Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

KATARAK

Disusun Oleh :
Muhammad Fadhil Satria 102118005
A’af Saputra 102118037
Sri Susanti 102118039

PEMBIMBING :
dr. Syarifah Yusriani, M.Ked (Oph), Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK SENOR ILMU MATA

RSUD Dr. RM. DJOELHAM BINJAI

UNIVERSITAS BATAM

BINJAI

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT


karena dan dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan
judul “Katarak”.

Penyusunan referat ini merupakan tugas prasyarat mengikuti ujian akhir di


Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Mata yang dilaksanakan di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai.

Penulis sangat menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna, baik
mengena materi maupun teknik penulisannya. Menginat kemampuan penulis yang
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran membangun dari berbagai pihak sabagai perbaikan referat ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang


sebesar-besarnya kepada dr. Syarifah Yusriani, M.Ked (Oph), Sp.M atas
bimbingan, bantuan serta dukungannya dan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan referat ini.

Akhir kata penulis mengharapkan penyususnan referat ini dapat diterima


dan bermanfaat bagi para pembaca.

Binjai, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2

2.1 Katarak ....................................................................................... 2

2.1.1. Anatomi Lensa................................................................ 2

2.1.2. Fisiologi Lensa ............................................................... 4

2.1.3. Definisi ........................................................................... 5

2.1.4. Etiologi ........................................................................... 5

2.1.5. Klasifikasi ....................................................................... 6

2.1.6. Manifestasi Klinis ......................................................... 10

2.1.7. Diagnosis ...................................................................... 11

2.1.8. Penatalsaksaan .............................................................. 12

2.2 Katarak Kongenital .................................................................. 16

2.2.1. Definisi ......................................................................... 16

2.2.2. Epidemiologi ................................................................ 16

2.2.3. Etiologi ......................................................................... 17

2.2.4. Patogenesis ................................................................... 18

2.2.5. Klasifikasi ..................................................................... 21

2.2.6. Manifestasi Klinis ......................................................... 25

2.2.7. Diagnosis ...................................................................... 26

2.3. Katarak Senilis ........................................................................ 27

2.3.1. Definisi ......................................................................... 27


2.3.2. Epidemiologi ................................................................ 27

2.3.3. Etiologi ......................................................................... 28

2.3.4. Patogenesis ................................................................... 30

2.3.5. Klasifikasi ..................................................................... 30

2.3.6. Manifestasi Klinis ......................................................... 34

2.3.7. Diagnosis ...................................................................... 35

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang

sebenarnya dapat dicegah.(1) Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang

ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses

masuknya cahaya ke mata. (1) Katarak dapat disebabkan karena terganggunya

mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein


(2)
lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan

dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma. (2)

Katarak adalah kekeruhan atau perubahan warna pada lensa. Baik itu

kekeruhan lensa yang kecil, lokal atau seluruhnya. Pada umumnya katarak

terjadi karena proses penuaan, tetapi banyak fakto-faktor lainnya, yaitu

kelainan genetik atau kongenital, penyakit sistemik, obat-obatan, dan trauma.

Peningkatan kasus katarak biasanya banyak terjadi pada usia diatas 70 tahun.

Faktanya, katarak katarak yang berhubungan dengan usia terjadi kira-kira

50% pada orang dengan usia 65-74 tahun dan 70% pada usia 75 tahun.

Katarak sebagian besar umumnya menyebabkan penglihatan menurun (tidak

dapat dikoreksi dengan kaca mata).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katarak

2.1.1. Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak

berwarna, dan hampir transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm

dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada

serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut

menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan

posterior dari kapsul lensa. Kapsul lensa merupakan membran

dasar yang elastis dan transparan tersusun dari kolagen tipe IV

yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi

lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.

Bagin paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior

zona preekuator, dan bagian paling tipis berada di bagian tengah

kutub posterior.(1-3)

Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi

nukleus, korteks, dan epitel lensa. 65% lensa terdiri atas air,

sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara

jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit mineral. Kandungan kalium

lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.Tepat

dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.

2
3

Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan

sel-sel lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-

sel tersebut juga dapat membentuk ATP untuk memenuhi

kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan

menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa. Sel-sel

berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan

menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah

lensa. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa.


(1-3)
4

2.1.2. Fisiologi Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke

retina. Mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah

focus dari benda jauh ke benda dekat disebut akomodasi.

Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh badan siliar

terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan

terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya

akomodasi. (1-3)

Akomodasi Tanpa Akomodasi

Muskulus Cilliaris Kontraksi Relaksasi

Ketegangan Serat Menurun Meningkat


Zonular

Bentuk Lensa Lebih cembung Lebih pipih

Tebal Axial Lensa Meningkat Menurun

Dioptri Lensa Meningkat Menurun


5

2.1.3. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris

cataract dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam

bahasa indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti

tertutup air tejun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada

lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,

denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif

ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang

lama. (2)

2.1.4. Etiologi

1. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik,

misalnya diabetes melitus, dislpidemia.

2. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.

3. Riwayat keluarga dengan katarak

4. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu

5. Pembedahan mata

6. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka

panjang

7. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar

ultraviolet.

8. Efek dari merokok dan alkohol


6

2.1.5. Klasifikasi

Katarak diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu menurut

morfologi, maturitas serta usia terjadinya katarak.(1,2,9)

1. Menurut Morfologi

a. Katarak Nuklear

Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus

lensa dan menjadikan nukleus lensa menjadi berwarna

kuning dan opak. Katarak ini lokasinya pada bagian

tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi

gelap dan keras (sklerosis), berubah menjadi kuning

sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini

merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.

Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan

dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat

menjadi lebih baik (miopisasi).

b. Katarak Kortikal

Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi

ion dari korteks lensa serta komposisi air dari serat-serat

pembentuk lensa. Katarak menyerang pada lapisan yang

mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai

timbul usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat,

tetapi lebih cepat daripada katarak nuklear.


7

c. Katarak Subcapsularis

Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya

dibawah capsul, dan biasanya ada di belakang lensa.

Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di cahaya

yang terang dan biasanya melihat halo pada malam hari.

Dibagi menjadi katarak subcapsularis posterior dan

subcapsularis anterior. Pada subcapsularis posterior

biasanya terdapat pada pasien DM, Myotonic Dystrophy

dan penggunaan steroid. Sedangkan pada subcapsularis

anterior biasanya terdapat pada Glaukoma sudut tertutup

akut, toksisitas amiodaron, miotic, dan Wilson disease.

d. Katarak Capsularis

Dibagi atas dua jenis yaitu :

1). Anterior Capsular

a). Congenital : Kelainannya di membran pupil yang

tidak dapat lepas pada waktu lahir

b). Acquired : Pseudoexfloation syndromes,

Chlorpromazine, yang disertai dengan sinekia

posterior

2). Posterior Capsular

a). Congenital : Persisten hyaloid membran. Seperti

ada hubungan kapsul posterior dengan retina

yang seharusnya menghilang sejak lahir.


8

2. Menurut Maturitas

a. Katarak Insipiens

Kekeruhan dimulai dari tepi equator menuju korteks

anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai

terlihat di dalam korteks. Pada katarak subcapsular

posterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior

subcapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa

dan korteks yang berisi jaringan degeneratif pada katarak

insipiens. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk

waktu yang lama.

b. Katarak Imatur

Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada

katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa

akibat meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang

degenerative.

c. Katarak Matur

Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa.

Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang

menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan

makan cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali

pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan


9

seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan

kalsifikasi lensa.

d. Katarak Hipermatur

Protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair .

Cairan ini bisa keluar dari kapsul yang utuh,

meninggalkan lensa yang mengkerut dengan kapsul yang

keriput. Katarak jenis ini sebenarnya berbahaya karena

dapat menyebabkan inflamasi sehingga menyebabkan

uveitis.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

3. Menurut Usia

a. Katarak Kongenital

Beberapa bayi ada juga yang lahir dengan katarak,

tetapi orang tua kurang memperhatikan dan baru terlihat


10

ketika usianya sudah 3 bulan. Semakin lambat dioperasi

prognosis semakin buruk. Jika dapat melihat biasanya

ambliopia dan tidak maksimum. Katarak kongenital

sebaiknya dioperasi sebelum usia 2 bulan.

b. Katarak Infantil

Merupakan kelanjutan dari katarak kongenital di

mana usia penderita di bawah 1 tahun.

c. Katarak Presenile

Terjadi pada usia lebih dari 9 tahun

d. Katarak Senile

Terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Kebanyakan

katarak yang kita jumpai adalah jenis ini akibat proses

degeneratif.

2.1.6. Manifestasi Klinis

1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering


dikeluhkan pasien dengan katarak senilis.
2. Silau, keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan
sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau
silau pada siang hari hingga silau ketika endekat ke lampu
pada malam hari.
3. Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan
kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat
sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiop
melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
11

membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan


second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight
tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
4. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan
area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini
menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi
dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.
5. Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan lensa mata
tampak berwarna keputihan
6. Ukuran kacamata sering berubah

2.1.7. Diagnosis Katarak

Diagnosa katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi

dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang

menyertai, contohnya: Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan cardiac

anomalies. Penyakit seperti Diabetes Mellitus dapat menyebabkan

perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini dan

bisa dikontrol sebelum operasi.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus

untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien

dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan

dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur

intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien


12

dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting

yaitu test pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus

Gunn dan defek pupil aferen relatif yang mengindikasikan lesi

saraf optik.

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk

evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain,

misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan

kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus

dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil,

posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa

sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma

mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.

Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan

stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan

ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas

bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina

dapat menilai gangguan penglihatan.

2.1.8. Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi.

Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan

operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti

kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat

menjernihkan lensa yang keruh. Penatalaksanaan definitif untuk


13

katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari bertahuntahun,

tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode

yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir

bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi

dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada

integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu

intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler

cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan

secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi

katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan

phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh

lensa bersama kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam

kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata

melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode

ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio

dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak

sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat

lama populer. ICCE tidak boleh dilakukan atau

kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun

yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.

Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini


14

astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan

perdarahan.

2. Ekstra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana

dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau

merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan

kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini

dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan

kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,

perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,

kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan

prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata

sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat

mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,

pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat

melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.

Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu

dapat terjadinya katarak sekunder.

3. SICS

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS)

yang merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini

dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh

dan murah.
15

4. Phacoemulsifikasi

Phacoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar

dan memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan

irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran

ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,

selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak

yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular

yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut.

Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan,

akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien

dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-

hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,

traumatik, dan kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini

kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan

incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan

dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih

sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat

dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.


16

2.2 Katarak Kongenital

2.2.1. Definisi

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi

sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1

tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada

bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang

kurang tepat.

2.2.2. Epidemiologi

Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 %

kebutaan pada anak-anak diseluruh dunia. Frekuensi atau


17

jumlah kejadian total katarak kongenital di seluruh dunia belum

diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500

bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan

insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris,

kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak

kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran. Di

Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian

katarak kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital

pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 %

dari angka kelahiran.

2.2.3. Etiologi

Pada umumnya katarak kongenital tidak diketahui

penyebabnya. 23 % dari katarak kongenital merupakan

penyakit keturunan yang diwariskan secara autosomal

dominan. Penyakit yang menyertai katarak kongenital yang

merupakan penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia,

kolobama iris, keratokonus, lensa ektopik, displasia retina dan

megalo kornea. Selain itu katarak kongenital dapat ditemukan

pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi

seperti rubella, rubeola, chiken pox, cytomegalo virus, herpes

simplek, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barr

syphilis dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada

trimester I. Sementara yang behubungan dengan penyakit


18

metabolic adalah galaktosemia, homosisteinuria, diabetes

mellitus dan hipoparatiroidisme.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan

pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu setelah rubela pada

kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama

kehamilan.Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat

kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak

disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif, mungkin

katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak

kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem

syaraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak

kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya.

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang

dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita homosisteinuri,

diabetes melitus hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi

sitomegalik, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai

katarak kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit

herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris,

keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina,

dan megalo-kornea.

2.2.4. Patogenesis

Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus

lensa – nukleus fetal atau nukleus embrional, tergantung pada


19

waktu stimulus karaktogenik – atau di kutub anterior atau

posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.

Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa timbul

pada saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai

keadaan normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital.

Kekeruhan lensa, sudah terdapat pada waktu bayi lahir.

Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali

mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya,

tergantung saat terjadinya gangguan pada kehidupan janin,

sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk

katarak kongenital memberikan kesan tentang perkembangan

embriologik lensa, juga saat terjadinya gangguan pada

perkembangan tersebut.

Kekeruhan lensa kongenital sering dijumpai dan sering

secara visual tidak bermakna.Kekeruhan parsial atau kekeruhan

di luar sumbu penglihatan – atau tidak cukup padat untuk

mengganggu transmisi cahaya – tidak memerlukan terapi selain

pengamatan untuk menilai perkembangannya.Katarak

kongenital sentral yang padat memerlukan tindakan bedah.

Katarak kongenital yang menyebabkan penurunan

penglihatan yang bermakna harus dideteksi secara dini –

sebaiknya di ruang bayi baru lahir oleh dokter anak atau dokter

keluarga.Katarak putih yang dan besar dapat tampak sebagai


20

leukokoria yang dapat dilihat oleh orangtua. Katarak infantilis

unilateral yang padat, terletak di tengah, dan garis tengahnya

lebih besar dari 2 mm akan menimbulkan ambliopia deprivasi

permanen apabila tidak diterapi dalam masa 2 bulan pertama

kehidupan sehingga mungkin memerlukan tindakan bedah

segera. Katarak bilateral simetrik memerlukan penatalaksanaan

yang tidak terlalu segera, tetapi apabila penanganannya ditunda

tanpa alasan yang jelas, dapat terjadi ambliopia deprivasi

bilateral.

Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam

berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Pada pupil mata

bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak

putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan

pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis

banding lainnya.Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan

melebarkan pupil.Bila fundus okuli tidak dapat dilihat dengan

pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka sebaiknya dilakukan

pemeriksaan ultrasonografi.

Jika pada katarak kongenital ini kekeruhannya hanya kecil

saja sehingga tidak menutupi pupil, maka penglihatannya bisa

baik dengan cara memfokuskan penglihatan di sekitar

kekeruhan. Jika lubang pupil tertutup katarak seluruhnya maka

penglihatannya tidak akan normal dan fiksasi yang buruk akan


21

mengakibatkan terjadinya nistagmus dan ambliopia. Pernah

dilaporkan katarak monokular dan binokular yang telah

dioperasi secara dini penglihatannya baik setelah diberi koreksi

afakia.Katarak kongenital merupakan indikasi untuk dirujuk

segera ke dokter ahli mata.

2.2.5. Klasifikasi

Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul

sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu

dan janin lokal atau umum. Kekeruhan pada katarak kongenital

dapat dijumpai dalam berbagai bentuk:

1. Arteri Hialoidea Yang Persisten

Arteri Hialoidea merupakan cabang dari a. retina

sentral yang memberi makan pada lensa. Pada umur 6 bulan

dalam kandungan, a. hialoidea mulai diserap, sehingga pada

keadaan normal, pada waktu lahir sudah tak tampak

lagi.Kadang-kadang penyerapan tak berlangsung sempurna

sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih di belakang

lensa, berbentuk ekor yang mulai di posterior

lensa.Gangguan terhadap visus tak banyak.Visus biasanya

masih 5/5, kekeruhannya stasioner, sehingga tak

memerlukan tindakan.
22

2. Katarak Polaris Anterior (Katarak Piramidalis Anterior)

Kekeruhan di bagian depan lensa mata persis di

tengah. Terjadi karena tidak sempurnanya pelepasan kornea

terhadap lensa. Bentuk kekeruhannya seperti piramid

dengan tepi masih jernih, sehingga pupil midriasis akan

menaikkan tajam penglihatan. Tipe ini biasanya tidak

progresif. Mungkin terjadi akibat uveitis anterior

intrauterin. Letaknya terbatas pada polaris anterior.

Berbentuk piramid, yang mempunyai dasar dan puncak,

karena itu disebut juga katarak piramidalis anterior.

Puncaknya dapat ke dalam atau ke luar.Keluhan tidak berat,

stasioner, terutama mengenai penglihatan yang kabur waktu

terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil,

sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan di polus anterior.

Sinar yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada

saat cahaya redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak

cahaya yang dapat masuk.Pada umumnya tidak

menimbulkan gangguan, stasioner, sehingga

tidakmemerlukan tindakan operatif. Dengan pemberian

midriatika, seperti sulfas atropin 1 % atau homatropin 2 %,

dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar,

tetapi terjadi pula kerapuhan dari Mm. siliaris, sehingga

tidak dapat berakomodasi. Bila gangguan visus hebat, dapat


23

dipertimbangkaniridektomi optis yang dapat dilakukan pada

daerah lensa yang masih jernih., bila setelah pemberian

midriatika, visus menjadi lebih baik.

3. Katarak Polaris Posterior (Katarak Piramidalis Posterior)

Terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang tidak

sempurna sehingga menimbulkan kekeruhan bagian

belakang lensa.Diturunkan secara autosomal dominan, tidak

progresif, dan perbaikan tajam penglihatan dapat dilakukan

dengan midriatika. Kekeruhan terletak di polus posterior.

Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris anterior. Juga

bersifat stasioner, tidak banyak menimbulkan gangguan

visus, sehingga tak memerlukan tindakan operasi. Tindakan

yang lain sama dengan katarak polaris anterior.Kelainan ini

bersifat unilateral dan biasanya diikuti ukauran mata yang

lebih kecil (mikroftalmia)

4. Katarak Aksialis

Kekeruhan terletak pada aksis lensa. Keluhan dan

tindakan sama dengan katarak polaris anterior.

5. Katarak Zonularis

Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan

yang lebih padat, tersusun sebagai garis-garis yang

mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders,

merupakan tanda khas untuk katarak zonularis.Katarak ini


24

paling sering didapatkan pada anak-anak.Kadang-kadang

bersifat herediter dan sering disertai dengan hasil anamnesa

kejang-kejang.Kekeruhannya berupa cakram (discus),

mengelilingi bagian tengah yang jernih, sedang korteks di

luarnya jernih juga.Bisanya progresif, namun

lambat.Kadang-kadang keluhan sangat ringan, tetapi

kekeruhannya dapat pula menjadi padat, sehingga visus

sangat terganggu dan anak tidak dapat lagi sekolah dan

membaca, karena hanya dapat menghitung jari.

6. Katarak Stelata

Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari

substansi lensa bertemu, yang merupakan huruf Y yang

tegak di depan, dan huruf Y yang terbalik di belakang.

Biasanya tidak banyak mengganggu visus sehingga tidak

memerlukan pengobatan

7. Katarak Totalis

Bila oleh suatu sebab, terjadi kerusakan dari kapsula

lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan diserap,

maka lensa semakin menjadi tipis dan akhirnya timbul

kekeruhan seperti membran.

8. Katarak Kongenital Membranasea

Katarak kongenital totalis, disebabkan gangguan

pertumbuhan atau akibat peradangan intrauterin.Katarak


25

juvenilis totalis, mungkin herediter atau timbul tanpa

dikeahui sebabnya.Pada beberapa kasus ada hubungannya

dengan kejang-kejang. Katarak totalis ini dapat terlihat pada

mata sehat atau merupakan katarak komplikata dengan

disertai kelainan-kelainan pada jaringan lain seperti koroid,

retina, dsb. Lensanya tampak putih, rata, keabu-abuan,

seperti mutiara.Biasanya cair atau lunak

2.2.6. Manifestasi Klinis

Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak

congenital adalah bila pupil atau bulatan hitam pada mata

terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan

leukoria, pada setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang

teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding

lainnya.Walaupun 60 % pasien dengan leukoria adalah katarak

congenital.Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio

retina, fibroplasti retrolensa dan lain-lain.

Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi

hádala makula lutea yang tidak cukup mendapatkan

rangsangan. Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat

penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena

bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama

kehidupan, maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang

fungsinya. Makula tidak akan berkembang sempurna hinggá


26

walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus

tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.

Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala

nistagmus, strabismus dan fotofobia. Apabila katarak

dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang

pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-gerak

terus karena sinar tetap tidak ditemukan.

Katarak kongenital sering terdapat bersamaan dengan

nistagmus, displasia ovea, dan strabismus.9 Atau ada pula yang

menyertai kelainan pada mata sendiri, yang juga merupakan

kelainan bawaan seperti heterokromia iris.

2.2.7. Diagnosis

Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu

dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan

diabetes melitus, kalsium dan fosfor. Pemeriksaan laboratorium

pada katarak kongenital bilateral sangat diperlukan untuk

menegakkan etiologinya.Pemerikasaan laboratorium yang

diperlukan : Laboratorium rutin, TORCH titer, Venereal

Disease Research Laboratory (VDRL) test, Urine Reduksi, Red

cell galactokinase.

Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

adalah pemeriksaan rutin, pemeriksaan TORCH dimana

hasilnya untuk kasus 1 dan ke2 pemeriksaan Toxoplasma IgG


27

hasilnya (+), pemeriksaan Citomegalovirus IgG hasilnya (+)

dan pemeriksaan VDRL hasilnya negatif.Jadi pada kasus 1dan

kasus 2 telah terjadi suatu infeksi oleh Toxoplasma dan

Citomegalovirus. Pada pemerisaan kimia darah galaktosa

hasilnya normal

2.3. Kataral Senilis

2.3.1. Definisi

Katarak yang terjadi akibat proses penuaan dan

bertambahnya umur disebut katarak senilis. Katarak senilis adalah

kekeruhan lensa baik di korteks, nuklearis tanpa diketahui

penyebabnya dengan jelas, dan muncul mulai usia 40 tahun.

2.3.2. Epidemiologi

Katarak senilis terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50

tahun. Insidensi katarak di dunia mencapai 5-10 juta kasus baru

tiap tahunnya. Di Afrika katarak senile merupakan penyebab utama

kebutaan. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia,

bahkan dapat dikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan

timbulnya dengan bertambahnya usia penderita. Horlacher

mendapatkan bahwa 65% dari seluruh individu antara usia 51-60

tahun menderita katarak, sedangkan Barth menemukan bahwa 96%

dari individu di atas usia 60 tahun mempunyai kekeruhan lensa

yang dapat terlihat jelas pama pemeriksaan slitlamp. Di negara

berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab


28

kebutaan, selain kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di

Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan 1,2% dengan

kebutaan katarak sebesar 0,67%, dan tahun 1996 angka kebutaan

meningkat 1,47%.

2.3.3. Etiologi

Sejalan dengan usia, lensa bertambah berat, padat dan daya

akomodasinya menurun. Dengan terbentuknya lapisan baru dari

serat kortikal nucleus lensa menjadi terkompresi dan memadat

(nuclear sklerosis). Modifikasi kimia dan proteolisis dari kristalin

(protein lensa) menghasilkan formasi agregat protein berat molekul

besar. Agregat ini cukup besar untuk menyebabkan terjadinya

fluktuasi mendadak dalam indeks refraktif lokal lensa sehingga

menghamburkan cahaya dan menurunkan transparansi.

Modifikasi kimia dari protein nuclear lensa juga

meningkatkan pigmentasi, seperti lensa menjadi kuning atau

kecoklatan sejalan dengan pertambahan usia. Hubungan dengan

usia lainnya adalah menurunnya konsentrasi dari glutation dan

kalium dan meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium dalam

sitoplasma sel lensa. Penyebab paling sering gangguan penglihatan

pada orang tua adalah katarak senilis, patogenesisnya multifaktorial

dan belum sepenuhnya dimengerti.


29

Faktor resiko katarak senilis adalah

1. Herediter

Herediter memiliki peran yang perlu dipertimbagkan, usia

mulai timbulnya katarak berbeda pada keluarga yang berbeda.

2. Paparan Ultraviolet

Berdasarkan studi epidemiologi, paparan sinar UV yang

berlebihan dapat menyebabkan timbulnya katarak pada usia

yang lebih awal dan maturasi yang lebih cepat pada katarak

senilis.

3. Faktor Diet

Defisiensi zat makanan berupa protein tertentu, asam

amino, vitamin (riboflavin, vit E, Vit C) dan elemen-elemen

esensial berperan dalam terjadinya dan matangnya katarak

pada usia yang lebih awal.

4. Krisis Dehidrasi

Ditemukan juga hubungan cepatnya usia kemunculan dan

kematangan katarak dengan krisis dehirasi yang terjadi pada

seorang individu (seperti: diare, kolera, dan lain-lain).

5. Merokok

Merokok telah dilaporkan memeiliki beberapa efek

terhadap usia munculnya katarak. Rokok menyebabkan

akumulasi dari pigmen molekul -3 hydroxykynurinine dan


30

chompores yang menyebabkan kekuningan.Sianat pada rokok

meyebabkan carbamylation dan denaturasi protein.

2.3.4. Patogenesis

Terdapat beberapa teori konsep penuaan sebagai berikut :


1. Teori putaran biologik “A biologic clock”
2. Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali
kemudian menjadi mati.
3. Imunologis, dengan bertambah usia akan bertambah cacat
imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel.
4. Teori mutasi spontan.
5. Teori ”A free radical”
a. Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate
reaktif kuat.
b. Free radical dengan molekul normal mengakibatkan
degenerasi.
c. Free radical dapat dinetrralisasi oleh antioksidan dan
vitamin E
2.3.5. Klasifikasi

Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis, yaitu :

1. Katarak Nuklear

Beberapa tingkat sklerosis nuclear dan kekuningan pada

lensa adalah normal pada pasien dewasa yang telah melewati

usia pertengahan. Secara umum, kondisi ini hanya

mempengaruhi fungsi visual secara minimal.Penghambuaran

cahaya dan kekuningan yang parah disebut sebagai katarak

nuklear, yang menyebabkan opasiti sentral.Nukleus cenderung


31

menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih

menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar

usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini

merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.Meskipun

biasanya bilateral, namun biasanya asimetris.Pandangan jauh

lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca),

bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik yang disebut

juga sebagai second sight., sulit menyetir pada malam

hari.Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang progresif pada

lensa menyebabkan diskriminasi warna yang buruk, khususnya

terhadap spectrum warna biru sehingga penderita mengalami

kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.

2. Katarak Kortikal

Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus

atau korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun

dan progresivitasnya lambat. Katarak kortikal biasanya bilateral

tetapi sering asimetris.Terdapat wedge-shape opacities/cortical

spokes atau gambaran seperti ruji.Banyak pada penderita

DM.Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan

dekat terganggu, penglihatan merasa silau.

3. Katarak Subcapsularis Posterior

Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa.

Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok


32

usia lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear.

Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan

progresivitasnya cepat. Pada keadaan awal, katarak subkapsular

posterior adalah salah satu dari tipe utama katarak yang

berhubungan dengan penuaan.Bagaimanapun, ini bisa juga

terjadi sebagai akibat dari trauma, penggunaan kortikosteroid

jangka panjang (sistemik, topical, atau intraokuler), inflamasi,

paparan radiasi ion, dan alkholisme.Katarak ini menyebabkan

kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi

cahaya terang.

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu

insipien, imatur, matur dan hipermatur.

1. Insipien

Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari

tepi ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak

kortikal).Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.Pada katarak

subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior

subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan

korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada

katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh

karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian

lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang

lama.
33

2. Imatur

Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh

atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada

katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.

Jika mengambil air lensa akan menjadi intumesen. Pada katarak

intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa

akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa

menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga

bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.

Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit

glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak

yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada

keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan

mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang

memberikan miopisasi.Pada pemeriksaan slitlamp terlihat

vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

3. Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah

mengenai seluruh massa lensa.Kekeruhan ini bisa terjadi akibat

deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau

intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,


34

sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi

kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan

kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman

normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang

keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

4. Hipermatur

Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi

lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa

lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa

menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.Pada

pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul

lensa.Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga

hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses

katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka

korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka

korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu

disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa

karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak

Morgagni.

2.3.6. Manifestasi Klinis

Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang

dalam beberapa bulan atau tahun merupakan gejala utama dari

katarak.Beberapa orang hanya merasakan penglihatan redup pada


35

satu mata.Dapat saja keluhan ini seakan-akan melihat melalui film

(tabir) yang menutupi mata, keluhan berupa silau ditempat terang,

atau penglihatan kurang bila mengendarai kendaraan menghadapi

sinar yang datang dimalam hari. Mata tidak merasakan sakit, gatal

atau merah sedikitpun.

Secara umum dapat digambarkan gejala katarak adalah sebagai

berikut :

1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.


2. Perubahan daya lihat warna.
3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar
sangat menyilaukan mata.
4. Lampu dan matahari sangat mengganggu.
5. Sering minta ganti resep kaca mata.
6. Melihat ganda
7. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetrop)
2.3.7. Diagnosis

Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium diminta sebagai

bagian dari proses screening pra operasi untuk mendeteksi penyakit

yang menyertai, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit

jantung. Penyakit seperti diabetes mellitus dapat menyebabkan

perdarahan perioperatif.Dengan demikian deteksi dini harus

dilakukan sebelum operasi.

Pemeriksaan pencitraan pada mata seperti USG, CT SCAN,

dan MRI diperlukan jika dicurigai terdapat kelainan pada bagian


36

posteriordan penglihatan yang kabur akibat katarak.Hal ini

bermanfaat dalam pengelolaan pembedahan dan untuk memberikan

prognosis pemulihan penglihatan pasien pasca operasi.

Stadium katarak senilis ditentukan berdasarkan ketajaman

penglihatan pasien.Pasien yang visusnya kurang dari 20/200

dikatakan menderita katarak matur.Jika lebih dari 20/200,

kataraknya dikatakan imatur. Katarak insipien ditemukan pada

pasien masih bisa membaca pada 20/20 , akan tetapi kejernihan

dari lensa dapat diperiksa dengan slit lamp.

Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan

palpebra, konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan COA dalam keadaan

normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh.

Selanjutnya bisa dilakukan pemeriksaan shadow test untuk

menentukan stadium pada penyakit katarak senilis.


BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat

terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein

lensa atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan

mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan

tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit

mata lokal menahun. Berbagai macam penyakit mata dapat

mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis dan retinitis

pigmentosa. Katarak juga dapat berhubungan dengan penyakit

vascular lanilla.

Berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam : Katarak

kongenital , Katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun,

Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun, dan

Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun .

Gambaran umum gejala katarak yang lain,seperti: Berkabut,

berasap, penglihatan tertutup film, perubahan daya lihat warna,

gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat

menyilaukan mata, lampu dan matahari sangat mengganggu, sering

meminta ganti resep kaca mata, melihat ganda, baik melihat dekat
37
38

pada pasien rabun dekat (hipermetropia), gejala lain juga dapat

terjadi pada kelainan mata ini.

Pada pemeriksaan klinis, ketajaman penglihatan dan dengan

melihat lensa melalui senter tangan, kaca pembesar, slit lamp, dan

oftalmoskop sebaiknya saat pupil berdilatasi. Dengan penyinaran

miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa

dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris

shadow).

Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan.

Pengobatan yang diberikan biasanya hanya memperlambat proses,

tetapi tidak menghentikan proses degenerasi lensa. Beberapa obat-

obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah

vitamin dosis tinggi, kalsium sistein, iodium tetes.

Prognosis penglihatan pasien katarak anak – anak yang

memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis pasien katarak

terkait usia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015
Basic and clinical Science course. San Francisco, CA: American
Academy of Ophthalmology; 2015.

2. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2012.

3. Boyd K. Parts of the Eye. American Academy of Ophthalmology; 2016


[6 November 2017]; Available from: https://http://www.aao.org/eye-
health/anatomy/parts-of-eye.

4. Cataracts statistics and data [Internet]. National Eye Institute; 2010 [8th
November 2016]; Available from: https://nei.nih.gov/eyedata/cataract.

5. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.

6. Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al.


Vision 2020 global initiative for the elimination of avoidable blindness:
Action plan 2006-2011. Geneva: World Health Organization, 2007.

7. Pujiyanto TI. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian


katarak senilis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004.

8. Pradhevi L, Moegiono, Atika. Effect of type-2 diabetes mellitus on


cataract incidence rate at ophthalmology outpatient clinic, dr Soetomo
Hospital, Surabaya. Folia Medica Indonesiana. 2012;48(3):137-43.

9. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed.


Edinburgh: Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.

10. Khan MT, Jan S, Hussain Z, Karim S, Khalid MK, Mohammad L.


Visual outcome and complications of manual sutureless small incision
cataract surgery. Pak JOphthalmol. 2010;26(1):32-8.

11. Chen M, LaMattina KC, Patrianakos T, Dwarakanathan S.


Complication rate of posterior capsule rupture with vitreous loss during
phacoemulsification at a Hawaiiancataract surgical center: a clinical
audit. Clin Ophthalmol. 2014;8:375-8.

12. Tajunisah I, Reddy SC. Dropped Nucleus Following


Phacoemulsification Cataract Surgery. Med J Malaysia.
2007;62(5):364-7.
40

13. Katz J, Feldman MA, Bass EB, et al; Study of medical testing for
cataract surgery team. Risks and benefits of anticoagulant and
antiplatelet medication use beforecataract surgery. Ophthalmology.
2003;110(9):1784-8.

14. Rotsos TG, Moschos MM. Cystoid macular edema. Clin Ophthalmol.
2008;2(4):919-30.

15. Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following
cataract surgery. Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11.

16. Peck CMC, Brubaker J, Clouser S, Danford C, Edelhauser HE,


Mamalis N. Toxic anterior segment syndrome: Common causes. J
Cataract Refractive Surg. 2010;36(7):1073-80.

17. Schaumberg DA, Dana MR, Christen WG, Glynn RJ. A Systematic
overview of the incidence of posterior capsule opacification.
Ophthalmology. 1998;105(7):1213-21.

18. Awasthi N, Guo S, Wagner BJ. Posterior capsular opacification: A


Problem reduced but not yet eradicated. Arch Ophthalmol.
2009;127(4):555-62

19. Hamer CA, Buckhurst PJ, Buckhurst H. Surgically Induced


Astigmatism. 2017.

20. Gimbel HV, Condon GP, Kohnen T, Olson RJ, Halkiadakis I. Late in-
the-bag intraocular lens dislocation: incidence, prevention, and
management. J Cataract RefractSurg. 2005;31(11):2193-2204.

21. Fernandez-Buenaga R, Alio J, Perez-Ardoy A, Larrosa-Quesada A,


Pinilla-Cortes L, Barraquer R, et al. Late in-the-bag intraocular lens
dislocation requiring explantation: risk factors and outcomes. Eye.
2013;27:795-802.

Anda mungkin juga menyukai