Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

Pada Tn. B

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)

B. Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.
Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.
Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru
dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan,
terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan
lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-
belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen
yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan
3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi
sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.

Fisiologi Paru-paru
1. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
a. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar
b. arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke seluruh
tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c. distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat
yang bisa dicapai untuk semua bagian.
d. difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak.
a. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk di
bawah ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna
b. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 – 5 L)
udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%.
±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan dihembuskan
pada pernapasan biasa

c. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama
kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang pusat
pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau diransang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh
syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke
otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh
syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma
dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan
dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan.
Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang
asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls syaraf yang
bekerja atas otot pernapasan.

d. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada
kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan terbalik.
Kecepatan setiap menit :
1. Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2. 12 bulan: 30 kali permenit
3. 2-5 tahun: 24 kali permenit
4. Dewasa: 10-20 kali permenit
5. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya
orang yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap
dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya
hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan,
dan kaki disebut sianosis.

C. Penyebab
Efusi pleura disebabkan oleh :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik


b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

D. Manifestasi Klinik
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura
7. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
8. Fremitus fokal dan raba berkurang.

E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit
ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah
bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis
dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi
oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada
pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan
tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat yang
akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan
terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang
robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya
pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang
bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit
antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear,
tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh
efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu,
batuk dan berat badan menurun.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
G. Pathways
H. Penatalaksanaan
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif

I. Focus Pengkajian Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada,
nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan
pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena
merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi
juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya
yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit
pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya
adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien
mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit
dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.
J. Focus Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan kriteria
keperawatan Intervensi
hasil

Ketidakefektif Setelah dilakukan a. Posisikan pasien untuk


an pola nafas tindakan keperawatan memaksimalkan ventilas
b. Identifikasi pasien perlunya
selama 3x24 jam pasien
pemasangan alat jalan nafas buatan
menunjukkan
c. Lakukan fisioterapi dada jika perl
keefektifan jalan nafas d. Keluarkan sekret dengan batuk atau
dibuktikan dengan suctio
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya
kriteria hasil :
suara tambahan
a. Frekuensi
f. Monitor respirasi dan status oksigen.
pernafasan sesuai g. Posisikan pasien untuk mengurangi
yang diharapkan dispneu.
b. Ekspansi dada
simetris. Respiratory monitoring
c. Bernafas mudah.
a. Monitoring frekuensi, irama dan
d. Pengeluaran sputum
e. Tidak didapatkan kedalaman nafas.
b. Monitoring gerakan dada, lihat
penggunaan otot
kesimetrisan.
tambahan.
c. Monitor pola nafas : takipneu
f. Tidak didapatkan
i. Beri terapi pengobatan respirasi.
ortopneu
g. Tidak didapatkan
nafas pendek.
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan b. Kaji pengalaman nyeri pasien
dengan agen tindakan keperawatan sebelumnya, gali pengalaman
injury fisik selama 3 x 24 jam, pasien tentang nyeri dan tindakan
nyeri hilang/terkendali apa yang dilakukan pasien
c. Kaji intensitas, karakteristik, onset,
dengan kriteria hasil:
durasi nyeri.
a. Mengenali faktor
d. Kaji ketidaknyamanan, pengaruh
penyebab
terhadap kualitas istirahat, tidur,
b. Mengenali lamanya
sakit (skala, ADL.
e. Kaji penyebab dari nyeri
intensitas, frekuensi
f. Monitoring respon verbal/non
dan tanda nyeri)
verbal
c. Menggunakan
g. Atur posisi yang senyaman
metode non-
mungkin, lingkungan nyaman
analgetik untuk
mengurangi nyeri
Pain control :
d. Melaporkan nyeri
Ajarkan teknik relaksasi
berkurang dengan
menggunakan
Management terapi :
manajemen nyeri
e. Menyatakan rasa Kelola pemberian analgetik
nyaman setelah
nyeri berkurang
f. Tanda vital dalam
rentang normal
Ketidakseimba NOC NIC
ngan nutrisi Setelah dilakukan
Nutritional management
kurang dari tindakan keperawatan
Aktifitas:
kebutuhan selama 2x24 jam
a. Kaji adanya alergi makanan
tubuh diharapkan klien dapat b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan terpenuhi kebutuhan menentukan jumlah kalori dan
dengan nutrisinya, dengan nutrisi yang dibutuhkan pasien
ketidakmampu kriteria hasil: c. Berikan makanan yang terpilih
d. Monitor jumlah nutrisi dan
an a. Intake zat gizi
kandungan kalori
memasukkan, (nutrien) e. Berikan informasi tentang
b. Intake zat makanan
mencerna dan kebutuhan nutrisi
dan cairan
mengabsorpsi
c. Berat badan normal Nutritional management:
makanan a. Timbang berat badan secara rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake nutrisi
Intoleransi NOC : NIC
Activity therapy
aktivitas Setelah dilakukan
Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan - monitor respon fisik, emosi, social
dengan selama 3 x 24 jam, dan spiritual
- sediakan penguatan positif bagi
ketidakseimba klien dapat melakukan
yang aktif beraktivitas.
ngan suplai aktivitas dengan baik
dengan dengan kriteria hasil:
Mandiri :
kebutuhan a. Berpartisipasi dalam
a. Bantu klien untuk mengidentifikasi
oksigen aktivitas fisik tanpa
aktivitas yang mampu dilakukan
disertai penignkatan
b. Bantu untuk memilih aktivitas
tekanan darah,nadi
konsisten yang sesuai dengan
dan RR
kemampuan fisik, psikologis dan
b. Mampu melakukan
sosial.
aktivitas sehari-hari
c. Bantu untuk mengidentifikasi
secara mandiri
aktivitas yang disukai
c. Tanda-tanda vital
d. Bantu pasien untuk mengembangkan
normal
motivasi diri dan penguatan.
d. Level kelemahan
e. Status
Health education :
kardiopulmonary
a. Ajarkan untuk penggunaan teknik
adekuat
f. Status respirasi : relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk
pertukaran gas dan
mengehemat energi.
ventilasi adekuat

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang
tepat
b. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi
jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan tindakan keperawatan a. Pantau tanda dan gejala infeksi
tindakan selama 3 x 24 jam, (misalnya, suhu tubuh, denyut
invasive: infeksi tidak terjadi jantung, drainase, penampilan luka,
pemasangan dengan kriteria hasil: sekresi, penampilan urin, suhu kulit,
WSD (Water a. Tanda – tanda vital lesi kulit, keletihan, dan malise)
b. Kaji faktor yang dapat
Seal Drainage) klien terutama suhu
meningkatkan kerentanan terhadap
dalam batas normal
b. Tidak terdapat tanda infeksi (misalnya, usia lanjut, usia
– tanda infeksi pada kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan
daerah pemasangan malnutrisi )
c. Pantau hasil laboratorium (hitung
WSD
c. Nilai laboratorium darah lengkap, hitung granulosit,
terutama leukosit absolut, hitung jenis, protein serum,
dalam batas normal dan algumin)
d. Amati penampilan praktik higiene
( leukosit normal :
Personal untuk perlindungan
5000 – 10.000
terhadap infeksi
rb/ul ).

Mandiri
b. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama
untuk pasien lain yang mengalami
infeksi dan memisahkan ruang
perawatan pasien dengan pasien
yang terinfeksi
c. Bersihkan lingkungan dengan benar
setelah dipergunakan masing-
masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik, bila di
perlukan
Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap
infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga higiene
personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misalnya, mencuci
tangan)

K. Daftar pustaka

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015.
Jogjakatra: MediAction Publishing.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta:
Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai