STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 42 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Caliyeung
Tanggal Masuk : 19 Agustus 2016
A. ANAMNESIS
1
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tensi: 120/80 mmHg
Nadi: 76x/m
Pernapasan: 24x/m
Suhu: 36,3o C
Status Generalis:
KEPALA
- Normocephal
- Tidak tampak adanya deformitas
MATA
- Tidak terdapat adanya ptosis pada palpebra dan tidak terdapat edema
- Conjunctiva tampak anemis +/+
- Sklera tidak tampak ikterik
-Pupil isokor kiri dan kanan
HIDUNG
- Bagian luar : normal, tidak terlihat adanya deformitas maupun teraba
krepitasi
- Septum : terletak ditengah dan simetris
- Mukosa Hidung : tidak hiperemis
TELINGA
- Daun telinga normal
- Tidak ditemukan adanya tofi
- Liang telinga terlihat lapang
- Membrana timpani terlihat intak, refleks cahaya +
- Tidak adanya nyeri tekan pada mastoideus
- Tampak adanya serumen
-
Tidak ditemukan sekret berupa darah maupun cairan
MULUT DAN TENGGOROKAN
- Bibir terlihat tidak pucat dan tidak sianosis
- Gigi geligi lengkap, tidak ada tanda-tanda ekstraksi maupun karies
- Lidah normoglosia tidak terlihat adanya atrofi papil
- Tonsil palatina T1/T1
-Faring terlihat tidak hiperemis
LEHER
- Kelenjar getah bening dalam batas normal
2
- Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
- Tidak tampak adanya deviasi trakea
THORAX
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan nafas statis-dinamis, hemitoraks tampak simetris.
Palpasi : Fremitus vokal maupun taktil sama di kedua lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: VBS sama kiri dan kanan. Rh-/- Wh-/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di bawah papilla mammae
Perkusi : batas jantung tidak ada kelainan
Auskultasi: S1/S2 reguler, tidak terdengar adanya gallop dan murmur
ABDOMEN
Pada status lokalis
EKSTREMITAS ATAS
Regio Kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio Kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
EKSTREMITAS BAWAH
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
Status Lokalis:
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung simetris
Auskultasi : Bising Usus (+), Metallic sound (+)
Palpasi : Nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), Massa (-)
Perkusi : Hipertimpani
RT : Tonus Sphingter Ani kuat, Mukosa licin, Tidak teraba massa, NT(-),
Ampula tidak kolaps
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1. HEMATOLOGI
Darah Rutin Hasil
Hemoglobin 14,3 g/dL
Hematokrit 40 %
Leukosit 6.380/mm3
Trombosit 351.000/mm3
Eritrosit 4.66 juta/mm3
3
Eosinofil 0%
Batang 0%
Netrofil 83 %
Limfosit 11 %
Monosit 6%
2. KIMIA KLINIK
Elektrolit Hasil
Natrium (Na) 134 mEq/L
Kalium (K) 3.5 mEq/L
Klorida (Cl) 91 mEq/L
Kalsium (Ca bebas) 4 mEq/L
Pemeriksaan Radiologi
4
D. DIAGNOSIS KERJA
Ileus Obstruksi Parsial
E. TATALAKSANA
IVFD RL : D5% = 2 :1 , 20tpm
Metronidazole 3x1
Inj. Cefoperazone Non Sulbactam 2x1
Inj. Ranitidin 2x1
Puasa
Pasang NGT Output
Pasang DC
F. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
Qup Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
5
FOLLOW UP
6
I: Cembung
A: BU (+), Metallic Sound (+)
P: Timpani
P: NT (-), NL (-), DM (-)
7
A/ Ileus Obstruksi Parsial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
Gambar 1. Anatomi Usus
9
inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk
fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang
abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai
fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum.
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas
dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum,
meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
10
asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme
transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase
pankreas ; hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel.
Misel kemudian memasuki membran sel secara pasif dengan difusif,
kemudian mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu yang
kembali ke dalam lumen usus dan asam lemak serta monogliserida ke
dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan
digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam
lemak kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena
porta. Garam empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam
ileum distalis. Dari kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki
kantung empedu, sekitar 0,5 gram hilang setiap hari; kumpulan ini
bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses
proteolisis. Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh
enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase)
melanjutkan proses pencernaan protein, menghasilkan asam amino dan 2
sampai 6 residu peptida. Transport aktif membawa dipeptida dan
tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan dengan
menghidrolisis pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan
disakarida. Kemudian disakarida ini, bersama dengan disakarida utama
lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa,
galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase
untuk pemecaha disakarida terletak di dalam mikrovili ’brush border’ sel
epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu berkontak
dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili.
Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa,
kemudian segera disbsorpsi ke dala darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan
cairan duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh,
kebanyakan diabsorpsi. Air secar osmotik dan secara hidrostatik
diabsorpsi atau melalui difusi pasif. Natrium dan khlorida diabsorpsi
dengan pemasangan zat telarut organik atau secara transport aktif.
Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium
diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,
dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium
diabsorpsi secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan
dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting
11
adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada
kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai
pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut
membantu menjaga keseimbangan air adan elektrolit dan mencegah
dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecualim100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari
kolon kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan
pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi
ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik.
Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad
melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang,
tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan
defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram.
Anaerob > aerob. Bakterioides paling umum, Escherichia coli berikutnya.
Sumber penting vitamin K.
2. ILEUS OBSTRUKTIF
2.1. DEFINISI
Obstruksi Intestinal (Ileus) adalah gangguan pasase dari isi usus akibat
sumbatan sehingga terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian
proksimal dari sumbatan tersebut. Akibat sumbatan tersebut, terjadi
peningkatan tekanan intraluminer dan terjadi gangguan resorbsi usus serta
meningkatnya sekresi usus. Ditambah adanya muntah akibat suatu refluks
obstruksi maupun karena regurgitasi dari lambung yang penuh
mengakibatkan terjadi dehidrasi, febris dan syok.
2.2. KLASIFIKASI
2.2.1. Menurut kecepatan timbul
1. Akut
2. Kronik
3. Kronik dengan serangan akut
2.2.2. Menurut letak sumbatan
1. Letak tinggi (Duodenum-Jejunum)
2. Letak tengah (Ileum Terminal)
3. Letak rendah (Kolon-Sigmoid-Rectum)
2.2.3. Menurut sifat sumbatan
1. Obstruksi sederhana (Penyumbatan mekanis di dalam lumen
usus tanpa gangguan pembuluh darah antara lain atresia usus dan
neoplasma)
12
2. Obstruksi strangulasi (Penyumbatan di lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi,
adhesi dan volvulus)
2.2.4. Menurut berat ringannya sumbatan
1. Ileus obstruksi sebagian
2. Ileus obstruksi total
2.2.5. Menurut etiologi
1. Blokade intralumen
2. Kompresi ekstralumen
3. Intramural
2.3. PATOFISIOLOGI
Pada prinsipnya, mekanisme obstruksi usus dengan supai darah
yang baik adalah akumulasi cairan dan gas di atas titik obstruksi serta
perubahan motilitas usus yang menyebabkan gangguan sistemik.
Keseimbangan cairan dalam usus tergantung dari absorpsi dan sekresi.
13
Akumulasi cairan terjadi oleh karena penurunan absorpsi dan/atau
peningkatan sekresi.
Distensi usus disebabkan oleh kumpulan gas dan cairan proksimal
terhadap dan di dalam segmen usus yang tersumbat. Diantara 70-80% gas
dalam usus terdiri atas udara yang tertelan. Udara ini terdiri dari nitrogen
(70%) yang sulit diserap dari lumen usus sehingga pengeluaran udara
secara berkesinambungan melalui pengisapan lambung adalah cara yang
bermanfaat dalam pengobatan distensi usus. Kumpulan cairan proksimal
terhadap mekanisme obstruksi tidak hanya dihasilkan dari cairan yang
diminum, air liur yang ditelan, getah lambung serta sekresi empedu dan
pankreas tetapi juga dari terganggunya transport normal natrium dan air.
Selama 12 sampai 24 jam obstruksi pertama, terdapat penurunan
aliran natrium yang disertai dengan air, dari lumen usus ke dalam darah
di bagian proksimal usus yang mengalami distensi. Setelah 24 jam,
terjadi perpindahan natrium dan air ke dalam lumen usus yang dapat
memeperberat distensi dan cairan yang hilang. Tekanan intraluminal
meningkat dari nilai normalnya 2-4 cmH2O menjadi 8 cmH2O. Selama
peristaltik, bila ada obstruksi sederhana atau closed loop, tekanan
intraluminal mencapai 30-60 cmH2O.
Obstrusi closed loop pada usus halus timbul bila lumen usus
tersumbat pada dua tempat yaitu pada pembuluh darah aferen dan eferen.
Hal ini terjadi oleh mekanisme tunggal seperti cincin hernia, yang secara
bersamaan suplai darah sering terhambat. Meskipun aliran darah pada
usus besar tidak terganggu selama mekanisme obstruksi, namun distensi
caecum terlihat karena diameternya yang besar (hukum LaPlace) dan
terganggunya aliran darahnya intramural sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan gangrene dinding caecum, biasanya di anterior. Nekrosis
usus halus dapat terjadi melalui mekanisme yang sama bila distensi
sangat mencolok. Bila terjadi gangguan aliran darah, timbul invasi bakteri
dan dapat berkembang peritonitis.
Pada penelitian disimpulkan bahwa peningkatan sekresi
merupakan penyebab utama kehilangan cairan tubuh dan distensi
abdomen. Pelepasan prostaglandin sebagai respon terjadinya distensi
abdomen juga meningkatkan sekresi ke lumen. Cairan dan elektrolit yang
14
hilang dapat sangat ekstrim sehingga menimbulkan hemokonsentrasi,
hipovolemi, insufisiensi ginjal, syok, dan kematian bila tidak dikoreksi.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas
dengan perut kembung dan tegang.
Kalau obstruksi berlangsung lama dan terjadi strangulasi, maka
akan terjadi demam, penderita dehidrasi, bibir kering, turgor
kulit menurun, hipotensi, takikardi dan syok septik.
PF Abdomen
Inspeksi Terlihat distensi, tampak gambaran usus (darm
contour), tampak gerakan usus (darm steifung),
terutama pada penderita kurus.
Auskultasi Terdengar suara usus meninggi (metallic sound)
terutama pada permulaan terjadinya obstruksi dan
terdengarnya sangat jelas pada saat serangan kolik.
Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan
menghilang.
15
Palpasi Pada obstruksi intestinal yang simple berbeda dengan
obstruksi intestinal strangulasi. Pada obstruksi
intestinal strangulasi akan terjadi rangsangan
peritoneum akibat terjadinya peritonitis, akan
terdapat tanda-tanda : perut distensi tegang, nyeri
tekan, nyeri lepas, nyeri kejang otot (defance
muscular)
Perkusi Seluruh dinding abdomen nyeri ketok dan terdengar
suara tympani.
Pemeriksaan colok dubur
Untuk mengetahui apakah ada massa dalam rectum. Adanya
feces harus diperhatikan, apakah ada darah samar, sebab adanya
darah dalam feces kemungkinan adanya lesi dari mukosa atau
adanya intussusepsi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah rutin (Hb dan leukosit). Untuk mengetahui gangguan
elektrolit akibat muntah-muntah perlu diperiksa kadar Na,
K, Cl, HCO3, dan Ca. Untuk mengetahui fungsi ginjal
diperiksa kadar ureum darah dan serum kreatinin.
b. Radiologi
Penderita yang suspek obstruksi intestinal perlu dibuat foto
thorax dan foto polos abdomen dalam posisi :
- Berbaring telentang
- Tegak / berdiri
- Thorax tegak
Foto thorax untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan. Bila ditemukan udara
bebas menunjukkan adanya perforasi usus.
a. Obstruksi non mekanik
Terlihat dilatsai usus berisi udara merata, baik di dalam
colon maupun di dalam usus halus
b. Obstruksi mekanik
Terlihat dilatasi usus dan berisi udara yang distribusinya
tidak merata. Ditemukan batas cairan dan udara (step
ladder) sedangkan usus atau colon dibagian distalnya
kolaps. Kalau belum terjadi perforasi lapisan lemak
preperitoneal terlihat baik. Pada obstruksi tinggi/atas
yang terlihat diatas pylorus tampak bayangan lambung
dilatasi. Pada obstruksi partial bagian distal pylorus
masih terlihat sedikit udara. Sedangkan pada obstruksi
total bagian distal pylorus tidak terlihat bayangan udara
16
atau bayangan intestinal.
Pada obstruksi tinggi dibawah pylorus, adalah obstruksi
yang paling sering ditemukan. Bila ditemukan bayangan
gelembung ganda (double bubble) menunjukkan adanya
obstruksi di duodenum. Bila ditemukan bayangan
gelembung multiple kurang dari lima buah (multiple
bubble) menunjukkan adanya obstruksi di jejenum.
Kalau terdapat bayangan gelembung lebih dari lima
menunjukkan adanya obstruksi di ileum.
Obstruksi usus halus secara radiology dapat dibedakan
antara jejenum dan ileum. Dinding jejenum menunjukkan
garis-garis tipis melintang seperti bulu (Feather like)
sedangkan dinding ileum seperti tabung.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas,
anemia, perut kembung, dehidrasi, febris dan ada gejala-gejala
syok (peritonitis)
PF Abdomen
Tampak distensi dengan bising usus mula-mula tinggi
kemudian menurun dan akhirnya menghilang. Perut nyeri tekan
dan nyeri ketok.
Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan ini perlu dilakukan terutama pada kecurigaan
adanya obstruksi usus besar (anorectal) yang disebabkan oleh
keganasan. Tumor yang letaknya 7-11 cm dapat diraba dengan
jari dan dapat ditemtukan bentuk dari tumornya.
Adanya darah dalam sarung tangan sangat membantu diagnosa
apakah ada lesi dari mukosa atau tumor atau adanya
intussusepsi yang panjang sampai ke anus.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
17
Pemreiksaan laboratorium perlu untuk mengetahui apakah
ada kelainan sistemik, kelainan metabolisme yang harus
dikoreksi :
- Darah rutin
- Elektrolit
- Urinalisis
- Serum Amilase
- Bilirubin
b. Radiologi
1. Foto thorax
2. Foto polos abdomen dalam posisi berbaring telentang,
tegak/berdiri
3. Barium enema
4. CT Scan
5. Endoskopi
- Foto thorax : untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan. Kalau ditemukan udara
bebas menunjukkan adanya perforasi
- Foto polos abdomen : Tampak dilatasi colon dengan
gambaran haustrae yang spesifik. Kalau obstruksi lebih dari
24 jam akan tampak gambaran seperti anak tangga.
Pada volvulus dapat dilihat adanya gambaran dilatasi
tertutup (closed loop dilatation) atau tanda “U” terbalik
(inverted U sign). Hal ini khas pada volvulus.
2.5. TATALAKSANA
2.5.1. Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
1. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen
usus sampai pencapaian tingkat normal hidrasi dan
konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati
pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena
sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
2. Dekompressi tractus gastrointestinal dengan sonde yang
ditempatkan intralumen dengan tujuan untuk dekompressi
lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus,
dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
18
3. Pemberian antibiotika untuk pencegahan pertumbuhan bakteri
berlebihan bersama dengan produk endotoksin dan eksotoksin.
2.5.2. Operatif
Tergantung dari etiologi masing-masing :
Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar
pasase usus pulih kembali.
Hernia inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase
usus harus dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas
sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.
Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan
konservatif tidak berhasil dapat dilakukan operasi dengan
jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi apabila usus
sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi
bagian usus yang bersangkutan.
Carcinomacolon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka
diperlukan persiapan Colostomi atau Sekostomi.
Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat
dikerjakan secara elektif setelah divertikulitis menyembuh.
Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy serendah
mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui
colostomy dan mencegah peradangan lebih lanjut pada tempat
abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara
Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk
menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka
anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang.
Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis baru
dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas
kontaminasi dan randang.
Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu
melepaskan volvulus yang terpelintir dengan melakukan
dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek
19
fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat
hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi
sekum di qudran bawah bisa dicapai. Pada volvulus sigmoid
jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini
yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi sigmoidodkopi
yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80% pasien.
Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi
gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan
colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama
penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih
dahulu dengan reduksi barium enema, jika tidak ada tanda
obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka
dilakukan operasi berupa eksplorai abdomen melalui suatu
insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi
tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari
intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila
usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut
ganggren.
2.6. KOMPLIKASI
- Sepsis
-Abses Intraabdominal
-Kematian
2.7. PROGNOSIS
Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka
kematian sekitar 5%. Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang
sudah lanjut usia. Obstruksi yang disertai dengan strangulasi mempunyai
angka kematian 8%. Kalau operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam
sesudah timbulnya gejala yang bersangkutan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Pieter. J. : Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Anorektum, Buku Ajar Ilmu Bedah,
penerbit EGC, editor R. Syamsu Hidayat, Wim de Jong, 1996 : 835 – 854.
Sabiston D.C. : Obstruksi usus, Handbook of Surgery, Edisis 7, penerbit EGC, 1995 :
239 – 243
Sterns E.E. : Bowel Obstruction, Clinical Thinking in Surgery, Ontario, 1989 : 263 –
286.
Wilson L.M., Lester L.B. : Obstruksi usus, Fisiologi, edisi Empat, Alih Bahasa Dr.
Piter Anugrah, penerbit EGC : 402 – 405.
21