Anda di halaman 1dari 37

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329355825

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM GENETIKA MOLEKULER

Book · December 2018

CITATIONS READS
0 769

1 author:

Daniel Joko Wahyono


Universitas Jenderal Soedirman
15 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Study of Streptococcus pneumoniae antibiotic resistant of Acute Otitis Media in primary school children age (6-12 years) patients in Banyumas Regency, Indonesia View
project

All content following this page was uploaded by Daniel Joko Wahyono on 02 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

GENETIKA MOLEKULER

OLEH :
Dr. DANIEL JOKO WAHYONO, M.Biomed.

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS BIOLOGI
TAHUN 2018
PENGANTAR

Buku dengan judul “GENETIKA MOLEKULER” bisa digunakan sebagai panduan


praktikum untuk beberapa mata kuliah, baik pada program studi S-1 maupun S-2 Ilmu Biologi
dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait, seperti mata kuliah Genetika, Biologi Molekuler, Biologi Sel
dan Molekul, dan Genetika dan Rekayasa Molekul. Buku ini disusun guna membantu
pemahaman lebih sistematis tentang aplikasi laboratorium dalam mendukung penelitian bidang
Genetika Molekuler yang tersusun atas beberapa topik sebagai berikut : Isolasi DNA dan
pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA, Desain primer Polymerase Chain Reaction,
Amplifikasi situs polimorfisme T16189C daerah D-Loop DNA Mitokondria dengan teknik
PCR, Analisi mutasi polimorfisme T16189C daerah D-Loop DNA Mitokondria dengan teknik
PCR-RFLP dan .
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dodi Safari, Ph.D dari Lembaga Biologi
Molekuler Eijkman, Jakarta yang telah mengenalkan dan membimbing dalam teknik
laboratorium Genetika Molekuler hingga dapat terwujudnya buku panduan praktikum ini.

Purwokerto, Desember 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... i
PENGANTAR ………………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... iii
TOPIK I. ISOLASI DNA DAN PENGUKURAN KONSENTRASI DAN
KEMURNIAN DNA …………………….…………………………… 1
TOPIK II. DESAIN PRIMER PADA TEKNIK POLYMERASE CHAIN
REACTION …………………………………………………………. 7
TOPIK III. AMPLIFIKASI SITUS POLIMORFISME T16189C PADA
DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DENGAN TEKNIK
PCR ……………………………………….…………………………. 14
TOPIK IV. IDENTIFIKASI MUTASI PADA SITUS POLIMORFISME
T16189C DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DENGAN
TEKNIK PCR—RFLP ……………………………………..……. 21
TOPIK V. ANALISIS SEKUNSING DNA DAN BLAST ALGORITMA DAERAH
D-LOOP DNA MITOKONDRIA ………………………………….... 26

iii
1

TOPIK I. ISOLASI DNA DAN PENGUKURAN KONSENTRASI


DAN KEMURNIAN DNA

1. TUJUAN

Melakukan isolasi DNA dan mengukur konsentrasi DNA genom manusia dari
sampel darah tepi

2. TEORI

Molekul DNA manusia terdiri dari dua untai DNA yang dihubungkan dengan
ikatan hidrogen antara pasangan basa nitrogen. Basa nitrogen pada tiap untai
menghadap ke dalam, saling berhadapan antara basa purin dan pirimidin. Basa purin
merupakan struktur cincin aromatik herosiklik yang terdiri dari adenine (A) dan guanin
(G). Basa nitrogen pada molekul asam nukleat (DNA) terikat pada posisi C1’ gugus gula
deoksi ribosa dan basa-basa nitrogen disatukan dengan ikatan fosfodiester melalui
penggabungan gula pada posisi ujung 3’ (Gambar 1.). Komplemen pasangan basa
nitrogen yang dihubungkan dengan jembatan hidrogen antara A dengan T dan G dengan
C pada untai ganda DNA yang bersifat antiparalel. Pada pasangan basa nitrogen antara
A dengan T terdiri dari 2 ikatan hidrogen, sedangkan G dan C terdiri dari 3 ikatan
hydrogen ( Gambar 2.). Proporsi jumlah basa nitrogen pada DNA antara A-T dan G-C
adalah sama. Pada umumnya jumlah basa G-C berkisar antara 26-74 % untuk spesies
yang berbeda. Pada genom DNA manusia terdapat sekitar 3 x 109 pasang basa (pb) yang
mengandung sejumlah 105 gen, namun hanya sekitar 10 % dari gen tersebut yang telah
diketahui fungsi proteinya.
2

Gambar 1. Struktur molekul DNA yang tersusun atas 4 tipe mukleotida yang
berikatan secara kovalen menjadi polinukleotida dengan gula fosfat
sebagai tulang punggung dari basa nitrogen (A,T,G, dan C). Tanda
panah pada ujung akhir untai ganda DNA menunjukkan polaritas dari
ke dua untai yang bersifat antiparalel (Albert et al., 2008).

Gambar 2. Struktur komplemen pasangan basa nitrogen yang dihubungkan


dengan jembatan hydrogen (Albert et al., 2008)
3

Isolasi DNA adalah teknik untuk memisahkan genom DNA total dari sampel
jaringan tubuh dan merupakan awal mula sebelum dilakukan analisis DNA lebih lanjut,
seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) maupun sekuensing DNA. Darah merupakan
sampel DNA yang baik untuk bahan isolasi DNA, selain jaringan lain seperti cairan
semen, akar rambut, saliva, urin dll (Tabel 1.). Sampel jaringan segar merupakan sampel
DNA yang terbaik, namun bercak darah atau sperma kering dapat pula digunakan
sebagai bahan isolasi DNA.

Tabel 1. Kandungan DNA pada berbagai jaringan manusia (Kirby, 1990)


No. Jaringan pada Manusia Kandungan DNA
1. Cairan Amnion 65 ng/ml
2. Darah 40 ug/ml
3. Akar rambut 250 ng/akar
4. Sperma 3,3 pg/sel

Kualitas DNA hasil isolasi DNA dapat diperikasan dengan melakukan pengukuran
konsentrasi sampel DNA. Metoda untuk pemeriksaan kualitas DNA adalah
spektrofotometri dan flouresen dengan menggunakan ethidium bromide. Pada metoda
spektrofotometri digunakan pengukuran absorbsi pada panjang gelombang tertentu,
karena DNA (asam nukleat) mempunyai struktur cincin aromatik basa nitrogen yang
dapat mengabsorbsi sinar UV. Panjang gelombang maksimum untuk DNA dan RNA
adalah 260 nm, sedangkan protein adalah 280 nm. Kemurnian DNA dihitung dengan
rasio antara absorbsi pada panjang gelombang 260nm dan 280 nm.

3. METODOLOGI
1) Bahan :
a. Sampel darah tepi manusia sebagai sumber DNA (praktikan), diambil secara
intravena
b. Red Blood Cell Lysis Solution (RBC) 1x
4

c. Cell Lysis Solution (CLS)


d. Protein Precipitacion Solution (PP) (5 M ammonium acetate)
e. 100 % Isopopanol (2-Propanol)
f. Ethanol 70 %
g. Larutan TE Buffer (Tris-EDTA)

2) Cara kerja isolasi genom DNA dari darah tepi (Conventional methods) :
a. 3 mL darah tepi (whole blood) dimasukkan kedalam tabung vacutainer yang
menandung zat antikoagulan (EDTA).

b. 2 mL darah (whole blood) + 8 mL larutan Red Blood Cell Lysis Solution (RBC)
1x pada tabung 10-15 mL. Campuran dibolak-balik dan diinkubasi pada suhu
kamar selama 10 menit, suhu 27 °C (Room Temperature).

c. Campuran disentrifugasi : 1500 rotation per minute (rpm), 10 menit, suhu 27 °C,
sehingga diperoleh supernatan dan pelet (endapan) berwarna putih.

d. Supernatan dibuang, sedangkan pelet (putih) + 8 mL RBC 1x, dipipeting dengan


pipet transfer hingga campuran homogen dan di vortex.

e. Campuran disentrifugasi : 1500 rotation per minute (rpm), 10 menit, suhu 27 °C,
sehingga diperoleh supernatan dan pelet (endapan) berwarna putih.

f. Prosedur tersebut di atas (d dan e) diulang 2-3 kali hingga diperoleh pelet putih
yang terbebas dari sel darah merah.

g. Pelet + 250 µL larutan Cell Lysis Solution (CLS), kemudian campuran dipipet
up/down secara perlahan-lahan hingga campuran menjadi homogen. Campuran +
2 µL RNAse A Solution (5 mg/µg) dan diinkubasi : suhu 37 °C selama minimal
15 menit.
5

h. Campuran + 167 µL Protein Precipitacion Solution (PP) (5 M ammonium


acetate), kemudian campuran divorteks selama 20 detik hingga berwarna coklat
untuk mempresipitasikan protein.

i. Campuran disentrifugasi : 3000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 °C, sehingga
diperoleh supernatan dan pelet berwarna coklat pada dinding tabung.

j. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru yang telah berisi 770 µL larutan
100 % Isopopanol (2-Propanol) dingin, kemudian tabung dibolak-balik sekitar
20-30 kali hingga tampak benang-benang DNA terpresipitasi yang melayang-
layang dalam larutan isopropanol.

k. DNA disentrifuasi : 3000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 °C hingga diperoleh
supernatan dan pelet (DNA).

l. Supernatan dibuang, pelet (DNA) + 833 µL Ethanol 70 % steril, kemudian


tabung dibolak-balik untuk mencuci pelet (DNA).

m. Disentrifugasi : 3000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 °C hingga diperoleh


supernatan dan pelet (DNA).

n. Pelet DNA di keringkan selama sekitar 3-4 jam pada suhu ruangan atau 1 jam
pada suhu 37 °C. Pengeringan dilakukan dengan cara memiringkan tabung ke
tempat pengeringan yang alasnya telah dilapisi dengan tissue kering.

o. Pelet DNA + 50-100 µL larutan TE, kemudian diinkubasi selama 3 jam, suhu 37
°C. DNA dipindahkan ke tabung eppendorf (1,5 ml) dan disimpan pada suhu -20
°C untuk jangka panjang. DNA siap untuk dianalisis pada tahap berikutnya

3) Pengukuran konsentrasi DNA (Nanodrop methods).


6

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengukuran konsentrasi DNA hasil isolasi DNA adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil pengukuran konsentrasi DNA sampel praktikum


No. Sampel Konsentrasi DNA (ng/uL) A260/280 A260/230
1. Nomor : 01 466,15 1,82 1,72
2. Nomor : 02 1026,09 1,86 1,70
3. Nomor : 03 982,89 1,88 1,91
4. Nomor : 04 707,39 1,87 1,73

Keempat sampel memiliki kemurnian DNA (A260/280) > 1,8 adalah baik, karena
sesuai dengan nilai normal kemurnian DNA antara 1,8 – 2,0. Oleh karena, hasil isolasi
DNA dengan kemurnian DNA dalam kisaran nilai normal, maka prosedur isolasi DNA
telah dilakukan dengan benar.

5. KESIMPULAN
Hasil isolasi DNA diperoleh konsentrasi DNA sampel dengan kemurnian dalam
kisaran normal yaitu 1,8 – 2,0.

6. DAFTAR PUSTAKA

Bruce A, Johnson A, Lewis J, Raff M, Robert K, Walter P. Molecular Biology of The


Cell. 5th Ed. New York, USA : Garland Science, 2008 : 198-199.

Kirby LT. DNA fingerprinting : An introduction. New York, USA : Stoctorn Press, 1990

Turner PC, McLenna AG, Bates AD, White MRH. Instant Note in Molecular Biology.
Oxford : BIOS Scientific Publisher Ltd, 1997 : 32-42.
7

TOPIK II. DESAIN PRIMER PADA TEKNIK POLYMERASE CHAIN


REACTION

1. TUJUAN
Melakukan desain primer yang memenuhi kriteria optimal primer untuk digunakan
pada teknik polymerase chain reaction (PCR) pada daerah D-Loop Mitokondria.

2. TEORI
Primer adalah sepasang oligonukloetida yang berukuran 17-28 pb nukleotida
dengan kandungan basa nukelotida G+C 50-60 persen. Pasangan primer ini sebaiknya
memiliki kandungan basa nukelotida G+C yang sama, sehingga primer dapat menempel
pada urutan komplemennya pada suhu yang sama . Pada proses PCR pemanjangan
primer pada ujung 3’ dilakukan oleh enzim Taq DNA polymerase dengan penambahan
nukleotida yang bersumber dari dNTP (Gambar 5.). Amplifikasi fragmen DNA pendek
berukuran < 500 pb lebih mudah diperoleh hasilnya dibandingkan dengan fragmen DNA
panjang > 1 kpb – 20 kpb.

Gambar 3. Skema proses pemanjangan primer pada PCR


8

Pada saat ini, desain primer dengan program open source di website lebih akurat
dan efisien dibandingkan dengan desain primer konvensinal dengan penghitungan
manual terdahulu, seperti program Primer3 Input (versi 4.1.) maupun Perl Primer.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi kinerja primer pada PCR telah dimasukan
sebagai parameter dalam program desain primer tersebut. Kriteria primer yang optimal
adalah sebagai berikut :
1. Primer yang spesifik untuk fragmen DNA daerah target
2. Ukuran primer dalam kisaran 17-28 pb
3. Komposis basa nukleotida yaitu kandungan rata (G+C) 50-60%
4. Suhu melting (Tm) 55-80 °C
5. Suhu annealing (Tann) yaitu Tm - (2 –5 °C).
6. Struktur sekunder internal primer minimal untuk menghindari dimerisasi primer yaitu
dG = -0,3 – 0 (analisis dimerisasi primer)

3. METODOLOGI
Desain primer mitokondria DNA daerah gen D-loop yang meliputi situs
polimorfisme T16189C dengan mengunakan beberapa program open source dari website
sebagai berikut :
1) GeneBank Data base NCBI (National Centre for Biotechnology Information)
a. Buka situs web : www.ncbi.nlm.nih.gov
b. Pilih dalam kolom pencari : nucleotide
c. Pilih dalam kolom pencari : NC_012920 (human mt DNA complete sequence)
d. Penyuntingan daerah D-loop untuk situs polimorfisme T16189C dengan urutan
nukleotida 15771-16569
e. Urutan nukleotida 15771-16569 (FASTA) sebagai input untuk desain primer
dengan program Primer3 Input.
2) Desain Primer : Primer3 Input (versi 4.1).
a. Buka situs web : www.google.com
b. Pilih dalam kolom pencari : primer3 Input (version 4.1.), sehingga terbuka :
www-genom.wi.mit.edu/cgi-bin/primer/primer3.cgi/
9

c. Paste urutan nukleotida 15771-16569 (FASTA) pada kolom mispriming library


d. Isi kolom new product size range : 501-600
e. Pilih kolom pilihan : pick primer
f. Hasil desain primer : Primer3 output
3) Analisis dimerasasi primer : Perl Primer
a. Pilih shortcut : Primer
b. Paste pada kolom sequence forward primer : urutan left primer (Primer3 output)
c. Paste pada kolom sequence reverse primer : urutan rigtt primer (Primer3 output)
d. Pilih dalam kolom : calculate primer
e. Hasil analisis dimerisasi primer ada dalam kolom Dimers

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Desain primer DNA mitokondria manusia dari gen D-loop dari data GeneBank
pada NCBI karekteristik sebagai berikut :

LOCUS NC_012920 1122 bp DNA linear PRI 30-APR-2010


DEFINITION Homo sapiens mitochondrion, complete genome.
ACCESSION NC_012920 REGION: complement(join(16024..16569,1..576))
VERSION NC_012920.1 GI:251831106
DBLINK Project: 30353
KEYWORDS .
SOURCE mitochondrion Homo sapiens (human)
ORGANISM Homo sapiens
Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi;
Mammalia; Eutheria; Euarchontoglires; Primates; Haplorrhini;
Catarrhini; Hominidae; Homo.
FEATURES Location/Qualifiers
source 1..1122
/organism="Homo sapiens"
/organelle="mitochondrion"
/mol_type="genomic DNA"
/isolation_source="caucasian"
/db_xref="taxon:9606"
/tissue_type="placenta"
/country="United Kingdom: Great Britain"
10

/note="this is the rCRS"


D-loop 1..1122
ORIGIN
1 tgtggggggt gtctttgggg tttggttggt tcggggtatg gggttagcag cggtgtgtgt
61 gtgctgggta ggatgggcgg gggttgtatt gatgagatta gtagtatggg agtgggaggg
121 gaaaataatg tgttagttgg ggggtgactg ttaaaagtgc ataccgccaa aagataaaat
181 ttgaaatctg gttaggctgg tgttagggtt ctttgttttt ggggtttggc agagatgtgt
241 ttaagtgctg tggccagaag cgggggaggg ggggtttggt ggaaattttt tgttatgatg
301 tctgtgtgga aagtggctgt gcagacattc aattgttatt attatgtcct acaagcatta
361 attaattaac acactttagt aagtatgttc gcctgtaata ttgaacgtag gtgcgataaa
421 taataggatg aggcaggaat caaagacaga tactgcgaca tagggtgctc cggctccagc
481 gtctcgcaat gctatcgcgt gcataccccc cagacgaaaa taccaaatgc atggagagct
541 cccgtgagtg gttaataggg tgatagacct gtgatccatc gtgatgtctt atttaagggg
601 aacgtgtggg ctatttaggc tttatgaccc tgaagtagga accagatgtc ggatacagtt
661 cactttagct acccccaagt gttatgggcc cggagcgagg agagtagcac tcttgtgcgg
721 gatattgatt tcacggagga tggtggtcaa gggaccccta tctgaggggg gtcatccatg
781 gggacgagaa gggatttgac tgtaatgtgc tatgtacggt aaatggcttt atgtactatg
841 tactgttaag ggtgggtagg tttgttggta tcctagtggg tgaggggtgg ctttggagtt
901 gcagttgatg tgtgatagtt gagggttgat tgctgtactt gcttgtaagc atggggaggg
961 ggttttgatg tggattgggt ttttatgtac tacaggtggt caagtattta tggtaccgta
1021 caatattcat ggtggctggc agtaatgtac gaaatacata gcggttgttg atgggtgagt
1081 caatacttgg gtggtaccca aatctgcttc cccatgaaag aa
//

Hasil urutan Primer dari program Primer3 Input (versi 4.1) atas dasar input lokasi
gen D-loop yang meliputi situs polimorfisme T16189C (garis bawah) antara nukleotida
15771 – 16569 adalah :

Primer3 Output :

No mispriming library specified


Using 1-based sequence positions

OLIGO start len tm gc% any 3' seq


LEFT PRIMER 253 20 59.67 50.00 4.00 1.00 GTTCTTTCATGGGGAAGCAG
RIGHT PRIMER 778 20 59.82 50.00 4.00 2.00 GGGAACGTGTGGGCTATTTA
SEQUENCE SIZE: 799
INCLUDED REGION SIZE: 799
PRODUCT SIZE: 526, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 1.00
11

1 CAGTAAGCTACCCTTTTACCATCATTGGACAAGTAGCATCCGTACTATACTTCACAACAA

61 TCCTAATCCTAATACCAACTATCTCCCTAATTGAAAACAAAATACTCAAATGGGCCTGTC

121 CTTGTAGTATAAACTAATACACCAGTCTTGTAAACCGGAGATGAAAACCTTTTTCCAAGG

181 ACAAATCAGAGAAAAAGTCTTTAACTCCACCATTAGCACCCAAAGCTAAGATTCTAATTT

241 AAACTATTCTCTGTTCTTTCATGGGGAAGCAGATTTGGGTACCACCCAAGTATTGACTCA
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
301 CCCATCAACAACCGCTATGTATTTCGTACATTACTGCCAGCCACCATGAATATTGTACGT

361 TACCATAAATACTTGACCACCTGTAGTACATAAAAACCCAATCCACATCAAAACCCCCTC

421 CCCATGCTTACAAGCAAGTACAGCAATCAACCCTCAACTATCACACATCAACTGCAACTC

481 CAAAGCCACCCCTCACCCACTAGGATACCAACAAACCTACCCACCCTTAACAGTACATAG

541 TACATAAAGCCATTTACCGTACATAGCACATTACAGTCAAATCCCTTCTCGTCCCCATGG

601 ATGACCCCCCTCAGATAGGGGTCCCTTGACCACCATCCTCCGTGAAATCAATATCCCGCA

661 CAAGAGTGCTACTCTCCTCGCTCCGGGCCCATAACACTTGGGGGTAGCTAAAGTGAACTG

721 TATCCGACATCTGGTTCCTACTTCAGGGTCATAAAGCCTAAATAGCCCACACGTTCCCCT
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
781 TAAATAAGACATCACGATG

(primer3_results.cgi release 0.4.0)

Hasil analisis Dimerisasi Primer dengan PERL PRIMER dari urutan Primer
yang diperoleh dengan program Primer3 (Primer3 output) adalah :

Warning: forward primer run found


1. Most stable 3' extensible primer-dimers (at 37°C), if any

2. More stable non-extensible primer-dimers (at 37°C), if any

a. Forward vs. Forward: -2.29 kcal/mol

5' GTTCTTTCATGGGGAAGCAG 3'


.||......||.
3' GACGAAGGGGTACTTTCTTG 5'
12

b. Forward vs. Reverse: -1.25 kcal/mol

5' GTTCTTTCATGGGGAAGCAG 3'


||||..
3' ATTTATCGGGTGTGCAAGGG 5'

c. Reverse vs. Reverse: -2.43 kcal/mol

5' GGGAACGTGTGGGCTATTTA 3'


....||||....
3' ATTTATCGGGTGTGCAAGGG 5'

Berdasarkan atas hasil desain primer diperoleh urutan primer yang masih sesuai
dengan kriteria primer yang optimal dengan kriteria sebagai berikut :
1. Primer yang spesifik untuk daerah D-loop.
2. Ukuran primer 20 pb masih dalam kisaran 17-28 pb
3. Kandungan rata (G+C) 50 % masih dalam kisaran 50-60%
4. Suhu melting (Tm) 59, 67 °Cdan 59,82 °C masih dalam kisaran 55-80 °C
5. Struktur sekunder internal primer berupa nilai dG primer- forward (-2,29 kcal/mol),
forward - reverse (-1,25 kcal/mol), reverse –reverse (-2,43 kcal/mol) masih dalam
kisaran dG = -0,3 – 0 kcal/mol (analisis dimerisasi primer)

5. KESIMPULAN
Pasangan primer yang diperoleh dari desain primer DNA mitokondria manusia
pada daerah gen D-loop yang meiputi situs polimorfisme T16189C dari data GeneBank
pada NCBI, khususnya pada urutan nukleotida 15771-16569 adalah :
FORWAD PRIMER : GTTCTTTCATGGGGAAGCAG
REVERSE PRIMER : GGGAACGTGTGGGCTATTTA
PCR Product Size: 526 pb
13

6. DAFTAR PUSTAKA

Djumadi. Pengembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) kuantitatif dengan


standard internal untuk kuantitas DNA mitokondria. Tesis Program Pascasarjana
FKUI 1998 : 13-14.

Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J. Molecular Cloning : A Laboratory Manual. New


York, USA : Cold Spring Harbour Laobaratory, 1982 : 98-101.

Saiki R. Amplifikasi of Genomic DNA. PCR protocol : A Guide to Methods and


Application. New York : Academic Press, 1990 : 13-19.

Turner PC, McLenna AG, Bates AD, White MRH. Instant Note in Molecular Biology.
Oxford : BIOS Scientific Publisher Ltd, 1997 : 32-42.
14

TOPIK III. AMPLIFIKASI SITUS POLIMORFISME T16189C PADA DAERAH


D-LOOP DNA MITOKONDRIA DENGAN TEKNIK PCR

1. TUJUAN
Melakukan amplifikasi daerah D-Loop DNA mitokodria yang meliputi lokasi
polimorfisme basa tunggal (single nucleotide polymorphisms = SNP) pada nukleotida
urutan ke-16189.

2. TEORI
DNA mitokondria adalah DNA selain inti yang terdapat dalam genom manusia.
DNA mitokondria padat gen dan hampir tidak mempunyai intron yang berukuran 16.569
pasang basa (pb). DNA mitokondria menyandi 37 gen yang terdiri dari 13 polipeptida
untuk protein kompleks rantai respirasi, 22 tRNA dan 2 rRNA yang berfungsi dalam
sintesis protein mitokondria. Ketiga-belas polipeptida meliputi tujuh subunit
(apositokrom b) dan kompleks II, tiga subunit (COX I, COX II, COX III) dari kompleks
IV dan dua subunit (ATPase 6 dan 8) dari kompleks V.
Disamping itu ada daerah pengontrol yang tidak menyandi (non coding region)
yang disebut sebagai displacement loop (D-loop). Darah D-loop merupakan struktur
beruntai untai 3 (triple stranded) sepanjang 1122 pb dengan lokasi antara nukleotida
16024-16576 dan dibatasi oleh gen tRNAPhe (F) dan tRNAPro (P) (Gambar 4). Lokasi
polimorfisme basa tunggal nukleotida urutan ke-16189 menyebabkan perubahan basa
nukleotida T > C (T16189C).
Polymerase Chain reaction (PCR) merupakan suatu reaksi enzimatik untuk
melipatgandakan untai DNA secara selektif in vitro menggunakan sepasang primer
oligonukleotida spesifik yang membatasi fragmen DNA tertentu. Semenjak
diperkenalkan beberapa tahun yang lalu, teknik PCR ini menjadi salah satu metode yang
sangat berguna untuk analisis DNA.
15

Gambar 4. DNA mitokondria dan daerah D-loop (gen tRNAPhe - tRNAPro)

Reaksi amplifikasi pada PCR bersifat eksponensial yang dipengaruhi oleh adanya
perbedaan dalam berbagai variabel yang mengontrol jalannya reaksi. Variabel yang
mempengaruhi reaksi PCR antara lain konsentrasi ensim Tag polymerase, dNTPs, Mg2+,
cetakan DNA dan primer oligonukleotida. Demikian juga tahap denaturasi, annealing
(penempelan), ekstensi (polimerisasi), lama dan jumlah siklus, laju penyusunan dimer
primer, dan adanya kontaminan DNA.
Pada manusia konsentrasi cetakan DNA yang diperlukan untuk reaksi PCR
adalah 100 – 500 µg/mL. Primer oligonukleotida merupakan basa nukleotida
komplemen dari masing-masing ujung fragmen cetakan DNA, yang terdiri dari forward
dan reverse. Pada umumnya primer tersusun dari 18 – 28 nukleotida yang mempunyai
basa Guanin (G) dan Sitosin (C) ± 50 – 60 persen. Penggunaan primer yang berukuran
lebih panjang biasanya lebih baik dan bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan
penempelan primer pada fragmen DNA non target. Pemberian primer yang berlebihan
akan menyebabkan penurunan spesifitas akibat peningkatan pembentukan dimer primer,
mispriming dan penurunan jumlah hasil PCR. dNTP merupakan bahan utama pembuat
DNA yang tersusun dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Pemberian dNTP dalam jumlah
16

yang sangat banyak akan menimbulkan inkorporasi yang salah. Ensim Taq polymerase
adalah ensim yang stabil pada suhu tinggi dan dapat menggandakan fragmen DNA
sampai 10 kpb. Dosis yang biasanya digunakan untuk suatu reaksi PCR (100 µL)
adalah 1 – 4 IU. Pemberian ensim yang terlalu banyak akan menyebabkan hasil PCR
yang tidak spesifik berupa latar belakang pita yang kurang jernih, sedangkan pemberian
yang sedikit akan menghasilkan hasil PCR dalam jumlah sedikit. Mg Cl 2 sebagai larutan
dapar berfungsi untuk mengendalikan adanya perubahan pH yang drastis, sehingga
reaksi PCR dapat berlangsung optimal. Pemberian ion Mg2+ dalam jumlah yang terlalu
banyak akan menyebabkan akumulasi hasil PCR yang tidak spesifik, sedangkan
pemberian dalam jumlah yang terlalu sedikit akan menghasilkan hasil PCR yang
jumlahnya sedikit.
Tahap denaturasi diperlukan untuk memisahkan cetakan DNA untai ganda
menjadi untai tunggal pada suhu 94 °C. Tahap annealing yang merupakan tahap
penempelan primer oligonukleotida pada urutan basa nukleotida komplemen cetakan
DNA yang dicapai pada suhu antara 50-65 °C. Tahap ekstensi adalah tahap sintesis
bagian DNA target oleh ensim polimerase pada suhu 72 °C sehingga akan terbentuk
kembali dua untai DNA. Suhu denaturasi sebaiknya dinaikan apabila primer
mempunyai kandungan GC lebih dari 50 persen untuk memperoleh hasil PCR yang baik.
Suhu annealing pada reaksi PCR dengan primer berukuran 20 pb dengan kandungan GC
± 50 persen biasanya pada suhu optimal 55 °C atau sedikit lebih tinggi dapat
menghasilkan hasil PCR yang baik. Pada umumnya hasil PCR yang baik memerlukan
lama annealing berkisar 20 detik – 1 menit. Suhu ekstensi adalah suhu yang
menunjukkan aktivitas maksimal ensim Taq polymerase, sedangkan suhu optimal untuk
cetakan DNA dengan panjang 2 kpb adalah 72 °C (Gambar 5.).
17

Gambar 5. Skema proses amplifikasi fragmen DNA dengan analsis PCR

3. METODOLOGI
1) Sekuen Primer :

Tabel 3. Sekuens Primer daerah D-loop DNA mitokondria

Gen Sekuens (5’->3’) Ukuran amplikon

D-loop F : CTA ATA CAC CAG TCT TGT AAA CCG GAG 569 pb
R : GTG GGC TAT TTA GGC TTT ATG ACC CTG

Sekuens genom lengkap DNA mitokondria diperoleh dari the GenBank Sequence Database-
NCBI (accession number NC_012920).
18

2) Komposisi campuran PCR (PCR mix) :

Tabel 4. Komposisi campuran PCR

Bahan Campuran Volume (μL)

a. 10x PCR Buffer 5,0


b. MgCl2 (50 mM) 1,5
c. dNTP (10 mM) 1,0
d. Primer L15971 (20 pmol/ µL) 0,5
e. Primer H16450 (40 pmol/µL) 0,5
f. Tag DNA Polymerase (5 U/µL) 0,125

g. ddH20 (Air destilasi) 39,75

Jumlah 49,00

h. Cetakan DNA (100 ng) 1,0

Jumlah Volume 50,0

3) Kondisi PCR (30 siklus) :

Suhu 95°C 95°C 60°C 72°C 72°C 4°C


Waktu 5’:00’’ 1’:00” 1’:00” 1’:30” 5’:00’’ ∞

3.4. Visualisasi hasil PCR


Visualisasi hasil analisis PCR secara biokimia dengan elektroforesis pada gel
agarose 1 % dengan prosedur sebagai berikut :
a. Bahan gel Agarose adalah 0,5 gr Agarose, 50 mL 1X TBE Buffer, 2,5 µL Ethidium
Bromide, 2 µL Loading Buffer
b. 0,5 gr Agarose + 50 mL 1X TBE Buffer dalam labu Erlenmeyer, kemudia campuran
dipanaskan dengan oven microvawe selama 1 menit.
19

c. Campuran + 2,5 µL Ethidium Bromide, dicampur secara perlahan.


d. Tuang campuran ke dalam bak gel, hingga terbentuk gel yang padat
e. 4 µL hasil PCR + 2 µL Loading Buffer dipipeting sampai homogen, kemudian di
masukkan ke dalam sumur pada gel Agarosa 1 %.
f. DNA marker (ФX174 RF DNA/HaeIII) dimasukkan pada sumur pertama dan
kontrol negatif pada sumur kedua gel Agarosa 1 %.
g. Elektroforesis pada 100 volt, selama 30 menit.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Visualisasi hasil analisis PCR secara biokimia dengan elektroforesis pada gel
agarose 1 %. Hasil PCR adalah pita DNA berukuran 569 pb (Gambar 4.)

← 194 pb

1 2 3 4

Gambar 6. Hasil PCR mitokondria DNA daerah D-loop fragmen DNA target
(569 pb).
20

5. KESIMPULAN
Hasil PCR mitokondria DNA daerah D-loop yang meliputi situs polimorfisme
T16189C dengan primer Forward 5’-CTA ATA CAC CAG TCT TGT AAA CCG GAG-
3’ (L15791) dan Reverse 5’-GTG GGC TAT TTA GGC TTT ATG ACC CTG-3’
(H16540) adalah pita DNA spesifik berukuran 569 pb. Hasil PCR dapat digunakan untuk
identifikasi mutasi pada situ polimorfisme T16189C dengan analisis restriction
fragment length polymorphisms (RFLP).

6. DAFTAR PUSTAKA

Atmadja DS. 1992. Polymerase Chain Reaction (PCR) dan aplikasinya dalam bidang
forensik. Maj Kedok Indon 12 : 746-753.

Djumadi. Pengembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) kuantitatif dengan


standard internal untuk kuantitas DNA mitokondria. Tesis Program Pascasarjana
FKUI 1998 : 13-14.

Innis M, Gelfand DH. 1990. Optimization of PCR.. PCR protocol : A Guide to Methods
and Application. New York : Academic Press : 3-10.

Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J. Molecular Cloning : A Laboratory Manual. New


York, USA : Cold Spring Harbour Laobaratory, 1982 : 98-101.

Saiki R. Amplifikasi of Genomic DNA. PCR protocol : A Guide to Methods and


Application. New York : Academic Press, 1990 : 13-19.

Telenti A, Imboden P, and Germann D. 1989. Abstract. Competitive polymerase chain


reaction function : possible factor in ageing. Lancet : 637-639.

Turner PC, McLenna AG, Bates AD, White MRH. Instant Note in Molecular Biology.
Oxford : BIOS Scientific Publisher Ltd, 1997 : 32-42.
21

TOPIK IV. IDENTIFIKASI MUTASI PADA SITUS POLIMORFISME T16189C


DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DENGAN TEKNIK PCR--RFLP

1. TUJUAN
Melakukan identifikasi pada situs polimorfisme T16189C daerah D-loop DNA
mitokondria dengan teknik Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length
Polymorphisms (PCR-RFLP).

2. TEORI
Suatu gen pada genom manusia adalah polimorfik apabila ada probabilitas yang
logis dimana gen dari beberapa individu berbeda satu dengan lainnya, sebagian besar
variasi tersebut dihasilkan oleh polimorfisme basa nukleotida tunggal atau single
nucleotide polymorphisms (SNPs). SNPs adalah varian genetik yang paling banyak
ditemukan pada individu dalam suatu spesies. Alel adalah bentuk alternatif sekuens
DNA tertentu yang berbeda dengan sekuens wild type (normalnya) pada satu lokus gen
dalam suatu kromosom. Apabila alel tersebut ditemukan pada lebih dari 1 persen
kromosom dalam suatu populasi, keadaan itu disebut sebagai polimorfisme genetik.
Pada saat ini, PCR-RFLP merupakan metoda yang paling umum untuk
identifikasi polimorfisme yang dapat mendeteksi variasi DNA pada situs restriksi,
sehingga perubahan pada situs pemotongan endonuklease restriksi akan menghasilkan
panjang fragmen yang berbeda. Disamping itu metoda ini dapat digunakan untuk
mendeteksi mutasi pada SNPs. Prosedur PCR-RFLP memerlukan waktu 2-3 hari yang
meliputi beberapa tahap yaitu PCR, purifikasi hasil PCR, pemotongan dengan enzim
restriksi yang memerlukan inkubasi 3-24 jam dan akhirnya elektroforesis dengan gel.
Endonuklease restriksi adalah ensim yang diisolasi terutama dari prokariyota
yang mampu mengenali sikuen spesifik di dalam untai ganda DNA. Ensim restriksi
dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu tipe I, II dan III. Ensim tipe I dan III
mempunyai aktivitas metilasi dan memerlukan ATP dalam proses pemotongannya pada
DNA yang sama. Pada umumnya ensim restriksi yang berbeda akan mengenal sekuens
22

yang berbeda. Akan tetapi ada beberapa ensim yang diisolasi dari sumber berbeda yang
dapat memotong sikuen target yang sama disebut isoschizomers. Selanjutnya beberapa
ensim yang telah ditemukan akan mengenal sikuen tetranukleotida. Situs endonuklease
restriksi terdistribusi secara random sepanjang DNA. Target tetranukleotida akan terjadi
sekali setiap 256 nukleotida, sebaliknya target heksanukleotida akan terjadi sekali dalam
4096 nukleotida. Beberapa ensim restriksi menghasilkan fragmen DNA dengan
penonjolan pada ujung 5’ sedangkan lainnya dengan penonjolan pada ujung 3’ disebut
fragmen sticky-end. Sebaliknya ensim restriksi yang tetap memotong pada aksis yang
simetris menghasilkan fragmen blunt-ended.
PCR-RFLP merupakan metoda yang paling umum untuk identifikasi
polimorfisme, tetapi teknik ini mempunyai prosedur yang relatif lama yang meliputi
beberapa tahap yaitu PCR, waktu inkubasi dalam digesti ensim restriksi tergantung
pada suhu optimum tiap-tiap ensim berkisar 1 – 3 jam dan visualisasi hasil pemotongan
fragmen DNA dengan elektroforesis pada gel agarose.
D-loop merupakan daerah kontrol utama ekspresi mitokondria DNA, selain
berfungsi sebagai untai replikasi leading dan promotor utama untuk transkripsi. Daerah
D-loop meliputi 2 daerah yang sangat bervariasi yaitu hypervariable region 1 (HVR1)
dan hypervariable region 2 (HVR2). Beberapa polimorfisme telah ditemukan pada
daerah D-loop yaitu HVR1 (nt 16024-16383) dan HVR 2 (nt 57-372) (MITOMAP
2003). Daerah D-loop diperkirakan juga bervariasi antar individu yang tidak memiliki
hubungan kekerabatan yang tersebar sepanjang daerah HVR1 dan HVR 2 berkisar 1 – 3
%.

3. METODOLOGI
1) Pemotongan dengan ensim restriksi MnlI (RFLP) :
23

Tabel 5. Komposisi Campuran pemotongan ensim MnlI

No. Bahan Campuran Volume (μL)

1. 10 X NEB 10,0
2. Ensim MnlI (10 U/µL) 0,2
3. ddH20 6,8
4. Hasil PCR 10,0

Keterangan :
Campuran diinkubasi pada suhu 37 C, selama 4 jam.

2) Visualisasi hasil hasil PCR-RFLP :

Visualisasi hasil analisis PCR secara biokimia dengan elektroforesis pada gel
agarose 2 % dengan prosedur sebagai berikut :
a. Bahan gel Agarose adalah 1,0 gr Agarose, 50 mL 1X TBE Buffer, 2,5 µL
Ethidium Bromide, 2 µL Loading Buffer
b. 0,5 gr Agarose + 50 mL 1X TBE Buffer dalam labu Erlenmeyer, kemudia
campuran dipanaskan dengan oven microvawe selama 1 menit.
c. Campuran + 2,5 µL Ethidium Bromide, dicampur secara perlahan.
d. Tuang campuran ke dalam bak gel, hingga terbentuk gel yang padat
e. 4 µL hasil PCR + 2 µL Loading Buffer dipipeting sampai homogen, kemudian
di masukkan ke dalam sumur pada gel Agarosa 2 %.
f. DNA marker (ФX174 RF DNA/HaeIII) dimasukkan pada sumur pertama dan
kontrol negatif pada sumur kedua gel Agarosa 2 %.
g. Elektroforesis pada 80 volt, selama 1 jam.
24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Visualisasi hasil analisis RFLP secara biokimia dengan elektroforesis pada gel
agarose 2,0 % adalah pita DNA berukuran 293 pb untuk alel T16189 yang terpotong
ensim restriksi MnlI menunjukkan alel wild type, sedangkan pita DNA berukuran 328 pb
untuk alel 16189C yang tidak terpotong ensim restriksi menunjukkan alel mutan
(Gambar 6.).
DNA
Marker 1 2 3 4

1373 pb →
1078 pb →
872 pb →

603 pb →

← 328 pb
281 pb → ← 293 pb
271 pb →
234 pb →
194 pb → ← 194 pb

Gambar 6. Hasil PCR-RFLP dengan enzim MnlI pada situs polimorfisme


T16189C daerah D-loop mitokondria DNA. Pita DNA berukuran
293 pb menunjukkan alel T16189 yang terpotong enzim MnlI
(normal) dan 328 pb menunjukkan alel 1689C (mutan).

Analisis PCR-RFLP dengan enzim MnlI pada DNA hasil PCR dengan primer
L15971 dan H16540 dapat mendeteksi mutasi basa tunggal pada situs polimorfisme
25

T16189C daerah D-loop mitokondria DNA. Situs pengenalan enzim MnlI adalah
5’-CCTCNNNNNN-3’, sehingga apabila terjadi mutasi basa nukleotida T>C pada situs
pengenalan enzim ini mengakibatkan tidak terpotong fragmen DNA karena ensim tidak
mengenali lagi situs ini disebut alel mutan (termutasi). Oleh karena itu, alel T16189
merupakan alel normal (wild type) dengan pita DNA berukuran 293 pb pada sampel no.
1 dan 4, sedangkan alel 16189C adalah alel mutan dengan pita DNA berukuran 328 pb
pada sampel no.2 dan 3.

5. KESIMPULAN
Identifikasi mutasi basa tunggal pada situs polimorfisme T16189C daerah D-loop
mitokondria DNA dapat dilakukan dengan analisis PCR-RFLP (enzim MnlI), sehingga
dapat membedakan alel normal T16189 dengan alel mutan 16189C.

6. DAFTAR PUSTAKA
Botwell D, Sambrook J. 2003. DNA Microarrays : A Molecular Cloning Manual. New
York, USA : Cold Spring Harbor Laboratory Press : 400.

Bruce A, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of


The Cell. 4th ed. New York, USA : Galand Science : 464.

Hamajima N, Saito T, Matsuo K, Kozaki K, Takahashi T, and Tajima K. 2000.


Polymerase chain reaction with confronting two-pair primers for polymorphism
genotyping. Jpn J Cancer Res 91 : 865.

Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J. 1982. Molecular Cloning : A Laboratory Manual.


New York, USA : Cold Spring Harbor Laboratory : 98-101.

Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. 2001. Thompsom&Thompson : Genetics in


Medicine. 6th Ed. Philadeplhia, USA : WB saunders Co. : 87.
26

TOPIK V. ANALISIS SEKUNSING DNA DAN BLAST ALGORITMA DAERAH


D-LOOP DNA MITOKONDRIA

1. TUJUAN
Melakukan pembacaan nukleotida dengan analisis sekuensing DNA dan mencari
situs polimorfik maupun variasi genetik pada daerah D-loop mitokondria DNA dengan
analisis blast algoritma.

2. TEORI
Sikuensing DNA merupakan salah satu teknik untuk membaca urutan basa dari
fragmen DNA tertentu. Teknik sikuensing DNA ini mempunyai resolusi yang tinggi
sehingga dikenal sebagai pendekatan molekular yang terbaik dalam studi filogenetik.
Untuk membaca urutan basa diperlukan DNA untai tunggal sebagai cetakan, primer
yang akan berkomplemen dengan ujung 3’ cetakan DNA, dNTP yang salah satu
ujungnya dilabel dengan radioaktif dan ddNTP diperlukan untuk membaca urutan basa.
Fungsi ddNTP adalah sebagai penghenti polimerisasi rantai DNA pada empat nukleotida
yang berbeda. Penghentian polimerisasi akan terjadi jika ddNTP bergabung dengan
ujung 3’ karena ddNTP tidak mempunyai gugus 3’ hidroksil.
Metoda sikuensing DNA yang biasa digunakan saat ini adalah metoda Maxam-
Gilbert dan Sanger Dideoksi. Prinsip dasar yang dipakai dalam metoda Maxam-Gilbert
adalah pemutusan secara kimiawi dari reaksi sikuensing DNA, sedangkan metoda
Sanger adalah penggunaan dideoksinukleotida untuk menghambat elongasi untai DNA.
Pada metoda Maxam-Gilbert fragmen DNA yang disikuen harus dilabel pada ujung
akhirnya dengan menambahkan fosfat radioaktif pada ujung 5’ atau 3’. Mekanismenya
adalah terjadi pemotongan basa spesifik dalam dua tahap. Pertama, basa dimodifikasi
dengan bahan kimia tertentu setelah piperidin dapat memotong tulang punggung gula-
fosfat DNA pada tempat tersebut. Kedua, basa spesifik dimodifikasi dengan dimethyl
sulfate (DMS) untuk metilasi basa guanin (G). Formic acid akan memodifikasi purin
adenin (A) dan guanin (G). Hydrazine digunakan untuk menghidrolisis pirimidin yaitu
27

sitosin (C) dan timin (T). Dengan demikian empat jalur pada sekuensing gel (G, A+G,
C+T, dan C) memungkinkan untuk ditentukan.
Prinsip dasar yang dipakai dalam metoda Sanger adalah penggunaan
dideoksinukleotida untuk menghambat elongasi untai DNA. Metoda Sanger dideoksi
menggunakan empat dideoksi nukleotida spesifik sebagai inhibitor elongasi untai DNA
adalah senyawa dideoksiadenosin nukleotida trifosfat (ddATP), dideoksiguanosin
trifosfat (ddGTP), dideoksisitidin trifosfat (ddCTP) dan dideoksitimidin trifosfat
(ddTTP). Tahap awal dari reaksi dimulai dengan denaturasi DNA untai ganda menjadi
untai tunggal. Proses penempelan (annealing) selanjutnya dilakukan dengan primer
oligonukleotida. Deteksi fragmen yang terbentuk dari reaksi ini dengan cara melabel
salah satu dari deoksinukleotida dengan radioaktif. Proses polimerisasi fragmen DNA
dilakukan dengan menggunakan ensim DNA polimerase. Fragmen yang terbentuk pada
tiap reaksi dipisahkan melalui elektroforesis dengan gel poliakrilamid dan
divisualisasikan dengan autoradiograf. Persentase gel poliakrilamid adalah 3,5-6 %,
sehingga dapat digunakan untuk menganalisis fragmen yang berukuran 10-1000 bp.
Biasanya untuk sikuensing DNA digunakan gel poliakrilamid 6 %.
Metoda Sanger Dideoksi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan
metoda Maxam-Gilbert. Pertama, metoda Sanger Dideoksi dapat digunakan baik untuk
sikuensing DNA maupun RNA, sedangkan metoda Maxam-Gilbert hanya untuk
sikuensing DNA saja. Kedua, metoda Sanger Dideoksi mampu membaca setiap
nukleotida pada fragmen dengan tepat, sedangkan metoda Maxam-Gilbert tidak dapat
menentukan nukleotida secara tepat untuk beberapa fragmen sehingga sulit digunakan
untuk menentukan jenis nukleotidanya (Gambar 7.).
28

Gambar 6. Skema prinsip sekuensing DNA metoda Sanger

3. METODOLOGI
1) Purifikasi hasil PCR (QIAquick PCR Purification) :
a. Produk PCR (1 volume) + PBI Buffer (5 volume )
b. Campuran a dimasukkan ke dalam tabung kolom QIAquick, kemudian di pasang
tabung koleksi ( 2 mL) di bawah tabung kolom.
c. Untuk mengikat DNA pada tabung kolom QIAquick, sentrifugasi : 12.000 rpm,
60 detik. Buang larutan pada tabung koleksi dan tabung kolom QIAquick
dipasangkan lagi dengan tabung koleksi.
d. Untuk pencucian sisa PBI Buffer, 0,75 mL PE ditambahkan ke dalam tabung
kolom QIAquick, sentrifugasi : 12.000 rpm, 60 detik. Buang larutan pada tabung
29

koleksi dan tabung kolom QIAquick dipasangkan lagi dengan tabung koleksi.
Prosedur d dilakukan sekali lagi.
e. Sentrifugasi : 13.000 rpm, 60 detik. Buang tabung koleksi 2 mL.
f. Tabung kolom QIAquick dipasangkan lagi dengan tabung koleksi baru (1,5 mL)
g. Untuk elusi DNA, masukan 30 µ L EB Buffer (10 mM Tris-HCl, pH 8,5) pada
tabung kolom QIAquick dengan tabung koleksi baru, kemudian diinkubasi
selama 3 menit.
h. Sentrifugasi : 12.000 rpm, 60 detik, kemudian simpan larutan DNA hasil
purifikasi pada tabung koleksi baru (1,5 mL).
i. Hasil purifikasi DNA divisualisasi dengan elektroforesis pada gel Agarose 1 %.

2) Visualisasi purifikasi hasil PCR :


a. Bahan gel Agarose adalah 0,5 gr Agarose, 50 mL 1X TBE Buffer, 2,5 µL
Ethidium Bromide, 2 µL Loading Buffer
b. 0,5 gr Agarose + 50 mL 1X TBE Buffer dalam labu Erlenmeyer, kemudia
campuran dipanaskan dengan oven microvawe selama 1 menit.
c. Campuran + 2,5 µL Ethidium Bromide, dicampur secara perlahan.
d. Tuang campuran ke dalam bak gel, hingga terbentuk gel yang padat
e. 4 µL hasil PCR + 2 µL Loading Buffer dipipeting sampai homogen, kemudian
di masukkan ke dalam sumur pada gel Agarosa 1 %.
f. DNA marker (ФX174 RF DNA/HaeIII) dimasukkan pada sumur pertama dan
kontrol negatif pada sumur kedua gel Agarosa 1 %.
g. Elektroforesis pada 100 volt, selama 30 menit.
30

3) Cycle Sequencing :
Tabel 4. Komposisi campuran PCR

No. Bahan Campuran Volume (μL)

1. Big Dye 6,0


2. Primer F (L15971) 1,5 (2,0)
3. DNA Template 2,0
4. ddH20 5,5
Total volume 15,0

Kondisi PCR (25 siklus) :

Suhu 96°C 96°C 50°C 60°C 4°C


Waktu 3’:00’’ 0’:10” 0’:05” 4’:00” ∞

4) Presipitasi Ethanol :
a. 1,5 μL Na Acetate 8 M + 1,5 μL EDTA 125 mM + 37,5 μL Ethanol absolut,
dicampur sampai homogen (total volume = 40, 5 µL)
b. DNA hasil cycle sequencing (spin down) + campuran a pada tabung 1,5 mL,
kemudian vortex dan diinkubasi pada suhu 4 °C selama 10 menit.
c. Sentrifugasi : 12.000 rpm, 4 °C, 20 menit. Supernatan dibuang (tuang tabung).
d. Tambahkan 250 μL Ethanol 70 %, kemudian di vortex.
e. Sentrifugasi : 12.000 rpm, 4 °C, 10 menit. Supernatan dibuang (dipipet).
f. Tabung dikeringkan dalam speed vacuum, kemudian disimpan pada suhu -20 °C
(proteksi terhadap cahaya).

5) Sequencing Running (Elektroforesis kapiler) :


a. Sampel hasil presipitasi alkohol + Big Dye, kemudian dimasukkan ke dalam
plate
b. Denaturasi sampel : 95 C, selama 3 menit.
31

c. Dimasukan dalam es (chilled) : 3 menit


d. Running pada elektroforesis kapiler sesuai prosedur pada mesin sekuensing DNA
ABI Prism 377

6) Analisis blast algoritma beberapa polimorfisme daerah D-loop mt-DNA :


a. Buka situs web : www.ncbi.nlm.nih.gov
b. Pilih program : Blast
c. Pilih program : Specialized Blast
d. Pilih program : Align two (or more) sequences using BLAST (bl2 Seq)
e. Kolom Enter Querry Sequence : NC_012920
f. Kolom Enter Object Sequence : paste sekuens DNA hasil analisis sekeunsing
DNA yang telah diedit dengan program Finch TV-Geopiza (kopi drag sekuens
DNA)
g. Pilih program selection : optimize for Highly similar sequence (megablast)
h. Aktifkan kolom : BLAST

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7. Visualisasi purifikasi hasil PCR sebelum analisis sekuensing DNA


32

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil sekuensing DNA yang optimal
adalah pertama, suhu denaturasi, annealing dan ekstensi pada tahap cycle sequencing;
kedua, separasi molekul DNA pada tahap purifikasi dan presipitasi. Oleh karena itu,
konsentrasi DNA dan kemurnian DNA sangat menentukan dalam proses pembacaan
basa nukloetida pada analisis sekuensing DNA. Urutan basa nukleotida yang dihasilkan
pada analisis sekuensing DNA adalah daerah primer L15917 – H16540. Hasil analisis
sekuensing DNA situs polimorfisme T16189C pada sampel no.1 (Daniel) menunjukkan
alel wild type (T16189) dan hasil ini sesuai dengan analisis blast algoritma dan PCR-
RFLP (Data hasil sekuensing DNA terlampir : Daniel1-L15971_005, Inst Model/Name
3100/EIJKMAN_INSTITUTE_JAKARTA-20256-012, Nov 16,2010 02:24PM,
GMT+07.00).
Hasil analisis blast algoritma daerah D-loop mt-DNA sampel no. 1 (Daniel)
dari data hasil sekuensing DNA yang telah diedit dengan program Finch TV-Geopiza
adalah sebagai berikut :

>lcl|1129
Length=343

Score = 612 bits (331), Expect = 2e-178


Identities = 340/344 (99%), Gaps = 2/344 (0%)
Strand=Plus/Plus
Query 16052 CCACCCAAGTATTGACTCACCCATCAACAACCGCTATGTATTTCGTACATTACTGCCAGC 16111
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 1 CCACCCAAGTATTGACTCACCCATCAACAACCGCTATGTATTTCGTACATTACTGCCAGC 60

Query 16112 CACCATGAATATT-GTACGGTACCATAAATACTTGACCACCTGTAGTACATAAAAACCCA 16170


||||||||||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 61 CACCATGAATATTAGTACGGTACCATAAATACTTGACCACCTGTAGTACATAAAAACCCA 120

Query 16171 ATCCACATCAAAACCCCCTCCCCATGCTTACAAGCAAGTACAGCAATCAACCCTCAACTA 16230


|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||
Sbjct 121 ATCCACATCAAAACCCCCTCCCCATGCTTACAAGCAAGTACAGCAATCAACCTTCAACTA 180

Query 16231 TCACACATCAACTGCAACTCCAAAGCCACCCCTCACCCACTAGGATACCAACAAACCTAC 16290


||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 181 TCACACATCAACTGCAACTCCAAAGCCACCCCTCACCCACTAGGATACCAACAAACCTAC 240

Query 16291 CCACCCTTAACAGTACATAGTACATAAAGCCATTTACCGTACATAGCACATTACAGTCAA 16350


||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 241 CCACCCTTAACAGTACATAGTACATAAAGCCATTTACCGTACATAGCACATTACAGTCAA 300

Query 16351 ATCCCTTCTCGTCCCCATGGATGACCCCCCTCAGATAGGGGTCC 16394


||||||||||| ||||||||||||||||||||||||||| ||||
Sbjct 301 ATCCCTTCTCG-CCCCATGGATGACCCCCCTCAGATAGGAGTCC 343
33

Atas dasar hasil analisis blast algoritma daerah D-loop mt-DNA sampel no. 01
tersebut di atas, maka dapat diperoleh beberapa lokasi mutasi basa tunggal dan varias
daerah D-loop DNA mitokondria:
a. Alel wild type : A16183
b. Alel wild type : T16189
c. SNP : G16390A
d. Delesi : T16362
e. SNP : C16223T
f. Insersi : A16125

5. KESIMPULAN
Hasil pembacaan basa nukleotida dengan analisis sekuensing DNA pada sampel
no. 1 (Daniel) menunjukkan tidak terjadi mutasi pada situs polimorfisme T16189C
daerah D-loop mitokondria DNA, sehingga genotip adalah wild type (normal). Hasil
analisis blast algoritma menunjukkan kesamaan hasil dengan analisis sekuensing DNA
pada situs polimorfisme T16189C. Disamping itu, analisis blast algoritma dapat
menunjukkan beberapa situs polomorfisme lain (G16390A, C16223T) dan variasi
genetik (delesi T16362, insersi A16125).

6. DAFTAR PUSTAKA
Botwell D, Sambrook J. 2003. DNA Microarrays : A Molecular Cloning Manual. New
York, USA : Cold Spring Harbor Laboratory Press : 400.

Bruce A, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular Biology of


The Cell. 4th ed. New York, USA : Galand Science : 464.

Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J. 1982. Molecular Cloning : A Laboratory Manual.


New York, USA : Cold Spring Harbor Laboratory : 98-101.

Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. 2001. Thompsom&Thompson : Genetics in


Medicine. 6th Ed. Philadeplhia, USA : WB saunders Co. : 87.

Turner PC, McLenna AG, Bates AD, White MRH. Instant Note in Molecular Biology.
Oxford : BIOS Scientific Publisher Ltd, 1997 : 32-42.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai