung adanya minyak 3. Batupasir beraroma minyak tapi tidak
di dalam batuan. Meskipun conto-conto mengeluarkan minyak cair terdapat
batuan atau batupasir yang berbau minyak pada singkapan-singkapan WGN-036;
tidak menunjukkan hasil yang layak untuk WGN-079; WGN-081; WGN-120;
menyebutnya sebagai serpih bitumen atau

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 8


WGN-121; WGN-125; WGN-131; Natural Bitumen. AAPG Studies in
WGN-140; WGN-151 dan WGN-154. Geology # 25.
4. Hasil analisa retorting conto batuan Mulhadiyono, 1973. Petroleum possibilities
tidak menunjukkan hasil yang berarti; of the Banyumas area. Proceedings of
demikian juga hasil analisa petrografi the Second Annual Convention. Jakarta,
tidak menunjukkan batuan pengandung June 4 – 5, 1973. Indonesian Petroleum
material organik yang dapat Association. pp.121 – 129.
dikategorikan sebagai batuan sumber Saxby, J. D., 1976. Chemical separation and
bitumen padat. Tingkat kematangan characterization of kerogen from oil
batuan juga rendah (immature). shale. In, Yen, T. F., and Chilingarian
5. Rekonstruksi data di dalam peta (Eds.). Oil Shales. Elsevier, Amsterdam.
menunjukkan adanya struktur-struktur Pp. 101 – 127.
berupa patahan, antiklin, sinklin dan Sadarjoen, S., 1977. Pengeboran dangkal
sesar-sesar yang merupakan alur pengendapan serpih bitumen daerah
migrasi hidrokarbon. Mangunweni, Karangbolong. Lembaga
6. Fm. Pemali, Fm. Rambatan dan Fm. Geologi dan Pertambangan Nasional.
Halang bukan merupakan formasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
pembawa batuan serpih bitumen atau Bandung. 14 hal.
batuan pembawa bitumen padat. Sadarjoen, S dan Suhelmi, H., 1979.
7. Inventarisasi atau eksplorasi lanjutan Evaluasi endapan serpih bitumen daerah
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan Kali Brenggang, Karangbolong.
dengan penekanan kepada studi Lembaga Geologi dan Pertambangan
stratigrafi dan analisa struktur lebih Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan
detail ke arah bagian barat dimana Indonesia. Bandung. 22 hal.
kemungkinan dapat ditemukan Simandjuntak, T. O., dan Surono., 1992.
‘structure traps’. Peta Geologi Lembar Pangandaran,
Jawa. Skala 1:100.000. Puslitbang
5. DAFTAR PUSTAKA Geologi, Bandung.
Suyanto, Fx., and Roskamil, 1975. The
Asikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., dan geology of hydrocarbon aspect of South
Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Lembar Central Java. Indonesian Association of
Banyumas, Jawa. Skala 1:100.000. Geologist. 4th Annual Meeting, Bandung.
Puslitbang Geologi, Bandung. Tissot, B. P., and Welte, D. H., 1984.
Cornelius, G. D., 1984. Classification of Petroleum Formation and Occurrence.
natural bitumen, a physical and chemical Second Revised and enlarged edition.
approach. In, Meyer, R. F., (Ed.). Springer – Verlag, Berlin. 699 pp.
Exploration for Heavy Crude Oil and Triyono, U., 2001. Penyelidikan
Natural Bitumen. AAPG Studies in pendahuluan endapan bitumen padat di
Geology # 25. pp. 165 – 174. daerah Ayah dan sekitarnya, Kabupaten
Djuri, M., Samodra, H., Amin, T. C., dan Kebumen, Propinsi Jawa Tengah.
Gafoer, S., 1996. Peta Geologi Lembar Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Purwokerto dan Tegal, Jawa. Skala Mineral, Bandung.
1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung. Untung, M., dan Sato, Y., 1978. Gravity and
Hunt, J. M., 1984. Primary and secondary Geological Studies in Jawa, Indonesia.
migration of oil. In, Meyer, R. F., (Ed.). Special Publication No. 6. Geological
Exploration for Heavy Crude Oil and Survey of Indonesia.
Natural Bitumen. AAPG Studies in Walker, R. G. 1981. Clastic Sedimentary
Geology # 25. pp. 345 – 349. Facies and Depositional Models. The
Hutton, A. C., 1987. Petrographic Department of Earth Sciences, Monash
Classification of Oil Shales. International University, Australia. 72 pp.
Journal of Coal Geology, 8, pp. 203 –
231.
Kastowo dan Suwarna, N., 1996. Peta
Geologi Lembar Majenang, Jawa. Skala
1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Martinez, A. R. Report on working group on
definitions. In, Meyer, R. F., (Ed.).
Exploration for Heavy Crude Oil and

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 9


Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Inventarisasi Bitumen Padat Daerah Wangon dan sekitarnya,
Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah

Tabel 1
Hasil Analisa Retorting Batuan dari Daerah Wangon dan sekitarnya, Kabupaten Banyumas,
Propinsi Jawa Tengah

Kandungan Kandungan
BJ BJ Minyak
No. Conto Minyak Air
(gr/ml) (gr/ml)
(l/ton) (l/ton)
1 WGN-036 2,1705 - - 55
2 WGN-079 2,2296 - - 65
3 WGN-081A 2,2963 - - 60
4 WGN-081B 2,1912 - - 50
5 WGN-081C 2,2867 - - 30
6 WGN-120A 2,2846 - - 20
7 WGN-120B 2,2406 - 5 32
8 WGN-125 2,1925 - - 35
9 WGN-131 1,1915 - 5 55
10 WGN-140A 2,3375 - 5 30
11 WGN-140B 2,1123 - - 65
12 WGN-140C 2,1074 - - 90
13 WGN-154A 2,2393 - - 40
14 WGN154B 1,5103 - 5 45

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 10


Tabel 2
Hasil Analisa Petrografi Batuan dari Daerah Wangon dan sekitarnya, Kab. Banyumas,
Propinsi Jawa Tengah

No. Jenis RvMean Kisaran


Jumlah Pemerian
Conto Conto (%) (%)
Sporinit rare, kuning sampai jingga. Batulanau.
WGN- Dom abundant V>>I>L. Vitinit abundant;
O/C 0.26 0.20-0.33 29
079 inertinit sparse; liptinit rare. Bitumen rare, kuning
sampai jingga. Oksida besi abundant. Pirit sparse.
Kutinit sparse, jingga; lamalginit rare, kuning
sampai jingga. Batulanau. Dom abundant
WGN-
O/C 0.34 0.26-0.47 26 V>>L>I. Vitrinit abundant; liptinit sparse;
081A
inertinit rare. Oksida besi abundant. Pirit
framboidal common.
Liptodetrinit rare, kuning sampai jingga.
WGN- Batulanau. Dom common. V>>L>I. Vitrinit
O/C 0.29 0.22-0.35 26
081B common; inertinit dan liptinit rare. Oksida besi
abundant. Pirit framboidal common.
Resinit sparse, kuning sampai jingga. Batulanau.
WGN- Dom abundant. V>>L>I. Vitrinit abundant;
O/C 0.33 0.26-0.43 27
081C liptinit sparse; inertinit rare. Oksida besi
abundant. Pirit common.
Kutinit common, jingga; sporinit dan liptodetrinit
rare, kuning sampai jingga. Batulanau. Dom
major. V>>L>I. Vitrinit major, liptinit common,
WGN-
O/C 0.30 0.25-0.40 27 inertinit sparse. Bitumen common, kuning sampai
125
jingga. Vitrinit yang telah lapuk common.
Fragmen fosil sparse. Oksida besi abundant. Pirit
common.
Liptinit fluoresen absent. Batupasir halus>>
WGN-
O/C - - - karbonat. Dom absent. Fragmen fosil rare.
140A
Oksida besi abundant. Pirit common.
Lipitnit fluoresen absent. Batupasir halus>>
WGN1
O/C - - - karbonat>fragmen batuan. Dom absent. Oksida
40B
besi common. Pirit abundant.
Liptinit fluoresen absent. Batupasir halus>>
WGN- karbonat. Dom rare. V=I. Vitrinit dan inertinit
O/C 0.30 0.30-031 2
140C rare; liptinit absent. Fragmen fosil abundant.
Oksida besi common. Pirit abundant

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 11


Lingkungan
UMUR Batuan Sedimen, Endapan Gunungapi, Endapan Alluvial Batuan Terobosan
Pengendapan
Endapan Alluvial (Qa) : Kerikil, pasir & lempung
Qa, Qt, Undak Sungai (Qt) : Kerikil, berangkal
Qf Kipas Alluvium (Qf) : Campuran kerakal andesit & batupasir

Fm. Gintung (Qpg) : Perselingan konglomerat andesit dan batupasir Darat - Peralihan
Qpg
Fm. Mengger (Qpm) : Batupasir tufan, sisipan konglomerat & pasir magnetit

KUARTER
Qpm Darat

PLISTOSEN HOLOSEN
Fm. Kaliglagah (Tpg) : Batupasir kasar, konglomerat, batulempung & napal
Tpg Darat - Laut dangkal

Tptl
Marin
Anggota batugamping Fm. Tapak (Tptl) : Batugamping terumbu, koral
Tpbi Fm. Tapak (Tpt) : Batupasir kasar - halus, sisipan napal, moluska Peralihan - Pasang surut
Fm. Kalibiuk (Tpb) : Batulempung & napal fosilan, lensa batupasir, moluska

PLIOSEN
Tpt Tpb Anggota Indrawangi Fm. Kalibiuk (Tpbi) : Batugamping mengalami propilitasi
Pasang surut
Tmphl
Tm (a,b)

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002


Fm. Halang (Tmph) : Batupasir tufan, konglomeratan, koral & batulempung

AKHIR
Tmph Anggota Gununghurip Fm. Halang (Tmhg) : Turbidit, breksi gunungapi Turbidit

Tmpk
Anggota Lebakwangi Fm. Halang (Tmpkl) : Batugamping terumbu
Fm. Kumbang (Tmpk): Breksi gunungapi, lava, retas, tuf
Tmhg Anggota Breksi Fm. Kumbang (Tmpkb) : Breksi gunungapi mengalami propilitasi

Tmpkb
Batugamping Fm. Kalipucang (Tmkl) : Batugamping koral, fosil foram

T ERSI ER
Tmkl Laut dangkal terbuka
Fm. Lawak (Tml) : Napal, batugamping foram besar, batupasir gampingan

MI OSEN
TENGAH
Tml Laut terbuka
(a,b)
Fm. Rambatan (Tmr) : Batupasir gampingan & konglomerat, napal, serpih
Tmr

Tmp Fm. Pemali (Tmp) : Napal, batupasir tufan

AWAL
Fm. Jampang (Tomj) : Breksi, batupasir tufan, konglomerat,

31 - 12
OLIGOSEN Tomj bongkah lava andesit, basal Laut

Gambar 2. Stratigrafi Regional Daerah Penyelidikan


UMUR FORMASI & BATUAN SEDIMEN

HOLOSEN
Qa Endapan Alluvial (Qa) : Lumpur, pasir dan kerikil

Qac Endapan pantai (Qac), pasir besi


KUARTER

PLISTOSEN
Tpt Fm. Tapak (Tpt) : Perselingan batupasir dan napal

Fm. Kumbang (Tpks) : Perselingan breksi gunungapi,


PLIOSEN Tpks lava dan batupasir
konglomeratan
dan sisipan napal

Fm. Halang (Tmph) : Turbidit, perselingan napal,


AKHIR

kalkarenit, batupasir konglomerat


dan sisipan batulempung,
Tmph batupasir, kerikil
T E R S I E R

Tmr Fm. Rambatan (Tmr) : Perselingan batupasir,


MIOSEN

konglomerat, batulempung,
napal dan batulempung
TENGAH

Tmp Fm. Pemali (Tmp) : Serpih dan napal dengan sisipan


kalkarenit
AWAL

Gambar 3. Stratigrafi Daerah Penyelidikan

Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) TA. 2002 31 - 13

Anda mungkin juga menyukai