Anda di halaman 1dari 25

RANCANGAN

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR:

TENTANG
PEDOMAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP
STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah


Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Kementerian ATR/BPN
mempunyai kewenangan untuk mengatur pembuatan dan
pelaksanaan KLHS dalam lingkup pelaksanaan
kewenangannya dalam bidang penataan ruang;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang
Pedoman Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 140);
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);

1
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5941);
7. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 18);
8. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan
Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 21);
9. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 136);
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009
tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan
Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah;
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
15/PRT/M/2012 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 972);
12. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagaimana telah
diubah menjadi Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 191);
13. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 37 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Provinsi dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Kabupaten (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1873);
14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan

2
Hidup Strategis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 89);
15. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Kabupaten, dan Kota (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 394);
16. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 1308);
17. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.8/1/2018 tentang
Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia;
18. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor SK.297/MENLHK/SETJEN/PLA.3/4/2019 tentang
Daya Dukung dan Daya Tampung Air Nasional;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG


TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM
P E N Y U S U N A N R E N C A N A TATA RUANG.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
4. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil
perencanaan tata ruang.
5. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia, serta makhluk hidup lain.

3
6. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antarkeduanya.
7. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
8. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS
adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
9. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan tiga pilar, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang
menjamin kemampuan, kesejahteraan, serta mutu hidup generasi masa
kini dan masa depan.
10. Pendekatan Strategis adalah ….
11. Pendekatan Dampak adalah …..
12. Penyusun RTR adalah Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota yang
bertanggung jawab terhadap penyusunan atau revisi RTR.
13. Kelompok Kerja Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya
disebut Pokja KLHS adalah kelompok kerja yang bertugas untuk menyusun
kerangka acuan kerja, melaksanakan konsultasi publik, memuat dan
melaksanakan KLHS melalui mekanisme sesuai peraturan perundang-
undangan, melaksanakan pengintegrasian hasil KLHS ke dalam kebijakan,
rencana, dan/atau program, melaksanakan penjaminan kualitas KLHS, dan
melaksanakan pendokumentasian KLHS.
dibentuk oleh menteri yang membidangi urusan Lingkungan Hidup yang
terdiri atas unsur perwakilan kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian terkait untuk RTR tingkat nasional, atau kelompok kerja
yang dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota yang terdiri atas unsur
perwakilan perangkat daerah terkait, untuk RTR tingkat
provinsi/kabupaten/kota.
14. Tim Penyusun RTR adalah adalah tim yang dibentuk oleh Menteri yang
terdiri atas unsur pemerintah untuk RTR tingkat nasional, atau tim yang
dibentuk oleh kepala daerah atau pemerintah daerah khususnya dalam
lingkup Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) serta tim ahli
yang dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang yang diketuai oleh
profesional perencana wilayah dan kota yang bersertifikat.
15. Laporan KLHS adalah dokumen yang memuat proses dan hasil pembuatan
dan pelaksanaan serta hasil penjaminan kualitas KLHS.
16. Standar Kompetensi Penyusun KLHS adalah ukuran kemampuan minimal
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipenuhi dalam
menyusun KLHS.
17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4
18. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
19. Menteri adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang.

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur tentang pembuatan dan


pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata ruang, yang meliputi:
a. RTR wajib KLHS;
b. kedudukan dan lingkup KLHS;
c. pendekatan pembuatan dan pelaksanaan KLHS;
d. penjaminan kualitas, dan pendokumentasian, dan validasi KLHS;
e. tata cara pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan RTR;
f. validasi KLHS dan persetujuan substansi RTR; dan
g. peran serta masyarakat.

BAB II
RTR WAJIB KLHS

Pasal 3

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membuat dan


melaksanakan KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam RTR.
(2) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan pada
penyusunan RTR dan revisi RTR pada rencana umum dan rencana rinci
tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

Rencana umum dan rencana rinci tata ruang RTR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2), meliputi:
a. RTR Wilayah Nasional, RTR Pulau/Kepulauan, RTR Kawasan Strategis
Nasional, dan RDTR Kawasan Perbatasan;
b. RTR Wilayah Provinsi dan RTR Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. RTR Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota, RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan RTR
Kawasan Perkotaan bagian dari Kabupaten.

BAB III
KEDUDUKAN DAN LINGKUP KLHS DALAM PENYUSUNAN RTR

Pasal 5
(1) KLHS merupakan bagian tidak terpisahkan dalam proses penyusunan
rencana tata ruang.

5
(2) Kedudukan KLHS dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran … yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6
(1) Lingkup pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana
tata ruang, meliputi:
a. penyusunan kerangka acuan kerja;
b. identifikasi isu pembangunan berkelanjutan;
c. identifikasi materi muatan RTR ;
d. analisis pengaruh hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan
dengan hasil identifikasi materi muatan RTR;
e. analisis muatan KLHS terhadap RTR yang berpengaruh pada kondisi
lingkungan hidup;
f. perumusan alternatif penyempurnaan RTR;
g. penyusunan rekomendasi untuk pengambilan keputusan perbaikan RTR;
h. pengintegrasian hasil KLHS ke dalam RTR;
i. penjaminan kualitas; dan
j. pendokumentasian; dan
k. validasi.
(2) Lingkup pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperhatikan:
a. jenis, tema, hierarki dan skala informasi RTR; dan
b. prosedur dan mekanisme penyusunan atau revisi RTR.

BAB IV
PENDEKATAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS

Pasal 7
(1) Pendekatan pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana
tata ruang meliputi:
a. pendekatan strategis; dan
b. pendekatan dampak
(2) Pendekatan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan untuk muatan RTR meliputi tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang.
(3) Pendekatan dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan untuk muatan RTR, meliputi:
a. rencana struktur ruang;
b. rencana pola ruang;
c. penetapan kawasan strategis atau kawasan yang diprioritaskan
penangannya;
d. arahan pemanfaatan ruang atau ketentuan pemanfaatan ruang; dan
e. arahan atau ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.
(4) Pendekatan pembuatan dan pelaksanaan KLHS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran … yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V

6
TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS DALAM PENYUSUNAN RTR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1) Pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata ruang
dilakukan melalui:
a. pengkajian pengaruh RTR terhadap kondisi Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan;
b. perumusan alternatif penyempurnaan RTR; dan
c. penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan RTR
yang mengintegrasikan prinsip Pembangunan Berkelanjutan.
(2) Pengkajian pengaruh RTR terhadap kondisi Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan;
b. identifikasi muatan RTR yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap
kondisi Lingkungan Hidup; dan
c. analisis pengaruh RTR terhadap kondisi Lingkungan Hidup.

Pasal 9
Tugas Tim Penyusun RTR meliputi:
a. menyusun RTR sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. melakukan kerjasama dengan Pokja KLHS untuk melaksanakan:
1. pengintegrasian hasil KLHS ke dalam RTR;
2. penjaminan kualitas; dan
3. pendokumentasian KLHS.

Pasal 10
(1) Pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata ruang
menjadi satu kesatuan dengan proses penyusunan RTR.
(2) Pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diintegrasikan dalam tahapan:
a. persiapan;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. pengolahan dan analisis data; dan
d. penyusunan konsep RTR; dan
e. penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan RTR.
(3) Integrasi pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata
ruang dilaksanakan secara timbal balik antara perumusan muatan RTR
dengan KLHS.
(4) Integrasi pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan rencana tata
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran …
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 11
(1) Dalam proses integrasi pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam
penyusunan rencana tata ruang, hal diperlukan Pokja KLHS dapat
melakukan konsultasi teknis.

7
(2) Konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup untuk RTR tingkat
nasional dan provinsi; atau
b. Dinas organisasi perangkat daerah provinsi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup untuk RTR Kabupaten/Kota.
(3) Konsultasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan secara bertahap, meliputi: setelah setiap penyelesaian tahapan:
a. penyusunan kerangka acuan kerja;
b. analisis muatan KLHS terhadap RTR yang berpengaruh pada kondisi
Lingkungan Hidup; dan
c. pengintegrasian hasil KLHS ke dalam RTR.

Bagian Kedua
Persiapan

Pasal 12
(1) Menteri atau gubernur atau bupati/walikota membentuk Kelompok Kerja
(Pokja) KLHS dan Tim Penyusun RTR.
(2) Pokja KLHS dan Tim Penyusun RTR bekerjasama melakukan:
a. penyusunan kerangka acuan kerja KLHS yang mencakup jadwal
pembuatan dan pelaksanaan KLHS yang selaras dengan penyusunan
RTR;
b. penyusunan format data dan informasi yang akan dikumpulkan;
c. penyiapan peta dasar guna lahan dengan skala sesuai dengan RTR; dan
d. identifikasi para pemangku kepentingan yang terkena dampak.
(3) Tata cara pembentukan Pokja KLHS dan Tim Penyusun RTR dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pengumpulan Data dan Informasi

Pasal 13
(1) Pengumpulan data dan informasi dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS
dilakukan secara sinergis dengan penyusunan rencana tata ruang.
(2) Jenis data dan informasi dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit:
a. daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
b. kebencanaan;
c. jasa ekosistem;
d. sumber daya alam;
e. kerentanan perubahan iklim; dan
f. potensi keanekaragaman hayati.

Bagian Keempat
Pengolahan dan Analisis Data

8
Pasal 14
(1) Pokja KLHS dan Tim Penyusun RTR bekerjasama melakukan identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan yang meliputi kegiatan:
a. penyusunan dan penyajian informasi dasar; dan
b. identifikasi dan perumusan isu Pembangunan Berkelanjutan.
(2) Penyusunan dan penyajian informasi dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
a. penguraian informasi dasar yang meliputi aspek lingkungan hidup sosial
dan ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik
masing-masing wilayah; dan
b. pemetaan informasi dasar dengan menggunakan sistem informasi
geografis.
(3) Identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menentukan isu
Pembangunan Berkelanjutan yang paling strategis, dengan cara:
a. mengumpulkan dan melakukan pemusatan isu-isu pembangunan
berkelanjutan yang diketahui dan dirasakan;
b. melakukan konsultasi publik untuk menjaring isu terkait lingkungan
hidup;
c. merumuskan isu pembangunan berkelanjutan strategis dengan
mempertimbangkan paling sedikit:
i. karakteristik wilayah;
ii. tingkat pentingnya potensi dampak;
iii. keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan;
iv. keterkaitan dengan muatan RTR;
v. muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
dan/atau
vi. hasil KLHS dari RTR pada hierarki di atasnya yang harus diacu,
serupa dan berada pada wilayah yang berdekatan, dan/atau
memiliki keterkaitan dan/atau relevansi langsung.
(4) Identifikasi dan perumusan isu Pembangunan Berkelanjutan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menghimpun
masukan dari pemangku kepentingan melalui konsultasi publik.
(5) Langkah-langkah identifikasi isu pembangunan berkelanjutan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan metode analisisnya tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 15
Hasil identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) menghasilkan isu pembangunan
berkelanjutan prioritas berdasarkan analisis:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan dampak dan risiko Lingkungan Hidup;
c. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
d. intensitas dan cakupan wilayah bencana alam;
e. status mutu dan ketersediaan sumber daya alam;
f. ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati;

9
g. kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
h. tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan sekelompok
masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan masyarakat;
i. risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat; dan/atau,
j. ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat.

Bagian Kelima
Penyusunan Konsep RTR

Pasal 16
Pengintegrasian KLHS pada tahapan penyusunan konsep RTR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c, meliputi:
a. identifikasi materi muatan RTR;
b. analisis pengaruh materi muatan RTR berdasarkan hasil identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan prioritas;
c. analisis muatan KLHS terhadap materi muatan RTR yang berpengaruh pada
kondisi lingkungan hidup;
d. perumusan alternatif penyempurnaan RTR; dan
e. penyusunan rekomendasi untuk pengambilan keputusan perbaikan RTR.

Paragraf 1
Identifikasi Materi Muatan RTR

Pasal 17
(1) Identifikasi materi muatan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
huruf a dilakukan untuk menemukan dan menentukan muatan RTR yang
harus dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kondisi
lingkungan hidup.
(2) Identifikasi muatan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan:
a. menelaah konsep rancangan RTR yang disusun; atau
b. menelaah seluruh materi RTR yang direvisi.
(3) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar
untuk analisis pengaruh muatan RTR yang berpotensi menimbulkan
pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup.
(4) Langkah-langkah Identifikasi muatan RTR yang berpotensi menimbulkan
pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran … yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 2
Analisis Pengaruh Muatan RTR Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup

Pasal 18
Hasil identifikasi muatan RTR dianalisis pengaruhnya terhadap kondisi
Lingkungan Hidup dengan memperhatikan hasil identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

10
(1) Analisis pengaruh muatan RTR berdasarkan hasil identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 huruf b dilakukan dengan menggunakan lingkup, metoda, teknik, dan
kedalaman analisis yang sesuai berdasarkan:
a. pendekatan pembuatan dan pelaksanaan KLHS berdasarkan jenis, skala
dan sifat RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. tingkat kemajuan penyusunan muatan RTR;
c. relevansi dan kedetailan informasi yang dibutuhkan;
d. input informasi KLHS dan kajian lingkungan hidup lainnya yang terkait
dan relevan untuk dirujuk; dan
e. ketersediaan data.
Pelaksanaan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
lingkup, metoda, teknik dan kedalaman analisis yang sesuai berdasarkan:
a. pendekatan pembuatan dan pelaksanaan KLHS berdasarkan jenis, skala
dan sifat RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. tingkat kemajuan penyusunan muatan RTR;
c. relevansi dan kedetailan informasi yang dibutuhkan;
d. input informasi KLHS dan kajian lingkungan hidup lainnya yang terkait
dan relevan untuk dirujuk; dan,
e. ketersediaan data.
(2) Analisis pengaruh sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran … yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Metode dan teknik analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19
(1) Hasil analisis sebagaimana dimasud dalam Pasal 19 ayat (1) paling sedikit
memuat kajian:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko Lingkungan Hidup;
c. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
dan,
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
(2) Muatan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan
rujukan yang telah dipublikasikan secara resmi.
(3) Hasil analisis pengaruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan untuk pengayaan dan
penajaman hasil.

Pasal 20
(1) Hasil analisis pengaruh muatan RTR terhadap Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sekurang-kurangnya memuat
tentang:
a. Pengaruh RTR terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;

11
b. Dampak, risiko, dan manfaat dari muatan RTR terhadap lingkungan
hidup, keberlanjutan kehidupan, dan keberlanjutan pembangunan; dan,
c. Hal-hal yang karena keterbatasan pengetahuan dan data menyebabkan
dibutuhkannya kajian lebih lanjut dan/atau tindakan-tindakan
penerapan prinsip kehati-hatian sebagai upaya meminimalkan risiko.
(2) Hasil analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan menjadi
muatan KLHS dan menjadi dasar perumusan alternatif penyempurnaan
muatan RTR.

Paragraf 3
Perumusan Alternatif Penyempurnaan RTR

Pasal 21
(1) Tahap perumusan alternatif penyempurnaan RTR dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil analisis dampak lingkungan setelah tahap analisis
pengaruh yang menghasilkan muatan klhs sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf b.
(2) Arahan perumusan alternatif penyempurnaan RTR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 4
Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Penyempurnaan Muatan RTR

Pasal 22
(1) Rekomendasi perbaikan untuk penyempurnaan muatan RTR yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan memuat:
a. materi perbaikan muatan RTR; dan
b. informasi jenis usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan tidak diperbolehkan
lagi bila ada.
(2) Rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditambahkan muatan:
a. usulan RTR lain yang relevan untuk disusun agar mendukung
tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau,
b. tindak lanjut yang relevan untuk meningkatkan kualitas muatan RTR.

Pasal 23
Arahan penyusunan rekomendasi perbaikan untuk penyempurnaan muatan
RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Keenam
Penyusunan dan Pembahasan Rancangan Peraturan RTR

Pasal 24
(1) Penyusunan dan pembahasan Raperda RTR didasarkan pada:

12
a. rancangan RTR yang disempurnakan muatannya berdasarkan
rekomendasi perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan,
b. dokumen KLHS.
(2) Pada tahap penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan RTR, Pokja
KLHS dan Tim Penyusun RTR melaksanakan:
a. penjaminan kualitas; dan,
b. pendokumentasian.

BAB VI
PENJAMINAN KUALITAS KLHS

Pasal 25
(1) Penjaminan kualitas KLHS dilaksanakan melalui penilaian mandiri oleh Tim
Penyusun RTR untuk memastikan bahwa kualitas dan proses pembuatan
dan pelaksanaan KLHS dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 25.
(2) Penilaian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempertimbangkan:
a. dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
relevan; dan
b. laporan KLHS dari RTR yang terkait dan relevan.
(3) Dalam hal dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup belum tersusun maka penilaian mandiri mempertimbangkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
(4) Penilaian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan
cara:
a. penilaian bertahap yang sejalan dan/atau mengikuti tahapan
perkembangan pelaksanaan KLHS; dan/atau,
b. penilaian sekaligus yang dilaksanakan di tahapan akhir pelaksanaan
KLHS.

Pasal 26
(1) Hasil penjaminan kualitas KLHS harus disusun secara tertulis dengan
memuat informasi tentang:
a. kelayakan KLHS jika telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 25;
b. rekomendasi perbaikan KLHS yang telah diikuti dengan perbaikan muatan
RTR; dan/atau,
c. Hasil penjaminan kualitas KLHS digunakan sebagai masukan untuk
penyempurnaan KLHS.
(2) Contoh format penjaminan kualitas tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VII
PENDOKUMENTASIAN KLHS

Pasal 27
(1) Laporan KLHS untuk penyusunan RTR paling sedikit memuat:
a. dasar pertimbangan RTR sehingga perlu dilengkapi KLHS;

13
b. peraturan terkait dan sasaran lingkungan yang ditetapkan;
c. metoda, teknik, rangkaian langkah-langkah dan hasil identifikasi:
1. isu pembangunan berkelanjutan;
2. identifikasi materi muatan RTR;
3. pengkajian pengaruh RTR terhadap kondisi Lingkungan Hidup; dan,
4. analisis muatan KLHS.
d. metoda, teknik, rangkaian langkah-langkah dan hasil perumusan
alternatif dan rekomendasi muatan RTR;
e. gambaran tentang RTR;
f. penjelasan tentang informasi lingkungan;
g. pertimbangan, muatan, dan konsekuensi rekomendasi perbaikan untuk
penyempurnaan muatan RTR yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan;
h. gambaran pengintegrasian hasil KLHS dalam RTR;
i. pelaksanaan partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi KLHS;
j. ringkasan eksekutif; dan,
k. hasil penjaminan kualitas KLHS.

Pasal 28
Ketentuan lebih rinci mengenai pendokumentasian KLHS dalam penyusunan
RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VIII
VALIDASI KLHS DAN PERSETUJUAN SUBSTANSI RTR

Pasal 29
(1) Terhadap KLHS yang telah dilakukan penjaminan kualitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27, dilakukan validasi oleh:
a. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, untuk RTR tingkat
nasional dan provinsi; atau
b. Dinas Provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, untuk RTR tingkat
kabupaten/kota.
(2) Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan
penjaminan kualitas telah dilaksanakan secara akuntabel dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.

Pasal 30
(1) Gubernur, Bupati, Walikota mengajukan permohonan validasi KLHS secara
tertulis kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup atau Gubernur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dengan melampirkan:
a. surat permohonan;
b. rancangan RTR yang dilaksanakan KLHS;
c. laporan KLHS yang mencakup bukti penjaminan kualitasnya; dan
d. bukti pemenuhan standar kompetensi penyusun KLHS

14
(2) Persyaratan permohonan validasi KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31
(1) Permohonan persetujuan substansi RTR dapat dilakukan sekurang-
kurangnya setelah melaksanakan konsultasi teknis penjaminan mutu dan
pendokumentasian dalam tahapan penyusunan dan pembahasan rancangan
peraturan RTR sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat 3 huruf c.
(2) Permohonan persetujuan subtansi RTR dilakukan setelah mendapatkan
validasi KLHS untuk RTR yang tidak melakukan konsultasi teknis dalam
pembuatan dan pelaksanaan KLHS.
(3) Permohonan persetujuan substansi RTR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus melampirkan berita acara hasil konsultasi teknis.

BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 32

(1) Peran serta masyarakat dalam pembuatan dan pelaksanaan KLHS dilakukan
melalui konsultasi publik.
(2) konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
sedikit 2 (dua) kali pada saat tahap identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan dan setelah penyusunan rekomendasi perbaikan atau dapat
dilaksanakan pula bersamaan dengan konsultasi publik pada saat proses
penyusunan RTR.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal …
Dalam rangka percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang, Pokja KLHS wajib
melakukan konsultasi teknis.

Pasal …
(1) RTR atau revisi RTR yang sudah disusun dan belum dilaksanakan
pembuatan dan pelaksanaan KLHS, wajib menyusun KLHS.
(2) RTR atau revisi RTR yang belum disusun wajib melaksanakan pembuatan
dan pelaksanaan KLHS yang terintegrasi dalam penyusunan atau revisi RTR.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal …
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

15
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

SOFYAN A. DJALIL

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ...... NOMOR .............

16
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM
PERENCANAAN TATA RUANG

KEDUDUKAN KLHS DALAM PENYUSUNAN RTR

1. UMUM
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang tentang Pedoman Pembuatan dan
Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam Perencanaan
Tata Ruang disusun dengan dasar pemikiran bahwa pertimbangan lingkungan
dan prinsip pembangunan berkelanjutan harus menjadi dasar dan terintegrasi
dalam perencanaan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintah dan pemerintah
daerah sebagai penanggungjawab penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) perlu
melaksanakan KLHS. Hal ini dimaksudkan agar produk RTR telah
mengintergrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

KLHS merupakan tindakan strategis dalam menuntun dan mengarahkan agar


RTR mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan dan meminimalkan
dampak/risiko dari RTR terhadap lingkungan dan keberlanjutan. Kapasitas
untuk pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam penyusunan RTR menjadi
suatu hal yang penting dalam meningkatkan kualitas RTR.

Peraturan Menteri ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara


sistematis sebagai berikut: kedudukan dan muatan KLHS dalam penyusunan
RTR; prinsip dasar, persyaratan, dan mekanisme pembuatan dan pelaksanaan
KLHS; integrasi KLHS dalam penyusunan RTR; penjaminan kualitas dan
dokumentasi KLHS; dan validasi KLHS.

2. KEDUDUKAN KLHS
Penyusunan KLHS dimulai dari tahap persiapan perencanaan tata ruang, hingga
tahap penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan RTR. Pada
Perumusan konsepsi RTR, KLHS sebagai masukan untuk perumusan kebijakan
dan strategi, memberikan alternatif/rekomendasi dan indikasi program, dan
upaya pencegahan atau mitigasi dari rencana dan indikasi program/ketentuan
pemanfaatan ruang, setelah kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana
jaringan prasarana, dan arahan pola ruang dirumuskan.

Kedudukan KLHS dalam sistem peraturan perundangan terkait penataan ruang


dan lingkungan hidup sebagai berikut (Gambar 1.1):

17
Undang-undang No. 26 Tahun 2006 tentang Undang-undang No. 23 Tahun 2009 tentang
Penataan Ruang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS

Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/


Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Kabupaten dan Kota

Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/


Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 37
Pedoman, standar Kehutanan No.P.69 Tahun 2017 tentang Pedoman, standar
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan
untuk Penyusunan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 46 untuk Penyusunan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Rencana Tat ruang Tahun 2016 tentang Tata Cara KLHS
Provinsi dan Rencana tata Ruang Kawasan
Penyelenggaraan KLHS
Strategis Kabupaten

Peraturan Menteri Agrariaa dan Tata Ruang/


Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 16
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi

PEDOMAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS DALAM


PERENCANAAN TATA RUANG

Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) Provinsi (RTRWP) Kabupaten/Kota (RTRW Kab/Kota)

Rencana Tata Ruang, Pulau/


Kepulauan; RTR KSN RTR Kawasan Strategis Provinsi RDTR dan PZ; RTR KS Kab/Kota

Gambar 1.1 Kedudukan Pedoman KLHS dalam Peraturan Perundangan

Pedoman pembuatan dan pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang


mengintegrasikan proses penyusunan KLHS kedalam perencanaan tata ruang.
Pedoman ini menyediakan acuan operasional pembuatan dan pelaksanaan KLHS
khusus dalam penyusunan RTR sehingga: (a) proses KLHS bisa diintegrasikan
dengan proses penyusunan tata ruang; (b) nomenklatur KLHS bisa langsung
diadaptasi dengan nomenklatur penyusunan RTR; (c) meminimalisasi
kesalahpahaman di antara penyusun KLHS dan penyusun RTR (Gambar 1.2.)

18
TAHAPAN PERENCANAAN TATA RUANG
(PERMEN PU 15/2012; PERMEN ATR 37/2016; TAHAPAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS KONSULTASI TEKNIS
PERMEN ATR 1/2018; PERMEN ATR 16/2018) (PERMEN LHK P.69/2017) (PERMEN LHK P.69/2017)
PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS
 pembentukan Pokja KLHS dan Tim penyusunan RTR
 menyusun kerangka acauan kerja KLHS yang mencakup jadwal pembuatan
dan pelaksanaan KLHS yang selaras dengan penyusunan RTR.
 pengumpulan dokumen RTR yang sedang dalam proses penyusunan dan telah
Persiapan 1. Penyusunan KAK
memiliki delineasi wilayah yang tetap;
 penyusunan format data dan informasi yang akan dikumpulkan ;
 penyiapan peta dasar guna lahan dengan skala sesuai dengan RTR ; dan,
 Identifikasi para pemangku kepentingan yang terkena dampaK **

KONSULTASI TEKNIS 1: Kerangka acuan kerja


Pengumpulan Data dan Informasi  Pengumpulan data dan informasi

Pokja KLHS melakukan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan meliputi 2. Identitikasi isu pembangunan
kegiatan: berkelanjutan
Pengolahan dan Analisis Data  penyusunan dan penyajian informasi dasar;
 penyusunan kajian konsep pengembangan; dan,
 identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan. 3. Isu Muatan Materi RTR
4. Analisis Pengaruh
5. Pengkajian Pengarur RTR
terhadap kondisi lingkungan
 Identifikasi muatan RTR yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap hidup
kondisi lingkungan hidup; 6. Rumusan Akternatif
Penyusunan Konsep RTR  Analisis pengaruh RTR terhadap Kondisi Lingkungan Hidup*; 7. Penyusunan Rekomendasi
 Perumusan alternatif penyempurnaan RTR; dan, 8. Pengintegrasian
 Penyusunan Rekomendasi Perbaikan untuk Pengambilan Keputusan RTR
KONSULTASI TEKNIS 2: Hasil analisis s/d pengintegrasian

9. Penjaminan Kualitas
PENJAMINAN MUTU
10.Pendokumentasian

DOKUMEN KLHS yang sudah TERVALIDASI (sebagai Persyaratan Persetujuan


KONSULTASI TEKNIS 3:
Penyusunan dan Pembahasan Raperda Substansi) Permen ATR/BPN 8/2017 pasal 6 terkait dokumen kelengkapan Penjaminan kualitas dan pendokumentasian
admnistrasi (Lampiran IV)

Catatan:
* Analisis pengaruh RTR terhadap Kondisi Lingkungan Hidup (Analisis Muatan KLHS), meliputi:
1. kapasitas daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup untuk pembangunan;
2. perkiraan mengenai dampak dan risiko Lingkungan Hidup;
3. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
4. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
** Hasil FGD dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Gambar 1.2 Pengintegrasian Pembuatan dan Pelaksanaan KLHS dalam


Perencanaan

19
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM
PERENCANAAN TATA RUANG

TATA CARA PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN KLHS DALAM PROSES


PENYUSUNAN RTR
Secara teknis (kebutuhan data dan informasi serta metode analisis) pembuatan
dan pelaksanaan KLHS diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Proses pembuatan dan pelaksanaan KLHS menurut Peraturan Pemerintah No 46
Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.69
Tahun 2017 terdiri dari:
1) tahapan persiapan yang terdiri dari identifikasi pemangku kepentingan,
pembentukan Pokja, dan penyusunan KAK; dan
2) tahapan pengkajian yang terdiri dari tahap identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan, identifikasi isu pembangunan berkelanjutan strategis,
identifikasi isu pembangunan prioritas, identifikasi materi muatan RTR,
analisis pengaruh, analisis muatan KLHS, perumusan alternatif, dan
penyusunan rekomendasi perbaikan.

Secara prosedur, tata cara pembuatan pelaksanaan KLHS dalam proses


penyusunan RTR adalah sebagai berikut.

A. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan di proses penyusunan rencana tata ruang, dalam prosedur
penyusunan KLHS juga dilakukan persiapan berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.69 Tahun 2017 yang terdiri dari:
1. Identifikasi Pemangku Kepentingan.
2. Pembentukan POKJA KLHS.
3. Penyusunan KAK KLHS yang memuat proses-proses atau lingkup kajian
KLHS.

Dalam beberapa kondisi, KAK penyusunan RTR dapat memuat lingkup


pembuatan dan pelaksanaan KLHS untuk menjamin terintegrasinya pembuatan
dan pelaksanaan KLHS dengan tetap memperhatikan falsafah dan fungsi KLHS
dalam menyempurnakan muatan RTR.

B. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi


Data dan informasi dikumpulkan berdasarkan pendekatan pembuatan dan
pelaksanaan KLHS berdasarkan karakteristik rencana RTR sebagaiman
dijelaskan pada Lampiran 2. Jenis data dan informasi yang harus dikumpulan
diatur dan dikonsultasikan dengan kementerian atau dinas di provinsi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

20
Pada tahap pengumpulan data dan informasi dalam proses penyusunan RTR,
Pokja KLHS melakukan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan melalui
upaya:
1. mengumpulkan isu pembangunan berkelanjutan melalui telaah literatur dan
curah pendapat Pokja KLHS. Hasil telaah dan surah pendapat tersebut
didiskusikan dengan para pemangku kepentingan melalui konsultasi publik.
Hasil konsultasi publik dituangkan dalam Berita Acara;
2. isu pembangunan berkelanjutan yang telah dikumpulkan kemudian
dipusatkan berdasarkan kesamaan substasi dan/atau menelaah sebab-
akibat dengan memperhatikan isu lintas sektor, isu lintas wilayah, isu lintas
pemangku kepentingan, dan isu lintas waktu. Hasil tersebut kemudian
dikonsultasikan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan. Hasil dari
konsultasi tersebut menjadi dasar untuk mengidentifikasi isu pembangunan
berkelanjutan strategis.

Tata cara identifikasi isu pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada


Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Tata Cara Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan


Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

C. Tahap Pengolahan dan Analisis Data


Pada tahap pengolahan dan analisis data, Pokja KLHS melakukan identifikasi isu
pembangunan berkelanjutan strategis dan identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan prioritas, melalui tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis
Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan yang paling strategis dilakukan
dengan cara menelaah hasil isu pembangunan berkelanjutan dengan
mempertimbangkan unsur-unsur berikut yang tercantum pada Pasal 9 ayat
(1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016:

21
a. karakteristik wilayah yang ditelaah dalam bentuk spasial (misalnya dengan
menggunakan peta Rupa Bumi, peta RTR, dan peta tutupan lahan);
b. tingkat pentingnya potensi dampak;
c. keterkaitan antar isu strategis pembangunan berkelanjutan;
d. keterkaitan dengan materi muatan RTR;
e. muatan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(RPPLH); dan/atau,
f. hasil KLHS dari RTR pada hirarki diatasnya yang harus diacu, serupa dan
berada pada wilayah yang berdekatan, dan/atau memiliki keterkaitan
dan/atau relevansi langsung.

Isu yang akan diambil menjadi isu pembangunan berkelanjutan strategis


disepakati melalui konsultasi publik dengan mempertimbangkan hasil
telaahan tersebut.

Tabel 3.1 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Strategis


Karakteristik Pentingnya Isu
Isu
Wilayah Dampak Pembangunan KRP KLHS
Pembangunan RPPLH
Berkelanjutan terkait diatasnya
Berkelanjutan RBI RTR LC Luas Sering
Terkait
Isu PB 1
Isu PB 2
Isu PB 3
dst

2. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas


Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan prioritas dilakukan dengan cara
menelaah hasil isu pembangunan berkelanjutan strategis dengan
mempertimbangkan unsur-unsur berikut yang tercantum pada Pasal 9 ayat
(2) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan (DDDT);
b. perkiraan dampak atau risiko lingkungan hidup (dampak lingkungan
hidup);
c. kinerja layanan atau jasa ekosistem (jasa ekosistem);
d. intensitas dan cakupan wilayah bencana alam (cakupan wilayah);
e. status mutu dan ketersediaan sumber daya alam (mutu sumber daya
alam);
f. ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati (potensi keaneragaman
hayati);
g. kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim (perubahan
iklim);
h. tingkat dan status jumlah penduduk miskin atau penghidupan
sekelompok masyarakat serta terancamnya keberlanjutan penghidupan
masyarakat (masyarakat miskin);
i. risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat (kesehatan
masyarakat); dan/atau,
j. ancaman terhadap perlindungan terhadap kawasan tertentu secara
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat hukum adat
(kawasan adat).

22
Hasil isu pembangunan berkelanjutan strategis diuji dengan cara
pembobotan. Nilai bobot melalui konsultasi publik yang disepakati untuk isu
yang akan diambil menjadi isu pembangunan berkelanjutan prioritas.
Minimal teridentifikasi 3 isu pembangunan berkelanjutan prioritas. Skala
bobot dapat berupa angka 1 – 5 dimana 1 tidak berpengaruh dan 5 sangat
berpengaruh

Tabel 3.2 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Prioritas


Isu Daya Potensi
Pembangunan Dukung Damp Jasa Cakupan Mutu Keaneka- Perubahan Masyarakat Kesehatan Kawasan
Berkelanjutan Daya ak LH Ekosistem Wilayah SDA ragaman Iklim Miskin Masyarakat Adat
Strategis Tampung Hayati

Isu PB
Strategis 1
Isu PB
Strategis 2
Isu PB
Strategis 3
dst

D. Penyusunan Konsep RTR


Pada tahap penyusunan konsep RTR, Pokja KLHS melakukan identifikasi
materi muatan RTR yang berdampak pada kondisi lingkungan hidup, analisis
pengaruh, analisis muatan KLHS, perumusan alternatif, dan menyusun
rekomendasi perbaikan, melalui langkah-langkah:
1. Identifikasi Materi Muatan RTR
Identifikasi materi muatan RTR yang berdampak ditapis dengan cara
analisis uji silang antara draft materi muatan RTR dengan pisau analisis
berikut yang tercantum pada Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2016:
a. perubahan iklim;
b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman
hayati;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau,
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Tabel 3.3 Materi Muatan RTR Berdampak Lingkungan Hidup


No Draft Materi Dampak dan/atau Risiko Lingkungan Hidup Nilai
Muatan RTR a b c d e f g
1. Muatan RTR 1 - - - - - - - Signifikan
2. Muatan RTR 2 o o o o o o o Tidak Perlu
3. Muatan RTR 3 - - o o - + o Signifikan
4. dst

Draft materi muatan RTR diberikan keterangan memberikan dampak


positif, negatif, atau tidak berdampak terhadap lingkungan hidup.
Berdasarkan dampak yang dihasilkan tersebut, dilakukan penilaian
terhadap draft materi muatan RTR. Diberi nilai signifikan untuk materi

23
muatan RTR yang berpotensi menimbulkan dampak/risiko lingkungan
hidup, sedangkan materi muatan RTR yang tidak berpotensi menimbulkan
dampak/risiko lingkungan hidup dinilai tidak perlu.

2. Analisis Pengaruh
Analisis pengaruh materi muatan RTR yang berpotensi menimbulkan
pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup dilakukan dengan cara uji
silang hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan prioritas dengan
hasil identifikasi muatan RTR yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup.

Tabel 3.4 Analisis Pengaruh Materi Muatan RTR


Isu Pembangunan Berkelanjutan
Materi Muatan RTR yang
Prioritas
berpotensi menimbulkan
No Isu PB Isu PB Isu PB Keterangan
pengaruh terhadap kondisi
Prioritas Prioritas Prioritas dst
Lingkungan Hidup
1 2 3
1. Muatan RTR berdampak LH 1 Ya Ya Ya Perlu kajian
muatan
2. Muatan RTR berdampak LH 2 Ya Tidak Ya Perlu kajian
muatan
3. Muatan RTR berdampak LH 3 Tidak Tidak Tidak Tidak perlu
4. dst

Analisis pengaruh menghasilkan materi muatan RTR yang berpotensi


menimbulkan pengaruh terhadap kondisi lingkungan hidup dan
memerlukan kajian muatan KLHS.

3. Analisis Muatan KLHS


Analisis muatan KLHS dilakukan dengan cara menguji silang materi
muatan RTR yang berpotensi menimbulkan pengaruh terhadap lingkungan
hidup dengan muatan KLHS yang tercantum pada Pasal 13 Ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan atau jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
dan,
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

24
Tabel 3.5 Matrik Uji Silang Materi Muatan RTR
Materi Muatan Muatan KLHS
RTR yang
Berpotensi
No Menimbulkan Dampak Jasa Perubahan Keanekaragaman
DDDT SDA
Pengaruh LH Ekosistem Iklim Hayati
terhadap Kondisi
Lingkungan Hidup
1. Muatan RTR
berdampak LH 1
2. Muatan RTR
berdampak LH 2
3. Dst`

4. Perumusan Alternatif
Alternatif penyempurnaan RTR menurut Pasal 15 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2016 dapat berupa:
a. perubahan tujuan atau target;
b. perubahan strategi pencapaian target;
c. perubahan atau penyesuaian ukuran, skala, dan lokasi yang lebih
memenuhi pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
d. perubahan atau penyesuaian proses, metode, dan adaptasi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih memenuhi
pertimbangan pembangunan berkelanjutan;
e. penundaan, perbaikan urutan, atau perubahan prioritas pelaksanaan;
f. pemberian arahan atau rambu-rambu untuk mempertahankan atau
meningkatkan fungsi ekosistem, dan/atau,
g. pemberian arahan atau rambu-rambu mitigasi dampak dan risiko
lingkungan hidup.
Hasil dari alternatif penyempurnaan RTR ini menjadi dasar untuk
penyusunan rekomendasi perbaikan RTR.

5. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan


Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan RTR menurut
Pasal 15 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 memuat:
a. materi perbaikan RTR; dan/atau,
b. informasi jenis usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan tidak diperbolehkan
lagi.

25

Anda mungkin juga menyukai