Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEMAM BERDARAH DENGUE

A.1. Pengertian

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) dengue


haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. (IPD jilid I edisi VI)

A.2. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik


Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran
diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat
kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
tahun 1999.
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
biakan virus dengue yaitu: 1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan
menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat
ke tempat lain; 2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga,
mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3)
Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. (IPD jilid I
edisi VI)

A.3. Etiologi
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili
Flaviviridae, genus flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki
single standard RNA. Virion-nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk
kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.Genome (rangkaian
kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari
tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C), membrane-
associated protein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non
struktural (NS).
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdf
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4.(IPD
jilid I edisi VI)
Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas,
akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang
bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya
antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi
silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.
PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN 2011
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.p
df
A.4. Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor


penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.
Nyamuk Aedes aegypty merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah
urban), sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk
tersebut berperan dalam penularan.

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

a. Berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh


tubuhnya
b. Hidup didalam dan di sekitar rumah, dan ditempat-tempat umum
seperti sekolah, perkantoran, tempat ibadah, pasar, dll.
c. Mampu terbang sampai kurang lebih 100 meter.
d. Hanya nyamuk betina yang aktif menggigit (menghisap) darah
manusia. Waktu menghisap darah pada pagi hari dan sore hari setiap 2
hari. Protein darah yang dihisap tersebut diperlukan untuk pematangan
telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan
mencari tempat untuk hinggap (istirahat).
e. Perut nyamuk betina: lancip pada ujungnya dan memiliki cerci yang
lebih panjang dari cerci pada nyamuk lainnya.
f. Ukuran nyamuk betina > jantan
g. Nyamuk jantan hanya menghisap sari bunga/tumbuhan yang
mengandung gula.
h. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat
bertahan hingga 2-3 bulan.

Nyamuk Aedes aegypti menyenangi hinggap pada benda-benda yang


tergantung seperti : pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan didekat tempat
berkembang biaknya, dan dalam ruangan yang agak gelap serta lembab.

Setelah masa istirahat selesai namuk itu akan meletakkan telurnya pada
dinding bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng bekas, ban bekas dan lain-
lain. Telur biasanya diletakkan sedikit diatas permukaan air, dan selanjutnya
nyamuk akan mencari mangasanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya.

A.5. Mekanisme penularan

Gambar : Transmisi virus dengue oleh nyamuk

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa
atau wabah.

Penyakit ini ditularkan oleh orang yang dalam darahnya terdapat virus
dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit,
yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang
digigit nyamuk Aedes aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang
diisapnya. Didalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1
minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga
siap untuk ditularkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk
menggigit orang lain, maka setelah probosis menemukan kapiler darah,
sebelum darah dihisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurny
agar darah yang dihisap tidak membeku.

Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya


akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan
sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala
sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu,
sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada
nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur
hidupnya. (dbd naskah lengkap FKUI)

A.6. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih


diperdebatkan. (suhendro,2006)

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue.

(Gambara 1) hipotesis secondary heterologous

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T –helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.

Gambar

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterlogous


infection yang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
penelitian lain menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF
(platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya
disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a
terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1)
supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran susmsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai
akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.
Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi
trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan odan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel berb. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah
dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur
intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui
aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). (IPD jilid I edisi VI)

A.7. Gambaran Klinis

Gambar : manifestasi klinis infeksi virus dengue

http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf

WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis,


treatment, prevention and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi
hari-hari sakit demam dengue menjadi 3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis,
3.Fase Penyembuhan

A.7.a. Fase Demam

Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah


memerah, kulit memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit
kepala. Ada juga gejala nyeri tenggorokan, faring hiperemis, konjunctiva
hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah umum terjadi. Sulit untuk
membedakan dengue dengan non dengue pada fase demam, uji torniquet
positip mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi Virus
Dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning
sign) yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi
perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (seperti
perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif
dapat terjadi pada wanita usia muda dan perdarahan saluran cerna dapat terjadi
pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan tegang/nyeri setelah
demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin adalah
menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk
menilai pasien sudah terjangkit Virus Dengue.

A.7.b. Fase Kritis

Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi ≤ 37,5 -
38o C dan bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya
permeabilitas kapiler bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat
terjadi. Ini merupakan tanda awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti
dengan menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma.
Efusi pleura dan asites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran
plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen
dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan asites. Shok dapat terjadi
didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat
subnormal saat shok terjadi. Shok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ
yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan
disseminated intravascular coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat,
ensefalitis, miokarditis dan atau terjadi perdarahan Universitas Sumatera Utara
yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini disebut sebagai
nonsevere dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda bahaya.
Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali
yang disebut severe dengue.
Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut
ini (WHO,2009) :

 Kebocoran plasma yang mengarah pada syok


 Perdarahan hebat
 Gangguan berat organ Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5
demam (berkisar antara hari ke 3-7), ditandai dengan tanda bahaya.
Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik
menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan
akral dingin dan peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi
dekompensasi dan TD menghilang. Syok akibat hipotensi dan hipoksia
akan menyebabkan kegagalan multiorgan (WHO,2009).

A.7.c. Fase Penyembuhan

Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari
kompartemen extravaskular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
membaik, kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal,
hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat
terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek
dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan
meningkatnya trombosit. (WHO, 2009).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42933/4/Chapter%20II.pdf

Gambar : Karakteristik penyakit Demam Dengue (WHO, 2009)


A.8. Diagnosis

Gambar : klasifikasi demam dengue WHO 2007

Gambar : klasifikasi Demam Dengue WHO 2009

Demam Dengue (DD) probable dengue

Merupakan Penyakit demam aku selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :

 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Atralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi pedarahan (petekie atau uji bendung positif)
 Leukopenia (leuko < 5000)
 Trombosit < 150.000
 Hematokrit naik 5-10%

Dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien DD/DBD


yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua


hal dibawah ini dipenuhi :

 Demam atau riwyat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu dari maifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif
- Petekie, ekomosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul).
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD. (IPD)
Dengue Shock Syndrome

Kriteria demam berdarah dengue diatas dengan gejala syok :

 Takikardi, ekstremitas dingin, keterlamabatan kapiler refil, denyut nadi


melemah, letargi atau gelisah, yang mungkin menjadi tanda penurunan
pefusi otak.
 Tekanan nadi < 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik misalnya
100/80 mmHg.
 Hipotensi pada usia, diartikan sebagai tekanan sistolok < 80 mmHg untuk
usia mereka < 5 tahun atau 80-90 mmHg untuk anak-anak atau dewasa.
http://apps.searo.who.int/pds_docs/B4751.pdf

B. PENGENDALIAN VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit
DB/DBD belum ada an masih dalam proses penelitian, sehingga
pengendaliannya terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu
dengan pengendalian vektornya. Pengendalian vektor DBD dihampir semua
negara dan daerah endemis tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan
belum mampu memutus rantai penularan. Hal ini disebabkan metode yang
diterapkan belum mengacu kepada informasi tentang vektor, disamping itu
masih mengandalkan kepada penggunaan insektisida dengan cara
penyemprotan dan larvasidasi.

www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
dbd.pdf buletin pengendalian vektor demam berdarah dengue

Beberapa metode pengendalian vektor adalah :

B.1. Manajemen Lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan


air, vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan
yang berada di daerah pemukiman. Manajemen lingkungan adalah upaya
pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif sebagai habitat
perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus
(menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot,
memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat
pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi
tempat-tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah, dll)

PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud yaitu:

 Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak


mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

 Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong


air/tempayan, dan lain-lain (M2).

 Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat


menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:

 Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat


lainnya yang sejenis seminggu sekali.

 Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.

 Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain


(dengan tanah, dan lain-lain).

 Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit


dikuras atau di daerah yang sulit air.

 Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air.

 Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

 Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

 Menggunakan kelambu.

 Memakai obat yang dapat mencegah gigitan.


PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN 2011

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdf

B.2. Pengendalian Biologis

Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi


untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agent biologi yang sudah
digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD
adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop
(Copepoda).

Predator
Predator larva dialam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan
jentik. Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan
bisa digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan
jentik yang efektif dan telah digunakan untuk pengendalian larva DBD adala
ikan cupang.
Jenis predator lainnya yang dalam penelitian mampu mengendalikan
larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini sebenarnya
jenis Crustacea dengan ukuran mikro, jenis ini mampu memakan larva vektor
DBD.

Bakteri

agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk
larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok
bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan
mampu mebunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14)
dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga
spora harus masuk kedalam saluran pencernaan larva.
Sukowati, S., 2010, Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan
Pengendaliannya di Indonesia, Buletin Jendela Epidemiologi, 2:31-34.
Tersedia di:
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
dbd.pdf buletin pengendalian vektor demam berdarah dengue

B.3. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida


merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka
penggunaannya harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan
organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis
insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk
dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang
berulang di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga
sasaran.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :

 Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl


pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa
yang diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan
pengabutan dingin/ULV.
 Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN 2011

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/manajemen%20DBD_all.pdf

Anda mungkin juga menyukai