Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PARKINSON

Pembimbing :

dr. Tumpal A. Siagian, Sp.S

Disusun oleh :

Novia Pitaloka

1765050040

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

PERIODE 1 APRIL – 5 MEI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,

merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki

dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris

yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika

seseorang mengalami ganguan pergerakan yang memiliki karakteristik yang khas yakni tremor,

kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).

Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai

terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun atau

bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson diperkirakan

antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru setiap tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif system

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai

oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars

kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies)

(Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013).

Parkinsonism adalah suatu sindrom yang gejala utamanya adalah tremor

waktu istirahat, kekakuan (rigidity), melambatnya gerakan (akinesia) dan

instabilitas postural (postural instability) (Kelompok Studi Movement Disorder

PERDOSSI, 2013).

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita

hampir seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya

muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.

Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6

% di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89

tahun.

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri,

dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000

penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan

penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85
tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih

banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.

C. ETIOLOGI

Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada beberapa
faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan , yaitu :

a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.

b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .

c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik

D. KLASIFIKASI PARKINSON

Berdasarkan penyebabnya Parkinsonism dibagi atas 4 jenis:

1. Idiopatik (primer) Penyakit Parkinson, genetic Parkinson’s disease

2. Simptomatik (Sekunder)

Akibat dari: Infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor,

hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.

3. Parkinsonism plus (Multiple system degeneration)

Parkinsonism plus sindrom adalah Parkinsonism primer dangan gejala-gejala

tambahan. Termasuk demensia Lewy bodies, progresif supranuklear

palsi, atrofi multi sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontosereb

elar, sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks Parkinsonism

demensia ALS (Guam), neuroakantositosis.

4. Parkinsonism herediter Penyakit Wilson, penyakit Huntington’s disease, penyakit

Lewy bodies (Kelompok Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013)


E. PATOFISIOLOGI

Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena

penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra

sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies).

Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan

dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah

khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk Penyakit Parkinson, karena terdapat juga

pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang

terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.

1. Ganglia Basalis

Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula spinalis

berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik , langsung atau lewat

kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat

traktus piramidalis , sedangkan yang tidak langsung lewat sistem

ekstrapiramidal , dimana ganglia basalis ikut berperan.Komplementasi kerja

traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot

menjadi halus , terarah dan terprogram.

Ganglia Basalis ( GB ) tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu :

1. Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )

Neostriatum terdiri dari putamen ( Put ) dan Nucleus Caudatus (NC)

2. Globus Palidus ( GP )

3. Substansia Nigra ( SN )

4. Nucleus Subthalami ( STN )


Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB

dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis

. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan

supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke

GPi ( Globus Palidus internus ) lewat jalur langsung ( direk ) dan tidak langsung (

indirek ) melalui GPe ( Globus Palidus eksternus ) dan STN. Dari GPe diteruskan

menuju ke inti – inti talamus ( antara lain : VLO : Ventralis lateralis pars oralis , VAPC

: Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM : centromedian ). Selanjutnya menuju

ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini kemudian

mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis ( traktus piramidalis ).8 Kelompok inti

yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf

yang berbeda – beda bahan perantaranya (neurotransmitter/NT).

Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis , yaitu :

Dopamine ( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA)

2. Patofisiologi Ganglia Basalis

Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan

di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok – kelompok inti disitu

sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter

yang bermacam –macam . Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan

untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.

1. Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem saraf

maka persarafan tersebut bersifat reciprocal inhibition ( secara timbal balik satu

komponen saraf melemahkan komponen yang lain ). Artinya yang satu berperan

sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi tersebut. Contoh
klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf

simpatik dengan NT noradrenalin ( NA ) dan saraf parasimpatik dengan NT

asetilkolin ( Ach ).

2. Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama

atau seimbang dengan saraf inhibisi . Bilamana oleh berbagai penyakit atau obat

terjadi perubahan keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau

hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau inhibisi yang kegiatannya

berlebihan.

Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan

cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik

dengan saraf kolinergik , dan perubahan keseimbangan jalur direk ( inhibisi )

dan jalur indirek ( eksitasi ).

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan

kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 –

50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer

pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin

di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi

terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan

dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan

reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum

disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat

2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2 .

Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia

nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada

rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum

muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang

80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan

neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik

tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen

eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik

terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf

GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan

kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen

interna / substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik

akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus / substansia nigra.

Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung ,sehingga

output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah talamus.

Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABAnergik

sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke

korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron

motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.

F. GAMBARAN KLINIS

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang

didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot,


pegalpegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala

sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis

penderita parkinson (Gilroy, 2000; Widjaja , 2003; Kelompok Studi Movement

Disorder PERDOSSI, 2013)

1. Tremor

Biasanya merupakan gejala pertama pada PP dan bermula pada satu tan

gan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi yang lain juga akan

turut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut.

Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul

pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. Tremor akan

bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.

2. Rigiditas

Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya

terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas menjadi menyeluruh dan

lebih berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif.

Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis.

Salah satu gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila

berjalan. Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.

3. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi su

lit.

Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng). Gerakanger

akan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi sangat

kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang

(hipofonia).
4. Hilangnya refleks postural

Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada

awal stadium PP gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita PP yang sudah

berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan

kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls

dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu

kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

5. Wajah Parkinson

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi

muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang,

disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

6. Mikrografia

Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi

menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

7. Sikap Parkinson

Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada PP.

Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada,

bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak

melenggang bila berjalan.


8. Bicara

Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah

dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan

volume yang kecil dan khas pada PP. Pada beberapa kasus suara berkurang

sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.

9. Disfungsi otonom

Disfungsi otonom pada pasien PP memperlihatkan beberapa gejala seperti

disfungsi kardiovaskular (hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal

(gangguan dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan regurgitasi),

saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia), seksual (impotensi atau

hypersexual drive), termoregulator (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau

dingin). Disfungsi otonom ini mungkin terlihat sebagai gejala dini PP namun lebih

spesifik dikaitkan dengan stadium lanjut PP. Prevalensi disfungsi otonom ini

berkisar 14-18% . Patofisiologi disfungsi otonom pada PP diakui akibat

degenerasi dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus

vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti medulla

ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan nukleus rafe kaudal.

10. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi

sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.


11. Tanda Myerson

Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang.Pasien

Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai

tanda “Myerson”

12. Demensia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif

yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan

gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari (Asosiasi Alzaimer

Indonesia, 2003). Kelainan ini berkembang sebagai konsekuensi patologi PP

disebut kompleks parkinsonism demensia. Demensia pada PP mungkin baru akan

terlihat pada stadium lanjut, namun pasien PP telah memperlihatkan perlambatan

fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Gangguan

fungsi kognitif pada PP yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial,

memori jangka panjang dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan

dengan proses penuaan normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.

13. Depresi

Sekitar 40% penderita PP terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi

disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang

menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa

dikucilkan. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara

anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi

degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin

yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin

yang letaknya diatas substansia nigra (Hermanowicz, 2001; Wolters , 2007).

G. DIAGNOSIS
Diagnosis PP berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik

utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan

hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah

kriteria Hughes (PERDOSSI, 2013) :

 Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

b. Tremor istirahat

c. Rigiditas

d. Bradikinesia

e. Kegagalan refleks postural

 Probable : Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk

kegagalan refleks postural) alternatif lain: tremor istirahat asimetris, rigiditas

asimetris atau bradikinesia asimetris sudah cukup.

 Definite : Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu

gejala lain yang tidak asimetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda

tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris.

Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan

ulangan beberapa bulan kemudian. Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya

penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis

berdasarkan Hoehn dan Yahr (PERDOSSI, 2013) yaitu:

o Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman) .


o Stadium

2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

berjalan terganggu.

o Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu

saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang .

o Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu,

rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat

berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.


o Stadium 5: Stadium kakhetik (cachcactic stage), kecacatan total, tidak

mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.(Joesoef, 2001; Kelompok

Studi Movement Disorder PERDOSSI, 2013)

H.
H. DIAGNOSA BANDING
I. PENATALAKSANAAN PARKINSON

Pengobatan PP dapat dikelompokkan, sebagai berikut :

1. Bekerja pada sistem dopaminergik

2. Bekerja pada sistem kolinergik

3. Bekerja pada glutamatergik

Dari ketiga macam pengobatan tersebut diatas, mempunyai tujuan yang

sama yaitu mengurangi gejala motorik dari PP. Sesuai dengan penyakit

degeneratif lainnya, obat akan terus digunakan seumur hidup. Hal ini akanmeni

mbulkan efek samping penggunaan obat jangka panjang yang merugikan dan

akan mempengaruhi kualitas hidup penderita PP (Hristova dkk, 2000; Misbach,

2003).

Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama levodopa

mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan jangka panjang.

Fahn (2003) membuktikan bahwa levodopa bersifat toksik dan menambah

progesifitas dari PP. Efek samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia dan

gangguanneuropsikiatrik. Gejala yang timbul pada tahap lanjut dan tidak

berespon terhadap terapi levodopa sering menyebabkan penderita mudah jatuh,

gangguan postural, “freezing “, disfungsi otonom, dan demensia. Gejala yang timbul

pada tahap lanjut ini sering dijumpai pada penderita usia muda dan jarang

didapatkan pada penderita yang mulai mendapatkan terapi levodopa pada usia diatas

70 tahun. Pada obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi

jangka panjang berupa gangguan kognitif. Efek samping ini dapat berupa
halusinasi dan gangguan daya ingat. Sedangkan pada obat yang bekerja pada

glutamatergik dapat mempunyai efek terapi jangka panjang berupa halusinasi,

insomnia, konfusi dan mimpi buruk (Jankovic, 2002; Misbach , 2003: Helme,

2006).

Drugs Used to Treat Motor Symptoms in Patients with Parkinson Disease

Drug/drug class Examples Advantages Disadvantages


Carbidopa/levodop Immediate- and Most Motor
a (Sinemet) sustained- effective, complications:
release improves dyskinesias,
carbidopa/levo disability, dystonia,
dopa prolongs confusion,
capacity to psychosis, sedation
perform
instrumental
activities of
daily living
Dopamine agonists Nonergot: Can be used All: dopaminergic
pramipexole as adverse effects
(Mirapex), monotherap (nausea, vomiting,
ropinirole y in early orthostatic
(Requip) disease or hypotension),
added to neuropsychiatric
levodopa for adverse
Ergot: treatment of effects(hallucinatio
bromocriptine motor ns, psychosis,
(Parlodel), complicatio impulse control
pergolide ns disorder),
excessive daytime
Less risk of sleepiness
developing
motor Ergot: pulmonary
complicatio fibrosis, cardiac
ns in early valve fibrosis,
disease erythromelalgia
Monoamine Selegiline Can be used Amphetamine and
oxidase-B (Eldepryl), as methamphetamine
inhibitors rasagiline monotherap metabolites may
(Azilect) y in early cause adverse
disease or to effects, risk of
treat motor serotonin syndrome
complicatio
ns in late
disease
Once-daily
dosing, well
tolerated
Catechol O- Entacapone Used to treat Dopaminergic
methyltransferase (Comtan), motor adverse effects,
inhibitors tolcapone complicatio discoloration of
(Tasmar) ns; no urine, tolcapone
titration, associated with
decreased explosive diarrhea
off time,* and fatal liver
mild toxicity
improvemen
t in activities
of daily
living and
quality-of-
life scores
Injectable Apomorphine Reduces off Requires initiation
dopamine agonist (Apokyn) time in late in hospital, regular
disease subcutaneous
injections
N-methyl-D- Amantadine Treatment Cognitive adverse
aspartate receptor of effects, livedo
inhibitor dyskinesias reticularis, edema,
in late development of
disease tolerance, potential
for withdrawal
Anticholinergics Benztropine, Useful for Use limited by
trihexyphenidyl the anticholinergic
treatment of
tremor in
patients
younger
than 60
years
without
cognitive
impairment

Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering

terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.

1. Perawatan Penyakit Parkinson


Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula

, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis ,

melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.

a. Pendidikan

Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan

care giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan

diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat

penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari

anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka

menjadi maksimal.

b. Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas

hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit

serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :

• Abnormalitas gerakan

• Kecenderungan postur tubuh yang salah

• Gejala otonom

• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )

• Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan

sebagai berikut :

1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )

• Peregangan

• Koreksi postur tubuh

• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )

• Latihan buli-buli dan rectum

• Latihan kebugaran kardiopulmonar

• Edukasi dan program latihan di rumah

2. Terapi okupasi

Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal

pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .

3. Terapi wicara

Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program

latihan pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria ,

latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu

memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.

4. Psikoterapi

Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi

setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian ,

status mental ,keluarga dan perilaku.

5. Terapi sosial medik

Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial

lingkungan dan finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan

kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

6. Orthotik Prosthetik

Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami

ketidakstabilan postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti

tongkat atau walker.

c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet

yang khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar

tidak terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah

massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk

memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk

mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk mempertahankan

struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas usus

dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari

makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.

2. Pembedahan :

Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak

lagi memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala

dua dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia,

gait/postural instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat,

juga memberi respons baik terhadap pembedahan .

Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :

a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :

- Akinesia / bradi kinesia

- Gangguan jalan / postural

- Gangguan bicara

b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :

- Tremor

- Rigiditas

- Diskinesia karena obat.


3. Stimulasi otak dalam

Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit

parkinson ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson

bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar

dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s . Stimulasi ini dengan alat stimulator

yang ditanam di inti GPi dan STN.

4. Transplantasi

Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh

Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan

dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari

jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam

atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-

derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi

penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat

proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.

Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson

selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai

saat ini , diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan

transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.

J. PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,

sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena

parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan,

gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering
disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan

kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.

Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan

lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat

sangat parah.

PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang

sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih

rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat

menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat

menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau

lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang

tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu.

Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup produktif beberapa

tahun setelah diagnosis.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara

holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit

ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada

sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum

bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani

sepanjang hidupnya.

Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total

disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat

menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.

Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya

gejala terkontrol sangat bervariasi


DAFTAR PUSTAKA

M.Baehr and M. Frotscher. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS ,Edisi ke-4. Jakarta : EGC
Joao Massano and Kailash P. Bathia. 2012. Clinical Approach to Parkinson’s Disease : Feature,
Diagnosis, and Principle of Management.
John D. Gazewood. 2013. Parkinson Disease : An Update . America : America Family
Physician
Shobha S Rao .2006.Parkinson’s Disease : Diagnosis and Treatment America : America Family
Physician
Standar Pelayanan Medik. PERDOSSI
http://medicanieblog.com/penatalaksanaanparkinson/htm

Anda mungkin juga menyukai