Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi

usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus

dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh

gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.1

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang sering

dijumpai dan merupakan 60%--70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat

abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan

penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat

disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi

saluran cerna atau perdarahan.2

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di

Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di

Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang

dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut data Departemen

Kesehatan Indonesia.
BAB II

TINJAUAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 50 tahun

Nomor RM : 0301xx

Tanggal masuk IGD : 12 Maret 2019

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri perut sejak 5 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RSUD Bangkinang

dengan keluhan nyeri perut sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan diseluruh lapang

perut dan perasaan kembung sejak 2 hari yang lalu. Keluhan nyeri perut disertai

dengan adanya mual dan muntah. Muntah yang keluar berisi makanan lebih dari

2x hari ini. Pasien juga mengeluhkan BAB tidak lancar sejak 1 minggu SMRS,

kemudian tidak BAB sejak 2 hari SMRS. Menurut pengakuan pasien masih bisa

buang angin namun jarang. Kentut terakhir 1 hari yang lalu. Riwayat operasi

dibagian perut disangkal.


Riwayat Pengobatan

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak dijumpai anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat Pekerjaan :

Buruh

Kondisi Lingkungan dan Sosial :

Kebersihan lingkungan baik. Namun sosial-ekonomi kurang baik.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS = 15 E 4 M 6 V 5
Vital sign
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, regular
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,7° C per aksilla
SPO2 : 99%

Status Generalisata

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-, RCL/RCTL +/+,

pupil isokor (3mm/3 mm)

Mulut : Mukosa basah (+)

Leher : Pembesaran kelenjar tak teraba

Thoraks

Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)


Palpasi : P/ Fremitus Taktil kanan = kiri
C/ ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, suara tambahan (-)
C/ S1-2 reguler, suara tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung simetris


Auskultasi : Peristaltik (+) Bising usus menurun 2-3x/menit
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Supel, Distensi (-), Nyeri tekan seluruh lapang perut

Ekstremitas

Edema : -/-/-/-
Akral dingin : -/-/-/-
Capillary refill time : < 2 detik
Motorik : 5/5/5/5
Sensorik : Dalam batas normal
Reflek patologis : Tidak ditemukan

1.4 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium

Darah Rutin Hasil


Hemoglobin 14,3 g/dL
Hematokrit 40 %
Leukosit 13.020/mm3
Trombosit 454.000/mm3
Eritrosit 4.09 juta/mm3
1.5 Diagnosis
Ileus Obstruksi letak tinggi
1.6. Terapi di IGD
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ketorolac 1 ampul
- R/ Konsul dr. Sp.B
- Advice Terapi Konsulen :
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam/IV
- Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam/IV
- Inj. Lansoprazole 1 amp/12 jam/IV
- Pasien dipuasakan
- Pasang NGT
- Pasang Kateter
- Rawat ruangan rencana operasi elektif
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS


1.1. ANATOMI USUS
Gambar 1. Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang

membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus

halus sekitar 12 kaki ( 22 kaki pada cadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi

bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar

3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai

menjadi sekitar 2,5 cm.


Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini

agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif

lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,

mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum

ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada

krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan

duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum

suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah

jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio

abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region

abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum

berakhir pada junctura ileocaecalis.


Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior

abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang


dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek

melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen

sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua

ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar

dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua

lapisan peritoneum yang membentuk messenterium.


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5

kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus

besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar

6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.


Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat

katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum

menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal

mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon

asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas

dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan

lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,

membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang

abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli

sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke

bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian

menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon

sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam

rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di
depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas

dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan

pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai

anus dalan perineum.

1.2. FISIOLOGI USUS

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-

bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh

kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses

dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang

menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih

sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam

dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati

membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga

memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan

disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak

di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat

makanan sambil diabsorpsi.


Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu

segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon.

Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret

pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi

optimal dan suplai kontinu isi lambung.


Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak

dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui

dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh.

Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat

berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang

dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ;

hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian

memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami

disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan

asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali

trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk

membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak

kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam

empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari

kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5

gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.

Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi

tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein,

menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif

membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.


Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan dengan menghidrolisis

pati menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian

disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa,

dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim

laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecaha disakarida terletak di

dalam mikrovili ’brush border’ sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi

monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka

berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa,

galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dala darah porta.


Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan

duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.

Air secar osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.

Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau

secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen.

Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,

dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi

secara difusi pasif.


Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan

proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi

air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon

sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah

dehidrasi sampai defekasi berlangsung.


Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek

serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga


keseimbangan air adan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500

ml/hari, semua, kecualim100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.

Kapasitas sekitar 5 l/hari.


Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,

meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,

mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,

meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang

umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30

detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi

dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10¹¹-10¹²/gram. Anaerob >

aerob. Bakterioides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting

vitamin K.

2. ILEUS OBSTRUKTIF
2.1. DEFINISI

Obstruksi Intestinal (Ileus) adalah gangguan pasase dari isi usus akibat

sumbatan sehingga terjadi penumpukkan cairan dan udara di bagian proksimal dari

sumbatan tersebut. Akibat sumbatan tersebut, terjadi peningkatan tekanan

intraluminer dan terjadi gangguan resorbsi usus serta meningkatnya sekresi usus.

Ditambah adanya muntah akibat suatu refluks obstruksi maupun karena regurgitasi

dari lambung yang penuh mengakibatkan terjadi dehidrasi, febris dan syok.

2.2. KLASIFIKASI
2.2.1. Menurut kecepatan timbul

1. Akut

2. Kronik

3. Kronik dengan serangan akut


2.2.2. Menurut letak sumbatan

1. Letak tinggi (Duodenum-Jejunum)

2. Letak tengah (Ileum Terminal)

3. Letak rendah (Kolon-Sigmoid-Rectum)


2.2.3. Menurut sifat sumbatan

1. Obstruksi sederhana (Penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa

gangguan pembuluh darah antara lain atresia usus dan neoplasma)

2. Obstruksi strangulasi (Penyumbatan di lumen usus disertai oklusi pembuluh

darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi dan volvulus)


2.2.4. Menurut berat ringannya sumbatan

1. Ileus obstruksi sebagian

2. Ileus obstruksi total


2.2.5. Menurut etiologi

1. Blokade intralumen

2. Kompresi ekstralumen

3. Intramural
2.3. PATOFISIOLOGI

Pada prinsipnya, mekanisme obstruksi usus dengan supai darah yang baik

adalah akumulasi cairan dan gas di atas titik obstruksi serta perubahan motilitas

usus yang menyebabkan gangguan sistemik. Keseimbangan cairan dalam usus

tergantung dari absorpsi dan sekresi. Akumulasi cairan terjadi oleh karena

penurunan absorpsi dan/atau peningkatan sekresi.

Distensi usus disebabkan oleh kumpulan gas dan cairan proksimal terhadap

dan di dalam segmen usus yang tersumbat. Diantara 70-80% gas dalam usus terdiri

atas udara yang tertelan. Udara ini terdiri dari nitrogen (70%) yang sulit diserap

dari lumen usus sehingga pengeluaran udara secara berkesinambungan melalui

pengisapan lambung adalah cara yang bermanfaat dalam pengobatan distensi usus.

Kumpulan cairan proksimal terhadap mekanisme obstruksi tidak hanya dihasilkan

dari cairan yang diminum, air liur yang ditelan, getah lambung serta sekresi

empedu dan pankreas tetapi juga dari terganggunya transport normal natrium dan

air.

Selama 12 sampai 24 jam obstruksi pertama, terdapat penurunan aliran

natrium yang disertai dengan air, dari lumen usus ke dalam darah di bagian

proksimal usus yang mengalami distensi. Setelah 24 jam, terjadi perpindahan

natrium dan air ke dalam lumen usus yang dapat memeperberat distensi dan cairan

yang hilang. Tekanan intraluminal meningkat dari nilai normalnya 2-4 cmH2O
menjadi 8 cmH2O. Selama peristaltik, bila ada obstruksi sederhana atau closed

loop, tekanan intraluminal mencapai 30-60 cmH2O.

Obstrusi closed loop pada usus halus timbul bila lumen usus tersumbat pada

dua tempat yaitu pada pembuluh darah aferen dan eferen. Hal ini terjadi oleh

mekanisme tunggal seperti cincin hernia, yang secara bersamaan suplai darah

sering terhambat. Meskipun aliran darah pada usus besar tidak terganggu selama

mekanisme obstruksi, namun distensi caecum terlihat karena diameternya yang

besar (hukum LaPlace) dan terganggunya aliran darahnya intramural sangat

berbahaya karena dapat mengakibatkan gangrene dinding caecum, biasanya di

anterior. Nekrosis usus halus dapat terjadi melalui mekanisme yang sama bila

distensi sangat mencolok. Bila terjadi gangguan aliran darah, timbul invasi bakteri

dan dapat berkembang peritonitis.

Pada penelitian disimpulkan bahwa peningkatan sekresi merupakan

penyebab utama kehilangan cairan tubuh dan distensi abdomen. Pelepasan

prostaglandin sebagai respon terjadinya distensi abdomen juga meningkatkan

sekresi ke lumen. Cairan dan elektrolit yang hilang dapat sangat ekstrim sehingga

menimbulkan hemokonsentrasi, hipovolemi, insufisiensi ginjal, syok, dan

kematian bila tidak dikoreksi.

2.4. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

2.4.1. DIAGNOSIS

A. Obstruksi Usus Halus

Manifestasi Klinis
- Nyeri perut, muntah-muntah, obstipasi, abdominal distensi, tidak flatus

dan tidak buang air besar.


- Nyeri kram ini dapat berulang dengan interval 4-5 menit pada

obstruksi intestinal bagian proximal. Pada obstruksi intestinal

bagian distal frekwensinya bertambah jarang.


- Setelah beberapa lama mengalami obstruksi rasa nyeri kram ini akan

berkurang atau menghilang sebab usus yang distensi gerakannya akan

berkurang atau setelah terjadi strangulasi dengan peritonitis, nyeri perut

menjadi hebat dan terus menerus.


- Pada obstruksi intestinal proximal terjadi muntah-muntah yang profuse

dengan distensi yang ringan.


- Pada obstruksi intestinal distal, muntahannya jarang dengan isi muntahan

feses, tetapi distensinya lebih hebat.`


- Meningkatnya lingkaran abdomen terjadi oleh karena pemindahan cairan

dan gas dalam lumen usus akibat obstruksi di bagian distal dari usus dan

colon atau pada paralitik ileus.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas dengan perut

kembung dan tegang.

Kalau obstruksi berlangsung lama dan terjadi strangulasi, maka akan terjadi

demam, penderita dehidrasi, bibir kering, turgor kulit menurun, hipotensi,

takikardi dan syok septik.

PF Abdomen

Inspeksi : Terlihat distensi, tampak gambaran usus (darm contour), tampak


gerakan usus (darm steifung), terutama pada penderita kurus.

Auskultasi : Terdengar suara usus meninggi (metallic sound) terutama pada

permulaan terjadinya obstruksi dan terdengarnya sangat jelas pada saat serangan

kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi strangulasi serta

peritonitis, maka bising usus akan menghilang.

Palpasi : Pada obstruksi intestinal yang simple berbeda dengan obstruksi

intestinal strangulasi. Pada obstruksi intestinal strangulasi akan terjadi rangsangan

peritoneum akibat terjadinya peritonitis, akan terdapat tanda-tanda : perut distensi

tegang, nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri kejang otot (defance muscular)

Perkusi : Seluruh dinding abdomen nyeri ketok dan terdengar suara tympani.

Pemeriksaan colok dubur

Untuk mengetahui apakah ada massa dalam rectum. Adanya feces harus

diperhatikan, apakah ada darah samar, sebab adanya darah dalam feces

kemungkinan adanya lesi dari mukosa atau adanya intussusepsi.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Darah rutin (Hb dan leukosit). Untuk mengetahui gangguan elektrolit akibat

muntah-muntah perlu diperiksa kadar Na, K, Cl, HCO3, dan Ca. Untuk

mengetahui fungsi ginjal diperiksa kadar ureum darah dan serum kreatinin.

b. Radiologi

Penderita yang suspek obstruksi intestinal perlu dibuat foto thorax dan foto polos
abdomen dalam posisi :

- Berbaring telentang

- Tegak / berdiri

- Thorax tegak

Foto thorax untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak di bawah

diafragma kanan. Bila ditemukan udara bebas menunjukkan adanya perforasi usus.

a. Obstruksi non mekanik

Terlihat dilatsai usus berisi udara merata, baik di dalam colon maupun di

dalam usus halus

b. Obstruksi mekanik

Terlihat dilatasi usus dan berisi udara yang distribusinya tidak merata.

Ditemukan batas cairan dan udara (step ladder) sedangkan usus atau colon

dibagian distalnya kolaps. Kalau belum terjadi perforasi lapisan lemak

preperitoneal terlihat baik. Pada obstruksi tinggi/atas yang terlihat diatas pylorus

tampak bayangan lambung dilatasi. Pada obstruksi partial bagian distal pylorus

masih terlihat sedikit udara. Sedangkan pada obstruksi total bagian distal pylorus

tidak terlihat bayangan udara atau bayangan intestinal.

Pada obstruksi tinggi dibawah pylorus, adalah obstruksi yang paling sering

ditemukan. Bila ditemukan bayangan gelembung ganda (double bubble)

menunjukkan adanya obstruksi di duodenum. Bila ditemukan bayangan

gelembung multiple kurang dari lima buah (multiple bubble) menunjukkan adanya

obstruksi di jejenum. Kalau terdapat bayangan gelembung lebih dari lima

menunjukkan adanya obstruksi di ileum.


Obstruksi usus halus secara radiology dapat dibedakan antara jejenum dan

ileum. Dinding jejenum menunjukkan garis-garis tipis melintang seperti bulu

(Feather like) sedangkan dinding ileum seperti tabung.

B. Obstruksi Usus Besar

Manifestasi Klinik

Penderita dengan obstruksi usus besar mempunyai keluhan yang hampir

sama dengan obstruksi usus halus seperti nyeri perut, nausea, vomiting, konstipasi

dan diare. Obstruksi usus besar yang disebabkan oleh keganasan disamping

keluhan seperti diatas juga ada keluhan berak darah, penambahan kebiasaan buang

air besar. Ada keluhan sukar buang air besar, tinjanya seperti kotoran kambing

kecil-kecil. Berat badan penderita turun dengan drastis.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum penderita tampak lemah, gelisah, sesak nafas, anemia, perut

kembung, dehidrasi, febris dan ada gejala-gejala syok (peritonitis)

PF Abdomen

Tampak distensi dengan bising usus mula-mula tinggi kemudian menurun

dan akhirnya menghilang. Perut nyeri tekan dan nyeri ketok.

Pemeriksaan Colok Dubur

Pemeriksaan ini perlu dilakukan terutama pada kecurigaan adanya obstruksi

usus besar (anorectal) yang disebabkan oleh keganasan. Tumor yang letaknya 7-11

cm dapat diraba dengan jari dan dapat ditemtukan bentuk dari tumornya.

Adanya darah dalam sarung tangan sangat membantu diagnosa apakah ada

lesi dari mukosa atau tumor atau adanya intussusepsi yang panjang sampai ke
anus.

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemreiksaan laboratorium perlu untuk mengetahui apakah ada kelainan

sistemik, kelainan metabolisme yang harus dikoreksi :

- Darah rutin

- Elektrolit

- Urinalisis

- Serum Amilase

- Bilirubin

b. Radiologi

1. Foto thorax

2. Foto polos abdomen dalam posisi berbaring telentang, tegak/berdiri

3. Barium enema

4. CT Scan

5. Endoskopi

- Foto thorax : untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak di bawah

diafragma kanan. Kalau ditemukan udara bebas menunjukkan adanya perforasi

- Foto polos abdomen : Tampak dilatasi colon dengan gambaran haustrae

yang spesifik. Kalau obstruksi lebih dari 24 jam akan tampak gambaran seperti

anak tangga.
Pada volvulus dapat dilihat adanya gambaran dilatasi tertutup (closed loop

dilatation) atau tanda “U” terbalik (inverted U sign). Hal ini khas pada volvulus.

2.4.2. DIAGNOSIS BANDING

-Chron disease

-Tumor ovarium

-TBC usus

2.5. TATALAKSANA

2.5.1. Pre-operatif

Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :

1. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus

sampai pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau

dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan vena

sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.


2. Dekompressi tractus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan

intralumen dengan tujuan untuk dekompressi lambung sehingga memperkecil

kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara yang ditelan ke

dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa

menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.


3. Pemberian antibiotika untuk pencegahan pertumbuhan bakteri

berlebihan bersama dengan produk endotoksin dan eksotoksin.


2.5.2. Operatif

Tergantung dari etiologi masing-masing :

 Adhesi

Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih

kembali.
 Hernia inkarserata

Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.


 Neoplasma

Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus

dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan

reseksi radikal.
 Askariasis

Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil

dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi

apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus

yang bersangkutan.
 Carcinomacolon

Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila

obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau

Sekostomi.
 Divertikel

Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif

setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan

colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon

sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah

peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan

dengan cara Hartman dengan colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk

menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka anastomosis yang dibuat

primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena

anastomosis baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas

kontaminasi dan randang.


 Volvulus

Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang

terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga

berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan

tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa

dicapai. Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan

reposisi sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh

keluarnya flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat

dicapai sekitar 80% pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka

reseksi gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan colostomi

double barrel atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong

Hartman) harus dilakukan.


 Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi

barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.

Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi

berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan

bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari

intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak

dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.

2.6. KOMPLIKASI

- Sepsis

-Abses Intraabdominal

-Kematian

2.7. PROGNOSIS

Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian

sekitar 5%. Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia.

Obstruksi yang disertai dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau

operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang

bersangkutan.
BAB V

KESIMPULAN

Ileus obstruktif adalah terjadinya kerusakan atau hilangnya pasase usus yang

disebabkan oleh sumbatan mekanik, yaitu oleh karena obstruksi dalam lumen usus,

dinding usus atau luar usus yang menekan pada usus halus maupun usus besar.

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen,

mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala

dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen yang terlihat adalah abdomen

yang distensi, terdapat Darm Contour dan Darm Steifung, pada auskultasi terdapat

hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmi (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi

metalik (klinken) atau metallic sound. Pada fase lanjut, bising usus dan peristaltik

melemah sampai hilang. Pada foto posisi tegak akan didapatkan bayangan air fluid

level yang banyak di beberapa tempat yang tampak terdistribusi dalam susunan

tangga (step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi. Dasar pengobatan

ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan


dan muntah dengan dekompresi traktus gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan

syok bila ada serta menghilangkan obstruksi untuk memeperbaiki kelangsungan dan

fungsi usus kembali normal dengan cara operasi. Prognosis baik bila diagnosis dan

tindakan dilakukan dengan segera.

DAFTAR PUSTAKA

Allan. Clain : Acute Intestinal Obstruktion, Hamilton Bailey’s,


Demonstration of Physical Sign In Clinical Surgery, 1980 : 299 – 316.

Budha I. K. : Macam dan Diagnosis Obstruksi Intestinal, Muktamar VI


IKABDI, Semarang, Januari 2002.

Lillemoe K.D. : Small Bowel Tumors, Current Surgical Theraphy – 3, John


L. Cameron, Toronto, 1989 : 88 – 91.
5. Manaf N.M. : Ileus Obstruksi, Cermin Dunia Kedokteran, No. 29, 1983 :
20 – 22

Pieter. J. : Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Anorektum, Buku Ajar Ilmu
Bedah, penerbit EGC, editor R. Syamsu Hidayat, Wim de Jong, 1996 : 835 – 854.

Sabiston D.C. : Obstruksi usus, Handbook of Surgery, Edisis 7, penerbit


EGC, 1995 : 239 – 243

Schwartz S.I. : Intestinal Obstruction, Principles of Surgery, Fifth Edition,


Mc Grawn Hill Inc, New York, 1991 : 238 – 343.

Sterns E.E. : Bowel Obstruction, Clinical Thinking in Surgery, Ontario,


1989 : 263 – 286.

Wilson L.M., Lester L.B. : Obstruksi usus, Fisiologi, edisi Empat, Alih
Bahasa Dr. Piter Anugrah, penerbit EGC : 402 – 405.

Anda mungkin juga menyukai