Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan

Kraniostomy

A. Pengertian
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan
mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy operasi membuka tengkorak
(tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang
diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Jadi, post kraniotomy adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak untuk mengangkat tumor, mengeluarkan bekuan darah atau
menghentikan pendarahan.

B. Anatomi Fisiologi
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai tengkorak,
yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital.
1. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:
a. Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya untuk
mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
b. Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

c. Lobus temporal
Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
d. Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya: bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2. Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri
dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia)
menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi
jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan
penglihatan.
3. Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan
dura meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar,
keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.

C. Penyebab
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan
lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).

D. Manifestasi klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.
e. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa variabel
yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak
dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau keluaran
yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila
kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak).
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak
oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak
dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan
akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan
cerebelum dapat terjadi.
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.
Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan
dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama
peningkatan TIC. Klasifikasi cedera kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing,
disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat
terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal
berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.
f. Pathway

g. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. Angiopati Serebral
Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.

h. Penatalaksanaan Medis
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati
jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien
post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein
sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin
C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan
tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya
makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani
pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
1. Sistem Perkemihan
a. Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi →
retensio urine.
b. Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
c. Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
2. System Gastrointestinal
a. Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK
pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
b. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
c. Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
d. Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
e. Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
h. Memonitor perdarahan.
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.

E. Focus Pengkajian Keperawatan


1. Primary Survey
a. Air way
1) Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
2) Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
3) Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
1) Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensimaupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderungterjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
2) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X /
menit → depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
3) Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating
1) Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut
nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia,disritmia).
2) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit,
balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik dan
tanda-tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran
somnolent apatis, GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
1. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah
i g a , d a n l i m p a t i d a k membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14
X/menit. Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang
harus dilakukan padagastrointestinal.
2. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4
dan ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
3. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.

3. Tersiery Survey
1. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB 9.9 gr %,
HCT 32 dan PLT 235
2. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak
lemah, refleksdalam batas normal.
3. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

f. Focus Intervensi Keperawatan

Diagnosa Criteria Hasil / Intervensi


No Rasionalisasi
Keperawatan Tujuan Keperatan
1. Gangguan Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat1. Berguna dalam
rasa nyaman Setelahdilakukan lokasi,karakteristik, pengawasan
nyeri berhubu tindakan keperawatan skala (0-10). keefektifan obat,
ngan dengan rasa nyeri dapat Selidiki dan kemajuan penyemb
luka insisi teratasi atau laporkan perubahan uhan. Perubahan
tertangani dengan nyeri dengan tepat. pada karakteristik
baik. nyeri menunjukkan
Kriteria hasil: terjadinya abses.
· Melaporkan rasa 2. Mengurangi
nyeri hilang atau tegangan abdomen
terkontrol. yang bertambah
· Mengungkapkan dengan posisi
metode pemberian 2. Pertahankan posisi telentang.
menghilang rasa istirahat semi3. Meningkatkan
nyeri. fowler. normalisasi fungsi
· organ, contoh
Mendemonstrasikan merangsang
penggunaan teknik peristaltic dan
relaksasi dan aktivitas3. Dorong ambulasi kelancaran flatus,
hiburan dini dan menurunkan
sebagi penghilang ketidak nyamanan
rasa nyeri abdomen.
4. Menghilangkan
dan mengurangi
nyeri
melelui penghilanga
n ujung saraf
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
4. Berikan kantong es karena dapat
pada abdomen menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
5. Berikan analgesic
sesuain indikasi
2. Kerusakan Tujuan:Setelah di1. Kaji dan catat1. Mengidentifikasi
integritas berikan tindakan ukuran, warna, terjadinya
kulit berhubu pasien tidak keadaan luka, dan komplikasi.
ngan dengan mengalami gangguan kondisi sekitar luka.
luka insisi integritas kulit.2. Lakukan kompres
Kriteria hasil: basah dan sejuk2. Merupakan
atau terap tindakan protektif
Menunjukkan penye irendaman. yang dapat
mbuhan luka tepat3. mengurangi nyeri.
waktu. Lakukan perawatan3. Memungkinkan
Pasien luka dan hygiene pasien lebih bebas
menunjukkan sesudah mandi, lalu bergerak dan
perilaku keringkan kulit meningkatkan
untuk meningkatkan dengan hati - hati. kenyamanan pasien.
penyembuhan dan 4. Mempercepat
mencegah 4. Berikan prioritas proses penyembuha
komplikasi. untuk meningkatka n dan rehabilitasi
n kenyamanan pasien,
pasien.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda -1. Deteksi dini
infeksi berhub Setelah dilakukan tanda adanya infeksi.
ungan dengan tindakan vital, perhatikan 2. Memberikan
higiene luka keperawatan. Pasien demam, menggigil, deteksi dini
yang buruk diharapkan tidak berkeringat terjadinya proses
mengalami infeksi. dan perubahan infeksi.
Kriteria hasil: mental dan3 Menurunkan
Tidak menunjukkan peningkatan nyeri penyebaran bakter
adanya tandainfeksi. abdomen. 4. Mungkin diberikan
Tidak terjadi infeksi. 2. Lihat lika insisi secara profilaktif
dan balutan. Catat untuk menurunkan
karakteristik, jumlah organism,
drainase luka. dan
3. Lakukan cuci untuk menurunkan
tangan yang baik penyebaran
dan dan pertumbuhanny
lakukan perawatan a.
luka aseptic.
4. Berikan antibiotik
sesuai indikasi.

4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi1. Tirah baring lama


perfusi · Setelah dilakukan ekstermitas dapat mencetuskan
jaringan perawatan tidak terhadap pembengk statis vena dan
berhubungan terjadi gangguan akan, dan eritema. meningkatkan
dengan perfusi jaringan. resiko
perdarahan Kriteria hasil: pembentukan
¨ Tanda-tanda vital trombosis.
stabil. 2. Evaluasi status2. Indikasiyang
¨ Kulit klien hangat dan mental. Perhatikan menunjukkanembol
kering terjadinya isasi sistemik pada
¨ Nadi perifer ada dan hemaparalis, afasia, otak
kuat. kejang, muntah
¨ Masukan atau haluaran dan peningkatan
seimbang TD

5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake dan1. Memberikan


volume cairan· Setelah dilakukan out put cairan. informasi
berhubungan tindakan keperawatan tentang penggantian
dengan pasien menunjukkan kebutuhan dan
perdarahan keseimbangan cairan2. Awasi TTV, kaji fungsi organ.
post operasi. yang adekuat membrane mukosa,2. Indicator
· Tanda - tanda vital turgor kulit, keadekuat volume
stabil. membrane mukosa, sirkulasi / perfusi.
· Mukosa lembab nadi perifer dan3. Memberikan
· Turgor pengisian kapiler. informasi tentang
kulit / pengisian3. Awasi volume sirkulasi,
kapiler baik. pemeriksaan keseimbangan
· Haluaran urine baik. laboratorium. cairan dan
4. Berikan cairan IV elektrolit.
atau produk darah4. Mempertahankan
sesuai indikasi. volume sirkulasi

g. Daftar pustaka
A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.
Carpenito, Lynda Juall RN.1999. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Ed 3. Jakarta
: Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai