Ontologi Filsafat Membicarakan Hakikat Filsafat
Ontologi Filsafat Membicarakan Hakikat Filsafat
filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud
struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori)
dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang
saja, itupun hanya sebagian. Dalam hakikat pengetahuan filsafat, Hatta
mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak dibicarakan lebih
dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan
mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran Yunani,
1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah orang
berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia
berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke
Pemikiran Filsafat, 1961:9). Filsafat terdiri atas tiga cabang besar yaitu:
ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya
merupakan satu kesatuan :
– Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa
pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari selruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber yang asal, baik yang asal beupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat
masing-masing bebas dan berdiri sendiri.
1. Dualisme
Pandangan ini mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut
dualism. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya.
1. Pluralisme
Paha mini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
1. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
1. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Timbulnya alirqan ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan
secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita
kenal.
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang
dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris di kenal
dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata
“episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti
teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi
merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan
radikal tentang asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas
pengetahuan.
Di samping itu terdapat beberapa istilah yang maksudnya sama dengan
epistemologi ialah:
1. Gnosiologi
2. Logikal material
3. Criteriologi
Keseluruhan istilah tersebut di atas di dalam bahasa Indonesia pada
umumnya disebut filsafat pengetahuan. Dalam rumusan lain di sdebutkan
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang
watak,batas –batas dan berlakunyailmu pengetahuan: demikian rumusan
yang di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli filsafat (filosof)
maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemologi atau
filsafat pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di renungkan
maka dapat di fahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, batas – batas, sifat metode dan keahlian
pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epitemologi adalah
terjadinya pengetahuan,teori kebenaran, metode – metode ilmiah dan aliran
– aliran teori pengetahuan.
1. a. Terjadinya Pengetahuan
Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam
epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya.
Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya
pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori maupun a posteriori.
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau
melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin.
Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya
pengalaman. Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu: pengalaman
indra (sence experience); nalar (reason); otoritas (authority); intuisi
(intitution); wahyu (revelation); dan keyakinan (faith). Sepanjang sejarah
kefilsafatan alat – alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing
– masing baik secara sendiri – sendiri maupun berpasangan satu sama lain
tergantung kepada filosof atau faham yang di anutnya. Dalam hal ini dapat
di lihat bukti – bukti sebagai berikut :
Kesimpulan